NovelToon NovelToon

Regan & Nahla

Prolog

...CONGRATULATION!...

...YOU PASSED THE 2022 ...

...SNMPTN SELECTION...

...NAHLA SEHRISH ARDIAZ...

...psychologist...

...PAHLAWAN UNIVERSITY ...

"Iya, halo tante?" Nahla yang sempat terdiam beberapa detik akhirnya tersadar dari keterkejutannya. Mengumpulkan kembali nyawanya yang sempat terbang bersama rasa senang membuncah menatap layar laptop.

"Gimana hasilnya?" Tanya seseorang melalui saluran telpon genggam.

Nahla menarik nafas kemudian berkata. "Lulus, Tan," Menghembuskan nafasnya kembali sembari menahan teriakkan yang tertahan di tenggorokkan.

Beberapa detik terdengar suara teriakan di ujung telpon. Keduanya merayakan keberhasilan bersama. Nahla bahagia dan terharu menceritakan perjuangannya.

"Jadi kapan kamu kesini?"

"Mungkin minggu depan Tan, aku tunggu ijazah dari sekolah dulu,"

"Regan jemput, ya?"

Nahla menggeleng cepat meski yang di ujung telpon tidak bisa melihat. "Nggak Tan, aku naik kereta."

"Regan jemput kamu di stasiun."

"Jangan Tan, aku nggak enak sama pacarnya."

Nahla mendengar wanita itu menghembuskan napas pelan sebelum berkata. "Kenapa juga kalian harus putus, sih,"

"Nggak cocok Tan," Ujar Nahla tertawa kecil.

Nahla menutup sambungan telpon usai percakapan berakhir. Merebahkan tubuhnya di ranjang menatap langit kamar dengan senyum bahagia. Akhirnya masa putih abu-abu akan berakhir. Nahla akan menyambut masa depannya penuh semangat. Mengejar cita-cita yang sudah ia impikan. Membayangkan sebentar lagi akan menjadi mahasiswa, Nahla tidak sabar menantikan.

Di sela suasana bahagia tersebut suara telpon masuk membuat Nahla mendengus pelan.

"Hallo?" Jawab Nahla.

"Harus banget gue jemput di stasiun?"

Nahla memutar bola matanya malas. "Nggak perlu."

"Kalau gue di tanya gimana?"

"Bilang aja misi dilaksanakan."

"Kalau mama minta bukti?"

"Kirim aja foto yang ada."

"Udah nggak ada."

Nahla terdiam sebentar lalu berkata. "Terserah lo, lo handal mencari alasan. Masa gini aja nggak bisa. Udah, gue sibuk. Bye."

Nahla melempar ponselnya sedangkan lelaki tersebut tertawa kecil di tempatnya.

Di jemput mantan

"Iya, aku baru aja sampai di stasiun. Bawel banget sih, aku udah besar."

"Lo itu masih kecil, Nahla. Lo nggak tau dunia di luar sana kejam banget. Lo iris bawang aja nangis,"

"Dih. Semua orang kalau di suruh iris bawang satu panci juga nangis."

"Siapa yang pulang-pulang nangis karena bahunya di senggol motor?"

"Tangan aku sampai lecet, Naomi."

"Siapa yang nangis karena nggak dapat teman kelompok?"

"Itu aku di bully."

"Terus siapa yang nangis di putusin Regan?"

Nahla menghentikan langkah kaki dengan tegap seperti sedang latihan paskibra. Meremas pegangan koper di sampingnya. "Bisa nggak sih, gue nggak dengar nama cowok itu setiap kali lo telpon?" Nahla memutar bola matanya kesal. "Seolah-olah gue nggak bisa hidup tanpa dia,"

"Emang."

Nahla menggeram kesal menghentakkan kaki melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Membenarkan kaca mata hitam di hidung minimalisnya. "Yah, yah, terserah," Nahla menyerahkan tiket pada petugas kemudian mencari urutan nomor gerbong kereta.

"Berani lo ke Bandung sendirian? Regan nggak jemput lo,"

"Dia punya kehidupan sendiri, ngapain ngurusin gue,"

"Yakin tujuan tiket lo benar? Nggak salah lagi?"

"Benar. Udah gue Pap ke lo tadi,"

"Sampai Bandung telpon gue. Lo nggak tau kehidupan kota gimana,"

"Emang selama ini gue hidup di desa? Perasaan, tempat tinggal gue nggak kampung banget sampai lo sekhawatir ini."

"Khawatir lah, ini pertama kali lo pergi jauh."

"Kalau gue diam terus di rumah mau jadi apa?"

Nahla mendengar helaan nafas pelan. "Hati-hati ya dek, gue takut banget lo kenapa-napa," Kata Naomi merubah intonasi suara menjadi lembut.

"Iya, gue juga selalu kabarin lo, kok. Jangan khawatir, gue udah dewasa. Percaya sama gue," Nahla mengangkat koper meletakkan ke atas bagasi kereta. "Gue udah dalam kereta, nanti gue kabarin kalau sampai Bandung,"

"Kosan lo gimana?"

"Aman,"

"Yakin daerah sana aman? Lo nggak bisa minta tolong Regan, apa?"

"Minta tolong apa sih, kak? Regan punya pacar, nggak bisa dua puluh empat jam jaga gue. Lagi pula gue bukan siapa-siapa dia lagi. Please banget hargai privasi dia dan gue. Kita udah punya hidup masing-masing."

"Okey, janji lo nggak akan kenapa-kenapa,"

"Em," Nahla duduk di kursi menatap jendela. "Lo juga baik-baik, salam buat keponakan gue,"

Nahla melepas AirPods di telinga kemudian mencari posisi nyaman di tempat duduknya. Sekarang jam sebelas malam. Perjalanan menuju Bandung memerlukan waktu enam jam. Kemungkinan jam lima pagi Nahla tiba.

Membuka aplikasi di ponsel untuk mengisi waktu. Membaca berita terkini dan mencari tahu lebih banyak lagi tentang kampus-nya.

Kereta mulai berjalan, Nahla tersenyum kecil di balik masker putih yang menutup sebagian wajahnya. Karena pandemi covid, Nahla sudah terbiasa memakai masker, rasanya ada yang kurang jika tidak mengenakan masker.

Bicara soal kampus, Nahla masuk melalui jalur undangan. Ia tidak terlalu pintar di sekolah, bilang saja Nahla selalu tiga besar di kelas. Mungkin nasibnya yang baik.

Kenapa Nahla memilih Universiyas Pahlawan? Nahla memilihnya karena Universitas Pahlawan mempunyai orang-orang lulusan terbaik dan sangat tersorot di dunia pendidikan. Belum lagi fasilitas dan gedung kampus yang bagus.

Satu langkah terpenuhi, lalu kenapa Nahla memilih jurusan psikolog? Karena Nahla suka mempelajari tingkah laku manusia. Menurut Nahla, manusia itu unik dan menarik. Banyak sekali manusia yang Nahla temui beraneka ragam sifat dan karakter yang kadang membuat Nahla bingung. Mereka terlihat baik namun jahat dibelakang. Maka dari itu Nahla ingin mempelajari tingkah laku mereka.

Nahla mengangkat handphone-nya melihat notifikasi masuk.

Tante Zara

Nahla udah di kereta?

^^^Nahla^^^

^^^Sudah Tan ^^^

Nahla tersenyum tipis. Oh ya, Nahla belum memberitahu siapa itu tante Zara. Beliau adalah wanita yang melahirkan lelaki bernama Reighan Agraka Mondotra.

Penasaran bagaimana Nahla bisa kenal dan pacaran dengan lelaki itu?

Tante Zara adalah tetangga Nahla.

Rumah Nahla dan Regan hanya terpisah dua rumah. Keduanya tumbuh bersama sejak kecil, sampai akhirnya tante Zara pindah ke Bandung saat Regan duduk di kelas tiga SMA.

Lalu bagaimana mereka berkencan?

Sudahlah, itu masa lalu. Nahla tidak ingin membahasnya.

Men-play musik untuk menemai perjalanan panjang Nahla kali ini.

Ada banyak kisah yang tidak harus di ungkit. Sesuatu yang di genggam semakin sakit hanya satu obatnya, yakni lepas dan ikhlas. Nahla sudah melakukan dan berhasil, Nahla tidak merasakan sakitnya lagi namun darah yang keluar sulit di hentikan. Itulah sifat alami manusia yang di butakan oleh rasa cinta. Nahla tidak ingin seperti itu, darah tersebut kini mulai berhenti dan mengering dengan sendirinya. Nahla hanya perlu menutupnya lebih rapat lagi.

Stop membicarakan soal cinta. Sekarang masa depan yang akan Nahla pikirkan. Kemana ia harus melanjutkan hidup.

Nahla akan fokus mengejar mimpi, menempuh pendidikan tinggi, memperluas pertemanan lalu di pertemukan dengan pria yang baik untuk menjadi partner hidup.

Kereta melaju membawa penumpang menuju tujuan. Nahla memilih tidur sepanjang perjalanan hingga akhirnya mendengar pemberitahuan bahwa kereta akan berhenti dalam sepuluh menit.

Nahla mengulet kecil lalu merapikan penampilannya, melihat keluar melalui jendela kaca kereta. Lampu-lampu di stasiun menerangi bumi yang masih gelap gulita.

Setelah kereta berhenti sepenuhnya. Nahla berdiri mengambil koper lalu keluar dari kereta. Membuka aplikasi antar jemput online untuk mengantarkan Nahla ke tujuan.

Nahla berdiri di barisan pintu masuk sambil memeriksa di mana keberadaan mobil yang ia pesan melalui aplikasi. Banyak sekali yang menawarkan Nahla untuk ikut bersama mereka. Nahla menolaknya dengan sopan.

Merapatkan kardigan karena cuaca masih sangat dingin. Nahla menggigil karena ia hanya mengenakan crop top dilapisi kardigan dan celana hotpans.

Matanya mencari keberadaan taxi online yang ia pesan, akhirnya Nahla melihat seorang pria melambaikan tangan dan berteriak namanya. Nahla menarik koper berjalan cepat karena tidak tahan dengan cuaca saat ini. Di saat Nahla fokus berjalan, tangan kekar menggenggam pergelangan tangan kirinya membuat Nahla mundur dua langkah dan hampir terjatuh.

"Neng! Disini!" Teriak supir taxi melambaikan tangan.

Nahla menaikkan topi di kepalanya sedikit ke atas untuk melihat siapa orang tersebut. Namun Nahla tidak perlu menebak karena hanya dengan aroma parfumnya saja Nahla tahu siapa dia.

"Ngapain?" Tanya Nahla mengerutkan kening.

"Jemput lo, lah,"

"Hah?" Nahla kebingungan. "Gue udah pesan taxi,"

Regan berdecak pelan lalu melepaskan tangannya di pergelangan tangan Nahla menghampiri supir taxi. Entah apa yang keduanya bicarakan Nahla melihat supir taxi mengangguk tersenyum pada Regan sebelum pergi. Regan kembali menghampiri Nahla yang diam seperti patung.

"Ayo, gue bisa mati kedinginan." Regan berjalan meninggalkan Nahla.

Nahla mendengus memutar arah mengikuti Regan. "Gue nggak minta jemput. Lo sendiri bilang nggak bisa,"

"Tau sendiri kalau Kanjeng Mami sudah berkata." Kata Regan menoleh ke belakang sekilas, melihat Nahla menggeret koper, Regan memutar tubuhnya penuh lalu berhenti melangkah menunggu Nahla.

"Lo tinggian," Regan tersenyum membuat Nahla menghentikan langkahnya. Mengatur debaran jantung yang di bangunkan Regan.

Keduanya saling menatap dalam jarak dua meter. Banyak sekali perubahan baik Regan dan Nahla. Dari segi penampilan, sifat bahkan tutur kata.

Jaga sikap, Nahla.

"Lo gemukkan," Balas Nahla.

"Masa?" Regan mendekat, mengambil alih koper Nahla. "Ini ideal, bagus kan badan gue sekarang?"

"Nggak, sama aja kek dulu," Nahla mendengus pelan, meninggalkan Regan. "Mobil lo mana?"

"Gue pake motor,"

"Hah?" Nahla berbalik cepat. "Terus koper gue, gimana?"

"Masih aja kek dulu," Regan tertawa kecil. "Ya kali gue pake motor tungguin lo di sini." Regan mengeluarkan kunci mobil. "Tuh, sana,"

Nahla berlari kecil kedinginan. Masuk mobil lebih dahulu. Menunggu Regan yang sedang memasukkan koper ke bagasi mobil. Melepas topi dan masker, Nahla mengatur sandaran kursi.

"Lo ngekos di daerah mana?" Tanya Regan menghempaskan pantatnya di kursi mobil. Menghidupkan lampu lalu melepas jaket di tubuhnya kemudian melemparkan ke pangkuan Nahla.

"Dekat universitas, jalan R.A Kartini no.59 kosan Anes khusus putri," Nahla menyerahkan ponselnya agar Regan bisa membaca lebih jelas alamat kosan.

Regan menyisir rambutnya acak sembari membaca alamat lengkap. "Ada kosan yang lebih dekat kalau lo mau, ini masih jauh dari universitas. Jalan kaki setengah jam," Regan meletakkan handphone Nahla ke pangkuan. Menghidupkan mesin mobil. Melihat Nahla memakai jaketnya.

"Yang dekat mahal,"

"Daerah ini rawan," Regan mematikan lampu mobil, mengendarai mobil keluar dari parkiran stasiun. "Kenapa nggak tanya gue dulu, asal aja cari kosan,"

Nahla melirik sinis. Merapatkan jaket di tubuhnya.

"Ke rumah dulu aja, besok pagi cari kosan yang baru,"

"Tapi gue udah dp lima puluh persen,"

"Yaelah, Na. Lima puluh persen itu seberapa di banding diri lo ini,"

"Nggak ah, di sana aja."

Regan menoleh sekilas. "Gue laporin Naomi,"

"Apa sih, gue udah dewasa bisa jaga diri."

"Bukan masalah dewasa, tapi masalah keselamatan." Ujar Regan mantap.

"Ya udah, coba dulu aja,"

"Apaan di coba. Kalau ada apa-apa baru nyesal." Omelnya, melihat kanan kiri sebelum berbalik arah. "Tapi seriusan, Na. Lo tinggian dari terakhir kita ketemu satu tahun lalu,"

"Bagus dong, gue tumbuh ke atas," Nahla tersenyum.

Regan tertawa kecil, melihat Nahla sekilas. "Lo milih universitas Pahlawan ngikutin gue?"

"Dih!" Nahla mengerutkan kening.

Regan mengembalikan handphone Nahla. "Terus?"

"Percaya diri boleh, tapi jangan berlebihan."

"Jurusan apa?"

"Psikolog,"

Regan mengangguk. "Mau gue antar ke kosan apa mau ke rumah dulu?"

"Kosan."

Beralih peran

Keduanya memilih diam menikmati perjalanan. Regan menyetir dengan santai di iringi lagu dari Mahen berjudul pura-pura lupa.

Nahla menghembuskan napas pelan saat lagu tersebut di putar. Menatap jendela melihat rintik hujan membasahi kaca. Mobil berhenti di lampu merah, Nahla melirik Regan yang sedang fokus menatap layar handphone-nya. Sepertinya hanya Nahla yang merasa canggung disini. Regan terlihat seperti biasa seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara keduanya.

...Pernah aku jatuh hati...

...Padamu sepenuh hati...

...Hidup pun akan kuberi...

...Apapun kan ku lakui...

Mungkin untuk Regan, kisah mereka hanya sebatas cinta monyet yang tidak perlu berlarut-larut hanyut dalam kenangan. Benar, hanya saja tidak untuk Nahla.

...Tapi tak pernah ku bermimpi...

...Kau tinggalkan aku pergi...

...Tanpa tahu rasa ini...

...Ingin rasa ku membenci...

Ingin sekali Nahla bersikap seperti itu. Pura-pura lupa pada keadaan dari pada Nahla bermain sendiri di dalamnya.

...Tiba tiba kamu datang...

...Saat kau telah dengan dia...

...Semakin hancur hatiku...

...Jangan datang lagi cinta...

...Bagaimana aku bisa lupa...

...Padahal kau tahu keadaannya...

...Kau bukanlah untukku...

Nahla memilih untuk memejamkan mata menyandarkan kepala ke jendela. Merasakan mobil kembali berjalan. Matanya terbuka sedikit melihat suara lembut Regan mengayun di telinga. Ternyata laki-laki itu sedang menjawab telpon.

...Jangan lagi rindu cinta...

...Ku tak mau ada yang terluka...

...Bahagiakan dia aku tak apa...

...Biar aku yang pura pura lupa...

Tidak lama percakapan itu terdengar, Regan mengakhiri sambungan telpon kemudian meletakkan handphone agar fokus menyentir. Namun sialnya mata Nahla melihat wallpaper handphone Regan.

Segera Nahla membuang wajahnya. Tubuhnya bergetar. Meski hanya sekilas, Nahla bisa melihat dalam foto tersebut Regan bersama seorang perempuan, keduanya tampak bahagia.

Sakit. Nahla menggigit bibir bawahnya perih. Nahla mulai tidak nyaman, namun harus terjebak lagi di lampu merah.

"Kenapa? Mau ke toilet?" Tanya Regan melihat Nahla gelisah di tempat duduknya.

"Nggak, dingin aja."

"Ac mobil nggak gue nyalain," Regan memeriksa sekali lagi. "Emang cuacanya lagi hujan,"

Nahla mengangguk. "Masih lama?"

"Lumayan, sekitar dua puluh menit lagi." Regan kembali mengemudi. "Lo mau cari sarapan?"

"Nggak. Gue mau cepat sampai ke kosan aja," Bahkan Nahla tidak sadar ada foto keduanya tergantung di dekat kaca mobil depan.

Regan mengangguk. Tidak ada percakapan lagi sampai akhirnya tiba di tempat tujuan. Keduanya keluar bersamaan. Nahla melihat sekeliling, hujan sudah redah, sinar matahari mulai terlihat meski hanya sedikit.

Ada sebuah bangunan dua tingkat yang di kelilingi pagar hitam dengan banner di atasnya Kosan Anes. Bangunannya bagus dan terawat menurut Nahla, meski sedikit jauh tapi lingkungannya tidak seram seperti yang Regan katakan. Dan juga banyak orang berjualan di depan gang, tempat yang strategis.

Regan menyerahkan koper Nahla. "Mau gue antar sampai ke dalam? Cowok boleh masuk?"

"Nggak, sampai sini aja," Nahla tersenyum kecil.

Regan mengangguk. "Kalau gitu gue pulang, kalau ada apa-apa lo bisa telpon gue,"

"Jarak rumah lo dari sini jauh?"

"Sekitar empat puluh lima menit, tapi gue nggak tinggal di rumah. Lo keluar gang terus lihat gedung tepat di depan universitas, itu apartemen gue."

"Kita beda kelas,"

Keduanya tertawa renyah. "Beda, gue kan dua tahun lebih tua dari lo."

"Itu maksudnya,"

"Ya udah, gue pulang," Kata Regan mengetuk pelan kepala Nahla. "Kalau mau main ke apartemen kasih tau aja, nanti gue jemput."

"Nggak." Bantah Nahla cepat.

"Mulai kotor pikiran lo," Regan tertawa geli. "Soalnya banyak banget cucian di apartemen, kali aja lo berminat atau secara sukarela gitu,"

"Dih," Keduanya tertawa. "Sana pergi, thanks," Nahla melambaikan tangan.

"Gue boleh saran nggak?" Tanya Regan sebelum masuk ke mobil.

"Apa?"

"Pakaian lo terlalu terbuka, gue nggak suka lihatnya. Jangan buat pikiran cowok berkelana, Na. Iya kalau mereka nggak punya niat jahat. Jangan pancing sesuatu yang lo nggak tahu. Gue bilang ini karena kita sudah seperti keluarga."

"Keluarga?" Nahla mengerutkan kening. Menunggu jawaban Regan.

"Em, lo udah gue anggap adik gue sendiri."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!