NovelToon NovelToon

Kutukan Cinta Istri Tak Dianggap

Tugas Seorang Istri

“Aku mencintaimu, Lily, sangat mencintaimu.”

Bisikan lembut di sela-sela cumbuan panas membuat wanita yang berada di bawah kukungan Edward hanya bisa meneteskan air mata.

Seharusnya Elsa bahagia karena pria yang menjadi suaminya sejak setahun yang lalu akhirnya memberikan nafkah batin, tapi betapa miris hati Elsa karena bukan namanya yang disebut melainkan perempuan lain.

Lily, adik kelas yang menjadi kekasih Edward sejak ia menjalani koas dan menjadi satu-satunya wanita yang ingin dinikahi Edward tapi semua mimpinya berantakan sejak Elsa masuk dalam kehidupan keluarganya.

“Kamu wangi Lily, seharum namamu.” Edward kembali membisikkan rayuan sambil menciumi leher mulus Elsa bahkan meninggalkan jejak di sana.

Suasana kamar yang temaram dan romantis membuat adrenalin Edward yang sedang berada di bawah pengaruh obat semakin terpacu.

Ciuman dan gigitan nakal yang semakin ganas dan liar menjadi sebilah pedang yang menggoreskan luka di sekujur tubuh Elsa.

Wanita itu tidak menolak, hanya mendesis saat milik Edward menghujam intinya dengan paksa dan sedikit kasar, mengoyak kehormatan yang dijaganya selama 20 tahun.

“Milikmu sempit sekali, Lily…. dan nikmat,” Edward kembali meracau sambil mencium bibir Elsa dengan gairah yang tidak terkendali.

Elsa pun berusaha mengimbangi permainan Edward meskipun air mata tidak berhenti mengalir dari kedua sudut matanya.

Pria yang sedang dalam gairah yang meledak-ledak tidak sadar kalau wanita yang berada di bawah kukungannya bukanlah perempuan yang terus dipanggilnya melainkan istri yang tidak pernah diharapkan bahkan sangat dibencinya.

Elsa tidak akan pernah menyesali keputusannya malam ini karena sebagai istri sudah menjadi tanggungjawabnya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.

Bagi Elsa, malah suatu kehormatan bisa memberikan keperawanannya untuk laki-laki yang sudah menjadi suami sah sekaligus pria yang dicintainya sejak lama. Lebih baik dirinya yang berkorban, daripada Edward menuntaskan efek obat perangsang itu pada wanita yang menjebaknya.

“Aku sudah hampir sampai Li…”

Belum juga kalimatnya selesai diucapkan, Edward mengerang, menumpahkan miliknya lalu tumbang di atas tubuh Elsa

Seandainya Edward mengucapkan namanya sebelum mencapai pelepasan, air mata Elsa akan menjadi bentuk kebahagiaan bukan kekecewaan dan sakit hati.

Ternyata efek obat itu tidak berakhir hanya dengan satu pelepasan. Edward mengulanginya kembali sampai beberapa kali hingga akhirnya tumbang dan berbaring di samping Elsa dengan nafas terengah.

Tidak membutuhkan waktu lama, suara dengkuran halus terdengar bagaikan nada indah di telinga Elsa karena untuk pertama kalinya juga mereka tidur di ranjang yang sama.

“Aku mencintaimu, Mas. Aku sangat mencintaimu.”

Elsa memberanikan diri mengusap rambut Edward sambil tersenyum getir. Dihapusnya peluh yang membasahi kening suaminya dengan penuh cinta.

“Jangan biarkan dia menjebakmu lagi atau kamu akan menyesalinya seumur hidup karena dia bukan lagi perempuan yang kamu kenal saat kuliah dulu. Aku tidak menyesali memberikan milikku hanya untukmu dan semoga kamu bahagia setelah ini.”

Elsa menghapus air mata yang kembali mengalir dan berusaha bangun dari tempat tidur untuk membersihkan diri lalu pergi meninggalkan kamar hotel tapi bagian intinya terlalu sakit dan perih, seluruh tubuhnya terasa linu bahkan kepalanya berdenyut.

Tidak sanggup beranjak dari tempat tidur akhirnya Elsa menarik selimut, membungkus tubuh polosnya yang lelah dan terasa sakit.

Perlahan matanya terpejam hingga akhirnya ia ikut terlelap dengan posisi memunggungi Edward yang tidur pulas dalam keadaan terlentang.

***

Elsa buru-buru bangun dan mematikan alarm dari handphonenya. Jam 4.30 pagi, sepertinya baru beberapa jam saja ia tertidur.

Meski masih terasa sakit dan linu, Elsa memaksakan diri untuk bangun dan turun dari tempat tidur. Ia tidak mau Edward melihat dirinya tidur di samping pria itu.

Sambil meringis, Elsa memunguti pakaiannya yang sudah tidak berbentuk dan mengambil tas tangan miliknya yang berisi pakaian ganti lalu pergi ke kamar mandi dengan langkah tertatih.

Elsa sudah mengantisipasi semuanya begitu menerima kabar dari Fahmi soal keadaan Edward bahkan ia yang menyuruh asisten suaminya itu membawa bossnya ke hotel supaya tidak ada penyesalan dalam hidup Edward saat bangun keesokan paginya.

“Maaf aku membuatmu menunggu lama,” ujar Elsa saat menemui Fahmi di dekat pintu lift sambil menyerahkan kartu pada pria itu.

“Nona akan pulang sekarang ? Apa sebaiknya…”

“Tidak !” Elsa memotong ucapan Fami sambil menggeleng dan tersenyum.

“Ia pasti akan semakin membenciku bahkan mungkin menganggap semua ini adalah hasil perbuatanku. Aku tidak mau Edward menyesali kejadian tadi malam dan hidup bersamaku hanya sekedar sebagai tanggungjawab.”

Fahmi menghela nafas menatap istri bossnya yang terlihat sendu dan tersenyum miris.

“Apa masalah CCTV di hotel ini sudah kamu bereskan ?”

“Sudah Nona.”

“Terima kasih banyak atas bantuanmu, Fahmi. Seandainya aku masih boleh meminta, tolong jaga Edward, jangan sampai perempuan itu berhasil mengikatnya dengan cara-cara gila seperti semalam.”

“Tanpa Nona minta, saya pasti akan menjaga dokter Ed.”

Elsa mengangguk dan tersenyum tulus pada pria yang selalu mendukungnya menjadi istri Edward meskipun berarti harus bertentangan dengan bossnya.

“Aku pulang dulu dan kamu segeralah naik ke atas. Buatlah cerita sesukamu tentang wanita yang menemaninya semalam, aku akan berpura-pura tidak tahu. Maaf aku sudah membuatmu berhohong. Biarlah kejadian ini hanya menjadi rahasia kita berdua.” Fahmi mengangguk dengan berat hati.

Elsa pun berlalu sementara Fahmi masih berdiri dan menatapnya dari depan lift. Hatinya iba melihat Elsa tidak pernah mengeluh atau pun memberontak meskipun Edward menyakiti dan mempermalukannya berkali-kali.

Keduanya bekerja di rumah sakit yang sama dan semua karyawan tahu kalau Elsa, perawat magang itu, adalah istri sah Edwad, dokter spesialis jantung sekaligus anak sulung pemilik rumah sakit.

Entah bagaimana, Edward berhasil membuat Lily yang berstatus sebagai dokter umum bekerja di rumah sakit milik keluarganya hingga tanpa sadar terlalu sering Edward menempatkan Elsa justru sebagai pelakor.

Fahmi menghela nafas sambil masuk ke dalam lift begitu melihat Elsa sudah naik taksi di depan lobi.

Sampai di depan kamar, Fahmi menggesek kartu yang diberikan Elsa. Dilihatnya Edward sudah duduk di atas ranjang sedang merengangkan otot-ototnya.

“Selamat pagi, dokter,” sapa Fahmi sambil menganggukan kepala.

Mata Edward langsung membola mendengar dan melihat asistennya.

“Darimana kamu tahu aku ada di sini ?”

“Dokter mengirimkan pesan dan minta saya datang kemari membawakan pakaian ganti.”

Edward yang agak bingung dan merasa pusing mengintip tubuhnya yang masih tertutup selimut dan matanya kembali membola.

“Bagaimana aku bisa sampai di sini dan tidur dalam keadaan te-lan-jang begini ?”

“Saya kurang tahu juga, dokter. Semalam anda hanya bilang akan keluar makan tanpa memberitahu dengan siapa dan pagi ini dokter minta saya datang kemari sambil membawakan pakaian ganti.”

Edward meringis, memegang kepalanya yang terasa berdenyut saat bergerak mengambil handphone di atas nakas. Hatinya penasaran ingin memastikan ucapan Fahmi dan ternyata semuanya terbukti benar.

“Saya sudah memastikan kalau kamar ini dibayar menggunakan kartu kredit dokter dan check-in sekitar jam 10 malam,” ujar Fahmi sebelum Edward bertanya lebih jauh lagi.

“Apa Lily bersamaku semalam ?”

“Saya tidak tahu dokter, resepsionis bilang anda hanya datang sendiri,” sahut Fahmi sambil menggeleng.

Edward mengintip selimut di sisi sebelahnya dan terkejut saat melihat ada bercak darah di sana. Ia pun mengambil bantal dan mulai menciumi bau yang tertinggal di kain pembungkusnya.

“Bukan parfum Lily. Apa kamu tahu dengan siapa aku kemari semalam ?”

“Saya tidak tahu, dokter.” Fahmi kembali memberikan jawaban yang sama.

“Cari tahu siapa yang tidur bersamaku semalam ! Jangan sampai perempuan itu tiba-tiba datang dan meminta pertanggungjawabanku karena hamil !”

“Baik dokter. Saya akan mencari tahu sekarang, ini pakaian ganti yang dokter minta.”

Edward hanya menggangguk dengan dahi berkerut. Jantungnya berdebar dan dipenuhi rasa khawatir karena ia tidak bisa mengingat apa-apa tentang semalam.

Jangankan wanita yang sudah direnggut keperawanannya, Edward tidak tahu bagaimana ia bisa berakhir di kamar hotel ini.

Teman Selingkuh

Edward bergegas turun begitu Fahmi menghentikan mobil persis di depan lobi. Kalau saja hari ini tidak ada jadwal praktek dan operasi rasanya Edward memilih pulang menenangkan diri di apartemennya.

Pikirannya terus berusaha mengingat kejadian semalam tapi ingatannya berhenti pada rasa mual di perutnya usai meneguk wine sebagai bentuk perayaan hari jadinya dengan Lily yang ke-7.

Edward masih ingat ia langsung pamit ke toilet namun tidak yakin apakah ia benar-benar ke toilet atau tidak.

“Ed…. dokter Edward !”

Edward menoleh dan jantungnya berdegup kencang meski bibirnya tersenyum saat melihat sosok Lily sedang berjalan ke arahnya.

“Bagaimana kabar pasien yang baru saja dioperasi semalam ?”

Operasi ? Semalam ? Rasanya tidak ada kegiatan apa-apa di rumah sakit, batin Edward.

Edward menautkan kedua alisnya dan belum sempat menjawab pintu lift terbuka. Keduanya langsung masuk tanpa melanjutkan percakapan karena banyak orang lain di situ.

Begitu sampai di lantai 9, Edward langsung keluar sementara Lily sempat celingukan, memastikan tidak ada dokter Robert, ayahnya Edward sekaligus pemilik rumah sakit ini.

Bergegas ia menyusul Edward dan wajahnya kelihatan lega melihat Fahmi belum tiba di mejanya, tapi ada Rini, sekretaris yang membantu Fahmi mengurus pekerjaan administrasi.

“Apa yang terjadi semalam ?” pancing Edward yang masih berdiri menunggu Lily masuk ke dalam ruangannya.

“Apa maksudmu ?” tanya Lily dengan wajah bingung.

Edward tidak langsung menjawab, memikirkan bagaimana menjelaskan situasinya pagi ini karena ia sudah pernah berjanji tidak akan pernah bersetubuh dengan wanita lain bahkan termasuk Elsa yang sudah menjadi istri sahnya.

“Ed, ada masalah apa ? Apakah operasi semalam tidak berjalan lancar karena kamu sempat minum wine ?”

Edward lamgsung menggeleng sambil tersenyum.

“Maksudku kamu pulang dengan siapa semalam ? Maaf kalau aku…..”

Lily meletakkan telunjuknya di bibir Edward dan menggelengkan kepalanya.

“Tidak usah merasa bersalah, sebagai sesama dokter aku paham dengan tugas dan tanggungjawab kita apalagi kamu adalah dokter spesialis di sini sekaligus calon penerus rumah sakit ini.”

“Terima kasih karena kamu selalu mengerti aku.” Edward langsung memeluk Lily dengan erat sambil menghela nafas panjang dan berat.

Rasanya tidak nyaman harus berbohong dan bersandiwara pada wanita yang sangat dicintainya ini.

Tanpa sadar, indera penciumannya mulai membaui tubuh Lily membuat wanita itu kegelian dan salah paham.

“Ed, ada apa ?” Lily mencoba melepaskan diri sambil terkekeh tapi Edward tidak membiarkannya.

“Tidak ada apa-apa. Aku hanya khawatir karena semalam meninggalkanmu sendirian. Maaf aku sampai tidak pamit karena buru-buru.”

Kali ini Lily berhasil melepas pelukannya lalu mengusap wajah Edward.

“Jangan lebay dong, Ed. Paling tidak kamu mengirimkan pesan untukku, tidak membiarkan aku menunggu tanpa penjelasan.”

Edward mengangguk sambil tersenyum, hatinya tidak nyaman meneruskan percakapan yang penuh dengan pura-pura ini.

Tiba-tiba Lily menarik kemeja Edward dan menyentuh bibir pria itu mula-mula hanya sentuhan biasa akhirnya berlanjut dengan ciuman panas bahkan tangan Edward kembali merangkul pinggang Lily.

“Dokter… Eh maaf.”

Keduanya sama-sama terkejut dan melepaskan bibir bahkan pelukan mereka dan menjaga jarak.

Bukan tidak sengaja Fahmi menyelak kemesraan pasangan selingkuh yang tengah kasmaran ini. Begitu Rini memberitahu ada Lily di dalam ruangan bossnya, tidak menunggu lama Fahmi langsung membuka pintu tanpa mengetuknya terlebih dahulu.

“Dokter Robert ingin bertemu dengan dokter sekarang juga. Beliau menunggu di ruangannya.”

Lily yang selalu canggung di hadapan Fahmi membelalakan matanya mendengar ucapan pria itu, khawatir keberadaanya di ruangan Edward jadi masalah.

“Apa daddy-mu melihat aku masuk kemari ?”

“Aku rasa tidak. Tidak ada seorang pun yang keluar dari lift saat kita sampai di lantai ini.”

Fahmi yang sudah menutup pintu kembali tersenyum miring. Kejadian semalam dan pengorbanan Elsa akan membuatnya lebih ketat menjaga Edward kalau perlu ia akan mencari cara untuk menyingkirkan Lily dari rumah sakit ini.

“Kalau begitu aku turun dulu.”

Edward mengangguk namun tangannya masih memegangi Lily dan enggan melepaskannya.

“Jangan manja, kita ketemu lagi nanti malam sesudah kamu selesai praktek,” ujar Lily sambil mengerling dan tersenyum genit.

Edward menarik Lily hingga tubuh mereka saling menempel lalu kembali mencium bibir wanita itu selama beberapa detik.

“Kalau capek tidak usah menunggu aku sampai malam, besok pagi kita janjian sarapan bareng saja. Bagaimana ?”

“Tidak akan pernah capek untukmu sayang. Besok pagi urusannya lain lagi.”

Edward mengangguk-angguk sambil tersenyum dengan wajah sumringah, mengikuti Lily keluar ruangannya.

“Dokter Ed.”

Keduanya sama-sama berhenti dan menoleh ke arah Fahmi tapi begitu sadar dengan posisinya, Lily meninggalkan Edward dan bergegas turun lewat lift.

“Dokter Robert ingin bertemu dokter bukan di ruang kerjanya tapi di ruang konsultasi lantai 5.”

Alis Edward menaut dan wajahnya berubah khawatir karena ruang konsultasi yang dimaksud Fahmi adalah kamar inap yang dipakai khusus untuk keluarganya.

“Apa mommy sakit lagi sampai dibawa kemari ?”

Fahmi mengikuti Edward yang buru-buru berjalan ke lift, untung saja Lily sudah tidak kelihatan di situ.

“Bukan nyonya tapi nona Elsa, istri dokter.”

Edward menghela nafas lega tapi wajahnya langsung berubah kesal mendengar Fahmi menyebut nama Elsa.

“Cari perhatian apa lagi dia kali ini ?” gerutu Edward.

“Nona Elsa pingsan saat bertugas pagi ini dan sudah diperiksa dokter Yohana.”

Edward tidak menanggapi malah kelihatan enggan mendengar penjelasan Fahmi.

Keduanya turun di lantai 5 dan kelihatan Edward benar-benar malas bertemu dengan Elsa, istri di atas kertasnya.

“Kamu nggak bohong kalau daddy ada di ruangan bersama Elsa kan ?”

Fahmi menggeleng dengan penuh keyakinan.

“Bukan hanya dokter Robert, nyonya Silvia juga sudah datang kemari.”

“Mommy sampai kemari ?” Edward tampak terkejut.

“Benar-benar wanita tukang cari perhatian ! Selalu punya cara untuk membuatku terlihat sebagai suami yang tidak bertanggungjawab !” gerutu Esward sengan wajah ditekuk.

Fahmi mengetuk pintu sebelum membukanya untuk Edward.

“Saya menunggu di luar kalau dokter membutuhkan sesuatu.”

“Hhmmm.”

Edward tidak sungkan lagi menunjukkan rasa kesalnya tapi sedikit terkejut melihat wajah Elsa benar-benar pucat seperti tidak ada aliran darah di wajahnya.

“Bagaimana kamu bisa tidak tahu kalau istrimu sedang sakit ?” tegur mommy Silvia dengan nada ketus.

“Kemana kamu semalam padahal tidak ada jadwal operasi ?” tanya daddy Robert.

Edward menghela nafas, menatap tajam pada Elsa yang menggeleng pelan seolah memberitahu suaminya kalau bukan dia yang mengadu pada mertuanya.

“Aku ketiduran di tempat teman.”

“Siapa ? Mantan kekasihmu itu ?” sindir mommy.

“Mom, please…” wajah Edward kelihatan kesal.

“Mommy akan membawa Elsa pulang ke rumah supaya ada yang mengurusnya tapi bukan berarti kamu bebas kemana-mana selesai praktek !”

“Tidak usah panggil perawat, Mom,” pinta Elsa saat melihat mommy menekan tombol di samping tempat tidurnya.

“Kamu lupa pesan dokter Yohana supaya jangan banyak jalan dulu, bahaya kalau kamu sering pingsan, takut membentur sesuatu.”

Elsa mengangguk sambil tersenyum tipis dan tidak membantah lagi membuat Edward mencibir.

Tidak lama pintu kamar dibuka dan seorang perawat masuk sambil membawa kursi roda.

Atas paksaan mommy, Edward terpaksa menggendong Elsa dari tempat tidur pindah ke kursi roda. Dahinya sempat berkerut, bukan hanya wajahnya yang pucat ternyata tubuh Elsa terasa dingin.

Edward hanya bisa menghela nafas saat mommy kembali memaksanya mendorong kursi roda Elsa sampai ke lobi.

“Jangan bermain api di belakang istrimu !” tegas mommy sebelum naik ke dalam mobil.

Lagi-lagi Edward hanya menghela nafas, tidak mengiyakan atau membantah sambil membantu menutup pintu dan menunggu hingga mobil orangtuanya keluar dari area rumah sakit.

(EDWARD) Jangan menungguku malam ini sayang karena situasinya sedang tidak memungkinkan.

(LILY) Karena Elsa sedang sakit ?

(EDWARD) Bukan tapi karena aku tidak mau terjadi sesuatu padamu. Daddy dan mommy sedang menunggu satu kesalahan sekecil apapun untuk membuatmu jauh dariku.

(LILY) Oke, aku akan bersabar tapi jangan terlalu lama.

(EDWARD) Tentu saja sayang. I love you 😘😘

(LILY) Hhhmmm

Edward tersenyum karena sadar kalau Lily sedang kesal padanya.

Tindakan Nekad Si Pelakor

Dengan wajah ditekuk Lily melempar handphonenya ke atas meja membuat Dian, rekan dokter yang sedang membuat laporan langsung menoleh.

“Kenapa ? Kena gap lagi sama dokter Robert ?” tanya Dian sambil terkekeh.

Meski baru kenal dengan Lily di rumah sakit ini sekitar 7 bulan yang lalu, keduanya sudah cukup dekat karena secara usia tidak beda jauh dan sama-sama berstatu dokter umum.

“Entah pelet apa yang digunakan gadis desa itu sampai bisa membuat orangtua Edward begitu peduli dan sangat menyayanginya bahkan sampai tega mengorbankan anak mereka sendiri untuk dinikahkan dengannya.”

Dian tertawa, ia kembali fokus ke layar laptopnya meski mulutnya melanjutkan pembicaraan dengan Lily.

“Bukan sembarang gadis desa.”

“Maksudmu ?”

“Aku sudah mencari tahu tentangnya dari para ners di sini dan Elsa ternyata lumayan terkenal di kampus baik di kalangan mahasiswa maupun para dosen sejak sebelum ia menjadi istri dokter Edward.”

“Tentu saja karena ia memakai pelet untuk membuat orang tertarik padanya !” sinis Lily sambil mencebik.

“Bukan karena itu, Ly, tapi Elsa memang anak yang cerdas selain itu ia terkenal ramah dan suka menolong tapi agak pendiam. Setiap tahun ia selalu mendapatkan nilai terbaik dalam satu angkatan.”

“Dan kamu percaya dengan cerita dongeng itu ?” Lily tersenyum sinis.

“Bukan dongeng Ly tapi fakta. Mungkin karena alasan itu dokter Robert dan istrinya memaksa dokter Ed menikah dengan Elsa karena kalau dipikir mereka bisa menjadi partner yang bagus untuk kemajuan rumah sakit ini.”

“Maksudmu aku bukan wanita yang pantas untuk Edward meskipun pekerjaanku sebagai dokter ?” Lily makin emosi merasa Dian memihak pada Elsa.

“Bukan begitu maksudku, Ly, aku hanya ingin membantumu mendapatkan jawaban tentang alasan orangtua dokter Ed mempertahankan Elsa mati-matian sebagai menantu. Semua ini hanya soal bisnis, Ly, itu sebabnya mereka tidak peduli apakah dokter Ed dan istrinya saling mencintai atau tidak.”

“Aku tidak sependapat denganmu, Di. Edward bilang awalnya tante Silvia ingin menjodohkan Elsa dengan Edwin tapi wanita kampung itu menolak mentah-mentah dan bersikukuh memilih Edward untuk menjadi suaminya.”

“Apa dokter Ed tahu kenapa Elsa bisa mendapatkan kesempatan istimewa untuk menikahi salah satu pewaris keluarga Hartawan ? Apakah Elsa pernah mengatakan alasannya memilih dokter Ed dan menolak adiknya ?”

“Aku pernah bertanya tapi Edward tidak tahu persis alasan orangtuanya membiarkan gadis kampung itu tinggal di rumah mereka lalu memberinya kesempatan untuk memilih siapa yang akan jadi calon suaminya dan aku yakin dia tidak akan mengatakan alasan yang sebenarnya.”

Dian tertawa pelan dan untuk beberapa saat ia kemBli fokus pada laporan yang harus diselesaikannya hari ini juga sebelum jam 7 malam.

Suasana sempat hening, hanya terdengar helaan nafas berat Lily sampai berkali-kali namun emosinya tidak juga reda.

“Di, apakah kamu punya ide bagaimana cara aku menyingkirkan wanita kampung itu ? Dokter Robert bukan hanya melindunginya tapi mengawasi Edward seperti seorang penjahat, seluruh gerak gerik Edward diawasi oleh orang-orang suruhan dokter Robert.”

“Maaf kalau aku menyinggung perasaanmu. Menurutku lebih baik kamu merelakan dokter Ed belajar mencintai dan menerima takdirnya bersama Elsa.”

“Tidak bisa !” Dian tertawa pelan karena sudah tahu jawaban itu yang akan keluar dari mulut Lily.

“Apa kamu tahu cerita yang sebenarnya, Di ?”

Dian mengangguk. “Kamu sudah pernah menceritakannya padaku.”

“Kenapa sekarang semua orang menganggap aku pelakor ? Gadis kampung itu baru ada 3 tahun yang lalu sementara aku sudah menjadi kekasih Edward sejak 7 tahun yang lalu. Aku yang selalu ada untuk Edward di dalam perjuangannya sejak koas hingga menjadi dokter spesialis seperti sekarang ini. Beberapa kali kami memang harus terpisah kota bahkan negara karena tuntutan pendidikan tapi hubungan kami tidak pernah putus meskipun hanya untuk beberapa jam !”

“Kamu gadis yang cantik, seorang dokter dan memiliki masa depan yang cerah jadi menurut pendapatku sudah waktunya kamu mencari laki-laki lain yang lebih dalam segala hal dari dokter Ed, termasuk kekayaannya.”

“Aku tidak berminat !” tegas Lily dengan suara tajam. Dian malah terkekeh.

“Kenapa ? Karena mereka bukan pewaris rumah sakit seperti dokter Ed ? Jangan sampai orang-orang menilaimu sebagai perempuan matere karena terlalu memaksakan diri merebut dokter Ed dari istrinya.”

“Peduli setan dengan pandangan orang lain ! Wanita manapun pasti mengharapkan punya suami yang mapan, tampan dan bucin padanya dan semua itu ada dalam diri Edward. “

Dian menghela nafas sambil tersenyum tipis, tidak tahu harus bicara apa lagi pada Lily yang keras kepala.

***

Sudah 3 hari ini Edward menghindari Lily dengan perasaan tersiksa karena harus menahan rindu dan hanya bisa melirik wanita kesayangannya itu diam-diam bahkan dari kejauhan.

Edward terpaksa menurut sampai suasana hati kedua orangtuanya kembali tenang karena ia tidak mau membuat Lily yang masih berstatus tenaga kontrak dipecat dari rumah sakit milik keluarganya

Elsa sendiri sudah kembali bekerja sejak kemarin meskipun wajahnya masih sedikit pucat . Sampai detik ini Edward tidak pernah bertanya tentang penyakit apa yang diderita istri sahnya itu.

Edward melirik jam tangannya saat keluar dari ruang operasi. Jam 22.10. Tubuhnya terasa sangat penat usai menjalani operasinya yang kedua sejak jam 7 malam.

Malas pulang ke apartemen yang ditempatinya bersama Elsa, Edward memilih naik ke ruang kerjanya di lantai 9 untuk berisitirahat.

Tidak ada seorang pun di lantai itu saat Edward keluar dari lift. Sambil merenggangkan otot-ototnya, Edward berjalan menuju ruangannya lalu membuka pintu dengan menggunakan kartu akses. Pria itu memilih tidur di sofa panjang meskipun ada tempat tidur di ruang istirahat dan kurang dari 5 menit, Edward sudah tertidur sambil mendengkur halus.

Bibirnya menyunggingkan senyum meski matanya tetap terpejam. Edward bermimpi Lily mendatanginya lalu tanpa basa-basi wanita itu langsung memberikan ciuman panas sebagai pengobat rasa rindu.

Mimpi indah itu makin lama makin terasa nyata hingga perlahan mata Edward terbuka dan membola saat melihat wajah yang terpampang di depannya.

“Sayang !” Edward sedikit mendorong tubuh Lily yang ternyata sudah berada di atasnya.

“Bagaimana kamu bisa masuk kemari ?” tanya Edward dengan alis menaut.

“Kamu lupa pernah memberikannya padaku ?” Lily mengeluarkan kartu akses yang sama persis seperti milik Edward dari kantong snellinya.

“Maaf aku melanggar perintahmu. Rasanya ada yang ingin meledak karena harus menahan rindu dan hanya bisa menatapmu jauh-jauh.”

Edward tertawa, tangannya mengusap wajah Lily yang cemberut seperti anak kecil.

“Sama, aku juga merasa seperti itu tapi terpaksa melakukannya untuk kebaikan kita berdua. Aku tidak mau daddy memecatmu dan membuatmu susah.”

“Biarkan semua itu jadi masalah besok. Sekarang aku hanya ingin menumpahkan rasa rinduku padamu.”

Tanpa ragu Lily melepas snellinya lalu membuka satu persatu kancing kemejanya hingga tersisa tanktop dengan tali spagetti.

“Sayang, aku tidak ingin melakukannya malam ini di sini, tolong bersabarlah. Aku yakin…”

Lily tidak membiarkan Edward menyelesaikan kalimatnya. Dengan penuh gairah, Lily yang masih berada di atas tubuh Edward kembali mencumbu bibir pria itu dan tidak memberikan kesempatan pada Edward untuk menghindar.

Sebagai laki-laki normal, gairah Edward terpancing untuk membalas ciuman panas Lily bahkan lidahnya mulai menerobos dan bermain di dalam rongga mulut kekasihnya. Tangan Edward memeluk pinggang ramping Lily dan tidak menolak saat jemari lentik Lily mulai membuka kancing kemejanya satu persatu.

“Dokter Edward !”

Panggilan yang cukup keras itu membuat Edward spontan mendorong tubuh Lily hingga wanita itu jatuh ke lantai. Edward buru-buru bangun sambil kembali mengancingkan kemejanya.

“Mau apa kamu kemari dan siapa yang mengijinkanmu masuk kemari tanpa permisi ?”

Edward beranjak bangun dan sambil bertolak pinggang, ia menegur Elsa yang sudah berdiri di dekat pintu.

“Saya sudah menghubungi handphone dokter berkali-kali dan mengetuk pintu sebelum menggunakan kartu akses yang diberikan dokter Robert. Tolong periksa handphone dokter karena mommy Silvia mencari dan minta dihubungi kembali sekarang juga.”

Elsa menatap Lily yang sudah berdiri di belakang Edward dan mengenakkan snellinya. Seakan tahu kalau posisinya tidak menguntungkan, Lily pun pamit pada Edward dan sengaja mencium pipi pria itu di hadapan Elsa.

“Jangan berpikir kamu sudah menang karena berhasil menikahi kekasihku,” desis Lily dengan tatapan dan senyuman sinis saat melewati Elsa lalu keluar tanpa menunggu tanggapan istri sah Edward itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!