"Aaaargggh," terdengar suara racauan seseorang yang terlihat sedang melakukan sebuah ritual meminum cairan kental.berwarna merah dan berbau amis menyengat. Ia terpaksa melakukan hal tersebut karena sudah tidak tahan lagi hidup dengan kemiskinan.
Satu sosok mengerikan dengan tubuh kurus dan wajah yang sangat hancur sedang menambahkan suguhan yang sangat menjijikkan untuk disantap. Dimana daging busuk yang sudah banyak dipenuhi belatung disantap dengan begitu nik-matnya oleh seorang wanita berparas cantik.
Wanita itu memejamkan matanya berulang kali setelah makhluk berwujud iblis itu menambahkan menu tersebut kedalam sebuah nampan berbentuk bundar. Bahkan wanita cantik itu meneguk da-rah yang berada dalam cawan itu laksana sebuah juice yang segar.
"Ini nik-mat sekali, Ni. Aku tidak pernah merasakan makanan seenak ini sebelumnya. Aku dapat makan nasi sehari tiga kali saja sudah sangat beruntung," ucapnya dengan berbinar. Ia melihat hidangan didepannya laksana sebuah jamuan yang mewah.
Sosok iblis berwujud nenek tua itu tersenyum licik dan ia sangat senang karena mendapatkan korban untuk menuju kesesatan.
Karena kamu telah memakannya, maka S
Sebagai imbalannya, ambillah ini," ucap sosok mengerikan itu memperlihat sesuatu diatas sebuah bongkahan batu. Terlihat uang dan juga perhiasan yang mahal terpampang jelas dimatanya.
"Jangan lupa ketika malam Jumat Kliwon nanti, kamu sediakan sesaji untukku," titah sosok mengerikan itu, "Dan jangan lupa juga buatkan satu kamar yang mana tidak ada satupun orang yang kamu ijinkan untuk memasukinya,"
"Baik, saya akan mematuhinya, Ni" jawab sang wanita dengan merundukkan kepalanya.
"Baguslah. Jadilah abdiku, dan sesatlah bersamaku, hahahha," terdengar suara parau dari sosok sang iblis dan perlahan pergi menghilang.
Nadira tersenyum bahagia. Ia melihat tumpukan uang dan juga perhiasan mahal yang ia dapatkan sebagai balasan perjanjiannya dengan sang iblis dalam mencari kekayaan dengan cara sesat dan juga singkat, yaitu pesugihan, dimana ia diharuskan menyediakan tumbal per4w4n untuk menambah persyaratannya.
Sebuah goa yang tadinya terang benderang, kini berubah menjadi gelap gulita. Nadira menyalakan sebuah obor, lalu mengumpulkan uang dan perhiasan yang diperolehnya dari sang iblis dalam sebuah koper, lalu pergi meninggalkan goa dengan hati yang sangat penuh kegembiraan.
Hari ini ia merasakan dirinya akan menjadi orang paling kaya didesanya. Ia akan membungkam mulut para tetangga yang menghinanya karena kemiskinan yang ia derita.
Ia berjalan menuruni pegunungan menuju sebuah kaki gunung. Ia berpapasan dengan para pendaki dan juga orang-orang yang akan melakukan ritual sama sepertinya.
****
Breeeeemmm...
Sebuah mobil berhenti didepan rumah yang tampak kumuh dan juga sangat memperihatinkan. Hal ini menjadi pusat perhatian para tetangga sekitar, dan tak terkecuali seorang pria bertubuh ceking yang saat ini sedang memegang sebatang ro-kok ditangannya.
Seorang wanita berpakaian mahal dengan branded ternama dan juga mobil mewah yang membuat penampilannya bertambah semakin menunjang kecantikannya yang sempurna.
Para tetangga terperangah melihat siapa wanita dihadapan mereka.
"Nadira? Kenapa ia tiba-tiba jadi kaya mendadak dan berpenampilan sok artis gitu?"ucap Lia seorang emak-emak yang menjadi barisan tukang ghibah didesanya.
"Iya, masa iya sebulan kerja di kota langsung kaya mendadak?" Santi menimpali ucapan rekan ghibahnya.
"Helleeeh, paling jadi simpanan tua bangka," Eli tak ingin ketinggalan ghibah, karena ini adalah bahan yang masih panas dan pastinya akan terus dibahas hingga beberapa periode berikutnya.
Nadira melangkah masuk dengan memamerkan tubuhnya yang dipenuhi dengan berbagai perhiasan mahal.
Rama tercengang memandang wanita yang menghampirinya. Ia berusaha mengusap kedua matanya, memastikan berkali-kali jika apa yang ia lihat benar adalah istrinya.
"Nadira? Benarkah ini kamu?" Tanya pria itu seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Iya, Kang... baru sebulan aku meninggalkanmu, apakah Kau sudah melupakanku begitu saja?" Tanya Nadira menggoda suami cekingnya.
Rama mengangakan mulutnya hingga lebar. Ia menyergap sang istri dan menghujaninya dengan kecupan yang bertubi-tubi.
"Kamu memang pinter jadi istri. Baru sebulan saja kerja dikota sudah berhasil dengan cepat. Emang pengusaha mana yang kamu poroti uangnya sampai bisa kaya mendadak seperti ini?" tanya Rama tak sabar.
"Ada, donk, kang. Yang pastinya ia sangat kaya raya dan kekayaannya tidak akan pernah ada habisnya," jawab Nadira, kemudian memasuki rumah mereka yang terlihat sangat memperihatinkan.
"Dik, minta jatahnya, kan sudah sebulan gak ngaanu kitanya," celoteh Rama yang membawa Nadira ke dalam kamar. Ia sudah tak sabar ingin bercinta dengan sang istri, sebab selama sebulan ditinggal, ia hanya dapat menjadikan sabun sebagai pelampiasan hasratnya.
Keduanya memasuki kamar dan tidak menghiraukan para tetangga yang terus menghibah mereka dengan wajah penuh cibiran dan sinis.
"Buruan dong, dik. Akang sudah tak sabar," Rama menarik sang istri yang masih berpakaian mewah. Ia melucutinya dan melemparkan sang istri diatas ranjang. Ia menggagahinya dengan rakus.
Saat senjatanya tiba ditempat kenikmatan sang istri, Rama mencium aroma tak sedap. Tetapi karena hasratnya yang menggebu, ia mencoba tak mengindahkannya. Ia terus memacu untuk menuntaskan hasratnya.
Hingga saat ia mencapai pelepasannya, ia merasakan jika aroma tak sedap dan hampir mirip dengan bangkai menyeruak dari liang seng- gama sang istri.
Tetapi Rama mencoba mengabaikannya. Kemungkinan sang istri sedang kelelahan dan ia tak mempermasalahkannya, lalu mencabut senjata miliknya dan mengenakan kembali pakaiannya.
Berbeda dengan Nadira, ia merasa jika sang suami tidaklah begitu penting baginya saat ini, sebab tujuannya hanya ingin menjadi kaya.
Nadira meraih handuk, lalu melilitkan ditubuhnya. Ia tak pernah mencium aroma busuk yang dirasakan oleh suaminya. Ia meraih koper miliknya. "Kang. Kita harus membeli rumah yang lebih besar dan juga mewah. Sepertinya rumah pak Surya yang diujung desa itu layak untuk kita. Nanti disana kita akan membuka usaha untuk berjualan warung nasi," Nadira membeberkan niatnya.
Rama menoleh ke arah sang istri. Ia mencoba mengangggukkan kepalanya. Untuk memberi saran pun ia tak ada, sebab ia tak memiliki uang untuk dijadikan saran.
"Emangnya kamu punya uang banyak untuk membeli rumah pak Surya? Itu harganya 150 juta," ucap Rama yang kembali meraih sebatang rokok sembari menyulutnya dengan pemantik api.
"Tenang sajalah, Kang. Aku yang atur semuanya, akang tinggal terima beres saja," Nadira meyakinkan suaminya, jika ia benar-benar memiliki banyak uang. "Kang Rama bantu temui Pak Surya, dan katakan padanya aku ingin membeli rumah itu secepatnya," titah Nadira tak sabar.
"Sekarang?"
"Yaiyalah, Kang..., masa iya besok!" Sahut Nadira sedikit kesal. Ia sebenarnya sudah jengah dan juga bosan bersuamikan Rama yang pemalas dan juga hidupnya melarat. Tetapi mungkin pria itu bisa dimanfaatkannya sebagai tameng untuk dirinya dengan sebutan suami.
Rama bergegas pergi dan keluar dari kamar untuk menemui pak Surya dan mengutarakan niatnya untuk membeli rumah mewah diujung desa.
Setelah kepergian sang suami, wanita itu mengintai dari balik tirai jendela kamar. Tampak Santi, Lia dan Eli sudah membubarkan diri dari depan rumahnya. Ia memastikan jika para emak-emak penggosip itu akan kebakaran jenggot melihat dirinya yang sekarang.
Ia adalah Nadira yang memiliki segalanya. Ia akan menggeserkan kekayaan pak Surya yang selama ini menyandang sebagai orang kaya dikampungnya, dan mulai saat ini, namanya akan dikenal sebagai Nadira sang wanita kaya raya yang tak lagi dapat diremehkan.
Rama berhasil menemukan Pak Surya yang sedang berada ditoko sembakonya. "Pak, ada yang mau saya bicarakan," ungkap pria itu saat bertemu dengan pria yang sudah beruban tersebut, ia terlihat sibuk melayani pembeli. Sebab hanya dia yang memiliki toko sembako dan menjual berbagai perlengkapan bahan pokok.
Pak Surya menoleh ke arah Rama yang terlihat berbicara padanya. "Mau bicara apa, Ram? Mau ngebon lagi?" Jawab pak Surya dengan datar.
"Bukanlah, Pak. Aku mau beli rumah bapak yang diujung desa itu!" Jawab Rama penuh percaya diri.
Beberapa pembeli tercengang mendengar ucapan pria pengangguran tersebut. Bagaimana mungkin ia akan membeli rumah mewah itu, sedangkan untuk makan saja ia harus berhutang dulu.
Rama menatap tajam pada beberapa orang yang berada ditoko itu. Ia tahu jika mereka tengah mencemoohnya.
Pak Surya menarik nafasnya dengan berat. Tetapi ia mencoba berfikir positif, mungkin saja Rama menjadi perantara bagi seseorang yang ingin membeli rumahnya dan pria pengangguran itu akan mendapatkan keuntungan dengan menjadi perantara.
"Seratus lima puluh juta, gak dapat ditawar lagi. Itu sudah saya Jual murah, karena saya mau saya untuk membeli kebun," jawab Pak Surya
Seketika para pembeli tertawa cekikikan mendengar harga yang ditawarkan oleh Pak Surya. Mereka merasa jika Rama hanya berhalusinasi saja.
Untuk membungkam mulut para tetangganya, Rama menghubungi Nadira agar segera datang ke toko sembako.
Wanita itupun tak butuh menunggu lama dan bergegas menuju toko milik pak Surya.
Dengan mengendarai mobil barunya, ia terlihat begitu angkuh dan sombong saat berjalan memasuki toko yang disambut tatapan tak percaya dari para warga desa yang tercengang melihat perubahan drastis dari Nadira.
"Hallo, Pak Surya. Saya akan membayar rumah itu secara cash," ucap Nadira sombong. Kemudian ia mengeluarkan segepok uang dengan nilai jual yang ditawarkan.
"Ihh.., sekarang si Nadira sombong banget mentang-mentang banyak duit," bisik Tini, yang merasa kejanggalan dalam diri wanita itu.
"Wah, mbak Nadira sekarang sudah banyak uang, ya. Saya saja butuh puluhan tahun untuk mengumpulkan semua yang saya miliki," ucap Pak Surya yang tak percaya melihat Nadira mengeluarkan tumpukan uang tersebut.
Pria setengah abad itu menghitung jumlah uang yang diberikan oleh Nadira dan jumlahnya cukup pas.
*****
Malam ini Nadira dan Rama menempati rumah tersebut. Ada beberapa kamar yang tersedia, dan satu kamar dilantai satu dan terletak dibagian belakang yang berdampingan dengan gudang merupakan kamar yang akan dijadikan oeh Nadira untuk melakukan ritual pemanggilan sang iblis.
"Kang, kamar yang ada didekat gudang jangan coba-coba akang buka, jika sampai akang buka, maka jangan harap aku akan memberikan akang uang," pesan Nadira penuh penekanan.
Rama hanya menganggukkan kepalanya. Ia tak berani membantah. Sebab sang istri saat ini yang berkuasa karena memiliki kendali atas semuanya.
Malam semakin larut. Rama sudah tertidur lelap, sebab ia seharian menata rumah dan memasukkan barang-barang mewah yang dibeli Nadira secara cash.
Semntara itu, Nadira terjaga dari tidurnya, setelah ia merasakan ada suara bisikan yang memanggilnya.
"Nadira" suara itu terdengar lirih dan juga parau, dan membuat ia dengan cepat mengenalinya.
Ia membuka pintu kamar dan tak lupa menguncinya dari luar, agar Rama tak memergoki aksinya.
Ia berjalan menuju kamar belakang. Disana ia melihat lampu tidak menyala, sehingga terlihat sangat gelap.
Wanita itu membuka kunci dan memasuki kamar, lalu menyalakan saklar lampu, sehingga terlihat temaram, sebab iblis itu tidak menyukai sesuatu yang terlalu terang.
Nadira berjalan perlahan menuju lantai beralaskan permadani berwarna hitam. Ia menanggalkan pakaiannya hingga tanpa sehelai benangpun.
Kemudian duduk bersila dan menunggu kehadiran Sang iblis yang akan memberikannya perintah..
Sesaat hawa didalam kamar berubah menjadi sangat panas. Dan hawa panas itu semakin membuat gerah pada wanita yang tengah menanti kemunculan sang iblis yang siap memberikannya kekayaan.
Perlahan sosok mengerikan dengan tubuh renta dan berwajah hancur datang menghampirinya. Sosok itu mengendus aroma tubuh Nadira dengan begitu dalam. Ia mengulurkan jemarinya yang panjang dengan kuku yang meruncing tepat diwajah wanita yang menjadi pengabdinya.
"Bawakan aku besok seorang gadis perawan untuk menjadi awal kesepakatan kita," ucap sang sosok nenek yang memiliki wajah mengerikan.
Saat bersamaan, Rama terbangun dari tidurnya. Ia tak menemukan sang istri disisinya. Ia mencoba mencari ke kamar mandi, tetapi tidak ia temukan, dan ia menuju ke arah pintu, tetapi terkunci dari luar.
Kemana Nadira? Mengapa pintu dikuncinya dari luar? Apa yang sedang dilakukannya?" pria itu bergumam dengan lirih. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal, dan rasa penasaran begitu sangat kuat saat ini.
Sementara itu, sang istri masih dengan posisi menangkup didepan dada. Ia menganggukkan kepalanya dan sosok wanita tua itu terdengar menggeram, lalu perlahan menghilang.
Setelah kesepakatan tersebut, Nadira kembali mengenakan pakaiannya, lalu berjalan keluar menuju kamar yang terletak dibagian depan. Ia kemudian membuka pintu kamar, dan Rama berpura-pura untuk tidur, dan ia melihat sang istri menaiki ranjang dan tertidur.
******
Nadira sudah pulang dari pasar. Ia membeli bahan-bahan yang akan digunakan untuk berdagang warung nasi Padang.
Rama bertugas mencari pekerja dengan syarat harus perawan, dan ia mendapatkan tiga orang remaja perempuan yang berasal dari kampung dan saat ini sudah tiba dirumahnya. Mereka ingin bekerja menjadi pelayan diwarung Nasi milik Nadira.
Dihari pertama, warung itu sangat ramai sekali pengunjungnya. Bahkan rendang daging yang mereka jual menjadi viral hingga sampai ke desa-desa tetangga.
Pelayan yang cantik-cantik juga menjadi nilai plus untuk warung nasi tersebut.
Silvi, salah satu pelayan yang bekerja diwarung Nadira, merupakan sosok pendiam dan ia berhijab dibanding dengan yang lainnya.
Malam ini ia bertugas, menutup pintu warung. Sedangkan dua rekannya sedang menyusun dan membersihkan peralatan yang kotor. Mereka mendapat kamar dibagian dapur dan disana ketiganya tidur.
Wuuuuusssh...
Silvi merasakan hembusan angin yang sangat panas dan membuat bulu romannya meremang.
"Apaan, ya? Koq aku merasa perasaan gak enak," gumam Silvi dengan Lirih, sembari menyapu tengkuknya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, ketiga remaja itu memasuki kamar mereka. Saat ini mata Silvi tertuju pada pintu kamar diseberang kamar mereka, yang mana ia merasakan jika ada sesuatu yang menyeramkan disana.
"Apa yang kamu lihat?" Ucap Nadira tiba-tiba dari arah belakang. Tatapannya memandang tak suka saat gadis itu begitu intens menatap kamar rahasia miliknya.
"Anuu, Bu..., Maaf, tidak ada apa-apa," jawab Silvi tergagap.
"Jangan pernah coba-coba membukanya dan mencaritahu tentang kamar itu, kamu disini bekerja, bukan untuk kepo dengan urusan orang," Nadira menekankan ucapannya.
Gadis remaja itu mengangguk ketakutan, ia melihat jika wajah majikannya terlihat sangat mengerikan saat marah, seolah ada iblis yang bersarang disana.
"Cepat ke kamar!" Sergah Nadira, dan membuat nyali gadis itu menciut, dan bergegas pergi.
Setibanya dikamar, ia merasakan deguban jantungnya sangat kencang, ia seolah sedang merasakan sesuatu yang tidak baik dirumah sang majikan yang menyatu dengan warung Nasi.
"Ada apa, Sel? Kek, habis dikejar setaan," ledek Ranti yang saat ini sedang memakai masker wajah.
Silvi menggelengkan kepalanya, ia bergegas ke kamar mandi dan berwudhu, ia belum shalat Isya.
Ranti tertidur dengan wajahnya yang bermasker, sedangkan Rindu sudah terlelap karena kecapekan.
Silvi shalat Isya, dan ia merasakan jika punggung belakangnya seolah merasa tebal, ada sesuatu yang mengikutinya.
Setelah shalat Isya, ia membaca Al Quran dengan suara yang begitu nyaring.
Sontak hal tersebut membuat Nadira merasa kepanasan dan ia keluar dari kamar. Entah mengapa ia tak suka mendengar suara lantunan ayat suci itu dibacakan dirumahnya.
Dengan rasa penuh amarah, ia berjalan menuju kamar Silvi. "Heeei!" hardiknya dengan nada penuh emosi.
Silvi menghentikan bacaannya. "Iya, Bu," sahutnya.
"Hentikan itu semua, dengar tidak!" Teriak Nadira menggelegar. Suaranya terdengar seolah bercampur dengan sepuluh orang.
"Iya,Bu," sahut Silvi dengan lirih. Ia menghentikannya, dan terdengar Nadira menjauh dari depan pintu kamarnya.
Silvi semakin merasa aneh dengan sikap majikannya, ada sesuatu yang sangat fatal didalamnya.
Silvi menaiki ranjang tidurnya. Ia menatap langit-langit kamarnya. Ia merenungkan sikap sang majikan yang terlihat sangat aneh.
Ia hanya membaca ayat suci tetapi mengapa Nadira merasa kepanasan? Bukankah hanya iblis dan syeetan saja yang tidak menyukai kalimah suci tersebut?
Silvi memejamkan kedua matanya, dan merasakan kantuk yang luar biasa.
Sementara itu, Nadira sedang berada ditepian ranjang. Ia terlihat sedang menghitung uang dan perhiasan yang ia dapatkan kemarin malam.
Rama memperhatikannya dengan tatapan yang begitu menggi-uurkan.
"Dik, bagilah abang uang dan perhiasan itu, banyak sangat akang liat," ucap Rama. Ia merasa tak sabar untuk memilikinya.
Nadira melemparkan segepok uang untuk pria ceking tersebut. Seketika raut wajah Rama berubah berbinar, dan dengan cepat menyambarnya.
Ia dapat memastikan jika uang tersebut bernilai lima juta rupiah, dan tampaknya Nadira begitu royal sekali memberikan uangnya untuk sang suami.
"Duuuh, kamu emang istri idaman banget, deh," ucap Rama dengan sangat menggebu-gebu.
Ingin rasanya ia menyergap sang istri saat ini juga. Tetapi aroma busuk yang dikeluarkan oleh Nadira yang berasal dari liang surga tersebut, membuatnya mengundurkan niatnya.
"Emmmm, sepertinya jika aku mendekati Ranti dengan uang sebanyak ini pasti akan sangat mudah," guman Rama dengan hayalan ko-toor yang memenuhi isi kepalanya.
Rama tak mengerti mengapa istrinya tiba-tiba menjadi berubah karena aroma yang sangat menyebalkan yang lebih mirip dengan bangkai.
Hari masih sangat gelap. Adzan subuh berkumandang. Silvi bangkit dari tidurnya. Ia mengambil wudhu dan menunaikan shalat subuh.
Setelah selesai shalat, ia meraih yang disimpannya didalam tas. Untuk mengelabui majikannya, ia membacanya dalam hati dan merasakan dirinya begitu sangat tenang.
Tiba-tiba Nadira terbangun dan mengge-liat kepa-nasan. Ia begitu sangat gerah dan menyalakan alat pendingin ruangan dengan suhu tinggi, tetapi ia masih saja merasakan gerah.
"Kenapa pa-nas banget, ya?" Gumamnya lirih, ia mengibas-ngibaskan telapak tangannya untuk mengipas dirinya.
Silvi selesai dengan ibadahnya, dan kembali menyembunyikan kitab suci tersebut didalam tasnya.
Nadira tiba-tiba kembali merasa dingin, ia tak lagi kepanasan, dan ingin kembali tidur.
Silvi membangunkan kedua rekannya. Mereka harus bersiap bekerja, membersihkan rumah sang majikan dan juga memasak untuk dagangan siang ini.
Silvi menyapu rumah. Saat ia membersihkan lantai yang menuju gudang, ia merasakan hawa yang sangat panas keluar dari pintu tersebut. Ia begitu penasaran dengan isi dalam kamar yang selalu tertutup itu, meskipun sang majikan melarangnya, walau hanya untuk mendekatinya.
"Silvi," teriak Rindu dari arah dapur.
"Ya," sahut gadis itu dengan gugup, karena ia terkejut dengan panggilan sahabatnya yang tiba-tiba saja. Ia menuju dapur untuk menghampiri Rindu. Tetapi setelah berada didapur, ia tak menemukan gadis itu disana.
Silvi merasa bingung dan ia meyakini jika panggilan itu begitu jelas ia dengar.
Saat bersamaan, ia melihat Rindu dan juga Ranti dari arah belakang, keduanya membawa ember plastik untuk menjemur cucian.
"Ada apa, Rin?" Tanya Silvi.
"Ada apa--maksudnya?" Tanya Rindu balik bertanya dengan wajah penasaran.
"Tadi kamu panggil aku, ada apaan?" Silvi mencoba menjelaskan.
"Isss, aku tak ada panggil kamu, aku lagi jemur pakaian, kalau tak percaya tanya saja si Ranti," jawab Rindu, lalu bergegas pergi ke dapur untuk meletakkan ember kosong yang dibawanya.
Silvi tercenung, dan ia mencoba mengabaikan semuanya, mungkin ia hanya berhalusinasi saja.
Sementar itu, Nadira sudah terlihat rapih, ia akan pergi ke pasar untuk berbelanja. Sedangkan Rama masih didalam kamarnya, dan tertidur.
"Saya mau ke pasar. Kamu, Rindu, ikut saya buat bawa barang," titah Nadira kepada remaja itu.
Rindu menganggukkan kepalanya dan bergegas mengekori sang majikan.
Sementara itu, Silvi pergi ke dapur dan untuk mencuci piring yang saat sedang bertumpuk banyak.
Ranti ingin mengepel rumah dan juga membersihkan warung Nasi. Tetapi tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah tangan yang membee-kapnya dan menyeretnya masuk ke dalam kamar.
"Sssstttt," Rama menempelkan jemari telunjuknya dibi-bir gadis yang bertubuh aduhai tersebut.
"Bapak, ada apa?" Tanya Ranti ketakutan.
"Bapak akan beri kamu uang, tapi turuti permintaan Bapak," Rama menempelkan uang satu juta ke ke bibir Ranti.
Sang gadis sumringah seketika. "Kalau kamu mau lebih banyak lagi, bapak akan berikan," ucap Rama ditelinga Ranti. Kini tangannya sudah mendarat diboo-kong bohaaay sang gadis.
Ranti tersentak kaget. Ia membolakan kedua matanya, ingin menolak, tetapi uang yang didepan matanya begitu menggoda dan menahan imannya.
Rama semakin berani, bergerilya disekujur tubuh moo-lek itu. "Ini enak, percayalah," bisik Rama.
Tubuh kurus pria itu menarik Ranti ke atas ranjang, dan terjadilah perguu-mulan dipagi hari yang membuat olah raga keringat.
"Sakit, Pak," teriak Ranti, saat ruudal milik Rama yang tak seberapa berhasil membo-bol benteng pertahanan sang gadis.
Rama tak mengindahkannya, ia terus memacu tubuhnya, hingga membuat ia mengejang dan mencapai puncak surgawinya.
Ranti terengah-engah dan akhirnya ia merelakan sesuatu yang harus dijaganya untuk seorang pria bertubuh ceking plus berwajah pas-pas'an tersebut.
"Sudah, cepat keluar, nanti ketahuan ibu," titah Rama. Ia merapikan tempat tidur dan tidak menyadari noda daa-rah yang mem-bercak di sprei akibat robeknya sesuatu milik Ranti. Gadis itu mengenakan pakaiannya. Tetapi ia belum merasakan kepua-sannya.
Silvi memergoki Ranti keluar dari kamar sang majikan, ia kembali menyembunyikan dirinya dibalik dinding dapur dan melihat Ranti berjalan dengan sedikit kepayahan.
"Apa yang dilakukan Ranti dikamar Bu Nadira?" Silvi merasakan jika ada sesuatu yang mencurigakan dari gerak-gerik rekan kerjanya tersebut.
Ranti memasuki kamar mandi. Ia merasa perih saat membasuh aset berharganya. "Sakit banget," rintihnya. Ia teringat bagaimana pria itu membo- bol milik berharganya.
"Ternyata milik pak Rama kecil," remaja itu menggerutu lirih.
"Haaaaah..."
Terdengar suara lirih dan juga parau yang seolah berbisik dikamar mandi.
Seketika Ranti terkejut, hampir saja gayung yang berada digenggamnya terlempar, dan dadanya bergemuruh, sesaat bu-lu kuduknya meremang. Ia merasa sesuatu sedang berada dikamar mandi bersama dirinya.
"Ranntii...," bisik seseorang yang sangat begitu nyata di indera pendengarannya.
"Hah," Ranti terlonjak kaget. Ia merasakan degub jantungnya berpacu lebih cepat. Ia mendengar dengan jelas suara tersebut menyebut namanya. Ranti mempercepat mandinya dan bergegas keluar.
Silvi melihat rekan kerjanya itu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah yang pucat. Bibirnya bergetar. Silvi mengira jika Ranti sedang kedinginan karena mandi keramas pagi-pagi.
Beberapa jam kemudian. Nadira pulang dengan membawa banyak belanjaan. Rindu terlihat kelelahan karena membawa barang yang cukup banyak. Silvi mencoba membantunya.
"Dimana Ranti? Mengapa tidak terlihat!" Tanya Nadira dengan nada ketus. Ia sepertinya tak suka jika para pekerjanya terlihat malas-malasan.
"Mungkin sedang ganti baju, Bu, baru siap mandi," jawab Silvi.
"Huh! Pagi-pagi sudah mandi, seperti punya suami saja," sungut Nadira, sembari meninggalkan pekerjanya dan menuju kamar.
Setibanya dikamar, ia melihat Rama suaminya masih tertidur. "Kang, bangun! Enak saja jam segini masih tidur," omel Nadira yang merasa kesal dengan sang suami yang masih tidur lelap, sedangkan ia sudah harus ke pasar saat pagi-pagi sekali.
Rama membuka matanya, kemudian beranjak bangkit, ia tak ingin mendengar omelan Nadira yang mana tidak akan berhenti jika masih berada didalam kamar.
Pria itu keluar dari kamar dan menuju warung.
Nadira ingin merebahkan dirinya diranjang, tetapi ujung matanya melihat sesuatu yang mencurigakan. "Apa ini? Mengapa mirip seperti daa-rah?" Nadira menghampiri bercak nooda da-rrah yang menempel disprei.
Sesaat hidungnya mencium aroma anyir mirip kenik--matan pria. "Sial, siapa yang sudah dibajak sawahnya oleh Kang Rama? Berani-beraninya dia berma-in dibelakangku, awas saja," Nadira merasa sangat kesal.
Wanita itu beranjak dari ranjang. Ia menuju dapur dan berdiri diambang pintu. Ia memperhatikan ketiga pekerjanya yang sedang sibuk menyiapkan bahan dagangan siang nanti.
Perhatian Nadira tertuju pada Ranti yang saat ini menggeraikan rambut basahnya. "Hemmm, sepertinya aku tau siapa yang bermain kotor, lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu," guman Nadira dengan raut wajah penuh dendam.
Melihat para pekerjanya sedang sibuk didapur. Nadira menuju kamar rahasia miliknya dilantai dua.
Ia memasukinya dengan cepat, kemudian menutupnya dan tak lupa untuk menguncinya.
Ia menanggalkan pakaiannya. Kemudian duduk bersiam dan membaca mantra memanggil iblis berwujud nenek renta untuk memberikan melakukan ritual.
Seketika suasana kamar menjadi gerah. Hawa panas menyeruak merubah suhu kamar dengan begitu cepat.
Seketika sosok mengerikan hadir dengan wujud mengerikan itu. Dua bola matanya yang berwarna merah membuat sosok itu semakin terlihat sangat seram.
Sosok itu menyeringai memandang sang abdinya. Tubuhnya yang renta dan berperawakan kurus, serta jemarinya yang panjang dan kuku runcing menyentuh wajahnya.
"Ni, ada sesuatu yanga ingin ku berikan padamu,"
"Apa itu," suara parau dan terdengar berat berbisik ditelinga Nadira.
"Seseorang telah mengkhianatiku, aku ingin merasakan balasan yang sangat kejam," Nadira mengungkapkan isi hatinya.
Seringai tajam tercuat dibibir makhluk mengerikan itu. "Itu hal mudah bagiku, dan aku sudah lama menunggunya." kemudian ia menghilang dan meninggalkan Nadira dalam senyum kelicikan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!