NovelToon NovelToon

Love Scandal

1

Aletta menyusun semua berkas yang berserakan di bawah lantai. Ia tanpa sengaja menjatuhkannya sendiri. Berkas-berkas penting itu, akan ia serahkan kepada pak Damar, bosnya. Aletta sendiri bekerja di sebuah perusahaan marketing besar sebagai ketua tim bagian 1. Aletta adalah anak pertama, dari dua bersaudara. Ia bersama dengan adik laki-lakinya, yang sekarang berada di tingkat SMA. Aletta sudah menikah dengan pria pilihan ayahnya. Ia mengikuti perjodohan sang ayah, dengan anak temannya. Karena Aletta tidak terlalu sibuk pada urusan percintaan dan menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja, maka dari itu ia menuruti permintaan ayahnya. Pria yang sekarang menjadi suaminya, saat itu setuju dan merasa nyaman-nyaman saja. Maka mereka melangsungkan pernikahan secara sederhana setelah setengah bulan pertemuan mereka. Keluarga Aletta memang tidak kaya, tapi hidupnya tetap terjamin. Ibu Aleta sendiri sudah lama meninggal, saat ia masih di bangku kelas 2 SMA. Sedangkan sang adik, masih kelas 6 SD. Aletta dan suaminya, memilih untuk tinggal terpisah dari keluarga.

"Pagi mas," sapa Aletta saat Brian, suaminya, menuruni tangga.

"Pagi sayang, kamu lagi masak apa?" Tanya Brian sambil berjalan mendekati istrinya, lalu memeluk tubuh Aletta dari belakang. Aleta sedikit terkejut dengan tindakan suaminya yang manja. Akhir-akhir ini ia sudah mulai terbiasa dengan hal itu.

"Bukankah hanya kita berdua di rumah ini, kenapa masakanmu hari ini banyak sekali?"

"Aku ingin memberikannya kepada tetangga baru kita, di apartemen sebelah."

"Kamu ini terlalu baik, aku makin sayang deh sama kamu."

"Mas ini kebanyakan gombalnya. Ayo duduk, aku ingin menyajikannya."

Brian membantu mengangkat satu persatu perlengkapan makan, dan ditaruh di atas meja makan. Brian juga membantu istrinya mengangkat lauk pauk yang akan mereka santap bersama.

"Kelihatannya enak nih,"

"Iya dong mas, aku yang bikin pasti selalu enak."

"Aku jadi nggak pengen kamu membagi masakanmu ke tetangga baru itu."

"Kenapa mas?" Tanya Aleta bingung mendengar perkataan suaminya.

"Nanti kamu diculik lagi dari aku." Kata Brian dengan senyuman di sudut bibirnya.

"Kok diculik sih."

"Iya, karena dia pengen kamu memasak untuknya apalagi masakanmu ini terlalu enak." Brian tertawa melihat wajah istrinya yang kebingungan. Tidak disangkanya sang istri menanggapi perkataannya dengan serius. Mendengar suara tawa yang keluar dari mulut suaminya, Aletta menyadari kalau suaminya sekarang sedang bercanda.

Mereka kembali melanjutkan menyantap sarapan pagi mereka.

"Kamu mau bareng sama aku nggak? Biar aku antar kamu ke kantor."

"Nggak usah mas, kamu duluan saja. Lagian aku mau cuci piring dulu, lalu mengantar makanan itu ke penghuni baru di sebelah." Kata Aletta sambil menunjukkan kotak makan yang ada di atas meja.

"Apa sebaiknya kita cari pembantu, biar kamu lebih banyak punya waktu istirahat."

"Aku masih bisa kok mas, mencari pembantu hanya menghabiskan uang kita saja."

"Ya sudah, terserah kamu. Aku berangkat dulu ya." Brian mencium kening istrinya, lalu mengambil tas kerjanya yang ada di atas meja.

Aletta mulai membersihkan perkakas yang ia gunakan untuk memasak. Setelah itu ia naik ke atas menyiapkan dirinya untuk pergi bekerja. Tidak lupa pula, ia mengambil berkas yang telah disiapkan nya tadi pagi. 30 menit kemudian Aletta turun dengan pakaian yang casual dan sesuai dengan gaya fashionnya. Sederhana namun tetap terlihat elegant. Aletta mengambil tempat makan yang ada di atas meja. Pintu mereka terkunci otomatis menggunakan sandi. Setelah memastikan pintu terkunci rapat, Aleta berjalan ke kamar 305 yang tepat berhadapan dengan apartemen milik nya.

Ding dong...

Aleta menekan bel yang ada di samping pintu. Ia juga mengetuk pintunya berulang kali, tetapi tidak ada pergerakan sedikit pun dari dalam. Apa ia salah mengira kalau ada penghuni baru di kamar tersebut. Tetapi kemarin ia melihat sendiri, kalau ada petugas delivery yang mengangkut barang. Mereka juga membawa masuk barang-barang tersebut ke kamar 305 itu.

"Sepertinya memang aku yang salah lihat." Saat akan pergi, Klek....

Bunyi pintu itu terbuka perlahan. Seorang pria tampan bertubuh tinggi keluar dari dalam. Wajahnya terlihat campuran antara indo-belanda. Mata birunya terkesan indah saat dipandang.

"Hai.." Suara pria tersebut menghentikan lamunan Aletta.

"Hai... Selamat pagi." Aletta menyodorkan rantang makanan yang dipegangnya kepada pria tersebut. Pria tersebut menerimanya dengan wajah bingung. "Ini sebagai bentuk penyambutan kepada penghuni baru." Pria tersebut tersenyum mendengar perkataan Aleta.

"Jangan lupa di makan ya, itu saya bikin sendiri kok. Kalau gitu saya permisi dulu, soalnya saya sedang terburu-buru." Saat akan pergi pria itu menahan tangan Aletta.

"Siapa namamu?"

"Oh iya, hampir lupa masa memberikan kamu makanan tanpa berkenalan sih."

Aletta menyodorkan tangan kanannya mengajak berkenalan. "Nama saya Aleta." Pria tersebut membalas genggaman tangannya.

"Nama saya Gion."

"Maaf ya saya harus berangkat sekarang."

Aleta pamit pergi setelah selesai berkenalan. Sesampainya di tempat parkiran, dengan gesit nya, ia mengeluarkan kunci mobil dari dalam tas. Ia dan sang suami memiliki mobil masing-masing, sehingga lebih mudah ke tempat kerja, karena tempat kerja mereka berbeda arah. Aletta mendekati mobil hitam miliknya, lalu menekan tombol buka pada kunci tersebut. Ia menjalankan mobil meninggalkan apartemen.

Aleta keluar setelah memarkir mobilnya. Ia berjalan masuk ke dalam kantor. Semua orang yang ia temui, menyapanya dengan penuh hormat. Bagaimana tidak, ia sendiri bisa di bilang aset perusahaan, karena sering memenangkan beberapa tender besar. Aletta berjalan menuju ruangannya, ia menaruh tasnya dengan rapi di gantungan kayu yang ada di dalam ruangan kerjanya. Aleta merenggang kan otot pinggang, kaki, serta tangannya. Sebentar lagi ia akan menduduki kursi kutukan. Mengapa ia anggap sebagai kursi kutukan, karena setelah itu ia akan menghabiskan waktu dengan duduk di kursi itu berjam-jam. Ia mengatur posisi duduknya, memulai ketikan demi ketikan pada komputernya dan meneliti berbagai macam berkas yang masih tersisa banyak di atas mejanya.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu ruangannya.

"Masuk!" Kata Aletta tanpa melihat siapa yang masuk.

"Ada apa?" Matanya masih tertuju pada berkas-berkasnya.

"Ibu dipanggil sama pak Damar untuk segera ke ruangannya." Kata karyawan tersebut yang merupakan sekretaris dari bosnya.

"Saya akan segera ke sana." Wanita itu pamit keluar. Aleta mengambil berkas yang telah disiapkan nya tadi pagi. Ia keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ruangan pak Damar.

"Permisi pak,"

"Masuk!" Suara tegas dari dalam memintanya untuk masuk. Seorang pria tua duduk dengan gagahnya di hadapan Aletta.

"Bagaimana perkembangannya."

Aleta menyerahkan berkas tersebut kepada pak Damar.

"Begini pak....." Aleta menjelaskan isi dari berkas yang ia kerjakan dengan sangat jelas. Pak Damar mengangguk memahami maksud dari Aleta. Terlihat senyuman bermekar di sudut bibirnya setelah Aleta selesai menjelaskan.

"Ini bagus sekali. Saya sangat setuju dengan ide ini. Saya yakin kita bisa memenangkan tender baru ini."

Kata pak Damar dengan suara penuh kemenangan.

"Kamu memang sangat pintar Aletta. Tidak sia-sia saya mempercayakan kamu ke tender besar ini." Puji pak Damar.

"Kalau begitu saya permisi dulu pak, ada yang masih harus saya kerjakan."

"Baiklah." Aleta keluar dari ruangan pria tersebut.

2

Aletta berjalan dengan tenang, setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkiran apartemen. Aletta memegang tengkuknya yang terasa sakit dan bokongnya yang sedikit berdenyut, akibat terlalu lama duduk di kursi kantor. Ia berjalan malas, namun tanpa sengaja ia melihat pertengkaran Gion dengan seorang wanita yang pakaiannya begitu seksi menampilkan belahan dada miliknya. Bukankah itu Gion, pria yang baru pindah ke apartemen sebelah dua hari yang lalu? Dan wanita disebelahnya? Gayanya seperti wanita malam saja, Kenapa juga mereka harus bertengkar di depan situ. Aku kan mau lewat. pekiknya dalam hati.

Aletta berhenti dan memilih berdiri di balik tiang yang besarnya melebihi tubuhnya karena situasi saat ini tidak memungkinkan bagi dia untuk melewati mereka.

"Apa begini kamu memperlakukan aku," Sarkas wanita tersebut.

"Apa maksud mu aku tidak mengerti?" Gion mengusap rambutnya dengan kasar.

"Aku tidak ingin putus, aku mohon kembalilah padaku." Teriakan wanita tadi berubah menjadi kalimat permohonan.

"Sejak kapan kita pacaran?"

"Bukankah kemarin-kemarin kita tinggal bersama, apa itu bukan pacaran?" Wanita tersebut menangis sejadi-jadinya. Aletta menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengerti akan pertengkaran yang terjadi. Kenapa juga ia bersembunyi seperti itu, padahal ini adalah tempat umum. Dan siapapun bisa melalui nya.

"Sudah kukatakan, aku hanya menganggap mu sebagai adik saja, tidak lebih."

"Tapi aku nggak mau." Gadis itu memaksa memeluk Gion.

"Aku tinggal di rumah mu karena kamu yang memintanya. Dan saat itu aku masih mencari apartemen yang sesuai untukku. Sekarang aku sudah menemukannya. Pulanglah jangan buat keributan di sini."

"Tidak mau," gadis itu memberontak saat Gion ingin memisahkan tubuh mereka.

"Jika aku tidak bisa memiliki mu, maka sebaiknya kamu mati." Gadis itu mengeluarkan sebuah pisau dari dalam saku rok pendeknya, saat ia akan mengarahkan ke tubuh Gion.

Bruk... Aletta mendorongnya dengan kuat.

Semenit yang lalu, Aleta duduk jongkok di belakang tiang besar. Ia masih mendengar kan percakapan mereka.

"Berapa lama lagi pembicaraan mereka. Kakiku sudah kesemutan." Aleta memukul-mukul kakinya yang kram.

"Lebih baik aku lewati saja mereka, dari pada tersiksa di sini. Aku sudah sangat capek. Aku butuh istirahat."

Aletta berjalan lurus ke arah mereka, karena kebetulan pintu masuknya di seberang mereka berdua. Namun matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu, wanita tersebut mengeluarkan sebilah pisau dari dalam sakunya. Wanita gila, tanpa adanya aba-aba, tubuhnya bergerak dengan sendirinya mendorong wanita tersebut.

"Kamu sudah gila ya, kamu mau masuk penjara?" Aletta begitu kesal melihat seseorang mempermainkan nyawa orang lain.

"Siapa kamu? Jangan ikut campur di dalam masalah kami." Teriak wanita tersebut kepada Aletta.

"Jangan ikut campur kamu bilang, kamu ingin aku diam saja saat kamu mencoba membunuh Gion."

"Diam kamu wanita brengsek," umpat wanita tersebut.

"Kamu yang brengsek, jika kamu tidak pergi dari tempat ini, jangan salah kan bila saya harus menelpon polisi dan melaporkan kamu." Balas Aletta.

Wanita tersebut menatap pada Gion dengan penuh permohonan. Namun ia, segera berpaling saat melihat tatapan mengerikan dari kedua bola mata biru milik Gion. Tatapan yang bahkan lebih menakutkan dari seorang pembunuh.

"Aku akan kembali lagi Gion. Ingat baik-baik, aku tahu semua keburukan mu. Aku yakin kamu akan kembali ke sisiku." Kata wanita tersebut sebelum ia menghilang di balik pintu keluar.

"Dasar wanita tidak waras, bukankah sebaiknya dia ke rumah sakit jiwa." Aletta menggerutu menyaksikan kepergian wanita tersebut. Gion tersenyum melihat Aletta yang membelakangi nya. Namun saat Aletta menghadap dirinya, ia segera berpura-pura memasang ekspresi kesakitan di wajahnya.

"Apa kamu terluka?" Aletta mendekati Gion untuk memastikan keadaannya. Darah merah segar mengalir dari lengan Gion. Ternyata pisau tadi sempat mengenai lengan Gion saat Aletta mendorong tubuh wanita tersebut.

"Banyak sekali darahnya. Ayo ikut, aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

"Nggak usah, ini luka kecil. Aku bisa mengurusnya.

"Apa kamu juga sama gilanya seperti wanita tadi. Ini kamu bilang luka kecil." Aleta meremas luka Gion membuat dirinya merintih kesakitan.

"Aku akan membantu mu membersihkan nya."

"Apa kamu memang sebaik ini sama orang asing?" Gion menatapnya menunggu jawaban.

"Siapapun itu, kalau ia mengalami kesulitan aku akan menolongnya."

Gion tersenyum puas mendengar pernyataan Aletta. Aletta membantu memapah tubuh Gion yang jauh lebih besar dari dirinya. Mereka tiba di kamar 305 milik Gion. Gion menekan sandi pintunya. Aletta awalnya ragu-ragu untuk masuk, namun ia berusaha berpikir tenang. Saat ini yang harus ia lakukan adalah menolong Gion.

"Apa kamu takut?" Tanya Gion setelah melihat raut wajah Aletta yang sedikit khawatir.

"Ah, kenapa aku takut." Aletta sadar dari lamunan nya setelah Gion memberikan sebuah pertanyaan yang tidak terduga.

"Kamu bisa kembali ke kamarmu. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu."

"Apa yang kamu bicarakan. Kamu kira aku orang yang akan lari dari tanggung jawab ku." Aletta mempererat pegangan tangannya pada lengan Gion. Aleta menelan saliva nya yang terasa kering saat ia memasuki rumah Gion. Sungguh suasana yang terkesan gelap dan senyap.

Cara Gion mendesain kamarnya itu seperti menjadi sisi lain dari Gion sendiri. Tidak ada interior yang mampu menyegarkan matanya. Kamar tersebut lebih terlihat suram bagi Aleta.

"Di mana kamu meletakan kotak p3k nya?" Tanya Aletta sambil membantu Gion duduk di sofa di ruang TV.

"Itu ada di lemari di bawah meja tv." Aletta berjalan dan memeriksa lemari kecil tersebut, dan benar saja ada kotak P3K di sana. Aletta duduk di samping Gion. Petama-tama ia membersihkan luka Gion dengan alkohol menggunakan kapas.

"Tahan ya, ini akan terasa sakit." Aletta mencoba menekannya dengan pelan-pelan. Agar tidak membuat Gion kesakitan.

"Aw, aw." Suara pekikan yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Gion.

"Sakit kan, ini yang kamu bilang luka kecil dan akan mengurus sendiri."

Gion tersenyum mendengar omelan dari Aleta.

"Kamu sudah seperti ibuku saja."

Aleta tidak menanggapi perkataan Gion. Ia membalut luka Gion dengan perban setelah di beri obat.

"Kamu sama siapa tinggal di sini?"

"Aku sendiri."

"Orangtuamu?"

"Ibuku sudah meninggal." Gion menjawab dengan santainya. Aletta merasa bersalah karena menanyakan hal itu pada Gion.

"Maaf ya, aku nggak bermaksud."

"Nggak apa-apa, lagian ibuku sudah lama meninggal sewaktu aku SMP. Bukan cuman kamu yang bertanya seperti itu jadi aku sudah terbiasa."

Justru karena hal itu Aletta merasa bersalah.

"Lalu dimana ayahmu?"

"Aku nggak tahu, mungkin saja sudah mati." Untuk kedua kalinya dia menanyakan pertanyaan yang salah lagi.

"Maaf."

"Ngapain minta maaf, kamu kan hanya bertanya. Mau minum apa?" Tawar Gion karena merasa tidak enak dengan Aletta. Aletta sudah membantunya dari tadi, tetapi ia tidak menawarkan Aletta apa-apa.

"Nggak usah repot-repot. Aku sekalian mau pamit juga, aku butuh istirahat." Aletta merasa, dirinya sudah terlalu lama berada di apartemen Gion. Karena saat melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10 lewat 3 pm. Sedangkan ia pulang dari jam setengah sembilan, dan 2 jam kurang, ia berada di sana. Sebentar lagi Brian pulang dan ia belum memasak apapun.

3

"Maaf ya karena sudah merepotkan mu," kata Gion.

"Nggak masalah. Aku pulang dulu ya, jangan lupa perban mu harus di ganti, paling lama tiga kali sehari."

Aletta keluar dari kamar tersebut. Ia terkejut karena berpapasan dengan Brian.

"Kenapa kamu keluar dari sana?"

"Oh itu, tadi ada sedikit masalah sama Gion."

"Gion, siapa?"

"Tetangga baru kita. Tadi dia mengalami kecelakaan jadi aku membantu mengobati lukanya." Kata Aletta sambil menekan sandi pada pintu apartemennya.

Aletta masuk ke dalam, diikuti oleh Brian dari belakangnya.

Aletta menaruh tasnya di atas sofa dan langsung berjalan ke arah dapur.

"Kamu mau makan apa?"

"Aku nggak mau makan."

Aleta tahu, bahwa saat ini suaminya lagi merajuk padanya. Tapi ia tidak terlalu mempedulikan hal itu dengan begitu serius. Ada cara lain untuk membujuk suaminya. Aletta segera mengambil bahan makanan di dalam kulkas, dan dengan gesit, membuat olahan makanan yang cukup simpel. Ia berencana membuat mie kari ayam untuk mereka berdua.

"Sayang kamu nggak boleh sembarangan masuk ke kamar orang asing." Kata Brian sambil memeluk istrinya yang sementara masak.

"Aku cuman membantunya kok, nggak lebih. Apakah kamu tega membiarkan seseorang yang terluka di hadapanmu dan pergi begitu saja, berpura-pura tidak lihat dan tidak tahu dengan apa yang dialaminya."

"Iya aku tahu, menolong orang yang dalam kesulitan itu penting. Tetapi, dia kan punya keluarga, dia bisa minta tolong ke keluarga nya."

"Mas, dia itu orang tuanya sudah meninggal. Dia tinggal sendiri dan nggak ada keluarga yang bisa membantu nya."

Brian terdiam mendengar penjelasan istrinya.

"Aku nggak tahu."

"Itulah mas, penting bagi kita untuk mencari tahu sebelum berucap. Takutnya nanti menimbulkan kesalahpahaman."

Brian melepaskan pelukan dari sang istri dan duduk di kursi meja makan.

"Mas harus percaya sama istrimu ini, oke. Aku nggak bakalan macam-macam kok. Karena orang yang aku cintai itu adalah kamu."

"Aku sangat percaya sama kamu, tetapi tidak dengan para tetangga, dan juga dia adalah orang asing yang baru kamu kenal kemarin."

"Justru menjalin hubungan dengan orang baru juga adalah hal yang baik. Kedepannya juga kita akan bertemu terus dengannya. Tidak baik mengabaikannya, apalagi apartemen kita bersebelahan. Terserah dengan tetangga mau bergosip apa, asalkan kitanya saja yang nggak termakan omongan mereka. Dan apa yang kita lakukan, tidak sama dengan pikiran negatif mereka itu."

Aletta meletakkan masakannya di atas meja. Dua mangkuk mie kari ayam.

"Kamu mau makan nggak, kalau nggak aku simpan di dalam kulkas."

"Eh aku mau makan, karena mencium aroma wangi masakanmu aku jadi lapar."

Mereka menyantap makanan bersama-sama sambil melanjutkan obrolan.

"Oh iya sayang, bagaimana kondisi tubuh kamu akhir-akhir ini?"

"Sudah lumayan sih mas, aku bahkan sudah jarang mimpi buruk."

"Kalau kamu merasa ada yang aneh, segera beritahu aku. Biar kita langsung ke dokter Gita."

"Iya. Tapi aku merasa, mimpi buruk ku itu, sudah semakin jarang menyerangku."

"Berarti tandanya kamu akan segera sembuh."

"Amin."

Sejak kecil, Aletta sering mengalami mimpi buruk yang sewaktu-waktu bisa membuat dirinya sakit parah. Entah mimpi seperti apa yang membawa trauma buruk padanya. Karena ia sendiri tidak dapat mengingat dengan jelas seperti apa mimpinya. Dokter Gita sendiri, adalah seorang dokter psikiater. Dokter Gita telah menjadi dokter psikiater bagi Aletta, dari dirinya duduk di bangku SMP. Kasus pada Aleta sendiri, telah terjadi sewaktu ia memasuki usia 8 tahun, karena dirinya pernah mengalami kecelakaan yang parah. Tetapi ayahnya tidak pernah memberitahu kan dirinya, kecelakaan seperti apa itu. Setelah kecelakaan itu terjadi, ia mulai mengalami mimpi buruk yang bisa sampai mempengaruhi kesehatan fisiknya. Ibu dan ayahnya berusaha mengantarnya berobat ke berbagai rumah sakit, namun hasil nya tetap sama. Mereka akan mengatakan itu demam biasa dan hanya perlu dirawat beberapa hari saja tanpa tindakan lain. Sampai suatu hari ayahnya mendapatkan saran dari temannya untuk membawa Aletta ke seorang dokter psikiater. Ayahnya sempat menolak, karena ia merasa anaknya tidak gila dan mentalnya baik-baik saja. Sampai saat Aleta memasuki jenjang SMP ia tiba-tiba mengalami mimpi buruk lagi, bahkan lebih buruk dari sewaktu SD. Mimpi buruk yang sampai membuatnya kejang-kejang dan bahkan sempat membuat Aletta sesak nafas. Saat ayahnya membawanya ke dokter lagi, perkataan dokter masih sama, kalau Aletta tidak memiliki masalah kesehatan yang serius.

Ayahnya akhirnya mengikuti saran dari temannya. Ia membawa putrinya pada dokter Gita. Dokter Gita mengatakan kalau kondisi Aletta sudah sangat parah, karena sudah lama terjadi, tapi baru berkonsultasi. Dokter juga menjelaskan bahwa anaknya memiliki gangguan mental akibat serangan trauma yang terus terjadi lewat mimpi. Mungkin dari luar Aletta terlihat biasa-biasa saja, sakitnya itu menyerang pada saat-saat tertentu. Dokter Gita membantu pemulihan Aletta secara perlahan-lahan. Sejak saat itu Aletta jarang bermimpi dan bisa tidur dengan nyaman. Hanya saja sakitnya sempat kambuh di saat sang ibu meninggal dunia. Dan 1 tahun yang lalu tiba-tiba saja muncul penyakit baru, dimana ia kehilangan ingatan, bahkan sempat melupakan Brian. Untungnya Brian adalah suami yang pengertian dan selalu ada untuk nya. Serta dokter Gita yang selalu membantunya. Namun ingatan nya masih sama, dan tidak membuatnya pulih kembali. Seolah-olah aktivitas penting satu hari itu lenyap dari memorinya.

Bagi Aletta, Brian adalah sosok pria dan suami yang bertanggung jawab yang selalu ada di sisi Aletta di masa sulitnya itu, apalagi ia sudah tinggal jauh dari sang ayah dan adiknya. Hanya saja ia merasa kasihan pada suaminya. Hubungan mereka berdua menjadi canggung karena masalah kesehatan serta ingatannya itu.

Aletta mengambil mangkuk Brian dan miliknya untuk di cuci bersama. Tetapi Brian menghentikan nya.

"Biar aku yang cuci oke, sekarang kamu duluan ke atas dan mandi lebih dulu. Aku tahu kamu pasti sangat kecapean."

"Tapi mas aku..."

"Piringnya cuman dua kok, nggak banyak juga. Aku bukan laki-laki yang memperlakukan istriku seperti pembantu." Aletta tersenyum mendengar perkataan Brian. Ia mencium pipi suaminya, sebelum akhirnya mengambil tasnya dan milik sang suami, dan berjalan menaiki tangga memasuki kamarnya.

Brian mengelap tangannya dengan kain setelah selesai mencuci piring. Ia berjalan menaiki tangga dan masuk ke kamar nya. Terdengar suara shower yang masih menyala. Ia tersenyum nakal. Brian membuka bajunya dan masuk ke kamar mandi.

Aleta yang terkejut saat suaminya tiba-tiba membuka pintu lalu segera menutup tubuhnya yang polos meskipun ia tahu suaminya sudah pernah melihat dirinya. Tetapi ia tetap saja malu.

"Ngapain menutup tubuhmu begitu, aku sudah sering melihatnya."

"Kamu ngapain masuk?"

"Aku mau mandi bareng sama istriku tercinta." Kata Brian sambil menelan salivanya yang kering.

Aletta pasrah saat suaminya berjalan mendekat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!