Bab 1~Diusir
Kota Donghae.
Sebuah kota besar yang memiliki banyak kultivator terhebat di wilayah timur. Di kota tersebut banyak lahir generasi penerus dengan kekuatan tak tertandingi. Namun, penduduk di kota tersebut memiliki sifat angkuh dan kejam.
Mungkin karena mereka merasa memiliki pendekar paling hebat di antara kota-kota sekitar. Terlebih di kota Donghae juga tempat berdirinya perguruan terbesar, yaitu perguruan Tombak Api.
Murid-murid di perguruan tersebut sangat banyak dan memiliki kekuatan tubuh di atas level tiga hingga mereka bersikap sombong dan semena-mena. Namun, di perguruan itu juga terdapat satu murid yang sangat payah. Dia berasal dari kelurga terkenal dan terbesar di kota Donghae, seorang tuan muda tapi dia sungguh pemuda yang menyedihkan.
Kekuatan tubuhnya tidak bisa dilatih, tidak memiliki jiwa martial dan juga dia seorang pecundang yang hanya bisa diejek dan dipermainkan teman-temannya.
Setiap hari selalu dijadikan bahan tawaan semua orang. Tapi, pemuda itu berusaha sekuat tenaga untuk berlatih agar dianggap pantas.
"Lihat, bukankah itu si pecundang Dong Fangxuan!Mengapa dia berani datang ke tempat latihan lagi?!"
"Bukankah para Tetua sudah menjelaskan bahwa dia dilarang datang mulai hari ini?!"
"Bahkan keluarga Dong sendiri tidak mau mengakuinya karena malu. Dia hanya menjadi beban saja."
"Benar. Dan lagi, Fangxuan tidak diberikan bekal apapun selama tinggal di Perguruan. Entahlah dia mendapat dukungan dari siapa."
"Dengar-dengar dia menjadi pengemis jalanan agar bisa bertahan hidup!"
"Ckk, kalau benar seperti itu, dia sungguh tidak tahu malu."
Begitulah murid-murid lain membicarakan Dong Fangxuan saat pemuda itu baru menginjakkan kaki di tempat latihan. Tatapan sinis mereka seolah mencekik leher Fangxuan, namun pemuda itu tak peduli. Asalkan Guru mengatakan tidak, maka dia akan percaya.
Sebetulnya ia mendengar jika para tetua di perguruan Tombak Api berencana mengusirnya. Tapi, kabar berita itu ditampiknya keras karena keyakinan akan belas kasih para tetua kepada dirinya. Terlebih, dirinya adalah putra bungsu dari salah satu tetua sekte Tombak Api, Dong Fanghe.
Fangxuan tidak percaya.
Jika dibilang bodoh dan naif, mungkin benar. Fangxuan membodohi diri sendiri dengan semua kebenaran yang ada. Ia seolah menutup mata dan telinga, berharap semua hanya karangan belaka teman-temannya.
Tapi, tak menutupi kemungkinan, apapun yang terjadi padanya adalah semata-mata karena rasa iri dengki para senior saja.
"Hei, Fangxuan! Bawakan aku segelas air! Cuaca hari ini sangat panas hingga aku kehausan," Seorang temannya memerintah saat dirinya baru bergabung di barisan.
"Bawakan juga camilan untuk kami!" pinta yang lain.
Mereka seolah menjadi seorang atasan yang menyuruh bawahannya untuk segera melakukan apapun yang dinginkannya tanpa ingin mendapat bantahan.
Dengan patuhnya Dong Fangxuan hanya mengangguk lalu bergegas pergi untuk mengambilkan air minum dan makanan ringan. Dia tidak bisa mengatakan tidak karena berharap mereka bisa menerima dirinya di sana, walaupun kenyataan memang sebaliknya.
Saat dirinya kembali, semua murid sedang berlatih bersama Guru Jin. Mereka tertawa mengejek, saling melirik satu sama lain memberikan isyarat lewat tatapan mata. Sebetulnya hal itu disengaja agar bisa membuat Dong Fangxuan tersingkirkan dari tempat latihan, lebih bagus lagi jika selamanya.
Guru Jin sangat murka saat melihat kedatangan Fangxuan dengan minuman dan makanan di tangan. "Bagus. Sudah datang terlambat, malah membawa makanan dan minuman. Kau ingin bersantai?!"
"Tidak! Bukan begitu, Guru! Aku__" Fangxuan ingin menampik tapi Guru Jin memangkas ucapannya.
"Fangxuan. Apa kau sudah merasa hebat karena berasal dari keluarga Dong? Kau ini sangat payah dalam berlatih, tapi kami harus menerimamu hanya karena identitas mu. Sejujurnya aku sudah muak melihatmu." sembur Guru Jin tanpa perasaan.
Dong Fangxuan hanya menunduk mendengar perkataan kasar gurunya itu. Ia tidak menyangka akan mendengar langsung dari mulut orang yang selama ini ia banggakan. Teman-temannya hanya tertawa puas melihat Fangxuan dimaki habis-habisan oleh guru Jin.
Selama ini mereka ingin sekali membuat Fangxuan terusir dari perguruan secepat mungkin, tapi selalu tidak ada kesempatan. Tapi kali ini mereka bisa memastikannya bahwa Fangxuan pasti akan pergi untuk selamanya.
"Jichen, seret dia keluar dari tempat ini. Mulai saat ini dan selamanya, aku tidak mau melihat bocah ini berkeliaran di tempat latihan. Terlebih, saat aku yang melatih!" Teriak Guru Jin sembari menunjuk salah satu murid senior.
Jichen membungkuk dengan tangan terkepal di depan seperti memberi hormat. "Baik, Guru!"
Dong Fangxuan memohon, "Tidak, Guru! Tolong jangan usir aku! Di mana lagi aku harus tinggal?!" ratapnya. "Berikan aku satu kali kesempatan untuk memperbaiki diri, Guru. Aku mohon!" sambungnya lagi mengiba.
"Kau pikir aku adalah seorang yang mudah dibujuk? Heh, pikiranmu salah, Fangxuan. Walaupun kau adalah seorang Tuan Muda sekalipun, aku akan tetap mengusir murid yang tak mematuhi peraturan. Camkan itu baik-baik!" Jarinya menunjuk tepat wajah Fangxuan.
"Guru, aku mohon!"
Semua orang memandang rendah Fangxuan. Sedari dulu mereka memang tidak menyukai, sampai sekarangpun tetap sama. Maka dari itu, mereka tidak peduli sedikitpun akan pemuda malang tersebut.
Dengan segera, Jichen dan beberapa orang lainnya lekas menarik paksa tubuh Dong Fangxuan sampai ke luar perguruan sesuai perintah guru Jin. Walaupun meronta, tapi tenaganya tak sebanding dengan keempat senior. Mereka terlalu kuat untuk Fangxuan lawan, setidaknya untuk saat ini.
Awalnya hanya menyeret keluar perguruan, namun Guru Jin mendapat perintah dari seseorang untuk membuangnya ke suatu tempat yang jauh dari kota Donghae. Entah siapa orang yang bisa membuat Guru Jin tunduk hingga menuruti perintah tersebut.
Tanpa ragu, guru Jin pergi bersama Jichen dan ketiga murid senior lainnya ke lembah kematian Jianmeng, perbatasan antara kota Donghae dan kota Peiyu.
"Kak Jichen, tolong jangan lakukan itu! Aku mohon!" Fangxuan mengiba, memohon belas kasih seniornya ketika tangan dan kakinya diikat kuat. "Setidaknya, biarkan aku bertemu Ibuku atau saudaraku dulu. Setelah itu kalian boleh mengusirku dari sini!" sambungnya.
Jichen dan ketiga temannya menatap sinis, mencemooh permintaan konyol Fangxuan. Mereka menjelaskan bahwa keempatnya ditugaskan untuk membunuh Fangxuan, bukan hanya mengusirnya keluar.
"Tapi, siapa yang menginginkan kematianku?!" Keempat senior bungkam. "Baiklah, tolong sampaikan kabar ini kepada keluargaku. Tetua Dong pasti akan__"
"Kau pikir keluarga Dong akan datang menolong? Huh, kau memang sungguh naif, Fangxuan. Sebenarnya keluargamu sudah tidak mau melihatmu lagi, karena apa? Karena kau adalah pecundang. Hahaha!" Mereka tertawa terbahak, bahkan tawanya terdengar dari kejauhan.
"Haish, sudahlah! Karena ini pertemuan terakhir kita, kami akan memberitahumu sebuah rahasia. Sebenarnya__"
Bugh
Tiba-tiba sebuah pukulan menghantam keras kepala senior tersebut sehingga pemuda itu menjerit kesakitan kemudian meregang nyawa secara tragis.
"Argh!"
...Bersambung ......
Bab 2~Hilangnya Fangxuan
Darah segar mengalir deras dari bekas hantaman tersebut sehingga murid senior itu meregang nyawa seketika.
Pelakunya adalah seorang pria tua dengan jenggot panjang serta berwajah garang.
"Guru!" Jichen dan yang lainnya segera membungkuk takut. Mereka tidak menyangka jika guru Jin tiba-tiba datang ke sana.
Guru Jin memperingatkan dengan tatapan mengintimidasi. "Jangan membuka suara untuk hal tidak berguna!"
Salah satu senior tewas seketika setelah kehilangan banyak darah akibat serangan guru Jin tadi. Tapi, pria tua itu seolah tidak merasa bersalah atas apa yang dilakukan terhadap salah satu muridnya tersebut.
Ketiga senior yang tersisa seketika diam ketakutan, begitupun Fangxuan yang terkejut melihat kekejaman guru pembimbing itu.
"Kenapa? Apa kau takut?!" Seringai menakutkan jelas terlihat dari raut wajah guru Jin saat ini. Itu sengaja ditunjukan untuk membuat Fangxuan tertekan.
Belum hilang rasa keterkejutan Fangxuan, tiba-tiba perutnya dipukul keras menggunakan tenaga dalam hingga merusak lautan spiritnya. Garis meridian terputus menyebabkan tubuhnya ambruk dengan darah segar keluar dari mulut.
Seketika tubuh Fangxuan ambruk ke tanah.
"Argh!" Fangxuan memekik dengan tubuh meringkuk kesakitan.
"Heh, apa itu menyakitkan?!" sindir guru Jin sambil menyeringai.
Tanpa merasa bersalah, pria tua itu menendang tubuh Fangxuan lalu menginjaknya dengan keras.
"Fangxuan, kau harus merasakan rasa sakit sebelum ajal menjemputmu dengan perlahan. Nikmatilah!" ujarnya seraya berbalik memunggungi dengan ke dua tangan dilipat di belakang tubuh.
Dong Fangxuan mengerutkan mata sembari memegangi perut. "Gu-Guru, ke-na-pa?!" Susah payah Fangxuan bangkit tapi tubuhnya segera diseret oleh Jichen dan yang lainnya menuju bibir tebing.
"A-Apa yang a-kan ka-lian laku-kan?!"
Jichen dan murid senior lain menyeringai mengejek sembari menarik paksa tubuh Fangxuan.
"Jika kau ingin menyalahkan seseorang, salahkan saja pada nasib sial mu ini, Fangxuan. Kami hanya mengikuti apa yang diperintahkan Guru." ujar Jichen sedikit berbisik.
"Benar. Dan keluargamu juga akan berterima kasih pada kami karena telah berhasil menyingkirkan dirimu." timpal yang lain ikut berbisik lalu tertawa cekikikan.
Tanpa berlama-lama lagi, tubuh Fangxuan diangkat lalu dilemparkan begitu saja ke lembah Jianmeng.
"Sampai jumpa di neraka, Fangxuan!"
Tangan Fangxuan terulur menggapai ke atas dengan mata menatap nanar tak percaya. "Kenapa? Kenapa?" Bibirnya bergumam tapi suaranya tak terdengar.
Guru Jin sempat melongo melihat pemuda itu ketika dilempar. "Kau tak pantas mempertanyakan apapun!" Samar perkataan guru Jin masih didengar Dong Fangxuan.
Pria tua itu mengelus janggut panjang yang sudah memutih lalu tertawa lepas setelahnya. "Hahaha!"
Ketiga murid senior ikut tertawa setelah melemparkan tubuh Fangxuan ke lembah dan pergi meninggalkannya tanpa peduli apapun yang terjadi.
Fangxuan tersenyum miris ketika merasakan tubuhnya meluncur cepat ke bawah. "Mereka akhirnya menyingkirkan aku dari tempat itu. Dewa, jika diberi kesempatan, aku akan membalas mereka semua dengan lebih kejam. Tunggu pembalasanku!"
Ke dua matanya terpejam pasrah, bersiap merasakan kematian yang sangat tragis dengan tubuh hancur berkeping setelah di dasar lembah.
Bruk
•
•
Sudah sebulan lamanya dari kejadian itu, tak ada satupun yang mencari atau mengungkit hilangnya Fangxuan. Mungkin keluarganya tidak tahu perihal jatuhnya Fangxuan ke dasar lembah Jianmeng.
Atau mungkin juga, mereka yang sengaja melakukan hal keji tersebut sehingga tak berusaha mencari tuan muda kecil dari keluarga Dong itu.
Entahlah!
Semua itu masih menjadi misteri yang belum terpecahkan oleh seluruh murid di sekte Tombak Api hingga kini.
Mereka selalu membicarakan hilangnya Fangxuan, tapi secara diam-diam sebab takut kepada guru Jin.
"Tidak adanya Fangxuan di sini terasa sepi, ya." ujar salah satu murid.
"Kau benar. Walaupun dia itu bocah tak berguna dan seorang pecundang, tapi aku merasa kesepian. Tidak ada yang bisa disuruh-suruh lagi." timpal yang lain.
Walaupun mereka tak suka, tapi semua setuju atas ucapan orang tersebut tentang Fangxuan. Bukan karena merindukan, tetapi tak ada yang bisa ditindas lagi karena murid yang lain selalu melawan jika disuruh.
Berbeda dengan Fangxuan yang penurut dan patuh bila disuruh.
"Kira-kira dia ke mana ya? Sudah sebulan lebih kita tidak melihatnya?!"
"Kenapa? Apa kau ingin ikut dengannya?!" Suara guru Jin terdengar menginterupsi sehingga murid-murid tersebut refleks berbalik badan terkejut.
Mereka menunduk tak berani menatap guru pembimbing yang terkenal galak dan kejam itu. "Guru!"
Guru Jin melipat ke dua tangan di belakang tubuh sambil berjalan mengitari ke lima muridnya. "Jangan membicarakan hal yang tidak berguna atau kalian akan tahu akibatnya!" ancamnya penuh penekanan.
Murid-murid tersebut semakin ketakutan mendengar ancaman guru Jin. Kepala mereka spontan menggeleng cepat.
"Jika kalian hanya duduk santai sambil mengobrol, lebih baik jangan datang ke tempat ini. Cepat, latihan!"
"Ba-Baik, Guru."
Setelah mengintimidasi para muridnya, guru Jin pun pergi meninggalkan mereka yang menunduk takut dengan tubuh gemetaran.
"Astaga, matilah kita!"
"Guru Jin menyeramkan jika sedang marah."
"Kau benar. Dia satu-satunya guru pembimbing yang berperilaku kasar kepada murid-muridnya. Bahkan, para tetua mendukungnya!"
Ke lima murid tersebut saling berbisik membicarakan guru Jin di belakangnya.
Sepasang kaki ke limanya serempak melangkah menuju tempat pelatihan. Kini, latihan dilakukan di lapangan luas dekat hutan Pinus.
"Haaaaaa .... Haaaaaa!"
Seluruh murid sudah hadir dan mulai menggerakkan anggota tubuhnya untuk melatih kekuatan sembari berteriak lantang.
Ke lima murid tadi segera bergabung ke dalam barisan dan mengikuti gerakan-gerakkan yang lainnya. Mereka pun ikut bersemangat mengikuti gerakan murid senior.
•
•
Sementara di dasar lembah Jianmeng, tepatnya di dalam sebuah goa yang gelap juga lembab, hanya diterangi cahaya api unggun yang sengaja dibuat untuk menghangatkan tubuh.
Seorang pemuda berusia sekitar lima belas tahun terbujur lemah di atas batu besar gepeng, terlihat seperti pembaringan. Tubuhnya terbalut kain-kain yang sengaja dililit di bagian yang terluka.
Bukan hanya lengan, perut juga kaki, wajahnya pun sebagian rusak parah akibat terhantam keras ketika jatuh ke dasar lembah.
Kain berwarna putih yang dililitkan tersebut kini sudah terkontaminasi noda darah yang mulai mengering.
Perlahan, matanya mengerjap menyesuaikan indra penglihatan sembari sesekali dahinya terlihat mengerut seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat.
Fangxuan membuka mata, menyapu pandang ke seisi ruangan yang kini terang oleh cahaya dari api unggun di dekatnya.
"Di mana ini? Apa aku masih hidup?!" lirihnya bertanya. Suaranya bahkan terdengar bergetar ketika berbicara.
"Kau sudah bangun?!" Suara seorang kakek tua terdengar menginterupsi. Wajahnya terlihat asing dengan penampilan anehnya.
Kakek tua tersebut gegas melangkah menghampiri pemuda yang diselamatkannya sebulan lalu.
Dong Fangxuan menggiring netra melirik lemah, kemudian menatap kakek yang kini berdiri tepat di hadapannya. "Si-siapa Anda?" Suaranya masih bergetar lirih.
...Bersambung ......
Bab 3~Petapa Tua
Dong Fangxuan menggiring netra melirik lemah, kemudian menatap kakek yang kini berdiri tepat di hadapannya. "Si-siapa Anda?" Suaranya masih bergetar lirih.
Sang kakek tua tersenyum menanggapi. "Aku hanya seorang petapa tua yang tinggal di goa ini. Panggil saja Kakek Yaoshan," ucapnya kemudian.
"Apa Kakek yang menyelamatkan nyawaku?!" Kakek Yaoshan hanya tersenyum sambil mengangguk. Fangxuan lekas bangkit untuk berterima kasih namun tubuhnya sulit digerakkan sehingga pemuda itu berdesis kesakitan. "Ugh,"
Kakek Yaoshan menunduk membantu Fangxuan untuk duduk. "Jangan memaksakan diri, anak muda! Tubuhmu belum pulih sepenuhnya." ujarnya seraya duduk di samping Fangxuan. "Siapa namamu dan berasal dari mana?" tanya kakek.
"Namaku Fangxuan, Kek. Dong Fangxuan. Dan aku berasal dari kota Donghae," sahut Fangxuan lemah.
Kakek Yaoshan mengerutkan keningnya mendengar pernyataan pemuda tersebut. "Keluarga Dong dari kota Donghae? Bukankah itu di wilayah timur? Mengapa kau bisa berakhir di lembah kematian ini? Beruntung aku menemukanmu dan segera mengobati lukamu. Jika tidak, nyawamu tak kan selamat."
Mendengar sebrondong pertanyaan kakek petapa tua itu Fangxuan malah menangis tersedu. Rasa sakit akibat penghinaan dan siksaan yang dialaminya sebelum terjatuh ke lembah Jianmeng masih teringat jelas di pikirannya.
Fangxuan sakit hati.
Tanpa ragu, pemuda malang itu menceritakan kejadian menyedihkan yang dialaminya semasa hidup di kota Donghae dan di perguruan Tombak Api, juga perlakuan orang-orang itu terhadapnya. Keluarganya pun memperlakukannya dengan sangat buruk setelah mengetahui bahwa dirinya tidak bisa berkultivasi.
Tubuhnya sangat lemah, tidak memiliki jiwa martial ataupun kekuatan tubuh. Dirinya selalu dianggap pecundang dan beban keluarga. Hanya satu orang yang memperlakukannya dengan baik, yaitu ibunya, Nyonya Liu Xiyue.
Sebetulnya Dong Fangxuan mengetahui semuanya dengan jelas, tapi karena dirinya mempunyai hati yang tulus maka ia tidak mempermasalahkan apapun selama dirinya diterima di dalam keluarga maupun perguruan.
Tapi, kenyataan hari itu menyadarkannya akan satu hal bahwa dirinya terlalu naif.
Kakek Yaoshan menepuk bahu Fangxuan. Ia merasakan apa yang dirasakan pemuda malang itu saat ini. Dulu, kakek Yaoshan pun mengalaminya, ketidakadilan di dalam perguruan hingga menyebabkan dirinya pergi dari tempat menimba ilmu juga tempat tinggalnya dan berakhir di hutan larangan sebagai petapa.
"Jadi, nasib Kakek juga sepertiku?!"
Kakek Yaoshan mengangguk sambil tersenyum. "Bedanya, aku memiliki bakat khusus dan kau tak memiliki apapun selama belajar di perguruan tersebut!" ejeknya kemudian.
Fangxuan menunduk sedih. "Kakek benar, aku tidak memiliki apapun ketika diusir dari tempat itu. Ingin sekali aku membuktikan bahwa aku bukanlah pecundang seperti yang mereka katakan."
Terdiam sejenak mengamati raut wajah pemuda itu, lalu kakek Yaoshan pun berkata. "Fangxuan, maukah kau menjadi murid pertamaku?!"
Fangxuan terperangah mendengar pertanyaan tiba-tiba kakek penyelamatnya itu.
"Aku berjanji, kau adalah murid satu-satunya yang akan mewarisi seluruh ilmu kanuragan yang aku miliki." sambung kakek Yaoshan lagi.
"Ta-tapi, Kek. Aku ... Umm, tubuhku tidak seperti pendekar pada umumnya. Kakek 'kan sudah mendengar cerita keseluruhannya bahwa tubuhku tidak bisa menerima ilmu apapun yang akan diajarkan." ungkapnya sedih.
Kakek Yaoshan malah tertawa renyah membuat Fangxuan mendelik kesal. Pemuda itu merasa kakek petapa mengejeknya. Tapi, ia tidak menampik bahwa dirinya memanglah pecundang.
"Haish, anak muda ... anak muda. Apa kau percaya tentang keajaiban?" Fangxuan menggeleng. "Hemh, sejak pertamakali melihatmu, aku sudah bisa menebak bahwa kau memiliki keistimewaan. Makanya aku memintamu untuk menjadi murid."
Dong Fangxuan mengerutkan keningnya bingung, tak mengerti maksud perkataan kakek petapa tersebut. "Maksud Kakek apa? Aku tidak memahaminya,"
Senyum kakek tersungging sebelum berkata lagi. "Kau akan tahu nanti."
Setelah berkata demikian, kakek Yaoshan menggerakkan kedua tangan di depan dada lalu mengulurkan secara perlahan seperti sedang menarik sesuatu dari dalam tubuhnya.
"Hiyaaaaaaa!"
Blaaaarrr
Cahaya berwarna keemasan muncul diikuti sesuatu yang keluar dari dadanya. Sebuah gulungan kuno melayang di udara setelah tangan kakek Yaoshan terulur sepenuhnya.
Gulungan tersebut berputar sebelum akhirnya mendarat di tangan kanan kakek Yaoshan. Ketika gulungan itu dibuka, Fangxuan bisa melihat kertas panjang usang keluar dari dalamnya.
"Ini adalah buku rahasia tujuh bintang. Di dalamnya berisikan jurus-jurus rahasia perguruan Naga Suci, tempatku dulu." Kakek Yaoshan menjelaskan tanpa menatap.
Setelah berkata, kakek menggerakkan tangan dan kaki ke depan lalu ke belakang kemudian ke samping, terlihat sedang mempraktikkan sebuah jurus padanya. Tangan dan kakinya bergerak lincah, melompat lalu menerjang kemudian melayang di udara sebelum melepaskan pukulan ke arah batu besar sehingga batu tersebut hancur berkeping.
Duaaaaarrrrr
Setelah itu, kakinya mendarat kembali di tanah. Kakek mendekati Fangxuan lalu mengatakan sesuatu padanya. "Itu adalah jurus ledakan api."
Netra Dong Fangxuan tak berkedip, menatap kagum apa yang tengah dilihatnya tadi. Untuk pertama kalinya ia menyaksikan sesuatu yang menakjubkan.
"Tutup mulutmu agar tidak dimasuki serangga!" ejek kakek Yaoshan.
Spontan Fangxuan menutup mulutnya rapat hingga mengundang gelak tawa si kakek petapa. "Hahaha, kau ini benar-benar anak yang polos."
"Aku belum pernah melihat jurus hebat seperti itu, Kek. Setiap hari hanya disuruh mengambil air dari sungai dan membawanya melewati seribu tangga, tapi tak sekalipun para guru mengajari sebuah jurus seperti murid-murid lainnya." aku Fangxuan sedih.
Kakek Yaoshan tercenung mendengar pernyataan pemuda tersebut. Rasa simpati muncul ketika pertama kali melihat Fangxuan dan kini semakin berkembang setelah mendengar kisah memilukan pemuda itu.
"Kau jangan khawatir, Fangxuan. Mulai hari ini, aku akan mengajarimu seluruh ilmu yang ku miliki dan membuatmu menjadi pendekar tak tertandingi."
Netra Fangxuan berbinar mendengar janji yang diucapkan kakek Yaoshan padanya. "Benarkah itu, Kek, maksudku ... Guru?!" tanyanya antusias.
Kakek Yaoshan mengangguk pasti. "Tapi sebelum itu, aku akan membantumu memulihkan tubuh terlebih dahulu!"
Setelah itu, kakek Yaoshan duduk bersila di hadapan Fangxuan, lalu ia memejamkan mata sembari menggerakkan tangannya.
Cahaya putih menyilaukan keluar dari telapak tangan sehingga Fangxuan menutup mata karenanya. Selepas itu, cahaya tersebut didorong perlahan ke arah wajah Fangxuan hingga menyelimuti luka sepenuhnya.
Yang dirasakan Fangxuan pertama kali ketika cahaya tersebut menyentuh kulit wajahnya adalah rasa dingin seperti air es, lalu berganti panas seperti dibakar api hingga ia menjerit kesakitan.
"Aaaaaarrrggghhhh!"
"Tahan sebentar lagi, Fangxuan!" ujar kakek lalu kembali mengeluarkan cahaya kemerahan dari telapak tangan yang kemudian dilepaskan kembali menyelimuti wajah serta tubuh Fangxuan.
Pemuda itu kembali memekik kesakitan ketika merasakan rasa panas yang menjalar di sekujur tubuh.
"Aaaaaaarrrrrrrrrrggggjhhhhh!"
Tubuh Fangxuan jatuh terlentang karena tak dapat menahan rasa sakit seperti terbakar api. Matanya terpejam seiring detak jantung yang perlahan berhenti berdetak.
"Apa aku akhirnya mati?!"
...Bersambung .......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!