Terdengar keras dentuman musik di diskotik dengan ciri khas suara bass yang menggelegar. Tampak seorang pemuda tampan sedang duduk di meja bartender, ia meneguk satu sloki minuman yang baru saja dipesannya. Sesekali kepalanya mengangguk-angguk seiring berjalannya irama musik yang terus terdengar membahana menghiasi ruangan itu.
"Ayo pulang!" ucap lelaki di sebelahnya.
"Sebentar!" balas pemuda itu.
Pemuda itu ialah Antonio, yang sedari tadi terlihat santai walau sebenarnya ia masih dalam kewaspadaan tinggi.
"Ayolah! Terlalu banyak minum! Itu bisa membuatmu bodoh!" ujar lelaki itu lagi.
"Hmmp ... bodoh ya?" dengus Antonio.
"Hahahaha, kalau begitu kita berlomba sampai keluar dari sini. Finish di tempat biasa. Oke!" ucap lelaki itu bertaruh.
"Ayo!" balas Antonio sambil cepat bergegas ke arah pintu keluar diikuti rekannya.
Lelaki itu pun bergerak tak kalah cepat mengejar Antonio, mereka berdua tak terlalu kesulitan menyelinap di antara kerumunan orang yang sedang menikmati alunan musik sambil berjoget.
"Lambat sekali kau, Pedro!" ucap Antonio saat mereka telah sampai di sudut gelap di luar diskotik.
"Awas!" teriak Pedro.
Dor!
"Hampir saja," ujar Pedro sambil menyarungkan kembali pistolnya.
"Kau boleh cepat, tapi masih saja ceroboh," tambahnya sambil menyeringai kecil.
"Sial!" gerutunya sambil telungkup.
Ia menggerutu kesal karena kecerobohannya membaca situasi. Seandainya saja Pedro tidak berteriak mengingatkan, mungkin saat ini ia sudah menjadi mayat.
"Kau mengenalinya?" tanya Pedro pada Antonio yang saat ini sudah di dekatnya.
"Hmm ... mereka rupanya," jawab Antonio singkat.
"Ayo cepat! Kurasa mereka tak sendiri. Biasanya mereka bergerak berpasangan sama seperti kita," ucap Pedro sambil bergerak melangkah.
"Tunggu!" teriak Antonio.
Pedro pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada Antonio.
"Tidak ada akses lain untuk keluar dari sini, selain jalan sana," ucap Antonio sambil menunjuk ke sudut gelap di antara gedung-gedung.
"Ayo!" ujar Antonio.
Mereka pun berlari dengan cepat ke arah yang ditunjuk Antonio, namun mereka kehilangan jejak saat sampai di pinggir jalan raya.
"Kita kehilangan jejak!" ucap Antonio sambil menghentikan langkahnya.
"Sudah 'ku duga, dia memiliki akses lain. Hmm ...," jawab Pedro santai.
"Jadi?" Antonio bertanya sambil mengerutkan dahinya.
"Ya sudah, biarkan saja," Pedro menjawab sambil berlalu.
"Gila!!! Aku hampir mati tadi!" Antonio menggerutu sambil mengikuti langkah Pedro.
"Lantas apa yang akan kau lakukan? Bertanya pada mayat tadi? Hey kau! Di mana temanmu? Ke mana larinya temanmu? Begitu? Hahahaha," Pedro berkata mengejek.
"Hmmp ...," Antonio hanya mendengus kesal mendengar jawaban Pedro.
"Kita tidak sedang dalam misi, jadi biarkan saja," Pedro berkata santai.
"Bagaimana kalau tadi aku mati?!" Antonio bertanya dengan nada tinggi.
"Hahahahaha," Pedro hanya tertawa mendengar pertanyaan Antonio.
"Aku sudah mengenalmu cukup lama, bahkan sebelum kau masuk ke asosasi. Kau tau 'kan, kalau ayahmu adalah rekanku dulu?" ucap Pedro santai.
"Apa hubungannya?" tanya Antonio tak mengerti.
"Hahahaha," Pedro tertawa terbahak-bahak.
"Lupakan saja! Aku akan pulang lewat jalan sini, kau mau ikut?" tanyanya sambil menatap Antonio yang masih kebingungan.
"Hmm ... ya sudah, aku duluan ya!" ucap Pedro sambil berjalan memasuki gang kecil disela-sela gedung.
Antonio tak menjawab, ia hanya mempercepat langkahnya menyusuri tepi jalan raya. Seolah ingin segera sampai ke kediamannya.
***
Malam itu ia tak dapat memejamkan mata, melainkan hanya berguling-guling di tempat tidur.
"Hmm ...," ia menarik nafas sambil menggeliat.
Kemudian ia terbangun, mengambil gelas dan menuangkan kopi dari alat pembuat kopi otomatis. Setelah itu, bergegas ke meja kerjanya, mengecek berkas-berkas misi yang harus ia jalani.
Antonio Fernando adalah seorang assasin atau pembunuh bayaran professional yang tergabung dalam Blood Moon Association atau asosiasi bulan darah, asosiasi yang terkenal membunuh dalam situasi apapun. Layaknya bulan purnama yang menyinari gelapnya malam dengan percikan darah, membuat suasana malam menjadi suram dan kelabu.
Ia kini tinggal sendiri di apartemen kecil milik ayahnya yang berada di lantai tujuh belas--membuatnya merasa nyaman untuk mengatur berbagai strategi tanpa ada gangguan suara hiruk-pikuk jalanan yang selalu ramai. Di sana juga telah tersedia sebuah ruangan berisi berbagai macam senjata yang disediakan oleh asosiasi untuk digunakan dalam misi.
Antonio sengaja dimasukkan oleh ayahnya agar bisa menjadi assasin terbaik penerus keluarga Fernando yang terkenal tidak pernah gagal dalam misi, walaupun nyawanya sendiri sebagai taruhannya.
"Hmmp ...," ia menghela nafas pendek sambil sesekali membolak-balik lembaran-lembaran kertas yang berisi data tentang target sasarannya.
Targetnya kali ini adalah Charles Darmawan, seorang pengusaha yang mana menjadikan perusahaannya sebagai topeng untuk melakukan upaya pengedaran narkotika. Beberapa kali ia telah tertangkap aparat kepolisian, namun sebanyak itu pula ia berhasil lolos. Tak sulit bagi seorang pengusaha yang bergelimang harta untuk lolos dari jeratan hukum.
Dari data tersebut tertulis bahwa pukul 10.00, Charles Darmawan akan mengadakan pertemuan dengan koleganya di sebuah gedung di lantai lima. Antonio tampak mengangguk-angguk sendiri tanda paham dengan situasi dan kondisi yang akan ia jalani, otaknya lalu berpikir tentang strategi yang harus ia lakukan demi kelancaran misinya.
"Aku harus mempersiapkan dari sekarang," gumamnya.
Setelah menutup berkas dan memasukan kembali ke dalam laci, ia lantas bergegas ke ruangan senjata. Mengambil satu senjata laras pendek, yaitu Magnum dan satu senjata laras panjang, sejenis Sniper Rifle. Kemudian dimasukkannya dengan rapi ke dalam tas.
Blood Moon Association sebenarnya bergerak berpasangan saat menjalani misi, ada tipe strategi dan tipe eksekusi. Antonio yang merupakan anggota tipe eksekusi seharusnya bergerak dengan Pedro yang merupakan partnernya dari anggota tipe strategi. Namun, karena ia terkesan sering berimprovisasi membuat strategi Pedro menjadi sia-sia.
Kriiing! Kriiing!
Terdengar bunyi panggilan dari ponsel Antonio
"Hallo!" ucap Antonio.
"Aku tahu kau belum tidur," ucap Pedro dari seberang telepon.
"Iya, ada apa?" tanya Antonio dingin.
"Hahaha ... Kau masih saja seperti itu, bergerak semaumu sendiri. Aku yakin strategiku lebih matang dan kemungkinan berhasil lebih besar," jawab Pedro.
"Aku menghargai pendapatmu, bagaimana pun kau adalah partner ayah. Tapi aku lebih paham dengan apa yang harus aku lakukan, percayalah padaku!" ujar Antonio tegas.
"Hahaha ... Silahkan saja! Aku percaya padamu!" kata Pedro diiringi tawa, lalu menutup panggilan teleponnya.
Tut! Tut!
"Terima kasih," ucap Antonio perlahan sambil menggenggam erat ponselnya.
Setelah itu ia menggambar kerangka strategi yang harus ia jalani esok hari di papan tulis yang tersedia. Sesekali ia termenung dan mengangguk dalam menggambarkan situasi.
"Dari sini, terus kesini, lalu kesini," gumamnya sambil menggores-gores kapur pada papan tulisnya.
"Hmm ...," ia menatap papan tulis itu sambil menghela nafas.
"Oke, fix! Aku paham sekarang!" ujarnya sendiri.
Setelah merasa paham dengan jalan pikirannya sendiri, ia lantas menghapusnya hingga bersih. Segalanya telah ia rekam dan simpan dalam memori otaknya.
"Sepertinya aku harus beristirahat," ujarnya sambil menangkat kedua tangan keatas, meregangkan otot-ototnya yang mulai terasa kaku.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak Like dan Komen ya!!!
Bantu Vote juga agar Author semakin bersemangat!
Sebuah mobil sedan hitam melaju mendekat ke sebuah gedung megah. Tak lama kemudian, munculah dua wanita muda yang cantik nan seksi keluar dari mobil itu. Kedua wanita itu menggunakan pakaian yang seragam, yaitu rok span pendek dan kemeja putih yang sangat ketat membuat air liur para pria menetes jika melihatnya.
Di belakang kedua wanita itu tampak seorang lelaki tampan berpakaian rapi menggunakan tuxedo, bertubuh tinggi tegap, dan berhidung mancung sedang berjalan membuntuti mereka. Lelaki itu tak lain adalah Charles Darmawan, yang hari ini dijadwalkan akan bertemu koleganya.
"Selamat Siang, Pak!" sapa petugas lobby.
"Siang!" Charles menjawab sambil tersenyum hangat.
Mereka bertiga tetap berjalan bersama memasuki gedung pertemuan itu, lalu memasuki lift menuju lantai lima.
Setelah sampai, mereka disambut oleh seseorang pria yang diapit oleh dua bodyguard-nya.
"Welcome, Mr. Charles!" ucap lelaki itu sambil menyalami Charles.
"Silahkan duduk!" tambahnya.
"Terima kasih," jawab Charles sambil tersenyum.
"Langsung saja ke intinya, waktuku tak banyak," ucapnya lagi.
"Hahaha ... santai saja, Mr. Charles. Tidak perlu terburu-buru," lelaki itu berkata santai.
***
Sementara itu di tempat lain, Antonio sudah bersiap di atap gedung sebelahnya. Mengintip dari scope senjata yang memiliki zoom sangat baik dan detail. Sebagai seorang yang terlatih, bukan hal sulit untuk berkamuflase di tempat terbuka. Hingga dari sudut manapun tidak akan ada yang menyadari keberadaannya.
"Satu, dua, tiga, empat, lima, enam. Cuma enam orang rupanya," ia berkata dalam hati.
Tampak dari scope-nya Charles sesekali terlihat tersenyum dan tertawa, ia tidak menyadari bahwa itu merupakan tawa terakhir dalam hidupnya.
Sleb!!!
Peluru itu melesat cepat meninggalkan sarangnya menuju target sasaran. Tanpa suara, hening, sunyi, hanya terdengar seperti hempasan angin.
Cukup satu peluru saja untuk membungkam tawa Charles yang menggema di ruangan itu. Peluru yang melesat cepat dan berhasil tepat mengenai otaknya, membuat wajah tampannya kini berhias kucuran darah.
Teriakan histeris dari dua wanita membuat gaduh seisi ruangan. Dua bodyguard koleganya nampak melihat-lihat ke arah cermin, berusaha mencari tahu dari mana arahnya peluru itu.
Antonio hanya tersenyum kecil, lalu berbenah dan menghapus jejak, kemudian meninggalkan kericuhan di sana.
"Mission Success," ucapnya dalam hati.
***
Beberapa jam kemudian, Antonio berangkat menggunakan sepeda motornya menuju ke kediaman Pedro. Tempat itu adalah Acquolina Cafè.
Me gusta tocar guitarra
Me gusta cantar el "song"
Mariachi me acompaña
Cuando canto mi cancion
Me gusta tomar mis copas
Agua ardiente selo mejor
Tambien el tequila blanco
Con su saleda sabor
Ay, ay, ay, ay
Ay, ay, amor
Ay mi morena
De mi corazon
Terdengar alunan lagu Cancion del Mariachi memenuhi ruangan cafe itu, Antonio hanya menganggukan kepala menikmati irama lagu sambil melangkah memasuki bagian dalam cafe.
"Bienvenido aqui hombre! (Selamat datang disini kawan!)" sapa Pedro sambil tersenyum hangat.
"Si, gracias! (Ya, terimakasih!)" jawab Antonio santai.
Kemudian mereka duduk berseberangan yang terhalang oleh meja kerja Pedro.
"Sepertinya kamu sukses lagi hari ini, selamat!" ujar Pedro sambil mengangkat jempolnya.
"Baru saja aku melihat kabar di televisi," tambahnya.
"Oke," jawab Antonio pendek.
"Aku minta case lain!" tambahnya dengan tegas.
"Tidak perlu terburu-buru, mau minum apa?" tanya Pedro mencairkan suasana.
"Sepertinya aku ingin espresso, one shot extra!" jawab Antonio.
"Okey!" ucap Pedro pendek.
Lalu dia memanggil pelayannya, "Hei! Buatkan espresso extra one shot dan bawa kesini!"
Pelayan itu hanya mengangguk dan bergegas menuruti perintah bosnya.
"Kau cukup banyak berkembang," Pedro berkata pelan.
"Dari jarak sejauh itu masih bisa menembak dengan tepat, keluarga Fernando memang mengerikan. Hahaha," imbuhnya sambil tertawa terbahak.
"Hmmp ...." Antonio hanya berdengus kecil mendengar ocehan Pedro.
Tak lama pesanan pun datang, pelayan itu langsung pergi setelah meletakan pesanan Antonio di mejanya.
"Minumlah dulu! 'Ku beri gratis sebagai hadiah, hahaha," Pedro berkata lagi sambil tertawa keras.
"Kau terlalu banyak bicara," ujar Antonio santai sambil meminum pesanannya.
"Hmmp ... kopi ini pahit, walau tak sepahit jalan hidupku," ucapnya pelan sambil meletakan gelasnya kembali.
"Jalan hidup seseorang itu sudah digariskan, jalani saja," ujar Pedro.
"Mana case-nya?" tanya Antonio.
"Hahaha, kau tidak sabaran sekali Fernando," Pedro tertawa lagi.
"Aku seperti memanggil ayahmu saja, bedanya kau keras kepala dibanding dia," tambahnya sambil membuka laci.
"Hmmp ...." Antonio hanya mendengus saja.
Terlihat Pedro mengambil sebuah map dan meletakannya di mejanya.
"125.000 Dolar," ucap Pedro pendek.
"Informasi yang 'ku kumpulkan cukup akurat, jadi 'ku patok harga agak tinggi," tambahnya sambil tersenyum.
"100.000 Dolar!" sahut Antonio menawar.
"Ada case lain yang seharga itu, kau mau?" Pedro menyeringai.
"Hmmp ... sialan! Baiklah, aku ambil itu!" jawab Antonio singkat, lalu ia mengotak-atik ponselnya.
"Done!" katanya.
Tak lama Pedro pun mengecek ponselnya, lalu tersenyum.
"Gracias!" ucapnya pendek.
Sebenarnya bukan Antonio tak mau mengambil case dengan harga yang lebih murah, mungkin saja informasinya kurang lengkap. Semakin tinggi harga case, semakin lengkap informasi yang didapat.
"Aku sarankan kau berimprovisasi dan gunakan strategimu sendiri! Saat ini kuberi kau kebebasan, hahaha," ujar Pedro sambil tertawa.
"Baiklah!" Antonio berkata singkat, lalu memasukan map itu ke dalam jaketnya.
"Jangan lupa hubungi aku jika butuh bantuan!" ujar Pedro.
"Oke," Antonio lalu melangkah keluar meninggalkan ruangan Pedro.
Saat melintasi tempat pengunjung, ia bisa melihat beberapa wanita cantik saling berbisik dan menatap ke arahnya. Namun, ia tidak menghiraukannya. Tetap fokus berjalan dengan santai, seolah tidak menyadari hal itu.
"Ganteng ya? Siapa sih? ada yang kenal gak?" ucap salah satu wanita itu kepada temannya.
"Gak tau, aku padahal sering kesini loh," salah satu temannya menyahut.
"Ganteng, macho, tipe aku bangeeeet," ucap wanita yang terlihat paling muda di antara yang lainnya.
Itulah yang sedikit ia tangkap dari percakapan para wanita di meja pojok. Tidak sulit bagi telinga terlatih Antonio untuk mendengar percakapan setiap orang, walau dentuman musik techno terdengar begitu kencang.
Sesampainya di tempat parkir, ia lalu menyalakan motornya dan bergegas pulang.
Wiuw!!! Wiuw!!! Wiuw!!!
Antonio menepikan motornya saat melihat mobil hitam melaju kencang menyalipnya, diikuti oleh mobil polisi yang mengejar sambil membunyikan sirene.
"Sepertinya menarik, tapi itu bukan urusanku," ucapnya dalam hati.
Lalu ia melanjutkan kembali perjalanannya, memacu sepeda motornya dengan kencang, membelah arus lalu lintas yang tidak terlalu padat.
***
Bruk!!!
Antonio melempar mapnya ke atas meja.
"Apa case-ku sekarang? mungkinkah menarik? atau sama seperti biasanya?" gumamnya sambil lantas duduk di dekat meja dan meraih mapnya.
Ia membaca lembar demi lembar berkas tugas barunya, sampai ada sebuah nama yang mengagetkan dirinya.
"Juan Carlos Xavier?" ucapnya dengan raut wajah terkejut.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak Like dan Komen ya!!!
Bantu vote juga ya agar Author semakin bersemangat!
Antonio tidak menyangka jika seorang Juan Carlos Xavier yang merupakan public figure terkenal bisa terlibat dalam kasus penyelundupan heroin bersama Charles Darmawan.
Di mata masyarakat, Juan adalah seorang yang dermawan. Ia sering memberi bantuan dan menggalang dana untuk kemanusiaan, malah menjadi duta anti-narkotika.
"Public figure busuk! Hanya mengotori dunia dan menjadi wabah bagi generasi muda!" ucap Antonio lalu menghisap rokoknya.
Ia tidak percaya pada popularitas dan reputasi public figure, karena menurutnya itu hanya topeng. Ada sesuatu yang tersembunyi di balik tabir, dan itu harus dikuakkan.
"Aku harus membasmi orang seperti ini, agar tidak tumbuh tunas baru yang berakar kuat," gumamnya lagi sambil mematikan rokoknya ke dalam asbak.
Lantas ia membuka lembar demi lembar berkas dalam map itu, ia tersontak kaget dengan informasi terakhir yang ia dapat.
"Besok?!? Apakah tidak terlalu cepat?!" ucapnya dengan nada heran dan mengerutkan dahi.
Di sana tertulis bahwa, besok, Juan Carlos Xavier akan bertemu dengan seorang produser di Bavaria Restaurant pukul 08.00 malam dan akan duduk di kursi nomor delapan belas.
Antonio mengangguk-angguk pasrah, karena tidak ada waktu baginya untuk bersantai. Walau ia tahu, sangat tidak mungkin baginya menjalani hidup seperti orang biasa.
Namun demikian, ia merasa tenang, karena ia cukup mengenal area sekitar Bavaria Restaurant. Restoran itu terletak berdekatan dengan rel kereta api, di mana tidak ada ketenangan sama sekali seperti restoran pada umumnya. Apalagi letak meja nomor delapan belas, posisinya seperti di pojok dan menghadap arah lintasan kereta api.
Antonio mulai memutar otaknya, mengatur strategi yang terbaik yang harus ia jalani.
"Haruskah aku menghubungi Pedro?" gumamnya sambil menimang-nimang ponsel.
"Tidak! Tidak! Untuk saat ini akan kulakukan sendiri," ia berucap sendiri.
"Hmm ...," ia bergumam sambil memejamkan mata.
Dalam pikirannya ia bersimulasi, membayangkan beberapa kemungkinan yang akan terjadi jika menggunakan masing-masing strategi yang ada di pikirannya.
"Oke!" ujarnya sambil menjentikan jari.
Karena merasa telah mendapat apa yang diinginkan, ia pun memutuskan untuk beristirahat.
***
Keesokan harinya...
Antonio tampak berjalan-jalan disekitar Bavaria Restaurant. Ia melihat sekeliling, mencoba mencerna situasi. Pikirannya bervisualisasi dengan pandangan matanya. Tiba-tiba, arah matanya terjatuh pada seorang pria yang sedang duduk di kursi tepi jalan.
Antonio merasa curiga dengan tingkahnya, pria itu terlihat gelisah merencanakan sesuatu. Namun, Antonio mengabaikan saja dan melangkah menjauh meninggalkan lokasi Bavaria Restaurant.
Saat memasuki gang sempit, ia menghentikan langkahnya.
"Siapa kamu?" tanya Antonio tanpa menoleh ke belakang.
"Hola Antonio!" ucap seorang pria yang berada di belakangnya.
Antonio tak menjawab, ia langsung melakukan tendangan memutar ke arah pria itu.
Namun dengan sigap pria itu menangkap kaki Antonio, kemudian membalas dengan pukulan telak ke dada Antonio.
Tapi dengan cepat Antonio menangkis dan balik menendang kepala pria itu hingga jatuh tersungkur.
Tanpa membuang waktu, Antonio mendekatinya, lalu mencekik leher pria yang terbaring itu.
"Katakan! Apa maumu?" tanya Antonio.
Pria itu hanya menatapnya tajam sambil berusaha melepas cekikan di lehernya.
Sudut mata Antonio melihat bahwa tangan pria itu meraba pinggangnya sendiri, hendak mengambil pistol. Namun, dengan cepat Antonio meraih pisau dari balik jaket, lalu menusukannya ke leher pria itu.
Tiga kali tusukan membuat leher pria itu memuncratkan darah segar, matanya melotot, mulutnya menganga, dan tewas secara mengenaskan.
Setelah itu Antonio berdiri dan membersihkan pisaunya, kemudian memasukannya kembali ke balik jaket. Namun, ia merasa penasaran dengan pria yang baru saja ia cabut nyawanya. Antonio lalu meraba celana pria itu dan menemukan sebuah lencana berbentuk seperti kepala ular berwarna hitam.
"Black Shadow," ucapnya sambil menggenggam lencana itu.
"Jangan mengirim domba untuk membunuh serigala," gumamnya sambil melangkah pergi.
Organisasi Black Shadow adalah organisasi bentukan para pengkhianat asosiasi. Organisasi itulah yang menyebabkan Robertino Fernando, ayahnya Antonio meninggal.
Robertino yang pada saat itu sedang menjalankan misi, terpaksa harus tewas di tangan partnernya yang saat ini menjadi petinggi di organisasi Black Shadow.
***
Malam itu terlihat Antonio sedang bersiap di tepi jembatan yang berada di atas rel kereta api. Beberapa saat kemudian, sebuah kereta api melintas di bawahnya dan ia langsung melompat ke atap gerbongnya.
Walaupun kereta api itu melaju sangat cepat, hal itu tidak menyulitkan sama sekali bagi orang terlatih seperti Antonio. Ia berdiri dengan gagah di atas atap gerbong kereta api sambil menggenggam sebuah pistol andalannya, yaitu pistol sejenis Magnum.
Pandangan matanya fokus ke depan, sesekali ia harus berlutut bahkan menelungkup saat melewati terowongan. Setelah jarak dirasa cukup dekat dengan Bavaria Restaurant, ia berdiri mengokang senjatanya. Terlihat olehnya, Sang Target, Juan Carlos Xavier sedang duduk persis di dekat jendela mengotak-atik ponselnya.
Dor!
Antonio melesatkan satu peluru dari pistolnya. Peluru yang dibuat khusus agar mampu melesat lebih cepat dari peluru biasanya, dan memungkinkan peluru itu bisa membelok membelah arah angin.
Dalam sekejap mata, peluru itu masuk ke otak Juan, menembus mata kirinya, membuat pria itu langsung jatuh tersungkur. Juan Sang Target tak bergerak sedikit pun, ia meregang nyawa dengan cara mengenaskan.
Antonio hanya menatap dingin, lalu memasukan kembali pistolnya ke dalam jaket dan duduk santai di atas atap gerbong kereta api.
Kematian Juan yang mendadak itu sontak membuat seluruh pengunjung Bavaria Restaurant menjadi panik. Begitu juga Sang Produser, ia yang melihat langsung semua kejadian dengan mata kepalanya sendiri, hanya bisa gemetar menahan ketakutan.
Kejadian itu diluar dugaannya, saat ia akan memanggil Juan untuk membuka percakapan, tiba-tiba kereta api melintas dan tubuh Juan langsung terkapar. Ia seolah tidak percaya dengan yang terjadi, lalu menghampirinya dan melihat tubuh Juan sudah terbaring kaku dengan luka tembakan dari mata kiri hingga tembus ke kepala.
Pihak restoran segera membubarkan pengunjungnya dan menelepon Petugas Kepolisian.
***
"Tampaknya kita mendapat tugas baru," ujar seorang Detektif Kepolisian kepada rekan kerjanya.
"Benarkah? Sudah lama aku cuti dan itu membuatku bosan," jawab rekannya.
Mereka adalah pasangan Detektif Kepolisian, Sean dan Dani. Sudah banyak kasus yang mereka tangani membuat reputasi mereka cukup baik di mata kepolisian.
"Apa infonya?" tanya Sean pada Dani.
"Kau tau Juan Carlos Xavier?" Dani balik bertanya.
"Oh, seleb terkenal itu? Aku tau," jawab Sean santai.
"Ia terbunuh, aku baru saja mendapat telepon dari atasan kita," ujar Dani menjelaskan.
"Hah?! Dimana?! Kapan?!" Sean tersentak kaget.
"Baru saja di Bavaria Restaurant," Dani berkata sambil memakai jaketnya.
"Ayo cepat! Sebelum ada orang iseng yang berani mengacak-acak TKP!" ujarnya lagi.
Lalu mereka pun bergegas meninggalkan ruang kerjanya menuju Bavaria Retaurant.
***
Petugas kepolisian sudah memasang garis pengaman, restoran itu tampak sepi dan hanya ada beberapa orang polisi yang berjaga di luar. Sesampainya di sana, Dani dan Sean menunjukan kartu identitasnya lalu masuk ke dalam restoran.
"Hmm ... sepertinya penyelidikan kita kali ini cukup menarik," ujar Sean sambil mengusap dagunya.
***
Jangan lupa tinggalkan jejak Like dan Komen ya!!!
Bantu Vote juga ya agar Author semakin bersemangat!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!