NovelToon NovelToon

RINDU GUGAT

Bab 1 Ganjilkah Cinta

Malam telah larut, dingin terpaut pada irama waktu. Angin berhembus dentingan dahan pada ranting lapuk, menyapa dalam hening.

Seperti hari kemarin, aku duduk pada sebuah batu di halaman rumah. Batu yang pernah kau bilang sebesar kerbau. Memang batu itu berada pada lokasi tersebut telah ada sebelum rumahku berdiri. Aku pun jua tak mengetahui kenapa bapak atau kakakku yang mewariskan rumah ini, tak menggempurnya.

Dan sejauh ini, aku juga tidak menemukan kesakralan terhadap batu tersebut. Kakakku, ayahku ataupun tetangga kanan kirimu juga tak pernah kutemukan pasang sesali pada area batu itu. Maka aku sampai detik ini tak mengerti kenapa batu itu tetap di depan rumah.

Coba saja, kalau batu tersebut tak ada, tentu malam akan tak mampu ku hanyati keberadaannya. Tak akan mampu mengenal tentang malam dan angin jahatnya. Tak mengerti bintang pada langit bercerita memampangkan keindahannya.

Yang pasti bagiku, batu itu akan berfungsi manakala aku merindukan hadirmu.

Malam ini tetap hening, Nik. Hening dengan kesunyiannya. Aku duduk di atas batu ini. Mataku memandang pada langit biru. Sama seperti hari-hari saat kau masih sering bersamaku. Aku berharap kau akan muncul di tepi rasa yang mengharap akan hadiri. Karena bagiku, hadirmu adalah pelepas angan angan ini.

"Rindu itu fana, " itulah yang aku keluarkan saat kau mau pergi.

Kau diam, namun aku mengerti bahwa kau ingin tahu maksud kata kataku.

"Seberapa lama membawa rindu. seberapa panjang waktu menyimpan rindu, maka ia akan sirna ketika terjadi perjumpaan. Sebab rindu hanyalah keinginan untuk bertemu, " ungkapku.

Kulihat matamu menatap padaku dengan tarikan nafas yang lega. Dan kau yakin bahwa, aku akan bisa menahan rasa ingin berjumpa saat kau berada di negeri orang.

"Kalau rindu adalah fana. tentu ada yang abadi menyertainya. Coba apa yang abadi dalam menyertai rindu? " tanyamu.

Aku tersenyum mendengar pertanyaan yang keluar dari mungil bibirmu. Bibir yang menaklukkan diriku. Bibir yang sedikit merah, mengajakku untuk tenggelam pada rasa ingin menjaga.

"Cinta, "jawabku. Cintailah yang abadi. Saat rindu tiba pada diri kita. bermula dari cinta. Cinta yang terpaut pada jiwa kita," jawabku.

Ku lihat. kau berbinar kegirangan. Tentu aku juga berharap agar kelak kau bisa mengerti bila ada rindu di hati laki-lakiku.

*****

Aku menarik nafas panjang. Saat aku membiarkan mata ini menatap langit dengan barunya. Angan dan keinginan dibawa oleh angin yang bergembira pelan.

aku berkeinginan pada malam yng sunyi ini, bisa menemukan lukisan ayu wajahnya pada bentangan lazuardi. Sehingga sedikit bisa mengurangi beban rindu yang aku alami selama ini.

Nik, perjumpaan kita sebenarnya adalah ketidak sengajaan. Waktu itu aku mengenalmu juga berangkat dari ketidak inginan. Dari yang tak sengaja dan tidak ada keinginan itulah, terjadi kebersamaan. Kebersamaan kita memang sangat begitu lama. Sehingga aku melihatnya menjadi beda. Ya, semula kuanggap dirimu biasa berubah menjadi istimewa.

Bibirmu yang mungil nampak keindahan. Terlebih lipstik yang tak begitu merah tersapu tipis menjadi simbol indahnya dirimu.

Mata yang semula kulihat biasa, bagai telaga yang selalu melambaikan padaku, untuk mengiringinya agar aku temukan lembutnya jiwamu. Pipi yang ranum, menjadi teramat indah saat kulihat ada lesung pipi.

Sebetulnya kalau aku boleh Jujur, awal kau bukan tipe idolaku. Tapi entah, rasanya aku terpaut dan enggan untuk melepaskan diri dari rasa ini.

"Kebersamaan kita memang lama," ujarmu.

Aku mengangguk ringan.

Dan aku sadar, kebersamaan yang lama ini tang membangun rasa tersebut. Rasa yang tak ingin terpisah. Karena jika ada perpisahan tentu, pada hari dan waktu setelah ini ada yang terasa kurang.

Tak aku lupa tentang rasa cinta yang kuat kuungkap padamu, kau bertanya, "kenapa kau mencintaiku? "

Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Sebab aku takut, kau akan menolak cintaku. Aku menjawab sekenanya saja, "karena bersamamu yang aku rasa kurang menjadi genap:

"Berarti cinta bagimu penggenap? "

Aku mengangguk.

"Kok bisa? "

"Karena ganjil terletak pada sendiri," jawabku.

Ku lihat kau merenung sejenak. Lalu kau menatapmu dengan bola matamu yang indah dan jernih. Bola mata yang kuimpikan agar yang punya membersamaiku melengkapi kekuranganku agar bisa genap.

****

Bab 2 Menyibak Waktu

Malam terus berjalan pada waktu. Ia, Nik, aku teringat tentang apa yang kau taksir tentang waktu. Karena waktu menyimpan segala perjalanan. Meski hakekat gugusan waktu hanya ada tiga. Yaitu, tadi, kini dan nanti.

"Tadi bermaksud yang telah kita lalui. Kemarin dan perjalanan usia kita. Kini berpusat pada hal yang kita jalani. Sedangkan esok adalah perwujudan yang akan kita hadapi, "ungkapmu.

Aku mengangguk tanda menyepakati apa yang kau ungkapkan tentang waktu.

'Benar, dan kemarin adalah sejarah perjalanan akan bisa kita baca pada saat ini. Kini adalah evaluasi dari tadi dan kemarin. Kini adalah gagasan atau rancangan. Sedangkan nanti, esok adalah aplikasi dari gagasan yang kita rancang," tambahmu.

Aku semakin memahami tentang siapa dirimu. Seorang Anika, Gadis yang nampak tak begitu berarti bagi yang lain. Tapi bagiku kamu memiliki arti yang sulit buat aku terjemahkan. Postur tubuh yang tak begitu tinggi, rambut ikal yang menyimpan jutaan arti. kadang kau juga menutupi kecerdasan pikirmu pada selembar kain yang bernama hujan.

Wajah bulat yang penuh dengan keinginan dan bersifat optimis, membangun gagasan gagasan yang kadang orang tak mengerti. Kulit tubuhmu yang cerah, halus dan lembut memperkuat kehalusan akhlak dan pekertimu.

Anika, aku menemukannya pada saat yang tepat. Yakni pada kesendirianku, aku mendatangi sebuah objek benda sejarah di perkampungan dekat sebuah gunung di kotanya.

"Kau mau kemana, Kak? " tanyanya padaku dengan senyum yang tersinggung indah pada bibirnya.

"Aku akan ke arena persawahan itu, ' jawabku sambil menunjuk pada sebuah persawahan yang konon di situ terdapat sebuah objek benda bersejarah.

"Oh, Sawah Medang? " tanyanya.

Aku mengangguk.

Memang orang menyebut tanah persawahan itu dengan nama Medang. Konon menurut sebuah cerita, di sawah itu terdapat sebuah kerajaan yang bernama Medang. Medang adalah Kerajaan yang bercorak Hindu Buda. Kerajaan Medang semula ada di Yogyakarta. Akan tetapi saat terjadi letusan Gunung Merapi yang dahsyat, para bangsawan serta diikuti beberapa rakyatnya, bermigrasi ke Jawa Timur. Dan banyak yang menduga bahwa mereka mendirikan kerajaan di lokasi yang kini nampak hamparan sawah tersebut.

"Kita berangkat sekarang, Kak? "tanya Anika.

"Sebentar, " jawabku sambil mengambil kamera. Aku iseng mengambil gambarnya beberapa kali.

"Nih, kamu nampak cantik, kan?! " godaku sambil menunjukkan gambarnya pada kameraku.

Dia tersenyum lepas. Nampak sekali giginya yang putih rapi. Barangkali gigi yang di sebut miji timun itu adalah seperti miliknya.

Segera aku pakai tas ranselku, dan mengajaknya untuk mendatangi sebuah objek benda sejarah di Medang.

"Yang kau tahu, di sawah itu ada apa? " tanyanya.

"Kata orang ada yoni juga beberapa batu bata besar," jawabku sambil terus berjalan.

"Kau percaya bahwa di situ bekas kerajaan Medang Periode Jawa Timur? " tanyanya kembali.

"Kalau aku percaya seratus persen, aku tak akan datang kemari, 'jawabku.

Aku terus berjalan pada pematang sawah. Anika aku lihat lebih cekatan sehingga kali ini, aku yang harus membututinya.

*****

Tidak ada 25 menit aku dan Anika telah tiba pada sebuah area yang kami tuju. Sebuah persawahan luas. Di situ nampak sebuah pohon asam besar, di bawahnya terdapat sebuah benda bersejarah. Benda itu yang bernama Yoni.

"Mungkin tempat ini adalah Candi, ' aku menduga dengan bahasa ringan.

"Dugaanmu tak jauh beda dengan pikiranku. Selain adanya sebuah yoni lokasinya agak tinggi di banding lokasi sekitar, ' ujar Anika.

"Namun, di mana keberadaan Lingga? 'tanyaku.

"Lingga banyak yang hilang di Kota ini. Temuan-temuan yoni telah banyak yang tanpa lingga," jawabnya.

*****

Malam terus bergerak sesuai ketentuan rotasi waktu. Meski semburat warna merah di timur belum nampak, namun tengah malam telah terlampaui. Pikiranku terus teringat akan pertemuan pertama denganmu.

Memang tak bisa terpungkiri, bahwa diri seorang Anika adalah memiliki arti yang tak ringan untuk aku lupakan. Meski aku juga harus memahami, tentang dirinya.

Anika adalah seorang yang cerdas dan cantik. Anika yang mungil penuh dengan keceriaan dan yang paling membuat aku tak bisa melupakan adalah kegemarannya akan malam.

Seperti beberapa waktu sebelum dia meninggalkanku, pernah terjadi beberapa perdebatan. Tentang sawah Medang, persoalan kesejarahan.

"Bagiku belum tentu, Sawah Medang sebuah istana pada masa itu," ungkapanku yang membuatnya tercengang.

Seolah dia tak percaya akan ungkapan yang aku keluarkan. Sebab saat ia berpendapat menurut penuturan pini sepuh Medang tentang keberadaan lokasi yang diyakini sebagai Istana Kerajaan setelah Mataram Kuno luluh lantak akibat Gunung Merapi yang meletus.

"Temuan Yoni hanya bisa mengarah pada sebuah candi," ujarku.

"Lantas, dengan penuturan para sepuh tentang adanya pendapa di sawah yang kemarin kita datangi?" tanyanya.

"Kurang bisa menjadi bukti. Batu batu besar yang ada di sawah Medang tidak cukup menjadi bukti kuat akan adanya sebuah istana, "jawabku.

Anika memandangi lebih dalam. Ia seperti ingin tahu akan keterangku. Sorot mata yang rindu akan pengetahuan bergelombang sehingga menyeretku pada keinginan untuk tidak berjauhan dengannya.

"Kalau batu itu kita sebut ompak tentu salah. Sebab tak mungkin ompak istana atau rumah bangsawan kerajaan hanya sebuah batu yang diletakkan. Tanpa dibentuk tanpa adanya hiasan, " ujarku memberi alasan.

"Sangat beralasan bila kita membantah penuturan masyarakat yang sangat meyakini adanya sebuah istana di Medang," ungkapnya.

"Namun kita juga harus mengerti, di Pendapa Agung Trowulan, yang di duga sebagai Pendapa Istana Majapahit, batu ompaknya juga tanpa hiasan. selain itu tak ada bentuk yang disengaja," ucapnya sembari memainkan pena di tangannya.

"Kita juga harus mengerti bahwa, masa Kerajaan Medang terpaut jauh dengan Kerajaan Majapahit," terangnya untuk meyakinkanku.

Aku mengangguk halus. Tetapi juga belum bisa menerima pendapat bahwa Sawah Medang yang ada di Sampung Ponorogo itu merupakan bekas Istana Kerajaan Medang masa Jawa Timur.

"Bagaimana dengan keberadaan Candi IPad di Kedaton Trowulan?" tanyaku.

"Maksud, Kakak?" tanyanya ulang.

"Di Candi Kedaton atau di Sumur Upas ompak nampak dibentuk. Sebelah dari candi Kedaton. yang itu bisa kita mungkinkah adanya rumah bangsawan," jawabku tegas.

Saat saat perdebatan yang demikian itulah yang menjadi sulitnya ingatanku melupakan akan dirinya. Kecerdasannya terus terasah.

Bahkan yang langka aku temukan adalah wanita belia yang berani menerobos sunyi malam. Selain itu ia mengartikan malam adalah keindahan yang dirahasiakan.

"Malam bagiku adalah keindahan. Malam adalah seni yang rahasia pada ruang semesta, "ujarnya saat aku bertemu dengannya dan makan malam di sebuah Rumah Makan.

"Malam dan misteri yang di bangun masyarakat kita adalah waktu yang menyeramkan. Dan kita harus menaklukkan! " ungkapnya tegas.

"Malam memang menakutkan. Karena kita harus tahu angin malam yang jahat, " ujarku sekenanya untuk mengimbangi pendapatnya.

"Boleh saja demikian, tapi kita harus mengerti tentang rahasia malam, " jawabnya.

Bab 3 Bima Sakti Sahabat Baru Anika

Anika tersenyum memandangku. Sepertinya ada sesuatu yang ingin disampaikan kepadaku. Aku menatapnya dengan penuh selidik.

"Ada apa, Anika? Nampaknya ada kabar baik. Sehingga dirimu nampak gembira pagi ini? tanyaku.

"Kakak bisa saja. Padahal aku rasa biasa saja, Nih, " jawab Anika sambil tertawa kecil.

"Tapi bagiku, hari ini kau nampak berbeda. Dandananmu yang rapi dan nampak cantik. Senyum kecerahan semakin nampak gembira," kataku sembari tersenyum mengujinya.

Aku lihat Anika nampak tersenyum mendengar kalimat pujianku terhadapnya.

"Kakak terlalu banyak menggombal, " tukasnya sambil membuang pandangannya. Karena ia tahu bahwa aku menatapnya.

Sejenak kami tenggelam dengan pemikiran masing-masing. Pemikiran yang penuh penduga.

"Beberapa hari kemarin Kakak pernah berpendapat tentang malam yang penuh dengan angin jahat. Dan membantah keindahan misteri malam pendapatku, ' katanya.

"Mungkin demikian, " jawabku.

"Kok mungkin, bukankah demikian?" tugasnya.

"Ya, barangkali aku lupa, "jawabku.

"Pendapat kok lupa."

"Maklum sudah tua," jawabku bergurau. "Lantas ada apa dengan pendapatku tentang malam."

Anika menatap padaku, tatapan yang sulit untuk aku jelaskan. sambil sedikit memperbaiki kerudung dikepalanya, ia pun mengungkapkan apa yang dipikirkan, "Semalam aku melihat malam yang begitu terang. Malam yang aku utarakan penuh keindahan, " ujarnya padaku.

Aku hanya memandangnya. Sengaja aku biarkan Anika mengungkapkan pendapatnya tentang malam. Sebab darinya aku mendapatkan berbagai arti yang kadang lepas dari pemikiranku. Entah, Anika mampu berpikiran yang kecil sekalipun. Barangkali itu adalah arti bahwa perempuan memiliki pemikiran yang lembut.

"Pada langit yang biru, aku melihat bintang gemintang berhamburan. Mereka sepertinya memiliki nyawa, hidup dan berucap selamat malam, " ungkapnya.

Sampai pada kalimat ini, aku tak bisa menahan pemikiranku.

"Apa? Bintang berbicara padamu?!" tanyaku terkejut.

Anika mengangguk pelan. Dia tersenyum dan berkata, "Pasti kau hak percaya. Dan kau akan mengatakan aku gila atau terjebak pada alam imajinerku, " tebalnya membaca pikiranku.

Aku menatapnya dengan seksama. Dan memang pemikiran siapa saja yang mendengar ungkapan Anika pasti akan berkata yang demikian. Atau kalau tidak demikian, akan berpendapat gadis yang penuh halusinasi.

"Memang, sejak saya SMU saya suka akan malam. Dan banyak hal yang aku pelajari pada malam. Aku pahami, aku rasakan semakin indah. Namun aku tidak berada pada dunia khayal. Meski semua orang yang aku kasih cerita, akan berpendapat aku gila atau aku menjadi orang gali," ujarnya.

Aku hanya diam. Aku melihat keseriusan apa yang diungkapkan Anika padaku. Aku seperti tak tega untuk tak mendengarkan kata dan ungkapan dari Anika.

"Lantas apa lagi yang bintang ungkapkan untukmu malam itu, selain mereka mengucapkan salam?" tanyaku.

Kembali Anika menatap padaku. Kali ini aku melihat ada cahaya teduh yang luar biasa pada raut mukanya yang oval.

"Kau benar ingin mendengar lidahku di malam itu atau kau hanya sekadar menghiburku? " tanyanya.

"Aku ingin mendengar secara serius," sahutku.

Anika menarik nafas panjang seolah tak percaya pada jawabanku. Namun ia seolah ingin menghibur dirinya, dan mencari siapa yang mau menerima ceritanya.

"Bintang gemintang nampak gembira bertemu denganku. Senyumnya nampak indah berkembang. Dia mengenalkan beberapa yang belum aku ketahui. Salah satunya adalah Bintang Bima Sakti, " ujarnya serius.

"Apa yang dia ceritakan padamu?" tanyaku. Entah mengapa aku semakin terseret pada imajinasi gadis itu. Seolah aku lupa pada pernyataanku yang heran akan imajinasinya.

"Bima Sakti malam itu dalam pandanganku, seolah olah adalah satriya yang gagah. Satriya yang penuh wibawa dan pemberani. Namun kewibawaan Bima Sakti digoda oleh ular hitam yang mengelilinginya. Sementara samudra susu juga terus bergelombang untuk membantu sang Bima Sakti bisa mengalahkan lilitan ular hitam tersebut," ujar Anika.

"Masa begitu sih," ucapku memotong kalimat Anika.

"Demikian adanya yang aku terima," jawabnya.

"Sebentar, aku boleh berpendapat, nggak? " tanyaku.

"Boleh saja, wong undang undang saja melindungi pendapat kita, " ujarnya bergurau.

"Bintang Bima Sakti adalah gugusan bintang yang besar. Yang hitam adalah jalur rotasi dan yang putih adalah jutaan gugusan bintang bintang sehingga nampak seperti kabut," kataku.

Anika aku pandang nampak diam. Matanya beberapa kali berkedip seolah merenung apa yang aku kemukakan.

"Bisa jadi demikian, itu adalah pendapat teori ahli astronomi, " ujarnya.

"Berbicara bintang jelas, berbicara tentang astronomi, Nona cantik, ' ungkapkan.

"Saya dahan soal itu, Kak. Namun aku melihat malam itu berbeda. Dan saya juga terkesima saat menyaksikan bintang-bintang malam itu, " ujarnya.

"Lantas apa yang kau saksikan tentang Bima Sakti?" tanyaku.

"Aku menyaksikan saat ular naga hitam melilit tubuh Bima Sakti, tiba tiba berubah menjadi perempuan cantik yang luar biasa," terang Anika.

"Cantik mana sama kamu? " godaku.

"Ya, cantik di lah. sang saking cantiknya saya tak bisa kekasih, kok."

"Sama kalo guru denganmu. Saking cantikmu aku dan tidak bisa menjelaskan terangmu, " jawabku.

"Mesti gombalannya di lanjut," dia menimpali godaanku dengan ketus.

"Lanjutin, gimana Naga jadi perempuan cantik, " ujarku.

"Beber dilanjut ceritanya, makanya jangan nggombal," celutuknya.

Anika kemudian melanjutkan apa yang di saksikan malam itu tentang Bintang Bima Sakti.

Menurutnya, saat perempuan cantik dari ular naga memegang kaki dan sebagian badan dari Bima sakti, tiba tiba samudra putih tersebut berombak ganas. Samudra yang dikatakan bagai susu itu berkali kali menyerang Perempuan jelmaan ular naga, namun tak bisa melepaskan cengkeramannya.

"Cengkeraman Naga yang menjelma menjadi perempuan cantik itu lebih kuat. Sehingga samudra putih yang menderas ombaknya, turut jatuh ke bumi. Berkelip kelip dan sebagai tanda bahwa cahaya itu dari langit, "tegasnya.

"Menjadi meteor kah, atau yang orang di kampungku menyebut watu lintang, " tanyaku.

Anika hanya menggeleng sebagai tanda dia tidak mengerti.

"Yang aku tahu, setelah kejadian samudra susu menetes jatuh karena sebutan ombak kerasnya, semburat merah tiba dan mendung menutup bintang Bima Sakti, " tegasnya.

Aku hanya bisa tertegun mendengar kisah yang disampaikan oleh Anika. Dan kami terdiam menuju alam analis tentang apa yang di alami oleh Anika.

*****

Setelah kejadian pertemuanmu dengan Anika dan penjelasan mengenai malam dan Bisa Sakti. aku ceritakan pada Kakakku di Banten, Kakek hanya tertawa.

"Dia pacarmu, ya. Untung kau dapat pacar kayak gitu, " ujar Kakek.

"Kok bisa, Kek? " tanyaku penasaran.

"Hanya orang orang yang kuat tirakat yang bisa merasakan dan menyaksikan semacam itu, "jawaban Kakek yang semakin membuat aku jadi penasaran.

"Bintang Bisa sakti adalah lambang diri kita. Sedang cahaya hitam adalah saudara kita yang bersifat alwamah. Lantas berubah menjadi perempuan cantik, adalah asal dari saudara kita yang berwarna hitam dan kuning. Kuning biasanya dari nafsu keinginan. Hitam dari nafsu rakus, " terang Kakek.

"Sedang samudra itu apa, Kek. Kok putih warnanya," tanyaku.

"Samudra warna putih seharusnya tenang. Itu adalah lambang nafsu yang tenang. Karena masih muda, keinginan terus mengalahkan nafsu jahat kuat maka berombak lah. Hal wajar itu. Tapi bila dilanjutkan tirakatnya, akan tenang sendiri, ' lanjut Kakek.

Dari situlah aku baru tahu bahwa Anika adalah ahli dalam hidup tirakatan. Dia sering jaga malam hingga pagi, sering puasa weton dan senin Kamis.

*****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!