NovelToon NovelToon

Give Me A Clue: Why Should I Stay Alive?

Chapter 1. Kekaisaran Demallus

Di suatu tempat yang bahkan cahaya mentari tidak bisa menerobos masuk. Seorang perempuan dikurung di sebuah sel.

"Nexa!"

"Nexa ...."

Kelopak matanya bergerak, perlahan, perempuan itu membuka mata. Pandangannya masih buram dan entah apa yang ia lakukan sebelumnya, kepalanya juga terasa sakit, tidak, bahkan sekujur tubuhnya terasa sakit. Perempuan itu mengernyit saat bau amis dan bau busuk menerobos penciumannya. Ia mengerjap beberapa kali, lalu kesadarannya kembali seiring dengan suara yang didengarnya semakin jelas.

Ia menoleh ke arah sumber suara hanya untuk memekik dan terperanjat kaget mendapati pemandangan yang membuat nyawanya baru saja terkumpul sepertinya hendak keluar dari tubuhnya lagi. Ia mengerjap beberapa kali untuk memastikan bahwa ia tak salah melihat bayangan sesuatu sebagai hantu, monster, atau entah apa pun itu.

"Nexa?"

"AGHHH!!!" Ia langsung berteriak saat hantu-tidak, makhluk yang dilihatnya tidak tembus pandang, mungkin lebih cocok disebut monster-itu berbicara.

Jantungnya berpacu cepat. Ia berpaling dan ingin melarikan diri, tapi tubuhnya kehilangan kekuatan, sama sekali tidak bisa digerakkan. Seperti sedang bermimpi dan ia dalam posisi tidak bisa menggerakkan badannya sama sekali.

"Apa ada yang salah, Nexa?"

Monster itu terus berbicara, sementara perempuan itu tidak tahu bahwa ia yang dipanggil. Bagaimanapun, ia tahu bahwa namanya bukan Nexa.

"Bulan hitam, sebentar lagi."

Tubuh monster itu lebih besar dari ukuran manusia pada umumnya, rambut hitam panjang yang berantakan, ada tanduk di tengah jidatnya, bola matanya putih semua, dengan wajah yang penuh luka dan bekas goresan besar, giginya tajam seperti taring dan mulutnya mengeluarkan asap tipis putih saat bicara. Ia tidak menggunakan pakaian atas, celana pun sudah compang-camping. Monster yang kotor, dan sepertinya darah telah mengering di tubuh dan pakaiannya.

Perempuan itu penasaran dengan apa yang terjadi tapi juga ingin segera keluar dari mimpi, terlebih meskipun cahaya obor cukup terang, baginya tidak ada bedanya jika itu berada di tempat yang kurang cahaya dan cukup sempit, tidak nyaman. Mimpi yang tidak seperti biasanya. Bahkan, sakit di sekujur tubuhnya terasa lebih nyata, seolah bukan mimpi yang menghantuinya selama bertahun-tahun.

Sementara itu, monster yang terus berbicara di sebelah selnya tidak ia pedulikan sama sekali. Pandangannya beralih memeriksa kondisi tubuhnya, samar ia melihat tubuh yang penuh luka dan lebam, sangat kotor dan hanya memakai gaun tipis lengan pendek yang panjangnya sampai lutut, itu pun robek di sana-sini, ia terkejut ke sekian kali.

"Ini ... ini pasti bukan aku! Kenapa aku jadi seperti ini?! Apakah ... ini neraka? Apakah aku sudah mati?"

Sayangnya, ia tak ingat kapan ia mati. Ini tidak mungkin alam baka kan? Pikirnya.

"Tujuan utama, rencana, bulan hitam."

Diliputi kebingungan, suara monster yang berat dan terpatah kembali terdengar. Bagaimana caranya supaya ia bangun? Ia tak kunjung bangun. Perempuan itu berpikir, jelas ada sesuatu yang salah. Ia kembali mengobservasi sekitar. Sel penjara makhluk itu penuh dengan potongan tangan dan kaki. Melihatnya secara langsung membuat ia bergidik dengan perut bergejolak ingin muntah.

"Kita harus cepat, pastikan tahanan itu dalam keadaan tidak bisa melawan dan pengekangnya kuat."

Suara lain terdengar dari luar sel. Sepertinya ada orang lain. Melihat kondisinya saat ini, mungkin ia dalam masalah besar.

"Saatnya pergi, saatnya pergi." Monster itu terus bergumam.

Kepala perempuan itu semakin sakit, ia meringis. "Kenapa kamu terus berbicara? Diamlah!"

"Ma-af, Nexa." Ia terdengar murung setelah ditegur sekali, maka dengan begitu perempuan itu menyimpulkan bahwa 'Nexa' adalah dirinya.

"Siapa pun itu, aku bukan Nexa yang kamu maksud!"

"Berisik sekali, sepertinya dia masih punya cukup tenaga setelah semua penyiksaan. Seharusnya lidahnya dipotong saja agar dia diam, dalam keadaan ini mungkin akan cukup menahannya untuk memulihkan diri."

Perempuan itu menoleh ke depan. Mendapati tiga orang pria dengan penampilan aneh berdiri di luar sel. Pria dengan hidung terpotong di paling kiri, pria botak dengan mata hitam legam seperti monster, dan seorang pria di paling kanan dengan tampilan yang cukup biasa tanpa bekas luka berarti, kecuali fakta bahwa setengah tubuhnya seperti seekor kuda, jauh dari kata normal.

"Ramalannya, ini kesempatanmu," ucap monster di sebelah selnya lagi.

"Akan bagus jika monster sialan itu juga segera lenyap, aku ingin mencoba bermain dengannya sekali sebelum itu, aku ingin memotong-motong semua bagian tubuhnya sampai itu tak bisa tumbuh kembali." Pria dengan ujung hidung terpotong berbicara sambil menatap bengis pada monster yang ia maksud.

"Kau tidak bisa sembarangan melakukan sesuatu pada tahanan khusus milik yang mulia. Bagaimana pun, saat ini jangan sampai yang mulia marah karena menunggu lama. Tak perlu membuang waktu lagi." Si pria botak berbicara.

"Ramalannya, sekarang malam pemurnian. Akan ada hal besar yang terjadi malam ini," ucap monster di sel sebelah. Ia jadi lebih aneh dari sebelumnya, kepalanya berputar beberapa kali sampai 180°. Dari sini setidaknya seorang manusia yang bahkan tidak suka berpikir sekali pun akan sangat yakin bahwa ini bukan lagi dunia yang ia kenal, bukan dunia yang sebelumnya ia tempati. Jika itu tidak segera berakhir dan terlalu nyata untuk sebuah mimpi, berarti bukan mimpi. 

Tapi sayangnya, perempuan itu tak ingat namanya sama sekali. Jika si monster memanggilnya Nexa, maka mungkin itu adalah namanya saat ini.

Nexa tak bisa berbuat apa pun tanpa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Sepertinya ia juga terbiasa mengobservasi banyak hal hingga berhasil mengendalikan rasa paniknya.

Ketiga orang itu masuk sel dan melepas rantai yang mengikat Nexa di dinding. Mereka memaksanya berdiri dan menyeretnya keluar dari penjara. Nexa sulit sekadar menahan langkah karena tubuhnya yang terasa sakit. Ia memiliki pemikiran gila yang mengatakan bahwa sekarang dirinya mungkin berada di neraka dan akan disiksa. Ia bertanya-tanya apakah ini benar-benar kehidupan setelah kematian dan ia sama sekali tak ingat bagaimana ia mati.

Untuk alasan yang tak diketahui, Nexa menoleh ke belakang sesaat, padahal ia takut melihat makhluk itu. Entah kenapa meski menyeramkan, di sela pencahayaan obor, ia bisa melihat senyuman samar dari wajah si monster yang cukup rusak, itu harusnya menakutkan, tapi tidak, seolah di sana tersirat ketulusan yang membuatnya tenang. Lalu, sebelum ia benar-benar tak bisa melihatnya lagi karena berbelok, ia seolah mendengar suaranya lagi, dari jarak itu.

"Pergi, pergilah sejauh mungkin."

"Hey cepatlah!" Orang di samping kirinya, si pria hidung terpotong, menarik tangannya dengan kasar.

Jika ingin cepat, harusnya mereka melepaskan rantai di tubuhnya saja! Apalagi bola besi di kakinya yang harus Nexa seret setiap melangkah.

Ah ..., situasi macam apa ini? Kedua tangannya dirantai, begitu juga dengan leher dan kakinya. Belum lagi, rantai di kakinya menyambung dengan bola besi berat. Rantai itu seperti diselimuti api, berwarna hitam, hanya saja tidak panas sama sekali.

"Ugh ..." Nexa meringis linu di sela memaksa kakinya mengikuti langkah cepat orang-orang yang membawanya.

"Meskipun kau akan keluar, ini juga akan menjadi hari terakhirmu," kata si pria hidung terpotong di sebelah kiri, Nexa akan memanggilnya begitu.

Sementara orang di kanannya, dia hanya diam sedari tadi. Setelah cukup jauh, Nexa berpikir dirinya ada di sebuah penjara bawah tanah, ada tangga yang mengarah ke atas di depan dan banyak tangga lainnya yang tadi ia lewati. Ada juga beberapa sel lain dan di dalamnya banyak makhluk menyeramkan yang membuat bulu kuduknya merinding. Dan bau ..., anehnya meskipun bau ini begitu busuk seolah menusuk hidungnya, ia merasa terbiasa dengan mudah.

"DEMI PENGUASA LANGIT DAN BUMI APA YANG TERJADI?!!" Nexa menjerit dalam hati, otaknya ia peras untuk menemukan alasan mengapa ia berakhir seperti saat ini.

"Berapa banyak yang bisa dimurnikan dengan keadaannya yang seperti ini? Aku belum pernah melihat pemurnian." Si manusia setengah kuda akhirnya berbicara.

"Baginda Kaisar dan yang terpilih sudah menunggu pemurnian selama hampir seribu tahun, kita tidak akan tahu berapa banyak jiwa yang bisa dimurnikan dan ada batas waktu bulan hitam. Pasti tetua dan golongan tinggi akan diutamakan mengingat mereka akan segera lenyap. Mungkin sebelum pemurnian, kondisi penyihir ini juga akan diobati untuk memaksimalkan kekuatannya," jawab si orang botak.

Sesekali, Nexa terganggu oleh rasa sakit hingga berhenti sejenak untuk berpikir keras. Kaisar ya ..., Kaisar? Penyihir juga? Apa ia penyihir yang dimaksud? Seperti dongeng saja.

Eh?

Kepalanya terasa mendapat hantaman keras karena menyadari sesuatu yang ia pikir tidak mungkin. Pemikiran gila dan tak masuk akalnya mungkin saja terjadi. Memangnya dari tadi semua itu masuk akal?

Ia tidak mau jadi orang bodoh! Tapi ..., memang sulit dipercaya kalau perkiraannya benar.

Nexa menduga ia mengalami reinkarnasi, seorang perasuk mungkin lebih tepatnya. Sesuatu seperti itu banyak terjadi dalam cerita fantasi. Sekarang ia benar-benar berpikir apakah dirinya sudah mati? Dunia dari novel mana yang ia masuki? Karakter mana yang ia rasuki di situasi mengerikan seperti itu?

Setumpuk pertanyaan bermunculan di kepalanya.

Tentu saja jika berada di tempat aneh seperti ini, sihir ... atau sejenisnya. Sudah pasti ia berada di dunia lain! Nexa terlalu panik untuk menyadari ini sedari awal. Memangnya siapa yang akan langsung menduga hal mustahil seperti itu?

Belum lagi, semua situasi itu terasa asing. Nexa berpikir apakah mungkin ia telah melewatkan atau melupakan sesuatu? Sungguh sial, apakah ia memang pernah membaca cerita seperti ini? Ia bahkan tak mau menyentuh novel horror karena takut memperburuk mimpi yang selalu menghantuinya. Aneh, ia tak mengingat banyak hal, tapi cukup mengingat itu. Sebenarnya mimpi apa yang ia takuti?

Tanpa Nexa sadari, karena tenggelam dalam pikiran sendiri tentang cerita mana yang ia masuki, ia sudah keluar dari bangunan penjara itu. Nexa bisa melihat bulan setengah yang menyorot samar. Angin malam berhembus kencang menerpa tubuh dan menghempas rambutnya.

"Apa itu dia?" seorang pria berjubah muncul dari balik pepohonan. Nexa tak bisa melihat wajahnya sama sekali karena tertutup tudung jubah. Perawakannya cukup tinggi.

Ia mendekati mereka, lalu menyibak rambut yang menghalangi wajah Nexa sampai perempuan itu tersentak. Pria itu menarik dagunya sampai Nexa harus mendongak. Kini, Nexa bisa melihat mata orang itu yang berwarna ungu pekat di balik kain. Mata mereka beradu tatap selama beberapa detik. Ini terjadi begitu cepat sampai Nexa tak banyak bereaksi.

Tak lama, pria itu berhenti menatapnya. "Giliranku membawanya," ucapnya pada tiga orang yang menyertai Nexa sejak keluar dari sel.

"Kawal dia baik-baik, dia sudah sering mencoba kabur," ucap si botak.

Pria itu tak menjawab, ia hanya memegang tangan Nexa. Lalu dalam sekejap mata, Nexa ..., sudah berada di tempat yang berbeda? Apakah itu teleportasi? Sial, itu sangat mengagumkan meskipun bukan waktu yang tepat untuk kagum baginya. Nexa bahkan tidak merasakan apa-apa seperti merasa pusing dan efek samping apa pun saat teleportasi! Apakah memang tidak ada efek samping?

Chapter 2. Bangunan Kuno

Saat perempuan itu melihat sekeliling, tepat di depannya ada bangunan yang tampak kuno. Nexa sudah sepenuhnya yakin, dirinya berada di dunia lain.

"Penampilan Anda harus diperbaiki," kata orang yang membawanya, ia mengeluarkan sebuah tongkat yang terlihat unik, di ujung tongkatnya terdapat setengah bintang yang berpola retakan. Lalu, ia menggumamkan sesuatu seperti mantra.

Sebelum Nexa tahu apa yang terjadi, suatu kabut hitam disertai kilauan mengelilingi tubuhnya. Hawa yang hangat terasa menyentuh setiap inci kulitnya.

Setelah kabut itu perlahan memudar, pakaiannya sudah berganti menjadi gaun putih yang menjuntai sampai bawah mata kaki. Ia rasa tubuhnya juga sudah terasa bersih. Meskipun rasa sakit yang ia rasakan sama sekali tidak berkurang. Selain itu, luka lebam dan lecet di sekitar tangannya masih ada.

"Ini hanya sihir untuk memperbaiki penampilan, tidak termasuk penyembuhan," ucap pria itu seolah bisa membaca isi pikirannya.

Meski untuk sesaat, rasa takut yang ia rasakan sejak tadi teralihkan rasa kagum oleh sihir yang dilakukan pria itu. Apa selanjutnya? Sihir apa yang akan ia lihat lagi? Apa ia bisa melakukannya juga? Begitulah kira-kira isi pikirannya.

"Terakhir."

Ia menutup mata Nexa dengan tengannya. Saat perempuan itu membuka mata, ia mundur kaget karena berada di tengah ruangan luas seperti altar, dan di tempat yang seperti tribun banyak sekali orang yang tak terhitung jumlahnya. Rantai dan kakinya sudah terikat lagi ke tiang yang ada di sana. Tatapan mereka terarah padanya bagai binatang buas. Membuat tubuhnya menggigil begitu saja, menyadari mereka seolah melihatnya sebagai mangsa. Tribun menjadi cukup berisik.

Orang yang mengantarnya tadi tidak ada.

"Lepas rantainya." suara bariton itu terdengar entah dari mana, membuat suara lainnya menghilang.

Namun saat pandangan Nexa menyapu seluruh ruangan, dapat ia lihat singgasana yang tampak mencolok diduduki seseorang, pria dengan rambut hitam panjang.

Lantai tempat Nexa berpijak berbentuk lingkaran berdiameter cukup kecil dengan tiang dua sampingnya. Selain itu terdapat lubang besar yang memisahkannya dengan orang di tribun.

Lalu, muncul sebuah jembatan berbentuk lingkaran-lingkaran kecil ke arahnya yang sebelumnya tidak ada. Seseorang di samping orang yang duduk di singgasana turun ke jembatan itu dan melangkah ke arahnya.

Setelah melangkah cukup lama diikuti keheningan yang mencekam. Orang itu berada di depan Nexa. Rambutnya berwarna putih, matanya berwarna hijau menyala, namun seperti mata reptil.

"Kau bahkan masih berani menatap dengan angkuh," katanya.

Nexa bahkan tidak tahu siapa identitasnya yang asli. Sementara itu, mungkin pria di depannya lebih tahu banyak tentangnya-lebih tepat tubuh yang ia rasuki.

"Tidak ada yang menyangka gadis buangan kotor, akan menjadi utusan agung, utusan agung campuran ras iblis? Sungguh tidak terduga, dewa sepertinya sudah putus asa dan akan meninggalkan dunia ini."

Orang-orang di tribun tertawa.

"Setidaknya sebelum itu terjadi, kau akan menghabiskan seluruh kekuatan yang kau miliki untuk melepaskan kutukan kami. Itu seharusnya jadi suatu kehormatan untuk orang buangan."

Sayangnya, selain tidak memahami situasi macam apa sekarang karena tidak mengingat situasi novel mana yang seperti ini dan tidak memperoleh ingatan karakter ini, Nexa tidak tahu cara melepaskan mereka dari kutukan? Lagi, satu hal yang Nexa tangkap, apa maksudnya ia ras iblis?

Setidaknya, sekarang perempuan itu cukup tahu, bahwa ia dibawa ke sana untuk mengusir atau melepaskan kutukan.

Lalu, rantai di tubuhnya lepas. Nexa pikir itu disebabkan si orang berambut putih karena matanya sempat mengkilat bercahaya, berubah warna menjadi kuning. Tubuh Nexa terasa lemas, ia jatuh luruh di lantai. Pria berambut putih itu mengeluarkan tongkat dari tangannya, di atasnya terdapat permata hijau yang seperti dililit tongkat itu.

Ia mengayunkan tongkatnya ke arah Nexa sambil merapalkan sesuatu, hawa hangat terasa melingkupi tubuhnya. Lalu, perempuan itu mengerang karena kepalanya terasa begitu sakit seolah akan pecah. Tapi seiring itu, potongan memori dirinya di masa lalu yang hidup di bumi, berputar samar di kepalanya, seolah kabut yang menghalangi menghilang, bahkan sesuatu yang ia lupakan sepertinya teringat kembali, ingatan masa kecil sumber mimpi buruknya. Namun, Nexa hanya seolah melihat film tanpa suara saja, orang-orang itu, yang berlalu lalang di hidupnya, ia tidak mengingat mereka. Lalu semua menghilang, ia masih tidak ingat siapa namanya di kehidupan sebelumnya. Hanya beberapa potongan memori yang bisa ia ingat tanpa tahu detailnya.

Kepalanya semakin sakit hingga ia berteriak semakin kencang. Nexa melihat sesuatu, sesuatu yang mengerikan. Sesuatu yang sepertinya bukan ingatannya.

"Tidak ... tidak ..." gumamnya.

Seseorang dibakar, yang lain ada yang kepalanya dipenggal di depannya, api semakin berkobar, panah-panah yang beterbangan dan pedang yang berlumuran darah, orang-orang itu menyeringai dan tertawa sembari memberi cambukan, orang-orang yang digantung di dinding menjadi santapan makhluk buas. Nexa pikir ia sudah memejamkan matanya, tapi ia masih bisa melihat itu.

Sakit ..., tolong ..., kenapa tubuhnya sangat sakit? Penglihatannya kabur.

"Sakit ...., Ibunda ...., Ibunda ....," Nexa mendengar sebuah suara entah darimana.

Lalu, semuanya hilang, gelap ....

Tubuhnya terasa sedikit lebih ringan. Saat ia membuka mata, tempat seperti altar tadi berubah. Orang berambut putih itu sudah tidak ada di dekatnya lagi. Tubuhnya gemetar, Nexa mungkin telah melihat ingatan tubuh dari orang yang ia rasuki. Cairan bening dan hangat mengalir di pipinya.

Sementara itu, di depannya terdapat sebuah busur, lingkaran-lingkaran lantai yang sebelumnya tidak ada muncul mengelilingi tempatnya berpijak.

"Sebentar lagi bulan hitam akan sepenuhnya muncul. Penantian panjang akan segera terbayarkan. Setelah tepat 550 tahun utusan dewa tidak muncul, ia kini berada di depan kita dengan darah kegelapan dan suci yang mengalir di tubuhnya. Dia akan mengorbankan dirinya untuk memurnikan jiwa kekaisaran Demallus dengan sihir khusus milik utusan agung."

Suara bariton itu kembali terdengar.

"Pemurnian akan segera dilakukan. Golongan yang disebutkan akan menempati lingkaran-lingkaran altar."

Nexa berusaha berdiri dan mencerna kata-kata itu. Ia pikir orang dengan suara bariton di singgasana itu adalah kaisarnya. Ia masih mengatakan satu dua hal. Tubuhnya sekarang sudah tak begitu sakit lagi. Ingatan si pemilik tubuh asli masih terbayang jelas. Orang yang dirasukinya mungkin telah mengalami penderitaan luar biasa. Meskipun sebelumnya Nexa sama sekali tidak merasakannya, kini perempuan itu merasakan kebencian dan dendam yang tersisa dari tubuh yang ia rasuki. Seolah ingin membunuh semua orang yang ada di sini.

Ia melangkah ke arah busur panah disimpan di atas sebuah meja batu dan mengambilnya. Tapi tidak ada anak panah yang ada di sana.

"Malam ini yang kita tunggu, utusan agung dan malam bulan hitam, pemurnian jiwa kekaisaran Demallus."

Orang-orang di tribun bersorak. Kemudian, kaisar berdiri di salah satu lingkaran dengan orang lainnya. Sekarang satu lingkaran sudah diisi masing-masing satu orang.

Malam menjadi semakin gelap, bulan menjadi hitam seperti terjadi gerhana. Di sekeliling bulan hitam itu, terdapat lingkaran putih. Jeritan dan rintihan di sekeliling Nexa terdengar. Angin semakin berhembus kencang tapi sama sekali tak memadamkan api obor di sekitar, ada juga bola-bola bercahaya di dinding. Tapi itu sama sekali tidak mengurangi suasana yang mencekam.

Nexa ketakutan dan memundurkan langkah hanya untuk mendapati dirinya tak bisa kemana-mana dan hanya akan terjatuh ke lubang hitam yang seolah tanpa dasar.

Perempuan itu mengangkat panah yang ia pegang saat jeritan di sekelilingnya semakin ramai dan pilu.

"Apa ini? Kenapa permurniannya tidak dimula-aargh!"

"Dia harus menembakkan panahnya!"

"Apa dia sengaja?! Utusan agung sialan!"

"Tembakan panahnya!"

"Mulai pemurnian!"

Dari tempatnya, Nexa tak bisa begitu jelas melihat siapa saja yang berdiri di lingkaran-lingkaran di sekelilingnya. Yang jelas, perlahan mata setiap orang yang mengelilinginya menjadi merah terang, mengarah ke arahnya seolah benar-benar ingin membunuh.

Meski tak tahu apa yang harusnya ia lakukan, tubuh Nexa seolah bergerak sendiri tanpa kehendaknya, perempuan itu bahkan merasa belum pernah memanah. Pengetahuan yang tak ia ketahui muncul begitu saja di kepalanya. Tubuhnya terasa dingin.

"Seribu mata panah, pemurnian jiwa," ucap perempuan itu dengan posisi sempurna hendak menarik busur hendak memanah.

Angin di sekitarnya berkumpul, lebih kencang, cahaya muncul dari busur yang ia pegang dan di sekelilingnya muncul banyak panah berwarna merah terang yang kemudian bergerak cepat menghunus setiap orang yang berdiri di lingkaran-lingkaran itu.

Bersamaan dengan panah yang menghunus mereka. Tubuh Nexa terasa agak melemas seolah apa yang baru saja ia lakukan dapat menguras energinya. Orang-orang yang terkena panahnya berhenti menjerit setelah beberapa detik anak panah itu mengenai mereka, lalu panah cahaya merah itu hilang begitu saja bersamaan dengan asap hitam yang keluar dari tubuh mereka. Samar-samar Nexa bisa melihat semua di balik remang cahaya.

Sama seperti sebelumnya, tubuhnya bergerak sendiri, kembali membuat posisi ingin menembakkan panah. Meski tak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan. Tubuhnya terasa dingin lagi.

"Kita sudah dimurnikan, aku tidak kesakitan lagi!" Nexa mendengar suara itu dengan jelas di antara banyak suara dan jeritan.

"Saatnya pergantian!"

"Seribu mata panah, pemurnian jiwa."

"A-apa yang dia lakukan? Ini belum berganti. Jika terkena panahnya dua kali kita akan lenyap!"

"Ini akan sia-sia, kita masih perlu kekuatannya. Segera gan-"

Tangan perempuan itu melepas tali busur, menembakkan panah-panah sihir lagi untuk kedua kalinya dan jelas apa pun yang ia lakukan, itu cukup menguras energinya. Nexa melihat orang-orang yang sebelumnya berdiri di lingkaran menghindari panahnya. Namun ternyata meskipun begitu, panah itu masih mengejar dan mengenai beberapa dari mereka. Tapi, ada bayang-bayang yang bergerak gesit di antara kekacauan itu.

"Penyusup! Ada penyusup!"

"Jangan biarkan siapa pun yang telah dimurnikan lolos!" Teriakan seorang pria asing terdengar jelas.

Kilatan beberapa cahaya datang dari atas bangunan yang menampakkan langit gelap.

"Penyusup!!! Lindungi yang mulia dan keluarga kekaisaran! Tahan utusan dewa!"

Seketika suasana menjadi lebih kacau. Terjadi beberapa ledakan dan orang-orang terpental, kabut bermacam warna muncul dari tongkat yang mereka gunakan. Beberapa makhluk seperti monster yang seharusnya hanya ada di dunia fantasi, kini Nexa lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Di tengah kekacauan itu, beberapa orang mencoba mendekat ke arahnya. Tapi selalu digagalkan oleh satu dan yang lainnya. Dapat ia lihat orang yang mungkin merupakan si penyusup, adalah orang-orang berjubah hitam dan menutupi sebagian wajah mereka. Seperti orang bermata ungu sebelumnya yang membawa ia ke tempat itu dengan sihir teleportasi.

Orang berambut putih dengan mata seperti reptil sudah ada di dekatnya, dia terkena panah di awal, parasnya tampak agak berubah tapi Nexa tak punya banyak waktu untuk memikirkan perubahan itu. "Utusan dewa sialan! Kau akan membayar mahal untuk ini!" teriaknya lalu memegang lengan Nexa dan meremasnya dengan kasar.

Nexa jadi bertanya-tanya, memangnya ia melakukan apa?

Beberapa detik kemudian, perempuan itu menatap sekitar dan sadar sudah tak lagi berada di dalam bangunan. Mungkin dirinya dibawa kabur. Ia dipangku seperti karung beras.

"Kalian lindungi aku, kita harus sampai ke kuil!" Titah orang yang membawanya.

Ternyata ada beberapa orang yang mengikuti mereka. Tapi tak lama setelah itu, terdengar ledakan di depan dan belakang. Lalu tubuh Nexa terlempar beberapa meter sampai menghantam sebuah pohon, telinganya berdengung, kepalanya sakit begitu pula dengan tubuhnya.

Sebelum Nexa menstabilkan kondisinya, orang berjubah berhasil mendekati perempuan itu. Ia menarik Nexa agar berdiri.

"Tangisan dewi, air mata penyembuh," ucapnya, lalu beberapa detik kemudian, tubuh Nexa tak lagi terasa lemas dan tak sakit.

"Pergilah! Aku akan menahan mereka. Berlari lurus sampai menemukan suatu cahaya di ujung hutan. Seberangi perbatasan!" Nexa yang sebelumnya terdiam membeku mulai kembali mengendalikan diri.

Jika begitu, berarti ia harus kabur. Walau Nexa tak mengenalnya, seseorang yang menyembuhkan akan lebih baik daripada seseorang yang menahan dan menyiksanya. Ia buru-buru melangkah pergi dan mulai berpikir harus menyelamatkan dirinya sendiri. Jika tempat itu memang dunia lain di dalam novel, ia harus bisa mengendalikan dirinya dan keluar dari situasi yang kacau.

Nexa harus menyeberangi perbatasan dulu entah di mana pun itu, seperti yang orang berjubah bilang. Di belakangnya, terdengar suara jeritan, besi yang beradu, dan ledakan terdengar.

"Kau! Aku akan menangkapmu!" teriak seseorang begitu keras jauh di belakang, tapi itu lebih dari cukup untuk membuat Nexa terkejut dan takut, lalu berlari semakin cepat.

Chapter 3. Hutan Gelap

Hutan yang Nexa susuri cukup gelap dan berkabut. Pohon-pohon begitu besar dan banyak suara-suara aneh terdengar, sesekali seolah berbisik, meraung,  meminta tolong, lalu menjerit. Perempuan itu juga melihat sekelebat bayangan yang terus melintas di balik pohon-pohon. Ia ingin keluar dari sana dan pergi sangat jauh.

Tiba-tiba, Nexa ingat makhluk di samping selnya. Yang mengatakan supaya ia pergi sejauh mungkin. Perempuan itu terus berlari dan berlari sampai tak yakin apakah kakinya masih menapak tanah.  Rasa sakit di telapak kaki yang tertusuk sesuatu atau ranting yang menggores kulitnya pun ia hiraukan. Sesekali duri semak atau ranting juga menyebabkan gaunnya tersangkut dan ia harus menariknya sampai robek.

Nexa melihat sebuah cahaya samar yang agak jauh di balik pohon. Namun, langkahnya terhenti saat seseorang menggapai tangannya, membuat ia menjerit dan berbalik kaget.

"Tertangkap!" orang tak dikenal menangkap perempuan itu, ternyata salah satu orang kekaisaran.

"Murnikan aku! Atau aku akan membunuhmu!" ancamnya sembari berteriak, Nexa bahkan tak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Tapi matanya berwarna putih dan terdapat pola seperti akar-akar merah.

Perempuan itu benar-benar panik dan takut, pikirannya terasa kosong saat orang itu mencoba mengayunkan sebuah pedang ke arahnya. Namun, tangan Nexa bergerak mengarah ke tubuh orang itu, mengeluarkan kabut merah pekat.

"Tangan peledak, pelenyap jiwa."

Setelah ia menyentuh tubuh orang itu bersamaan dengan pedang yang hampir memutus tangannya, tubuh pria itu meledak sehingga darahnya memuncrat dan potongan kecil tubuhnya mengenai tubuh Nexa, ia memejamkan mata.

Perempuan itu membeku selama beberapa saat. Kala ia mengambil kembali kesadaran, tubuhnya lemas dan menggigil hebat. Nexa terdiam duduk di tempat, tubuh orang itu tidak tersisa sama sekali, ia bisa membayangkan saat tubuh yang meledak di depannya.

Napas Nexa terasa sesak dan cairan hangat keluar dari matanya. Ia panik dan benar-benar ketakutan sampai tak bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. Ia menatap tangan dan tubuhnya yang habis dilumuri darah.

Tangisan pun tak dapat ia bendung. Nexa baru saja membunuh seseorang dengan tangannya sendiri. Saat ledakan besar kembali terdengar di belakang, ia tersentak, kembali mengingat bahwa ia harus pergi. Namun saat akan berdiri, kaki Nexa tak bisa menopang tubuhnya sama sekali. Sehingga ia memilih merangkak di tanah demi bergerak. Tidak peduli bagaimanapun caranya, ia harus pergi menuju perbatasan.

Sampai Nexa akhirnya tiba di balik sebuah jajaran pohon dan cahaya samar. Perempuan itu sampai di sebuah tempat yang di atas tanahnya terdapat cahaya putih seolah memisahkan tanah yang ditapakinya dan tanah di seberang. Ia melihat sebuah harapan dan kembali menyeret kakinya.

Akan tetapi sesuatu yang menahan dan memegang kakinya membuat seluruh tubuhnya membeku. Ini seperti adegan klise sebuah film horor di masa kecil. Nexa tidak berani menoleh dan seluruh bulu kuduknya terasa merinding.

Jeritan terdengar bersamaan dengan suara tusukan, dan sesuatu yang memegangnya tak terasa lagi.

"Apa kau utusan agung?"

Suara seseorang terdengar. Perempuan menoleh dan mendapati seorang berjubah lainnya, walau tak mengenalnya, Nexa entah kenapa merasa tenang dan tanpa sadar menghela napas lega. Ia mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca, seseorang dari pasukan berjubah itu mencoba membangunkannya.

"Kenapa kau seperti ini?" tanyanya, lalu detik berikutnya menghela napas.

"Tidak penting, ayo cepat pergi," lanjutnya berbicara sendiri.

Mereka baru saja berjalan satu langkah saat sebuah pedang menyembul menembus tubuh pria itu dari belakang.

"Ti-dak ...." ia memuntahkan darah cukup banyak.

Nexa menjerit kaget.

"Pergilah ...," katanya agak lemah.

Padahal Nexa pikir ia baru saja bertemu seseorang yang akan menemaninya melarikan diri. Pria itu terbatuk darah dan jubahnya dibuka. Nexa tak mengenalnya, ini pertama kali ia melihat pria itu, tapi rasanya sedikit familier.

"Ti-tidak, kumohon ... perbatasan, ya, perbatasannya di sana kan? Ayo ... kita pergi," ucap Nexa terbata sambil mengalungkan sebelah tangan orang itu padanya.

"Tidak apa-apa, sungguh ... pergilah."

Nexa menggeleng tanda menolak perintah, lalu pria itu melepas liontin di lehernya dan mengalungkannya pada leher Nexa.

"Dengar, sebuah kehormatan untukku jika mati sebagai seorang ksatria."

Ia mengangkat tubuh perempuan itu dan melemparkannya ke tempat yang merupakan perbatasan.

"Tidak!!!"

Saat Nexa pikir ia selamat ke perbatasan karena mengorbankan seseorang, ia rasa dirinya salah. Dalam waktu yang seolah melambat, seorang pemilik pedang yang menghunus pria berjubah yang telah tersungkur setelah mencoba membantu Nexa, menarik pedangnya dari tubuh itu.

Nexa melangkah melewati garis putih bercahaya. Lalu memegangi dadanya, merintih, dan diam sesaat seperti menahan sakit.

"Aku akan membunuhmu di sini, tak peduli utusan agung akan muncul lagi atau tidak. Kau! Kau membunuh saudariku!"

Krak!!!

Baru selesai ia berucap, seekor binatang seperti serigala hitam berukuran besar melahap kepalanya. Perempuan itu berpikir bencana lain akan segera menghampirinya. Ia mencoba mundur dengan menyeret tubuh di tanah tanpa melihat ke belakang sama sekali, tubuhnya tak berhenti bergetar ketakutan. Sampai tangannya terpeleset, Nexa tak menemukan sesuatu untuk menapakkan tangannya lagi di belakang. Tubuhnya perlahan akan jatuh, tertarik gravitasi.

"Buat formasi! Burung Api, amankan utusan agung!"

Setelah mendengar suara yang entah dari mana itu berasal, Nexa semakin pusing, mulai pasrah akan kehilangan kesadaran dan tubuhnya benar-benar terjatuh. Kematian, ia memikirkan itu lagi, seolah hanya itu yang ada di hidupnya. Mungkin akan lebih baik jika ia mati atau dilahap saat tak sadarkan diri, atau tubuhnya jatuh dan mati di dasar jurang. Lalu saat bangun sudah berada di tempat setelah kematian.

Sebelum Nexa benar-benar tak sadarkan diri, ia melihat samar wajah seseorang di atas, menghalangi cahaya samar berwarna merah dari langit, tangan yang terulur mencoba meraihnya. Lalu, pandangan perempuan itu gelap seiring dengan kesadarannya yang menghilang.

***

Sesuatu yang hangat entah apa itu mengalir di tubuhnya. Begitu nyaman, seolah memeluk sehingga ia enggan membuka mata. Tubuhnya terasa ringan, tak ada rasa sakit.

Seperti suasana di hari libur dimana ia bisa bangun sesuka hati. Tidak perlu mengkhawatirkan bagaimana bertahan hidup esok hari. Tentu saja bukan suasana di hari Minggu yang berisik karena tetangga menyalakan musik atau kuli yang membangun rumah.

Samar-samar perempuan itu juga mendengar suara, burung yang berkicau, dan suara orang yang sedang berbicara.

Nexa merasa telah mengalami mimpi buruk. Tapi seolah kesadarannya telah tertarik kembali, bukannya ia memang mengalami hal buruk? Perlahan, perempuan itu mencoba membuka mata, mengerjap menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk. Ia harus segera sadarkan diri.

Saat Nexa sadar sepenuhnya. Tiga orang pria dan seorang wanita menghampiri ke arahnya. Tapi penampilan mereka juga tidak seperti manusia biasa di bumi. Pakaian, warna mata, atau pun rambut.

"Ini ..., dimana?" tanyanya memastikan.

"Anda berada di Menara Expell, apa Anda ingat apa yang terjadi?" ucap seorang wanita yang matanya berwarna seperti emerald.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!