NovelToon NovelToon

Love Scandal

1

Aleta menyusun semua berkas yang berserakan di bawah lantai. Ia tanpa sengaja menjatuhkannya sendiri. Berkas-berkas penting itu akan ia serahkan kepada pak Damar, bosnya. Aleta sendiri bekerja di sebuah perusahaan marketing besar sebagai ketua tim bagian 1. Aleta adalah anak pertama dari dua bersaudara. Ia dan adik cowoknya yang sekarang berada di tingkat SMA. Aleta sudah menikah dengan pria pilihan ayahnya. Ia mengikuti perjodohan sang ayah dengan anak temannya. Karena Aleta tidak terlalu sibuk pada urusan percintaan dan menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja maka dari itu ia menuruti permintaan ayahnya. Pria yang sekarang menjadi suaminya saat itu setuju dan merasa nyaman-nyaman saja. Maka mereka melangsungkan pernikahan secara sederhana setelah setengah bulan pertemuan mereka. Keluarga Aleta memang tidak kaya tapi hidupnya tetap terjamin. Ibu Aleta sendiri sudah lama meninggal saat ia masih di bangku kelas 2 SMA sedangkan sang adik masih SD kelas 6. Aleta dan suaminya memilih untuk tinggal terpisah dari keluarga.

"Pagi mas," Sapa Aleta saat Brian suaminya menuruni tangga.

"Pagi sayang, kamu lagi masak apa?" Tanya Brian sambil berjalan mendekati istrinya lalu memeluk tubuh Aletta dari belakang. Aleta sedikit terkejut dengan tindakan suaminya yang manja. Akhir-akhir ini ia sudah mulai terbiasa dengan hal itu.

"Bukankah hanya kita berdua di rumah ini, kenapa masakanmu hari ini banyak sekali?"

"Aku ingin memberikannya kepada tetangga baru kita di apartemen sebelah."

"Kamu ini terlalu baik, aku makin sayang deh sama kamu."

"Mas ini kebanyakan gombalnya. Ayo duduk, aku ingin menyajikannya."

Brian membantu mengangkat satu persatu perlengkapan makan dan ditaruh di atas meja makan. Brian juga membantu istrinya mengangkat lauk pauk yang akan mereka santap.

"Kelihatannya enak nih,"

"Iya dong mas, aku yang bikin pasti selalu enak."

"Aku jadi nggak pengen kamu membagi masakanmu ke tetangga baru itu."

"Kenapa mas?" Tanya Aleta bingung mendengar perkataan suaminya.

"Nanti kamu diculik lagi dari aku." Kata Brian dengan senyuman di sudut bibirnya.

"Kok diculik sih."

"Iya, karena dia pengen kamu memasak untuknya apalagi masakanmu ini terlalu enak." Brian tertawa melihat wajah istrinya yang kebingungan. Tidak disangkanya sang istri menanggapi perkataannya dengan serius. Mendengar suara tawa yang keluar dari mulut suaminya Aleta menyadari kalau suaminya sekarang sedang bercanda.

"Kamu mau bareng sama aku nggak? Biar aku antar kamu ke kantor."

"Nggak usah mas, kamu duluan saja. Lagian aku mau cuci piring dulu, lalu mengantar makanan itu ke penghuni baru di sebelah." Kata Aleta sambil menunjukkan kotak makan yang ada di atas meja.

"Apa sebaiknya kita cari pembantu biar kamu lebih banyak punya waktu istirahat."

"Aku masih bisa kok mas, mencari pembantu hanya menghabiskan uang kita saja."

"Ya sudah, terserah kamu. Aku berangkat dulu ya." Brian mencium kening istrinya lalu mengambil tas kerjanya yang ada di atas meja.

Aleta mulai membersihkan perkakas yang ia gunakan untuk memasak. Setelah itu ia naik ke atas menyiapkan dirinya untuk pergi bekerja. Tidak lupa pula ia mengambil berkas yang telah disiapkan nya tadi pagi. 30 menit kemudian Aleta turun dengan pakaian yang casual dan sesuai dengan gaya fashionnya. Nggak terlihat mewah, tapi nggak sederhana juga. Aleta mengambil tempat makan yang ada di atas meja. Pintu mereka terkunci otomatis menggunakan sandi. Setelah memastikan pintu terkunci rapat, Aleta berjalan ke kamar 305 yang tepat berhadapan dengan apartemen milik nya.

Ding dong...

Aleta menekan bel yang ada di samping pintu. Ia juga mengetuk pintunya berulang kali tetapi tidak ada pergerakan sedikit pun dari dalam. Apa ia salah mengira kalau ada penghuni baru di kamar tersebut. Tetapi kemarin ia melihat sendiri kalau ada petugas delivery yang mengangkut barang. Mereka juga membawa masuk barang-barang tersebut ke kamar 305.

"Sepertinya memang aku yang salah lihat." Saat akan pergi, Klek....

Bunyi pintu itu terbuka perlahan. Seorang pria tampan bertubuh tinggi keluar dari dalam. Wajahnya terlihat campuran antara indo-belanda. Mata birunya terkesan indah saat dipandang.

"Hai.." Suara pria tersebut menghentikan lamunan Aleta.

"Hai... Selamat pagi." Aleta menyodorkan rantang makanan yang dipegangnya kepada pria tersebut. Pria tersebut menerimanya dengan wajah bingung. "Ini sebagai bentuk penyambutan kepada penghuni baru." Pria tersebut tersenyum mendengar perkataan Aleta.

"Jangan lupa di makan ya, itu saya bikin sendiri kok. Kalau gitu saya permisi dulu soalnya saya sedang terburu-buru." Saat akan pergi pria itu menahan tangan Aleta.

"Siapa namamu?"

"Oh iya, hampir lupa masa memberikan kamu makanan tanpa berkenalan sih."

Aleta menjabat tangan pria tersebut. "Nama saya Aleta." Pria tersebut membalas genggaman tangannya.

"Nama saya Gion."

"Maaf ya saya harus berangkat sekarang."

Aleta pamit pergi setelah selesai berkenalan. Sesampainya di tempat parkiran, dengan gesit nya ia mengeluarkan kunci mobil dari dalam tas. Ia dan sang suami memiliki mobil sendiri-sendiri sehingga lebih gampang dan mudah ke tempat kerja karena tempat kerja mereka juga berbeda arah. Aleta mendekati mobil hitam miliknya lalu menekan tombol buka pada kunci tersebut. Ia menjalankan mobil meninggalkan apartemen.

Aleta keluar setelah memarkir mobilnya. Ia berjalan masuk ke dalam kantor. Semua orang yang ia temui menyapanya dengan penuh hormat. Bagaimana tidak ia sendiri bisa di bilang aset perusahaan karena sering memenangkan beberapa tender besar. Aleta berjalan menuju ruangannya, ia menaruh tasnya dengan rapi di gantungan kayu yang disiapkan perusahaan. Aleta merenggang kan otot pinggang, kaki serta tangannya karena sebentar lagi ia akan menduduki kursi kutukan. Karena setelah itu ia akan menghabiskan waktu dengan duduk di kursi itu berjam-jam. Ia mengatur posisi duduknya, memulai ketikan demi ketikan pada komputernya dan meneliti berbagai macam berkas yang masih tersisa banyak di atas mejanya.

Tok tok tok

Seseorang mengetuk pintu ruangannya.

"Masuk!" Kata Aleta tanpa melihat siapa yang masuk.

"Ada apa?" Matanya masih tertuju pada berkas-berkasnya.

"Ibu dipanggil sama pak Damar untuk segera ke ruangannya." Kata karyawan tersebut yang merupakan sekretaris dari bosnya.

"Saya akan segera ke sana." Wanita itu pamit keluar. Aleta mengambil berkas yang telah disiapkan nya tadi pagi. Ia keluar dari ruangannya dan berjalan menuju ruangan pak Damar.

"Permisi pak,"

"Masuk!" Suara tegas dari dalam memintanya untuk masuk. Seorang pria tua duduk dengan gagahnya di hadapan Aleta.

"Bagaimana perkembangannya."

Aleta menyerahkan berkas tersebut kepada pak Damar.

"Begini pak....." Aleta menjelaskan isi dari berkas yang ia kerjakan dengan sangat jelas. Pak Damar mengangguk memahami maksud dari Aleta. Terlihat senyuman bermekar di bibirnya setelah Aleta selesai menjelaskan.

"Ini bagus sekali. Saya sangat setuju dengan ide ini. Saya yakin kita bisa memenangkan tender baru ini."

Kata pak Damar dengan suara penuh kemenangan.

"Kamu memang sangat pintar Aleta. Tidak sia-sia saya mempercayakan kamu ke tender besar ini." Puji pak Damar.

"Kalau begitu saya permisi dulu pak, ada yang masih harus saya kerjakan."

"Baiklah." Aleta keluar dari ruangan pria tersebut.

2

Aleta berjalan dengan tenang setelah memarkirkan mobilnya di tempat parkiran apartemen. Aleta memegang tengkuknya yang terasa sakit dan bokongnya yang sedikit berdenyut, akibat terlalu lama duduk di kantor. Ia berjalan malas, namun tanpa sengaja ia melihat pertengkaran Gion dengan seorang wanita yang pakaiannya begitu seksi menampilkan belahan dada miliknya. Seperti wanita malam saja, pekiknya dalam hati.

Aleta berhenti dan memilih berdiri di balik tiang yang besarnya melebihi tubuhnya karena situasi saat ini tidak memungkinkan bagi dia untuk melewati mereka.

"Apa begini kamu memperlakukan aku," Sarkas wanita tersebut.

"Apa maksud mu aku tidak mengerti?" Gion mengusap rambutnya dengan kasar.

"Aku tidak ingin putus, aku mohon kembalilah padaku." Teriakan wanita tadi berubah menjadi kata memohon.

"Sejak kapan kita pacaran?"

"Bukankah kemarin-kemarin kita tinggal bersama, apa itu bukan pacaran?" Wanita tersebut menangis sejadi-jadinya. Aleta menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak mengerti akan pertengkaran yang terjadi. Kenapa juga ia bersembunyi seperti itu, padahal ini adalah tempat umum. Dan siapapun bisa melalui nya.

"Sudah kukatakan, aku hanya menganggap mu sebagai adik saja, tidak lebih."

"Tapi aku nggak mau." Gadis itu memaksa memeluk Gion.

"Aku tinggal di rumah mu karena kamu yang memintanya. Sekarang aku sudah punya apartemen sendiri. Pulanglah jangan buat keributan di sini."

"Tidak mau," gadis itu memberontak saat Gion ingin memisahkan tubuh mereka.

"Jika aku tidak bisa memiliki mu, maka sebaiknya kamu mati." Gadis itu mengeluarkan sebuah pisau dari dalam saku rok pendeknya, saat ia akan mengarahkan ke tubuh Gion.

Bruk... Aleta mendorongnya dengan kuat.

Semenit yang lalu, Aleta duduk jongkok di belakang tiang besar. Ia masih mendengar kan percakapan mereka.

"Berapa lama lagi pembicaraan mereka. Kakiku sudah kesemutan." Aleta memukul-mukul kakinya yang kram.

"Lebih baik aku lewati saja mereka, dari pada tersiksa di sini. Aku sudah sangat capek. Aku butuh istirahat."

Aleta berjalan lurus ke arah mereka karena pintu masuknya di seberang mereka berdua. Namun matanya tanpa sengaja menangkap sesuatu, wanita tersebut mengeluarkan sebilah pisau dari dalam sakunya. Wanita gila, tanpa adanya aba-aba, tubuhnya bergerak dengan sendirinya mendorong wanita tersebut.

"Kamu sudah gila ya, kamu mau masuk penjara?" Aleta begitu kesal melihat seseorang mempermainkan nyawa orang lain.

"Siapa kamu? Jangan ikut campur di dalam masalah kami." Teriak wanita tersebut kepada Aleta.

"Jangan ikut campur kamu bilang, kamu ingin aku diam saja saat kamu mencoba membunuh Gion."

"Diam kamu wanita brengsek," umpat wanita tersebut.

"Kamu yang brengsek, jika kamu tidak pergi dari tempat ini, jangan salah kan bila saya harus menelpon polisi dan melaporkan kamu." Balas Aleta.

Wanita tersebut menatap pada Gion dengan penuh permohonan. Namun ia, segera berpaling saat melihat tatapan mengerikan dari kedua bola mata biru milik Gion. Tatapan yang bahkan lebih menakutkan dari seorang pembunuh.

"Aku akan kembali lagi Gion. Ingat baik-baik, aku tahu semua keburukan mu. Aku yakin kamu akan kembali ke sisiku." Kata wanita tersebut sebelum ia menghilang di balik pintu keluar.

"Dasar wanita tidak waras, bukankah sebaiknya dia ke rumah sakit jiwa." Aleta menggerutu menyaksikan kepergian wanita tersebut. Gion tersenyum melihat Aleta yang membelakangi nya. Namun saat Aleta menghadap dirinya, ia segera berpura-pura memasang ekspresi kesakitan di wajahnya.

"Apa kamu terluka?" Aleta mendekati Gion untuk memastikan keadaannya. Darah merah segar mengalir dari lengan Gion. Ternyata pisau tadi mengenai lengan Gion saat Aleta mendorong tubuh wanita tersebut.

"Banyak sekali darahnya. Ayo ikut, aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

"Nggak usah, ini luka kecil. Aku bisa mengurusnya.

" Apa kamu juga sama gilanya seperti wanita tadi. Ini kamu bilang luka kecil." Aleta meremas luka Gion membuat dirinya merintih kesakitan.

"Aku akan membantu mu membersihkan nya."

"Apa kamu memang sebaik ini sama orang asing?" Gion menatapnya menunggu jawaban.

"Siapapun itu, kalau ia mengalami kesulitan aku akan menolongnya."

Gion tersenyum puas mendengar pernyataan Aleta. Aleta membantu memapah tubuh Gion yang jauh lebih besar dari dirinya. Mereka tiba di kamar 305. Gion menekan sandi pintunya. Aleta awalnya ragu-ragu untuk masuk, namun ia berusaha berpikir tenang karena saat ini yang harus ia lakukan adalah menolong Gion.

"Apa kamu takut?" Tanya Gion setelah melihat raut wajah Aleta yang sedikit khawatir.

"Ah, kenapa aku takut." Aleta sadar dari lamunan nya setelah Gion memberikan sebuah pertanyaan yang tidak terduga.

"Kamu bisa kembali ke kamarmu. Aku sangat berterima kasih atas bantuanmu."

"Apa yang kamu bicarakan. Kamu kira aku orang yang akan lari dari tanggung jawab ku." Aleta mempererat pegangan tangannya pada lengan Gion. Aleta menelan saliva nya yang terasa kering saat ia memasuki rumah Gion. Sungguh suasana yang terkesan gelap dan senyap.

Cara Gion mendesain kamarnya itu seperti menjadi sisi lain dari Gion sendiri. Tidak ada interior yang mampu menyegarkan matanya. Kamar tersebut lebih terlihat suram bagi Aleta.

"Di mana kamu meletakan kotak p3k nya?" Tanya Aleta sambil membantu Gion duduk di sofa di ruang TV.

"Itu ada di lemari di bawah meja tv." Aleta berjalan dan memeriksa lemari kecil tersebut dan benar saja ada kotak P3K di sana. Aleta duduk di samping Gion. Petama-tama ia membersihkan luka Gion dengan alkohol menggunakan kapas.

"Tahan ya, ini akan terasa sakit." Aleta mencoba menekannya dengan pelan-pelan. Agar tidak membuat Gion kesakitan.

"Aw, aw." Suara pekikan yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Gion.

"Sakit kan, ini yang kamu bilang luka kecil dan akan mengurus sendiri."

Gion tersenyum mendengar omelan dari Aleta.

"Kamu sudah seperti ibuku saja."

Aleta tidak menanggapi perkataan Gion. Ia membalut luka Gion dengan perban setelah di beri obat.

"Kamu sama siapa tinggal di sini?"

"Aku sendiri."

"Orangtuamu?"

"Ibuku sudah meninggal." Gion menjawab dengan santainya. Aleta merasa bersalah karena menanyakan hal itu pada Gion.

"Maaf ya, aku nggak bermaksud."

"Nggak apa-apa, lagian ibuku sudah lama meninggal sewaktu aku SMP. Bukan cuman kamu yang bertanya seperti itu jadi aku sudah terbiasa."

Justru karena hal itu Aleta merasa bersalah.

"Lalu dimana ayahmu?"

"Aku nggak tahu, mungkin saja sudah mati." Untuk kedua kalinya dia menanyakan pertanyaan yang salah lagi.

"Maaf."

"Ngapain minta maaf, kamu kan hanya bertanya. Mau minum apa?" Tawar Gion karena merasa tidak enak dengan Aleta. Aleta sudah membantunya dari tadi tetapi ia tidak menawarkan Aleta apa-apa.

"Nggak usah repot-repot. Aku sekalian mau pamit juga, aku butuh istirahat." Aleta merasa dirinya terlalu lama berada di dalam kamar Gion. Karena saat melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10 lewat 3 pm. Sedangkan ia pulangnya jam setengah sembilan tadi. Sebentar lagi Brian pulang dan ia belum memasak apapun.

3

"Maaf ya karena sudah merepotkan mu" kata Gion.

"Nggak masalah. Aku pulang dulu ya, jangan lupa perban mu harus di ganti tiga kali sehari."

Aleta keluar dari kamar tersebut. Ia terkejut karena berpapasan dengan Brian.

"Kenapa kamu keluar dari sana?"

"Oh itu, tadi ada sedikit masalah sama Gion."

"Gion, siapa?"

"Tetangga baru kita. Tadi dia mengalami kecelakaan jadi aku membantu mengobati lukanya." Kata Aleta sambil membuka pintu rumah.

Aleta masuk ke dalam diikuti oleh Brian dari belakangnya.

Aleta menaruh tasnya di atas sofa dan langsung berjalan ke arah dapur.

"Kamu mau makan apa?"

"Aku nggak mau makan."

Aleta tahu bahwa saat ini suaminya lagi ngambek padanya. Aleta segera mengambil bahan makanan di dalam kulkas dan dengan gesit membuat olahan yang cukup simpel. Ia berencana membuat mie kari ayam untuk mereka berdua.

"Sayang kamu nggak boleh sembarangan masuk ke kamar orang asing." Kata Brian sambil memeluk istrinya yang sementara masak.

"Aku cuman membantunya kok, nggak lebih. Emangnya kamu bakal biarkan orang yang terluka di hadapanmu dan kamu pergi begitu saja karena nggak mau membantu nya."

"Iya aku tahu, menolong orang yang dalam kesulitan itu penting. Tetapi dia kan punya keluarga, dia bisa minta tolong ke keluarga nya."

"Mas, dia itu orang tuanya sudah meninggal. Dia tinggal sendiri dan nggak ada keluarga yang mau membantu nya."

Brian terdiam mendengar penjelasan istrinya.

"Maaf aku nggak tahu."

"Itulah mas, penting bagi kita untuk mencari tahu sebelum berucap. Takutnya nanti menimbulkan kesalahpahaman."

Brian melepaskan pelukan dari sang istri dan duduk di kursi meja makan.

"Mas harus percaya sama istrimu ini oke. Aku nggak bakalan macam-macam kok. Karena orang yang aku cintai itu adalah kamu."

"Aku sangat percaya sama kamu, tetapi tidak dengan para tetangga."

"Terserah mereka bergosip apa, asalkan kitanya saja yang nggak termakan omongan mereka."

Aleta meletakkan masakannya di atas meja. Dua mangkuk mie kari ayam.

"Kamu mau makan nggak, kalau nggak aku simpan di dalam kulkas."

"Eh aku mau makan, karena mencium aroma wangi masakanmu aku jadi lapar."

Mereka menyantap makanan bersama-sama sambil melanjutkan obrolan.

"Oh iya sayang, bagaimana kondisi tubuh kamu akhir-akhir ini?"

"Sudah lumayan sih mas, aku bahkan sudah jarang mimpi buruk."

"Kalau kamu merasa ada yang aneh, segera beritahu aku. Biar kita langsung ke dokter Gita."

Sejak kecil Aleta sering mengalami mimpi buruk yang sewaktu-waktu bisa membuat dirinya sakit parah. Dokter Gita sendiri adalah seorang dokter psikiater. Dokter Gita telah menjadi dokter psikiater bagi Aleta dari dirinya duduk di bangku SMP. Kasus pada Aleta sendiri telah terjadi sewaktu ia memasuki usia 8 tahun karena dirinya pernah mengalami kecelakaan yang parah. Tetapi ayahnya tidak pernah memberitahu kan dirinya kecelakaan seperti apa itu. Setelah kecelakaan itu terjadi, ia mulai mengalami mimpi buruk sampai-sampai demam. Ibu dan ayahnya berusaha membantu dirinya agar bisa berobat ke setiap rumah sakit namun hasil nya masih sama. Sampai suatu hari ayahnya mendapatkan saran dari temannya untuk membawa Aleta ke seorang dokter psikiater. Ayahnya sempat menolak karena ia merasa anaknya tidak gila dan mentalnya baik-baik saja. Sampai saat Aleta memasuki jenjang SMP ia tiba-tiba mengalami mimpi buruk lagi, bahkan lebih buruk dari sewaktu SD. Mimpi buruk yang sampai membuatnya kejang-kejang bahkan hampir mati. Saat di bawa ke dokter tidak ada penyakit atau masalah serius pada kesehatan nya.

Dokter Gita mengatakan kalau kondisi Aleta sudah sangat parah karena sudah lama terjadi tapi baru berkonsultasi. Dokter juga menjelaskan bahwa anaknya memiliki gangguan mental akibat serangan trauma yang terus terjadi lewat mimpi. Mungkin Aletta memang terlihat biasa-biasa saja, sakitnya itu menyerang pada saat-saat tertentu saja. Dokter Gita membantu pemulihan Aleta secara perlahan-lahan. Sejak saat itu Aleta jarang bermimpi dan bisa tidur dengan nyaman. Hanya saja sakitnya sempat kambuh di saat sang ibu meninggal dunia. Dan 1 tahun yang lalu tiba-tiba saja muncul penyakit baru,dimana ia kehilangan ingatan bahkan sempat melupakan Brian. Untungnya Brian adalah suami yang pengertian dan selalu ada untuk nya. Serta dokter Gita yang selalu membantunya. Namun ingatan nya masih sama dan tidak membuatnya pulih kembali. Seolah-olah aktivitas penting satu hari itu lenyap dari memorinya.

Bagi Aletta, Brian adalah sosok pria dan suami yang bertanggung jawab yang selalu ada di sisi Aleta di masa sulitnya itu apalagi jauh dari sang ayah dan adiknya.

Aleta mengambil mangkuk suami dan miliknya untuk di cuci. Tetapi Brian menghentikan nya.

"Biar aku yang cuci oke, sekarang kamu duluan ke atas dan mandi lebih dulu. Aku tahu kamu pasti sangat kecapean."

"Tapi mas aku..."

"Piringnya cuman dua kok, nggak banyak juga. Aku bukan laki-laki yang memperlakukan istriku seperti pembantu." Aleta tersenyum mendengar perkataan Brian. Ia mencium pipi suaminya sebelum akhirnya mengambil tasnya dan milik sang suami dan berjalan menaiki tangga memasuki kamarnya.

Brian mengelap tangannya dengan kain setelah selesai mencuci piring. Ia berjalan ke atas tangga dan masuk kamar. Terdengar suara shower yang masih menyala. Ia tersenyum nakal. Brian membuka bajunya dan masuk ke kamar mandi.

Aleta yang terkejut saat suaminya tiba-tiba membuka pintu lalu segera menutup tubuhnya yang polos meskipun ia tahu suaminya sudah pernah melihat dirinya. Tetapi ia tetap saja malu.

"Ngapain menutup tubuhmu begitu, aku sudah sering melihatnya."

"Kamu ngapain masuk?"

"Aku mau mandi bareng sama istriku tercinta." Kata Brian sambil menelan salivanya yang kering.

Aletta pasrah saat suaminya berjalan mendekat.

30 menit kemudian Aleta keluar dengan memakai handuk kimono. Ia berusaha mengerikan rambutnya yang basah. Brian yang keluar setelah 2 menitan dari Aleta, ia berjalan mendekati istrinya. Brian mengambil hairdryer yang dipegang istrinya. Ia merasa tak tegah saat melihat istrinya kesulitan mengeringkan rambutnya yang panjang.

"Sini biar aku keringkan."

Aleta duduk seperti anak anjing yang patuh sementara Brian menyusuri setiap rambutnya yang basah dengan hairdryer itu.

"Sudah," kata Brian meletakkan alat tersebut di samping meja. Ia belum beranjak dari tempatnya dan melingkari tangannya di leher sang istri.

"Mau nggak kita lakukan**** malam ini"

Bisik Brian di tepi telinga Aleta. Aleta bisa merasakan napas Brian yang menderu membuat telinganya memerah dan tubuhnya bergidik geli karena hal itu. Ia bisa mengerti mengapa suaminya meminta hal begitu karena mereka hanya pernah melakukannya sekali saat malam pertama. Bukannya ia tidak suka tetapi karena kali pertama baginya waktu itu ia sampai demam dan sulit bangun. Ia menangis dan berkata tidak ingin melakukan hubungan*** lagi tanpa di sadarinya. Brian yang mendengar hal itu terlihat muram karena istrinya tidak ingin melakukan dengannya. Aleta juga tidak menjelaskan apa-apa pada Brian. Semenjak saat itu Aleta selalu menghindari suaminya, saat Brian meminta padanya ingin melakukan hubungan s***.

Tetapi selamanya ia tidak boleh menghindar karena itu sudah menjadi tanggung jawabnya.

Brian mencium bibir Aleta dengan lembut dan di balas sang istri. Ia mengecapi setiap bagian sensitif milik Aleta. Aleta hanya mampu mengerang di saat sang suami menyusuri setiap sudut tubuh nya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!