NovelToon NovelToon

DEWI ASIH Dan Delapan Petualang

awal

Pagi ini terlihat cerah. Guntur, Rosmia alias Mia, Indira Andini, Darmadi, Yudi, Emy dan Syahfitri akan berlibur ke sebuah Destinasi wisata yang baru-baru ini sedang viral.

Mereka sudah merencanakannya jauh-jauh hari dan akan berangkat hari ini menggunakan kapal yang akan mengantarkan mereka ketempat tujuan.

Andini yang mendapat jatah libur sebagai bidan didesa Karang, merasakan hatinya sangat bahagia karena dapat berlibur dan melepaskan lelahnya.

Darmadi tampak berdiri disisi kirinya, sedangkan Yudi berada disisi kanannya. Tampak Indira, Syahfitri dan juga Emy sedang asyik mengobrol. Mereka sudah tak sabar untuk tiba ditempat tujuan. Dimana pihak pengelola membagikan brosur tentang gambaran betapa indahnya pulau yang akan mereka kunjungi.

Sementara itu, Guntur sibuk berdoa memohon perlindungan pada Sang Maha Kuasa agar perjalanan mereka mendapatkan perlindungan dan selamat sampai tujuan dan juga kembali pulang.

Disisi lain. Tampak seorang gadis nan cantik jelita sedang berdiri diantara penumpang lainnya yang mana akan segera naik ke kapal. Ia terlihat sedikit pendiam, tetapi tidak mengurangi keanggunannya.

Pihak pengelola mengumumkan jika keberangkatan akan segera dimulai dan para penumpang diharapkan untuk naik keatas kapal dengan tertib.

Ke Delapan sahabat itu bergegas naik satu persatu mengikuti antrian dan akhirnya mereka semua tiba diatas kapal. Setelah semua penumpang wisata telah naik, kapal perlahan mulai meninggalkan pelabuhan dan mengarungi lautan dengan airnya yang membiru dan mereka akan segera menyaksikan betapa indahnya pesona alam yang dijanjikan.

Andini, Darmadi dan Yudi duduk bersamaan dalam satu deretan kursi. Sedangkan Guntur, Mia, Emy, Indira dan juga Syahfitri duduk dideretan kursi kedua.

Mereka tampak saling mengobrol sembari menikmati makanan dan minuman yang mereka persiapkan sejak sebelum keberangkatan.

Disudut lain, tampak gadis cantik yang tampak diam membisu sedang memandangi lautan lepas yang sedang berombak.

Sesekali kapal terombang-ambing karena besarnya ombak yang datang. Sinar matanya menyiratkan sebuah misteri yang terlihat sangat misterius, entah apa yang sedang difikirkannya saat ini.

Sesaat langit yang tadinya cerah tampak mulai meredup. Sinar mentari tertutup awan kelabu. Sang wanita berdiri dari duduknya, ia menengadahkan kepalanya memandang langit.

Tiba-tiba ia memandang semua para penumpang, lalu terlihat sinar matanya penuh kegelisahan dan kegundahan yang tak dapat ia utarakan.

Sesaat pandangan matanya tertuju pada ke delapan sahabat yang saat ini sedang asyik mengobrol dan tidak memperdulikan apa yang alam sedang tunjukkan.

Duuuuuuuuaaaar.....

Tiba-tiba suara petir mengagetkan semua penumpang. Kilatan cahaya halilintar membuat suasana sedikit mencekam. Kedelapan sahabat itu tampak saling pandang. Andini mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman, begitu juga dengan sahabat lainnya.

"Perasaanku kenapa tiba-tiba mulai tidak enak, ya?" ucapnya dengan rasa gelisah.

Ke tujuh sahabatnya merasakan hal yang sama, hanya saja mereka mencoba menutupi perasaan mereka agar tidak terlihat cemas.

"Berdoa saja. Semoga Rabb memberikan perlindungan-Nya pada kita semua, aamiin...," Guntur mencoba menenangkan. "jangan lupa baca ayat seribu dinar, agar kita terhindar dari malapetaka dan juga musibah," ia menimpali kembali ucapannya.

Mereka mulai berdoa dengan segala keyakinan jika mereka akan selamat dalam perjalanan ini.

Tampak beberapa pelancong lainnya cemas dan bersikap tak tenang. "Kita kembali saja ke pelabuhan. Aku ingin pulang, aku tidak ingin melanjutkan perjalanan ini!" ucap seorang wanita paruh baya sembari mencengkram erat tangan seorang pria yang sebaya dengannya, kemungkinan itu adalah suaminya.

"Tetapi kita sudah hampir sampai, kita akan baik-baik saja jika sudah berada dipulau itu," sang pria mencoba menenangkan.

Wanita paruh baya yang menggunakan topi lebar itu tampak tantrum, ia terus memaksa untuk kembali kedaratan.

Kegaduhan mulai terjadi, dimana pro dan kontra antara pelancong mulai terjadi. Ada yang mendukung untuk kembali, ada juga yang ingin melanjutkan perjalanan, semuanya berasumsi dengan pendapat mereka masing-masing.

Duuuuuuaaar.....

Kembali petir menyambar dengan suaranya teramat dahsyat, dan sontak saja menghentikan keributan yang terjadi.

Tiba-tiba hujan mulai turun dengan rintik yang bertambah deras dan mengguyur dengan disertai angin yang sangat kencang.

Guntur mengingatkan para sahabatnya untuk memakai pakaian pelampung untuk mengantisipasi kejadian yang tidal diinginkan.

Ke tujuh sahabatnya tak ada yang membantah. Mereka mencoba menghormati apa yang diucapkan oleh sang sahabat, sebab mereka menganggap jika Guntur adalah pemimpin mereka untuk perjalanan saat ini.

Darmadi memperhatikan wanita misterius yang berada dianjungan kapal dengan berpegangan pada pagar besi yang menjadi pengamannya.

Bahkan ia tak perduli dengan hujan yang mengguyur tubuhnya hingga basah kuyup. Kulitnya yang putih terlihat berkilau saat diterpa kilatan cahaya halilintar.

"Siapa Dia? Apa yang sedang diperhatikannya?" gumam Darmadi dalam hatinya. Rasa penasaran yang begitu kuat terbuyarkan oleh sesuatu yang sangat mengerikan.

Buuuuuuuuum......,

Suara ledakan yang sangat dahsyat mengguncang seisi kapal. Cuaca buruk dengan angin yang kencang membuat kapal hilang kemudi dan salah haluan, lalu menabrak batu karang yang mana tentu saja kejadian ini sangat ditakuti dan tak diinginkan oleh siapapun.

Suasana sangat gaduh, dan para penumpang terlihat panik. Kapal terbelah dan mulai akan tenggelam.

Darmadi menarik pergelangan tangan Andini, sedangkan Yudi menarik tangan Indira dan Emy untuk segera ke ke bagian badan kapal yang terbelah untuk melompat kelautan.

Sementara itu, Guntur mengamankan Mia dan Syahfitri. Ia menarik pergelangan tangan kedua wanita itu, lalu membawanya ke ujung badan kapal yang kini terbelah, sedangkan dibagian kemudi, tampak asap mengepul yang menandakan jika terjadi kebakaran disana.

Saat mereka berlari menuju pintu, tiba-tiba kapal semakin karam, dan semua terasa sangat mengerikan.

Suara teriakan dan tangis ketakutan menggema dan bersahutan diruang kapal yang sudah sangat memprihatinkan.

Tampak beberapa penumpang sudah berlompatan ke laut meskipun tanpa menggunakan pelampung, dan semua terjadi begitu cepat.

Tanpa menunggu lama, mereka ikut melompat untuk menyelamatkan diri mereka. Semua seperti mimpi buruk, haruskah perjalanan mereka berakhir dengan kengerian yang terlihat sangat nyata.

Terlihat beberapa orang mencoba menyelamatkan diri dengan berpegangan pada puing-puing kapal yang mengapung dilautan, bahkan ada yang tenggelam dan akhirnya harus mati sia-sia.

Suasana begitu kacau, mereka mencoba menyelamatkan diri masing-masing dan bertahan hidup diantara gelombang air yang sangat dahsyat disertai hujan yang semakin deras mengguyur dan kilatan halilintar yang seilah ingin menjadi penerang dalam ketakutan jiwa-jiwa yang panik.

Sesaat suara petir menyambar sesuatu yang terlihat seperti bangkai kapal. Terdengar suaranya begitu sangat menggelegar dan suasana semakin mencekam.

Gelombang laut yang besar seolah ingin menggulung semua korbannya dan tak ingin menyisakan sedikitpun.

Tampak kedelapan sahabat itu berada dalam satu gulungan ombak yang sama dan membawa mereka entah kemana.

DA-2

"Uhuk...uhukk..," Yudi terbatuk dan memuntahkan air dari mulutnya. Ia masih begitu sangat berat untuk membuka matanya, sebab kepalanya masih terasa sangat berat dan sakit.

"Sssshhtss..., aaaaarrrgh," terdengar seseorang mengerang kesakitan tepat berada didekatnya.

Yudi memaksa matanya untuk terbuka dan pandangannya masih samar. "Wooooy, bangun!" ucap seseorang dengan nada tegas.

Pria itu menyipitkan ujung matanya, dan melihat seorang wanita berambut bergelombang sebahu sedang berkacak pinggang berdiri dihadapannya dengan pakaian yang basah kuyup, ternyata itu adalah Emy.

Yudi mencoba bangun dan merubah posisinya untuk duduk, meskipun kepalanya masih terasa berat. "Huh, ternyata kamu!" ucapnya menggerutu.

"Iya baginda raja, ada yang bisa saya bantu?" sahut wanita berkulit kuning langsat tersebut dengan nada mencibir, dan tentunya memasang wajah meledek.

"Ambilkan aku minum," jawab Yudi senaknya.

"Ambil saja sendiri. Noh, masih banyak tuh dilaut, minum sampai kembung!" jawab Emy, lalu beranjak pergi dan membantu teman mereka yang masih tak sadarkan diri, terutama Indira yang masih tergeletak tak jauh darinya.

Yudi menggerutu dengan jawaban Emy. Wanita itu selalu saja membuatnya gemas, entah angin apa yang membuatnya ikut berlibur bersamanya.

Disisi lain, Darmadi dan Guntur membantu para teman mereka yang masih terlihat syok dengan kejadian yang baru saja menimpa mereka, dan nasib baik mereka masih terselamatkan, meskipun entah dimana keberadaan mereka saat ini.

Mia dan Syahfitri sudah dapat duduk dengan baik, sedangkan Andini mencoba mencari dedaunan dipinggiran hutan yang tak jauh dari tepi pantai untuk mengobati luka para sahabatnya, terutama menghentikan pendaharan yang terjadi.

"Kita ada dimana?" tanya Yudi dengan rasa penasaran. Saat ini yang terlihat hanya hamparan laut lepas yang seolah tiada betepi.

"Tanya mbah google saja?" sahut Andini yang baru saja tiba didekat mereka dengan daun senduduk ditangannya.

Seketika pria itu mengingat akan ponselnya. Ia mero--goh tas selempang miliknya, dan benda itu masih ada disana, tapi sayang sudah mati total. "Sial!" makinya kesal saat mengetahui benda pipih itu tak berfungsi saat akan dibutuhkan.

"Bang, bantu haluskan ini, luka Mia cukup parah dibagian betisnya, sepertinya terkena goresan puing kapal!" titah Andini pada Darmadi.

Pria itu menganggukkan kepalanya, lalu menghaluskan daun senduduk kunyahannya.

Guntur mengamati sekitarnya. Ia merasakan jika mereka sat ini belum benar-benar selamat, sebab lokasi mereka berada ditengah-tengah pulau tak berpenghuni dan ini adalah bencana.

"Gawat!" gumam pria itu sembari mengacak rambutnya.

"Ada apa, Bang?" tanya Syahfitri penasaran. Ia mulai dapat mengumpulkan kesadarannya.

"Kita terjebak dipulau yang kita sendiri tidak tahu dimana? Kita harus mencari cara bagaimana agar dapat selamat dan keluar dari tempat ini," ia tampak sangat berfikir keras.

"Kita buat rakit saja," sahut Indira.

"Tebang bambu atau pohonnya digigit ya? Soalnya kagak ada golok," Yudi menimpali. Seketika Indira mencebikkan bibirnya dan menatap kesal pada sahabatnya.

"Aku-kan kasih ide. Emang kamu punya ide apa!" jawab gadis berambut panjang lurus itu.

"Sudah, jangan berantem. Kita fikirkan nanti, yang penting kita rawat luka teman yang masih parah," Darmadi menengahi.

Guntur mencoba mencari tempat untuk mereka berteduh. Hamparan pasir putih nan luas serta air laut yang menghijau sungguh pemandangan menakjubkan, tetapi tidak aman untuk dijadikan tempat tinggal.

"Ayo, kita ke tepi hutan. Mungkin disana lebih baik, dari pada kita berjemur dipantai, ntar yang ada gosong," ajak Guntur pada teman-temannya.

Mereka beranjak bangkit dan mengikuti ajakan Guntur untuk menepi ke pinggiran hutan bakau yang tampak tumbuh rimbun.

"Arrrrrrghh..." terdengar suara seorang pria merintih kesakitan dari arah utara. Sepertinya ia juga korban dalam tragedi kapal mereka yang karam.

Mereka serempak menoleh kearah sumber suara, lalu Darmadi menoleh pada Yudi. "Coba bantu lihat," pintanya.

Seketika Yudi tercengang "Hah, aku?!" ia menunjuk mukanya sendiri.

"Iya, kamu. Coba periksa, apakah dia korban juga,"

"Kamu saja yang periksa, kenapa harus aku!" bantahnya.

Emy menggeretakkan giginya. Lalu berjalan menuju utara untuk memeriksa apa yang terjadi. Melihat hal tersebut, Yudi akhirnya memutuskan untuk mengekori wanita tersebut, tak lupa ia memungut sebatang kayu yang masih basah dan sepertinya terbawa ombak, tujuannya untuk berjaga-jaga.

Sesat ia terkejut. Sebab ujung batang kayu yang ia temukan terlihat meruncing, yang mana artinya itu adalah bekas sayatan benda tajam. "Hah!" ia merasakan persaannya tidak enak.

Emy sudah berada tak jauh dari sosok yang mengerang kesakitan tersebut. seorang pria dengan berperawakan tinggi besar sedang terluka dan tergeletak dipasir putih. Wanita itu berjongkok hendak memeriksanya.

"Tunggu!" cegah Yudi menahan sahabatnya agar tak mendekati pria tersebut.

Emy tersentak kaget mendengar suara Yudi, lalu beringsut mundur. Pria itu menghampirinya setengah berlari, dan menggunakan kayu sepanjang satu meter setengah untuk memeriksa pria terebut.

"Gak sopan banget, kamu!" ucap Emy kesal melihat ulah Yudi.

"Jangan sembarangan, kita tidak mengenal pulau ini, bisa saja bahaya mengintai disekitar kita," jawabnya. Kali ini ia tak ingin berdebat.

Sementara itu, Darmadi dan Andini memasuki hutan. Mereka harus mencari sumber air tawar dan juga makanan untuk mengganjal perut mereka, sebab tidak ada perbekalan yang tersisa, semuanya hilang dalam kecelakaan yang terjadi.

"Ikut," Syahfitri berlari mengejar keduanya yang tampak memasuki hutan.

Sedangkan Guntur bertugas menjaga para wanita yang masih memerlukan perwatan, terutama Mia dan juga Indira.

Sepanjang jalan, Syahfitri menggandeng lengan Andini, ia takut jika terpisah ditengah hutan nantinya.

"Kita mau makan apa?" tanya Syahfitri sembari memegangi perutnya yang terasa lapar.

"Makan nasi Padang," jawab Darmadi.

"Emang ada?" tanya wanita itu penasaran.

"Ya ada, kalau kamu tinggal dikota," jawab pria itu sembari meledek.

Wanita itu memanyunkan bibirnya, sedangkan Andini hanya tersenyum geli.

Sreeeeek....

Terdengar suara gemerisik dari balik semak. "Apa itu?" Syahfitri tampak takut. Ia semakin mengeratkan cengkramannya dilengan Andini.

"Sssssstt... Jangan berisik" Andini mengingatkan.

Sementara itu, Darmadi memberi isyarat agar mereka tetap berada ditempat, sedangkan ia akan pergi untuk melihat apa yang terjadi.

Pria itu berjalan mengendap-endap, dan ternyata seekor rusa jantan sedang merumput dan ia merasa sangat beruntung jika seandainya hewan itu dapat diburu, tentunya akan menjadi penunda lapar mereka.

Tetapi Darmadi lupa, ia tak memiliki senjata untuk berburu.

Wuuuuuuussssh....

Sreeeet....

Sebuah anak panah melesat tepat dileher sang rusa, dan dengan seketika rusa itu ambruk diatas rerumputan. Lalu sesosok wanita melesat dengan sekejap mata dan membawa sebuah pisau sangkur ditangannya, lalu menyembelih hewan tersebut.

Darmadi diam terpaku. Ia bagaikan membeku saat melihat siapa yang ada dihadapannya. Wanita cantik dengan kulit putih laksana seorang puteri yang mana tak dapat ia gambarkan kecantikannya sedang berada tak jauh dari tempat ia mematung.

Wanita itu adalah sosok yang ia lihat saat dikapal, sepertinya ia selamat saat kapal mengalami musibah dan mereka terdampar dipulau yang sama. Tetapi siap dia?

DA-3

Darmadi terdiam saat melihat sosok nan cantik jelita itu. Ia mematung memandangi wanita itu tanpa kedip.

Ya, wanita itu yang ia lihat saat dianjungan kapal. Belum sempat kesadarannya pulih, Wanita misterius itu melemparkan rusa buruannya ke hadapan Darmadi bersama dengan sebilah pisau sangkur, entah apa tujuannya.

Sesaat wanita ini melesat menghilang dalam sekejap saja.

"Heeey...," Andini menepuk pundak pemuda itu. Tentu saja hal tersebut mengagetkannya.

"Hah," ucapnya dengan debaran yang memburu.

"Liat apaan, sih?" tanya gadis itu penasaran. Ia melihat raut wajah pemuda itu memucat

"Tidak apa-apa," sahutnya berbohong. Ia tak ingin para sahabatnya mengetahui apa yang baru saja terjadi, sebab ini seperti mimpi.

"Wah, kamu dapat rusa, pinter juga kamu berburu." gadis itu berjongkok memungut rusa yang tergeletak diatas rerumputan.

Darmadi baru menyadari jika sosok misterius itu baru saja melemparkan seekor rusa buruan kepadanya.

Andini menyeret hewan buruan itu untuk keluar dari semak, dan ia terlihat kepayahan.

Darmadi melirik sebilah pisau sangkur yang tergelatak diantara rerumputan, dan itu pemberian dari wanita cantik yang tidak ia ketahui siapa namanya.

"Wih, rusa, besar banget," teriak Syahfitri saat mengetahui jika Darmadi mendapatkan rusa, dan mereka tak sempat berfikir bagaimana caranya pemuda itu dapat memburu rusa, sebab mereka sudah sangat lapar.

"Bawa rusa ini ke tempat kita berteduh. Aku akan mencari kayu bakar," titah pemuda itu pada dua orang gadis yang saat ini sedang menemaninya.

Keduanya mengangguk tanpa bantahan, dan mereka pergi keluar dari hutan untuk membawa hasil buruan mereka.

Sementara itu, Yudi dan juga Emy berhasil mengevakuasi seorang pria bertubuh tinggi yang kulutnya terlihat gelap dan ada bebberapa luka dibagian tubuhnya.

Mereka mencoba memapah tubuh pria yang mana merupakan bagian dari korban karamnya kapal.

Setibanya ditepian hutan. Mereka bergabung dengan Guntur, Mia dan juga Indira. Mia mulai tampak baikan, kesehatan mulai pulih meskipun luka dibagian kakinya masih tampak memar.

Yudi dan Emy menurunkan pria bertubuh tinggi itu untuk duduk dibatang kayu yang melintang dan sudah mati.

Dari kejauhan tampak Andini dan Syahfitri sedang kesusahan membawa rusa yang cukup besar. Melihat hal itu, Guntur datang membantunya.

"Alhamdulillah, besar juga rusanya, cukup buat makan kita," sambut Guntur dengan senang.

Kedua gadis itu merasakan nafasnya tersengal karena perjalanan mereka dengan beban rusa ditangan.

"Kita bersihkan disini sajan, Kang?" saran Syahfitri.

Guntur memandang sekitarnya, dan ia mengangguk.setuju, tetapi mereka tidak memiliki alat untuk menguliti daging rusa tersebut.

"An, si Darmadi kemana?" tanyanya pada gadis itu, saat tak melihat keberadaan pemuda yang selalu menjadi teman bertengkarnya.

"Cari kayu bakar," sahut Andini.

Guntur melirik tas selempang yang tak pernah lepas ditubuh Yudi. "Yud, ada pisau gak?" tanyanya.

Pemuda itu terdiam, lalu memeriksa tas kecil miliknya. Ia teringat jika ada pemantik api, rokok yang sudah basah, dan satu pisau lipat berukuran kecil, tai cukup tajam.

"Ada," ia mencoba menginformasikan keberadaan benda yang diminta oleh Guntur.

Pemuda itu beranjak dari tempatnya, dan menghampiri ketiga orang tersebut.

"Syukurlah, setidaknya kita dapat menggunakannya." Guntur meraih pisau kecil tersebut dan mulai mengerjakan hewan buruannya untuk mereka santap nantinya, para gadis membantu mempersiapkan apa yang dibutuhkan.

Saat bersamaan, Emy tanpa sengaja melihat sebuah benda berbentuk pipih bundar berwarna silver menggantung dileher pria yang tadinya mereka tolong. Ada sebuah lambang berbentuk segitiga, tetap entah apa artinya, yang pastinya perasaannya mulai tak nyaman.

Ia beranjak dari duduknya dan bergabung bersama Mia dan Indira.

Sementara itu, Darmadi mengumpulkan ranting katu untuk dijadikan bahan bakar dan merasakan sebuah kejanggalan yang terjadi. Dimana tampak jalan setapak yang sepertinya biasa dilalui oleh orang-orang.

Deeeeeegh....

Perasaannya mulai tak nyaman. Ia melihat sesuatu yang ada dibalik rimbunan tumbuhan perdu dan benda itu lebih mirip sebuah tugu.

Ia melangkah dengan perlahan. Lalu mencoba melihat apa yang tersembunyi didalam semak tersebut.

Ia menyingkapnya, dan...,

Deeeeegh....

Kembali jantungnya seolah hendak lepas saat melihat apa yang ada disana. Sebuah tugu berbentuk kepala pria setinggi dua meter dengan rupa yang sangat mengerikan berdiri kokoh disana.

Tugu itu seperti pahatan yang terbuat dari batu dan ini sangat mengerikan.

Dibawah tugu batu itu terdapat sebuah sesaji yang terlihat sudah membusuk, dan diperkirakan sudah tiga harus yang lalu jika dilihat dari proses pembusukannya.

Hal yang paling mengerikan lainnya, sesaji itu terdiri dari alat kela--min pria yang lengkap.

"Hah..!" Darmadi bergerak mundur. Ia merasakan jika mereka dipulau ini tidak sendirian, melainkan ada penghuni sebelumnya.

Pemuda itu mencoba menenangkan dirinya, ia bersikap awas dan waspada. Kedua matanya mengedarkan pandangan kesegala arah, ia merasakan jika ia dan para sahabatnya sedang tidak baik-baik saja.

Sementara itu, Yudi membongkar ponselnya. Ia mencoba memeriksa alat canggih tersebut. Ia berharap dapat menghubungi keluarganya agar mengirimkan bantuan untuk membawa mereka kembali pulang.

Guntur sudah selesai dengan tugasnya dan dibantu para gadis. Sedangkan Darmadi berjalan dari dalam hutan dengan membawa kayu bakar.

Ia membuat perapian. Lalu mengambil tongkat kayu milik Yudi sebagai media untuk menu-suk daging rusa agar menjadi rusa guling meski tanpa bumbu, yang pastinya hanya rasa asin yang ada..

"Aku haus," Mia merengek. Jujur saja mereka sabagai haus dan belum mendapatkan air tawar.

"Yud, tolong cari air, tidak mungkin kita minum air asin," Guntur meminta tolong pada rekannya.

Yudi baru saja selesai memperbaiki ponselnya. Meskipun belum berfungsi, tetapi setidaknya ia mencoba membersihkan dari air asin yang merendamnya.

"Bentar," sahut pemuda itu, lalu menyimpan ponsel miliknya dan beranjak menuju hutan untuk mencari air tawar.

"Aku ikut," ucap Darmadi.

Yudi mengerutkan keningnya. Ia merasa janggal dengan pemuda itu. Tidak seperti biasanya begitu perhatian. Tetapi saat ini tak ada waktu untuk bertengkar.

"Eheeem," Emy berdehem.

"Apa?" ucap Yudi dengan nada sinis.

"Tumben akur," ledek Emy dengan mencibir.

Yudi memanyunkan bibirnya, dan tak menggubris ledekan sahabatnya.

Darmadi mengekorinya dari arah belakang. Keduanya menyusuri jalanan hutan. Mereka mencoba mencari dimana sumber mata air tawar. "Kenapa ada jalanan setapak? " Yudi berguman lirih.

"Tetap waspada," sahut Darmadi, dengan nada penekanan.

"Perasaanku tudak enak. Apakah kuta selamat dari kandang macan masuk kandang hari..."

Sssssttt....,

Craaaaaaas...

Sebuah pisau sangkur melesat dan mengenai seekor ular sanca yang hampir saja menyergap Yudi.

"Hah!" yudi tercengang dan kedua matanya membola saat melihat apa yang sedang terjadi.

"Oh, My God! Hampir saja aku jadi santapan ular dan juga pisau sialanmu!" racaunya dengan deguban jantungnya yang memburu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!