Kedua mata indahnya akhirnya terbuka dengan sempurna begitu mendengar suara rintik hujan di luar sana. Gadis itu menatap langit-langit kamarnya cukup lama, mencoba mengumpulkan kesadarannya yang belum kembali sepenuhnya.
Dia baru bangun pada pukul setengah tujuh pagi, rupanya hujan di luar sana membuatnya enggan beranjak dari tempat tidur. Dia masih betah bergumul di balik selimut, mengabaikan suara seorang wanita di luar kamar yang saat ini masih terus memanggil namanya.
Terdengar suara helaan nafas dari mulutnya begitu dia berhasil bangun, pandangannya kini beralih menatap jendela yang tirai nya tidak tertutup sepenuhnya. Dia bisa melihat air hujan yang berjatuhan bebas menyentuh jendela.
"Aku sudah bangun..." Akhirnya dia menyahut dengan suara parau khas bangun tidur.
Wanita itu menatap keluar jendela sementara tangannya ia lipat di atas lutut, sedetik kemudian ia menunduk dan memeluk erat kedua kakinya. Jika saja cuaca hari ini cerah mungkin suasana hatinya bisa sedikit membaik, namun ternyata hujan sudah turun sejak pukul enam pagi.
Tanpa pikir panjang wanita itu langsung membuka tirai jendela. Dia nampak kaget saat netranya menangkap sebuah mobil hitam terparkir di depan gerbang rumahnya. Sejak kapan mobil itu ada di sana? Mengapa Valerie tidak bisa mendengar suara deru kendaraan itu datang? Ahh...Dia lupa, karena suara hujan Stella tak bisa mendengar suara lain lagi di luar sana. Suara mobilnya teredam oleh suara hujan yang semakin deras.
Wanita itu adalah Valerie Cornelia Hillbert, wanita bertubuh proposional bak seorang model. Rambut coklat-oak nya adalah pesona yang dia miliki, rambut yang di potong ala wavy hair itu membuatnya lebih percaya diri. Jangan lupakan tentang bola mata cokelat miliknya yang nampak cantik saat berkedip serta hidung kecil yang melengkapi penampilannya.
Ahh...jika di pikir-pikir, Valerie memang menyukai dirinya yang apa adanya, dia tak pernah mengeluh bagaimana penampilannya.
Berbicara soal penampilan, Valerie jadi teringat pada seseorang. Dia selalu memberi pujian pada Valerie di setiap kesempatan. Hal itu membuat Valerie tersipu malu dan pria itu akan berakhir dengan menyentuh pipi Valerie yang memanas kala itu. Valerie tersenyum saat mengingat sentuhan tangan pria itu di pipinya, kemudian hal itu akan berlanjut dengan kecupan di kening, tatapan yang mengunci satu sama lain seolah hanya ada mereka berdua di dunia ini, lalu sentuhan lainnya yang membuat Valerie semakin terbuai dan melupakan segalanya.
Valerie masih ingat bagaimana dirinya menyebut pria itu brengsek, pria bajingan yang hanya tergila-gila pada aktivitas panas di tempat tidur. Sebenarnya bukan tanpa alasan Valerie berpikir seperti itu, Valerie tahu seperti apa pria itu sebelum menikah dengannya, dia kerap kali menghabiskan malam akhir pekannya bersama wanita one night stand. Namun, bagaimana pun juga itu hanyalah masa lalu, semua itu sudah berlalu bukan? Dia tak melakukan itu lagi sekarang. Meskipun Valerie sendiri tak yakin apa yang dia lakukan malam tadi dan sedang apa dia sekarang?
Ini sudah sepuluh menit berlalu semenjak Valerie berdiri di balik jendela. Namun, pemilik mobil itu enggan keluar. Dia masih sibuk berbicara dengan seseorang di ponselnya. Namun, Valerie tak tahu pria itu sedang menelpon, dia tidak bisa melihatnya dengan jelas, yang terlihat di atas sini hanyalah bagian bawah tubuhnya yang mengenakan celana hitam.
Begitu pintu mobil terbuka, Valerie masih menunggu, atensinya menangkap sebuah arloji yang pria itu pakai, benda itu nampak familiar. Valerie menggeram kesal karena wajahnya terhalang oleh payung hitam besar yang dia pakai untuk menghalau hujan yang masih deras.
[Flashback]
"kamu tahu kenapa aku suka arloji ini?"
"Tidak tahu, dan tidak peduli"
Aldrick tersenyum miris "Sayang sekali, Aku sedikit kecewa karena kamu tak mengingatnya. Ini sangat penting bagiku, karena...." Aldrick mengangkat sebelah alisnya. Niatnya membuat Valerie penasaran sepertinya tak berhasil, sudah jelas Valerie nampak tak peduli. Pada akhirnya, Aldrick sendiri yang menyelesaikan kalimatnya.
"Karena kamu yang memilihnya"
"Kapan aku pernah memilihkan itu untukmu? Seingat ku, kita tidak pernah pergi belanja bersama!"
"Ingat baik-baik. Jangan lupa beri tahu aku, jika kamu sudah mengingat nya kita bisa membicarakan hal itu bersama-sama, itu menyenangkan" Aldrick tersenyum misterius dan hal itu berhasil membuat Valerie penasaran
Memangnya ada, hal yang harus dia ingat tiap detiknya saat bersama Aldrick? Valerie rasa, kesehariannya hanya di penuhi dengan hal-hal menyebalkan.
Setelah mengingat itu, Valerie tak bisa menahan untuk tak berkedip. Valerie langsung berlari ke lantai bawah, itu pasti dia. Melihat dari arloji yang dia kenakan itu pasti dia, orang yang Valerie tunggu selama ini.
Tanpa berpikir panjang, Valerie membuka pintu utama, dia menunggu dengan penuh harap. Kedua manik matanya masih terus menatap ke arah gerbang rumahnya yang sebentar lagi terbuka.
Gerbang besi itu berderit saat seseorang dari arah luar mendorongnya secara perlahan, orang itu terdiam sejenak saat dirinya di sambut oleh Valerie.
"Hai Valerie, bagaimana kabarmu"
...****************...
[Philadelphia, Pennsylvania, USA, 22 Mei 2027
Valerie Grant]
Usiaku menginjak dua puluh tujuh tahun, tahun ini.
Kisah hidupku cukup klasik.
Aku yang masih menunggu cinta pertamaku pada akhirnya harus menerima perjodohan.
Ya, perjodohan, kisahnya memang seklasik itu. Namun percayalah, itu tidak sesimple kedengarannya.
Masalah pelik terus saja terjadi setelah aku memutuskan menikah dengannya. Banyak rahasia yang tidak aku ketahui sebelumnya mulai terungkap.
Tentang masa laluku yang tidak ku ketahui dan juga.....
Tentang masa lalunya yang begitu menyakitkan.
Apa yang adikku katakan memang benar, kisah cintaku selalu berakhir tragis.
Ibaratkan seperti film romance yang malah berakhir menjadi film trailer.
Aku yang sekarang hanya bisa duduk termenung di balik jendela, seharian ini langit memang nampak mendung, aku hanya menatap hujan yang sampai saat ini belum juga reda.
Bisa di ibaratkan, yang aku lakukan selama ini hanyalah menunggu kehangatan sinar matahari tanpa tahu kapan akan muncul, mungkin esok pagi atau sore nanti.
Jika kalian tertarik, kalian boleh membaca kisahku sampai habis. Jika tidak, cukup tinggalkan saja, aku tidak pernah memaksa akan hal itu.
Sekarang, mari kita mulai seperti apa kisahnya.
...And if you believe...
...In my little world...
...Tomorrow will...
...Have a wonder...
...Dan jika kau percaya...
...Di duniaku yang kecil...
...Esok akan...
...Mengagumkan...
...Don't know where to go...
...Tak tahu kemana harus pergi...
...Tell me for sure...
...That you won't leave me here alone...
...I need to know...
...Katakan padaku dengan pasti...
...Bahwa kau takkan meninggalkanku disini sendiri...
...Aku harus tahu...
...{Savina&Drones-Glass Bridge} ...
Sesuatu yang membosankan telah melandanya saat ini, Valerie mencoba untuk tetap terjaga meski saat ini dia sudah mengantuk berat. Dia baru pulang kerja, ibunya menyuruhnya pulang cepat. Katanya ada sesuatu penting yang harus Valerie ketahui. Bahkan Valerie harus mengundur pesta ulang tahun yang akan dia rayakan bersama teman-temannya karena acara makan malam ini.
Belum sempat menanyakan hal penting itu, sang ibu malah mendorongnya ke kamar mandi dan menyuruhnya mandi dengan cepat. Usia mandi, ibunya yang nampak antusias malah menyerahkan sebuah dress berwarna coral red dan sebuah kotak sepatu yang sudah lama Valerie simpan, bahkan nyaris tak tersentuh karena Valerie tak suka dengan sepatu jenis itu, sepatu high heels.
Apa yang ibunya lakukan tidak selesai sampai situ. Setelah Valerie mengenakan dress, ibunya menariknya ke depan meja rias, kemudian menyuruh seorang penata rambut terbaik dari salah satu salon milik ibunya datang hanya untuk mendandani Valerie.
Valerie memperhatikan kedua orang tuanya kemudian sepasang suami istri lain yang ikut serta dalam acara makan malam ini, mereka semua nampak sibuk dengan pembicara bisnis yang sepertinya memang tidak ada habisnya. Saat di rasa tak ada yang memperhatikan, Valerie diam-diam menguap, matanya nampak berair karena harus menahan kantuk yang sedari tadi menyerang dirinya.
Namun, Valerie salah besar, entah sadar atau tidak. Ada satu orang yang memperhatikannya dari tadi, dia tertawa pelan saat memperhatikan Valerie yang sedikit membalikkan tubuhnya hanya untuk menguap.
Karena suasana ruangan yang minim pencahayaan, Valerie tak bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah pria itu. Ya ampun, kenapa mereka memesan tepat gelap macam ini? Ahh...namun itu sedikit menguntungkan bagi Valerie, dia bisa diam-diam menguap atau menutup mata sejenak.
"Mom, karena ruangannya gelap. Apakah aku boleh tidur sebentar?" Saat ibunya tengah menyesap Wine, Valerie menjadikan kesempatan itu untuk berbisik pada ibunya.
"Jangan gila kamu!!!" Ibunya balas berbisik.
"Ahh...mom, aku ngantuk" Masih dalam rangka bisik-bisik, Valerie mencoba merengek pada ibunya.
"Tahan selama beberapa Jam okay, kamu harus memberikan kesan yang baik pada keluarga calon suamimu"
"Mommy!!!" Tanpa sadar Valerie meninggikan sedikit suaranya, membuat ayah serta ketiga orang lain yang di sana menoleh padanya. Dia sedikit terkejut dengan kalimat terakhir yang di ucapkan oleh sang ibu. Akan tetapi Valerie tak menganggap serius hal itu.
"Ada apa Valerie?" Istri Tuan Grant akhirnya bertanya.
"Maaf, bukan apa-apa Aunty. Tanpa sengaja mom menginjak kakiku tadi"
"Sembarangan! Mom ngga pernah menginjak kaki kamu yaa!?"
Ibunya nampak tersenyum jahil sedangkan Valerie hanya bisa melempar tatapan kesal pada ibunya. Dia tahu, ibunya memang terkadang suka bercanda.
Valerie dan ibunya memang lebih seperti teman jika di bandingkan dengan ibu dan anak pada umumnya. Meskipun begitu, Valerie tak pernah bertindak berlebihan, dia selalu menjaga sopan santun meski hubungan dia dan ibunya sedekat itu.
"Mom jelas melakukannya tadi, kakiku masih perih"
"Sayang sudah aku bilang berhenti mengganggunya." ayahnya Valerie Akhirnya menengahi sebelum pertengkaran kecil antara ibu dan anak itu berlanjut lebih jauh lagi.
"Sayang! Aku tidak menginjak kakinya, mana mungkin aku menginjak kaki putriku yang berharga" Veronica , yang tak lain adalah ibunya Valerie akhirnya membuat pembelaan. Sedangkan keluarga Grant ikut tertawa ringan melihat bagaimana interaksi keluarga Hillbert.
Setelah pertengkaran tadi, suasana di ruangan ini kembali seperti sebelumnya. Kali ini topiknya sedikit berubah, mereka tak lagi membicarakan bisnis. Mereka hanya membahas tentang topik ringan seperti aktivitas di akhir pekan dan tentang permainan golf minggu lalu.
Acara makan malam ini nampak membosankan, setidaknya begitu menurut Valerie. Sudah jelas dia tidak tertarik, kenapa orang tuanya tidak mengajak Evelyn saja? Adiknya yaitu Evelyn Hillbert suka dengan acara macam ini. Dia bahkan tak ragu dan menerima dengan senang hati saat ayah mereka mengajak ke jamuan yang di adakan oleh perusahaan.
Meski menurutnya membosankan, Valerie terpaksa harus tersenyum pada kolega kerja ayahnya itu, Namun tentu saja senyumannya di buat sealami mungkin. Dalam hati, Valerie kembali menggerutu, dia bukan aktris, kenapa orang tuanya menyuruhnya berakting? Senyumannya masih terlihat seperti di paksakan. Tidakkah itu terlihat palsu?
Valerie melirik pria yang sedari tadi memperhatikannya, pria itu nampak salah tingkah saat Valerie balas menatapnya. Pria itu melempar senyuman pada Valerie, biasanya para wanita akan terpikat begitu melihat senyuman menawannya. Namun hal itu seolah tidak mempan untuk Valerie, gadis ini masih memasang air muka yang sama. Nampak tenang seperti biasanya, tak ada sedikit pun senyuman di wajah cantiknya dan dia memang tidak berniat memberi celah pada pria itu.
Pria itu mengangkat gelasnya, memberi isyarat bahwa dia senang bertemu dengan Valerie, kemudian dia menyesap minumannya. Sedangkan Valerie hanya mengalihkan pandangan, orang tuanya tidak akan menyadari hal itu, mereka sibuk dengan pembicara bisnis mereka. Hanya Valerie dan Pria itu saja yang saling diam di sini.
Valerie jadi ingat kejadian beberapa jam yang lalu, dia yang kesulitan berjalan dengan high heels tiba-tiba terjatuh. Kakinya yang sakit membuatnya kesulitan bergerak selama beberapa saat, di dalam hati tak henti-hentinya dia menggerutu dan melemparkan sumpah serapah pada benda yang di anggapnya terkutuk itu, sepatu high heels memang musuh terbesarnya.
Ibunya tahu persis kalau putri sulungnya ini tidak suka high heels, lalu kenapa sekarang ibunya menyuruh dia berdandan dan membuatnya harus memakai high heels ini? Jelas sesuatu yang tak di inginkan oleh Valerie akan terjadi.
"Omong-omong aku dan Veronica pernah satu kampus dulu" Nyonya Grant kembali memulai pembicaraan setelah hening selama beberapa saat.
"Tentu saja dengan Aiden juga" Lanjut Arianna Grant. "Vee dulu sangat populer dan punya banyak teman, terutama laki-laki. Banyak dari mereka yang ingin dekat dengan Vee" Vee adalah sapaan akrab ibunya Valerie.
"Awalnya aku tidak menyangka Vee bisa menikah dengan Aiden. Selama di kampus mereka tidak pernah terlihat dekat" Arianna masih terlihat penasaran bagaimana kedua teman kuliah nya itu bisa dekat dan memutuskan untuk menikah.
"Mmm....yahh, kami tidak sengaja bertemu di perpustakaan dan dari situ Aiden Mulai membantuku belajar." Veronica mulai bercerita. "Aku tidak terlalu pandai belajar"
"Yahh itulah Vee" Arianna tertawa ringan.
"Hei!!! Kamu jangan coba-coba menceritakan ceritakan hal memalukan pada putriku" Sahut Veronica sebelum temannya itu bercerita lebih jauh lagi.
"Aunty, seperti apa Mommy-ku saat kuliah?" tanya Valerie.
"Setelah di pikir-pikir, aku rasa Evelyn lebih mirip ibumu waktu muda"
Ohh...ya Evelyn Caroline Hillbert, dia adalah adiknya Valerie. "Itu artinya, Mommy sering membuat masalah?"
"Yahh... Mommy tidak sesering itu, adikmu Evelyn lebih memusingkan"
...****************...
...Tanpa sengaja, Valerie saling bertukar pandang dengan Aldrick. Pria itu nampak senang sambil menaik turunkan alisnya. Dia seperti mengetahui hal ini akan terjadi dan juga dia nampak tak masalah dengan keputusan itu....
...****************...
[Flashback]
"Anda baik-baik saja nona?" Suara bariton seorang pria berhasil memenuhi indra pendengaran Valerie, lantas Valerie mendongak menatap wajah seorang pria yang kini tengah mengulurkan tangan padanya.
"Saya baik-baik saja" Valerie berusaha berdiri namun dia tak menyahut uluran tangan dari pria itu. Lagi pula tak masalah bukan? Valerie tak ingin berhutang budi yang nantinya harus dia balas, jika itu terjadi bisa saja dia di haruskan bertemu dengan orang itu lagi.
Omong-omong tentang Valerie, dia memang gadis yang sedikit menyebalkan, terutama pada pria namun dia tak se-menyebalkan itu, dia cukup baik juga. Valerie juga punya alasan kenapa dia begitu. Seperti seolah dia membangun sebuah tembok tinggi yang tidak ingin di tembus oleh siapapun.
Pria itu menyadari Valerie mengabaikan uluran tangannya lantas dia tersenyum sambil menunjuk high heels putih yang Valerie kenakan.
"Sudah aku duga, high heels itu memang cocok untukmu"
Mendengar hal itu dari orang asing, membuat Valerie kebingungan sesaat. Pria itu berbicara seolah dia-lah yang membelikan sepatu itu.
"Saya tidak mengerti kenapa anda berbicara begitu, tapi itu membuat saya tak nyaman"
Pria itu hanya terkekeh sambil mendekatkan wajahnya pada Valerie, hal itu membuat Valerie secara refleks mundur beberapa langkah
"Kamu cantik, persis seperti yang ibuku katakan"
Valerie hanya menggeleng heran, dia hendak melanjutkan kembali langkah kakinya, namun pria itu menarik lengannya dan mendorong pelan tubuhnya agar duduk di kursi panjang di sekitar sana.
Mata gadis itu membulat dengan sempurna begitu melihat tindakan pria itu selanjutnya. Dia melepas high heels di kakinya Valerie.
"Apa yang anda lakukan?"
"Diam sebentar, ini tidak akan sakit"
"Anda tidak perlu memikirkan ini, saya masih bisa berjalan."
"Hei! Kenapa bicaramu formal sekali? Kamu bisa bicara santai padaku, lagi pula ini bukan pertama kalinya kita bertemu."
Valerie masih kebingungan. Mereka pernah bertemu sebelumnya? Dimana dan tepatnya kapan? Sekeras apa pun usahanya untuk mengingat pria itu, Valerie tetap tidak mengingatnya. Namun hal itu cepat di lupakan oleh Valerie, dia lebih memilih mengabaikan ucapan pria itu. Mungkin mereka hanya pernah berpapasan di jalan? Bukan begitu.
Apa dia tidak sadar bahwa dia juga bicara formal padanya? Pria itu yang pertama kali memulainya dia hanya memikirkan tentang kakinya yang perlahan mulai tidak terasa sakit.
"Tidak perlu, ini bukan apa-apa bagiku"
"Hei! Jangan remehkan hal seperti ini, bagaimana kalau terjadi hal yang serius. Setidaknya aku harus memastikan kakimu baik-baik saja"
"Tidak akan terjadi hal serius" Gumam Valerie "Percaya padaku, aku bahkan pernah mengalami hal yang lebih serius dari ini" lanjut Valerie. Dia merasa ini bukan hal yang serius namun lihatlah apa yang di lakukan pria ini. Tanpa Valerie duga pria itu meraih kakinya dan melakukan sesuatu yang tidak terduga menurut Valerie.
"Kau harus merasa terhormat, karena aku tidak dengan mudahnya menyentuh kaki orang lain. Bagaimana sekarang? Masih sakit?"
Valerie kembali terkejut, dia mencoba menggerakkan pergelangan kakinya dan ternyata sudah cukup membaik.
"Terima kasih" Ucap Valerie sesaat setelah sepatunya di pasang kembali di kakinya. Pria itu nampak bersikeras ingin memasangkan sepatu itu untuk Valerie.
"Kita lihat saja, untuk ke depannya. Kita akan sering bertemu" Mereka berdua kembali berdiri, mata pria itu beralih menatap sepasang high heels yang terpasang di kaki Valerie.
"Jadi kau memang tidak suka high heels, ya. Eum...cukup menarik. Lain kali aku akan kirim hadiah lain untukmu" Setelah mengatakan itu, dia pergi begitu saja.
[Flashback End]
Mengingat hal itu, Valerie lantas meringis pelan. Dia berharap agar pria itu tak membahas hal itu sekarang.
Tunggu, Valerie kembali menatap pria itu, dia masih tersenyum seperti tadi. Kata-kata terakhir darinya....
Ahh..sekarang dia mengerti, itu artinya?? Sepatu ini pemberian darinya?? sekarang Valerie tahu kenapa pria itu bersikap sok akrab padanya. Rupanya mereka akan bertemu kembali di sini, pria itu sudah tahu hal ini akan terjadi.
Valerie nya saja yang kurang memperhatikan dan sebelumnya lampu di sini temaram itu juga salah satu kenapa Valerie tak langsung mengenali pria itu, dia baru sadar bahwa pria yang ada di hadapannya ini adalah pria yang tadi menolongnya sesaat setelah ruang berubah menjadi terang.
"Kakimu baik-baik saja?" Pertanyaan darinya berhasil menarik perhatian orang tua Valerie maupun orang tua Aldrick.
"Eh kakimu kenapa sayang?"
"Hanya keseleo mom, jangan khawatir. Sekarang udah ngga apa-apa"
"Ahh...syukurlah, jadi Aldrick yang tadi membantu Valerie? terima kasih."
Veronica menoleh ke arah Valerie kemudian menyadari bagaimana Valerie menatap Aldrick.
"Valerie kamu harus bersikap ramah pada Aldrick, dia itu calon tunanganmu ahh... maksud Mommy dia calon suamimu. Kamu sudah berterima kasih padanya kan?"
"Hmm..." Valerie hanya menggumam pelan.
Tunggu, ibunya bilang tunangan? Jangan bilang dia sedang di jodohkan di sini? Ya ampun, sebenarnya apa yang di pikirkan oleh ayah dan ibunya?
"Mom!!" Valerie menatap Veronica, sebenarnya banyak hal yang ingin Valerie tanyakan pada sang ibu. Akan tetapi, Valerie harus menyimpan semua pertanyaan itu di pikirannya, sebaiknya Valerie menanyakan itu saat di rumah nanti.
Tanpa sengaja, Valerie saling bertukar pandang dengan Aldrick. Pria itu nampak senang sambil menaik turunkan alisnya. Dia seperti mengetahui hal ini akan terjadi dan juga dia nampak tak masalah dengan keputusan itu.
Valerie menggeser kursinya ke belakang, membuat setiap pasang mata menoleh ke arahnya. Karena ini ruang VIP, hanya ada keluarga Valerie dan Keluarga Aldrick disini
"Kau mau kemana? Makan malamnya belum selesai sayang" Veronica menatap Valerie dan menyuruhnya kembali duduk.
"Aku hanya ingin ke kamar mandi sebentar mom!!"
"Ahh.. Begitu, jangan terlalu lama" Sang ibu tersenyum kemudian di akhir dia berbisik "Jangan berpikir untuk melarikan diri"
"Tentu saja mom, jangan khawatir" Valerie balas berbisik. "Ya ampun, ini ulang tahun terburuk sepanjang hidupku"
Bagaimana bisa ibunya melakukan ini tanpa bertanya kepadanya terlebih dahulu, apa katanya tadi? Di jodohkan? Astaga memangnya itu masih berlaku saat ini? Valerie merasa itu sudah ketinggalan zaman.
Valerie menatap pantulan dirinya di cermin raksasa di depan bilik-bilik toilet. Dari raut wajahnya terlihat jelas bahwa dia kelelahan dan membutuhkan istirahat atau tidur selama beberapa jam.
Saat gadis itu hendak mengambil lipstik dari tas selempangnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Valerie mengambil benda pipih itu lalu mengangkat panggilan masuk itu tanpa berpikir panjang.
"Apa ada masalah Jennie?"
"Yaa, disini ada masalah. Hei! Valerie kenapa yang punya pestanya tidak ada tempat?"
"Aku ada acara lain Jen, kau bisa nikmati pesta ulang tahunku tanpa diriku" Valerie tertawa hambar.
"Hei itu tidak lucu, apa ini pesta ulang tahun Valerie namun di rayakan tanpa Valerie?"
Valerie bisa mendengar Jennie dan teman-teman lainnya tertawa sementara Valerie menghela nafas pasrah sambil mengapit ponselnya di antara pundak dan telinganya.
"Aku serius Jen, aku tidak bisa meninggalkan acara ini karena ada Mommy-ku disini* Valerie menyalakan kran air,lalu dia segera mencuci tangannya sambil terus mendengarkan ocehan Jennie.
"Setelah selesai acara itu kau harus cepat datang yaa?"
"Okay, aku akan datang beberapa menit lagi" Valerie melirik arloji di tangan kirinya, dia memperkirakan kapan acara makan malam ini akan selesai.
"Omong-omong Adikmu sangat tampan Valerie! Kenapa kau tidak pernah mengatakan padaku bahwa kau punya adik setampan itu?"
"Come on Jen! Apa itu penting?"
"Tentu saja penting, aku harus mengenal setiap pria tampan di negeri ini apa kau lupa?"
"Aku punya sesuatu yang lebih mengejutkan dari pada adik tampanku itu" Valerie tertawa pelan, dia berniat menceritakan tentang makan malam ini kepada teman-temannya.
"Apa itu?" tanya Jennie penasaran
"Nanti aku ceritakan, ya sudah seperti nya aku harus pergi dulu Jen, Mommy-ku akan marah jika aku menyelinap keluar terlalu lama"
"Tentu saja, See you, selamat menikmati acara makan malam mu"
"Yeahhh"
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!