NovelToon NovelToon

Bangkit Nya Gadis Tersisih

Bab 1. Pemulaan

Gadis berusia dua puluh tahun berjalan pulang dengan tubuh yang sangat lelah dan kotor sekali penampilan nya, Bila orang yang tidak kenal dengan dia. Maka pasti mengira dia adalah anak orang yang sangat susah sehingga rela masuk sawah menanam padi dari shubuh hingga petang, Siang hanya makan nasi dan ikan asin serta sayur bayam saja. Nara adalah anak bungsu dari Pak Tono seorang juragan yang harta nya sangat berlimpah ruah, Sawah berhektar hektar luas nya dan sampai mengerjakan puluhan orang untuk menanam padi di tempat nya, Meski ini adalah desa yang penduduk nya banyak bersawah, Namun sudah bisa di bilang kota karena sangat ramai dan sebagian juga banyak gedung bertingkat.

Dari desa ini menuju kota jarak nya hanya sepuluh menit saja, Semua nya sudah memakai motor untuk alat tranportasi. Tapi tidak dengan Nara, Gadis itu selalu berjalan kaki setiap pulang dari sawah milik Ayah nya yang jarak dari rumah lumayan jauh, Hingga nanti sampai rumah sudah mulai gelap. Setiap hari Nara tak pernah libur untuk pergi kesawah, Tak peduli hujan deras kilat menyambar nyambar dia pun tetap pergi kesawah untuk memanen padi, Bila sawah padi sudah tak ada pekerjaan lagi, Maka Nara pergi kekebun kopi dan memetik kopi di sana setiap hari.

Beda dengan dua Kakak nya yang naik turun mobil mewah setiap hari hanya menghabiskan waktu untuk bermain main menghamburkan uang, Nara tak punya kesempatan itu untuk melakukan nya. Kadang kala dia menangis karena merasa sangat tidak adil nasib yang datang kepada nya, Dia juga anak kandung Pak Tono, Namun kenapa di bedakan oleh orang tua nya. Punya salah sedikit saja makan akan segera di hajar habis habisan, Andai saja Ibu nya mau membela saat dia di marahi oleh Ayah nya, Bu Lastri juga tak peduli mau bagai mana pun Nara di hajar, Dia diam dengan tenang menikmati teh.

"Ayo pulang bareng aku saja, Nara." Ajak Zizi teman nya pekerja.

"Boleh." Angguk Nara yang memang tubuh nya sudah lelah.

"Coba kamu minta sepeda gitu sama orang tua mu, Capek loh setiap hari berjalan." Ucap Zizi saat sudah di jalan.

"Aku tidak ingin di hajar, Zi." Lirih Nara menatap jalanan yang mulai gelap.

"Anggap saja sebagai upah mu selama bekerja membantu to, Kok orang tua mu gitu banget sih." Zizi tahu bagai mana derita nya Nara.

"Kadang aku juga bertanya tanya kenapa mereka sangat kejam padaku, Apa salah ku pada mereka!" Akhir nya Nara menangis juga.

Zizi menghentikan motor nya di pinggir sungai yanng banyak batu, Mengajak Nara untuk duduk dulu agar bisa bercerita tentang masalah nya. Karena hari ini Nara tampak sangat muram sekali, Pasti ada kejadian tadi di rumah sebelum berangkat kekebun memanen kopi.

"Ini minum." Zizi membeli es di warung dan meminum nya bersama Nara.

"Terima kasih." Nara menerima nya dengan senang hati.

"Besok gantian kamu yang traktir aku ya." Zizi bergurau.

"Kalau aku punya uang maka pasti akan ku traktir, Kamu tahu sendiri kalau aku tak pernah punya uang banyak." Keluh Nara.

Selama bekerja di sawah dan di kebun kopi, Nara hanya murni membantu saja tanpa ada sedikit pun uang jajan yang ia terima, Andai kan saja dalam satu hari di beri dua puluh ribu. Mungkin Nara pasti nya akan senang sekali, Pak Tono sangat perhitungan dengan uang yang Nara pakai. Beda bila untuk Nayla dan Nadia, Kedua anak gadis itu mau menghabiskan seratus juta sehari pun dia tak masalah, Tapi bila Nara yang memakai uang seratus ribu untuk sehari, Maka cambukan pasti mendarat di tubuh gadis yang mungil dan sangat kurus ini. Nara sungguh tidak tahu kenapa orang tua nya itu begitu membenci dia, Salah sedikit maka akan langsung di hajar sampai sekarat dan meringkuk di atas tanah.

"Andai saja mereka mau memberiku uang, Pasti bisa ku tabung untuk membeli sepeda." Lirih Nara.

"Kamu pernah ndak minta sama mereka?" Tanya Zizi.

"Pernah, Baru tadi pagi aku bilang tolong belikan sepeda." Nara menatap jauh kearah sungai.

"Apa kata mereka?" Zizi bertanya pelan.

Nara berbalik mengangkat kaos lusuh nya yang banyak terkena getah biji kopi, Zizi tercekat melihat tubuh kurus teman nya ini banyak bekas luka yang membiru. Entah dengan apa Nara di pukuli sehingga bekas nya bisa separah itu, Hanya karena anak minta sepeda saja sudah membuat mereka sangat marah, Padahal harga sepeda paling kencang hanya satu juta. Sangat jauh bila di bandingkan dengan harga mobil milik Nayla dan Nadia, Tampak jelas bahwa di sini Pak Tono dan Bu Lastri memang sangat pilih kasih kepada anak anak nya.

"Kadang aku bertanya salah ku apa pada mereka? Kenapa orang tua ku begitu kejam, Rasa nya sakit sekali hidup di beda bedakan dengan saudara yang lain." Nara menutup wajah nya menangis.

"Ya allah yang sabar ya, Maaf aku malah membuat mu jadi nangis gini." Sesal Zizi merangkul Nara sahabat sejak kecil nya.

"Sakit tubuh ku tak sesakit hati ku, Zi! Bila memang tak suka ada aku, Kenapa dulu aku di lahirkan." Isak Nara.

Zizi tak bisa berkata apa apa karena dia juga sangat sedih membayangkan jadi Nara, Satu rumah namun tersisih sekali dari para saudara saudara nya, Tak seharus nya orang tua bersikap demikian. Toh mereka sama sama anak kandung nya, Namun kenapa pula hanya Nara yang terbuang dan tak di perhatikan sama sekali.

"Makan aku selalu berbeda dengan mereka, Kau bayangkan lah. Semua nya makan dengan ayam, Namun aku di beri ikan asin saja." Nara mengusap ingus nya yang meleleh.

"Sabar! Mereka pasti akan dapat balasan." Zizi ikut menangis.

"Kau lihat baju yang selalu ku pakai ini, di rumah pun aku pakai baju ini. bila ada baju nya Kak Nayla dan Kak Nadia yang sudah usang, baru lah di berikan padaku." Nara kian menangis.

Tidak bisa lagi Zizi membayangkan bagai mana sedih nya hati Nara yang terus terusan mereka remuk begitu, kenapa dia selalu mendapatkan sisa saja dari para saudara nya, Padahal seharus nya dia lah anak yang paling di manja karena anak bungsu. namun nyata nya Nara yang paling menderita di rumah itu, rumah yang bagai kan sangkar emas, bahkan pembantu saja level nya lebih tinggi bila di bandingkan dengan Nara yang sudah seperti keset saja, mereka semua bersikap seenak nya pada gadis kecil ini.

Bab 2. Gara² apel

Rumah yang bisa di bilang paling mewah di kampung ini, Karena memang Pak Tono juragan segala macam, Harta nya sangat banyak sehingga tak akan habis di makan tujuh turunan bila di pakai dengan cara yang elok dan benar. Penyakit dia hanya suka bermain judi dan selingkuh dengan gadis gadis cantik, Para gadis tergiur drngan uang yang bangkot tua ini tawarkan. Bahkan kadang pacar nya Pak Tono ada yang masih seusia Nara juga putri bungsu nya, Nara perlahan berjalan masuk kedalam rumah usai tadi di antarkan oleh Zizi. Di lihat nya Nayla dan Nadia tengah bersantai menikmati buah buahan yang memang selalu tersedia, Ini lah yang membuat Nara sangat iri bila melihat para Kakak nya yang hidup sangat enak, Tak perlu kerja keras kalau mau apa pun tinggal bilang saja.

Maka Pak Tono akan memberikan semua yang mereka minta tanpa pikir panjang, Beda hal nya dengan Nara yang harus kerja keras banting tulang agar bisa makan dan mendapatkan baju bekas dari Nayla dan Nadia. Bahkan kedua gadis itu seolah tak peduli pada Nara yang baru pulang dengan tubuh kotor dan baju yang sangat lusuh, Persis seperti anak gelandangan yang tak punya orang tua, Heran nya Pak Tono seolah tidak mau walau di gunjing dengan orang akibat membedakan anak bungsu nya.

"Eeeh baru pulang ya, Nih makan apel biar segar." Nadia memberikan sebuah apel merah.

Tanpa pikir panjang dan karena Nara sangat ingin makan buah itu, Maka Nara mengambil nya dan menggigit dengan sangat rakus sekali. Rasa apel yang sangat manis menempel di lidah nya Nara, Ternyata makanan mereka memang sangat lah enak, Nayla dan Nadia saling pandang sambil tersenyum licik. Nara tak menyadari keadaan itu karena dia sedang memakan apel nya dengan perasaan yang sangat bahagia, Di luar mobil yang sering di pakai Pak Tono tampak berhenti dan pria itu berjalan masuk dengan wajah masam, Bisa di pastikan bahwa dia sedang kalah judi.

"Ayaaaah! Lihat lah Nara ini sangat rakus, Dia mengambil apel ku!" Teriak Nadia menuding Nara.

"Tidak, Kakak yang memberikan padaku!" Jerit Nara langsung ketakutan.

Reflek buah apel yang sedang ia pegang jatuh kelantai karena sangking takut nya, Pak Tono pasti percaya dengan ucapan nya Nadia dari pada Nara. Bahkan tanpa mendengarkan alasan dari Nara lagi dan dia merasa tak perlu untuk mendengarkan nya, Pak Tono mengambil rotan yang biasa nya untuk memukuli Nara. Tanpa iba dan belas kasihan pada putri kecil nya yang sudah sangat kurus itu, Pak Tono menghantam kan rotan ketubuh Nara dengan kekuatan penuh tentu nya, Sekalian untuk melepaskan emosi dia akibat kalah berjudi tadi.

"Dasar anak rakus! Sialan kurang ajar, Rasakan ini." Pak Tono terus menghantam tubuh Nara.

"Ampuuun, Huhuuuu ampuni aku, Ayah." Nara histeris karena kesakitan.

"Najis aku kau panggil Ayah! Lebih baik kau tidak lahir saja di dunia ini." Geram Pak Tono.

"Aaaagggk, Aaaggkk!"

Nara hanya bisa menggerang pasrah karena mau melawan pun pasti tak bisa, Membiarkan tubuh nya merasakan puluhan cambuk hanya karena dia menerima pemberian apel dari Nadia. Oknum yang memfitnah tertawa puas seolah penderitaan Nara sebuah tontonan yang sangat lucu bagi mereka, Nayla cuek saja sambil makan buah milik nya karena dia sedang tidak mood mau menjadi kompor.

"Bajingan, Bedebah haram kau!" Pak Tono menendang pinggang Nara dengan keras.

Setelah itu baru bergegas masuk membiarkan saja putri nya yang menggeliat karena sangking sakit nya tendangan itu, Tubuh ini sudah hancur karena terlalu sering di hajar dengan cara yang sangat binatang. Tak ada satu pun orang yang bisa membela nya, Bahkan Bu Lastri hanya menatap sekilas dan kembali fokus pada miras, Entah kenapa wanita itu seolah sangat tak peduli dengan penderitaan yang di alami putri nya. Sedangkan gelak tawa Nadia menggema dalam rumah ini, Rasa nya sangat puas melihat adik nya kesakitan hingga susah mau bangun.

...****************...

Susah payah Nara bersujud di tengah malam yang sangat sepi, Para penghuni lain pasti sedang tidur pulas dan kalau ada yang masih terjaga pasti lah salah satu Kakak nya yang sedang asik berselancar di dunia maya. Beda hal nya dengan gadis kecil ini, Dia memohon kepada allah untuk mengambil nyawa nya saja dari pada hidup di dunia terlalu banyak penderitaan, Rasa nya sejak kecil sudah semenderita ini. Tak ada satu pun orang yang peduli kepada dia, Hanya hajaran saja yang selalu Nara terima dari orang tua.

"Ambil saja nyawa ku ini, Ya allah! Hamba tak kuat lagi hidup begini." Nara berdoa sambil menangis.

Walau Nara sangat ingin kematian karena sudah terlalu lelah dengan hidup nya, Namun tak pernah sedikit pun terlintas dalam benak nya untuk bunuh diri, Cukup terhina saat masih di dunia, Jangan sudah meninggal pun dia juga terhina. Tak peduli betapa sengsara nya hidup ini, Nara akan terus bertahan tanpa mau merenggut nyawa nya sendiri.

"Aku lelah, Ya Allah." Nara meneteskan air mata di atas sajadah.

Lama dia menangis dan akhir nya tertidur sendiri karena sangking lelah nya, Sudah lelah karena seharian bekerja di kebun kopi tanpa upah. Pulang pun masih di hajar karena fitnah Nadia, Siapa yang tak sedih bila mendapat hidup begitu. Mungkin bila mereka bertiga sama sama anak orang miskin dan hidup sama sama susah, Masih ada rasa bahagia nya, Ini beda cerita dengan Nara. Di rumah ini hanya dia saja yang susah, Sedang kan yang lain hidup enak tanpa harus bekerja keras, Seperti Nadia dan Nayla yang mau minta apa pun tinggal bilang, Semua nya langsung di kabulkan oleh Ayah mereka. Tak seperti Nara yang sudah bekerja keras pun masih saja salah, Tamparan dan tendangan adalah hadiah dari semua itu.

"Bukan aku, Ayah! Itu bukan salah ku." Dalam tidur nya Nara masih mengingat kejadian tadi.

Bahkan air mata nya juga merembes dari mata yang terpejam itu, Tampak nya hati Nara jauh lebih sakit dari pada tubuh nya yang mendapat banyak pukulan dan tendangan. Air mata nya berderai di atas sajadah memohon kepada allah agar bisa hidup lebih enak, Atau lebih baik dia kembali saja kepangkuan nya.

"Aku anak mu, Ayah." Rintih Nara bergetar seluruh tubuh nya.

Ingin sekali Nara merasakan pelukan hangat dari kedua orang tua nya, Bukan hanya untuk sasaran emosi nya, Bila bukan Pak Tono maka Bu Lastri lah yang akan menghajar nya secara brutal.

Bab 3. Di hukum Ibu

Bangun pagi Nara merasakan tubuh nua sakit semua karena habis di hajat bagai kan binatang, Melipat mukena usang nya yang memang sudah lama sekali tak pernah ganti, Dulu dia dapat itu ketika Zizi mau ganti yang baru dan dia meminta bekas Zizi, Anak orang kaya mau pakai mukena pun sampai harus minta dulu kepada teman nya. Nara memang tak pernah gengsi karena dia sama saja bagai kan orang miskin lain nya, Orang memandang rumah nya yang sangat. Besar dan semua nya ada, Namun Nara merasakan hidup nya bagai neraka, Bahkan kamar gadis kecil ini pun yang paling belakang bersama dengan para pembantu. Setelah melipat mukena dan juga sajadah nya, Nara keluar untuk menemui Ibu nya, Barang kali saja Bu Lastri mau mendengarkan aduan nya, Karena dia beranggapan bahwa Ibu akan punya hati yang lebih lembut bila di banding kan dengan sang Ayah.

Ingin sekali rasa nya Nara merasakan elusan lembut tangan Bu Lastri pada luka memar yang ada di punggung, Barang kali saja rasa sakit ini akan hilang karena belaian lembut seorang Ibu, Walau sejak dulu dia tak pernah mengalami masa itu, Namun kali ini Nara memberanikan diri untuk menemui sang Ibu di dalam kamar, Toh semua harus di coba agar tahu hasil nya.

"Ibu." Panggil Nara pelan saat Bu Lastri sedang duduk di meja mini bar.

Tak ada sahutan sama sekali dari Bu Lastri yang asik menenggak wine, Entah tidak dengar atau memang mengabaikan panggilan putri bungsu nya. Yang pasti Nara sudah sedekat ini saat memanggil nya, Namun Bu Lastri tetap cuek saja, Maka Nara pun kian mendekat dengan tangan terulur ingin menyentuh lengan Ibu nya, Menggunakan kesempatan di pagi yang sepi ini karena kedua saudara nya sudah pergi bekerja di perusahaan yang cukup ternama, Pak Tono entah sudah bangun atau sudah pergi dari rumah ini karena pria itu memang jarang ada di rumah.

"Bu." Nara menyentuh lengan Ibu nya.

Praaaak.

Botol wine yang kaca itu menghantam kening nya Nara hingga berdarah, Namun yang lebih berdarah adalah hati nya Nara, Menyesal sekali karena sudah menuruti kata hati nya untuk mendekat pada wanita yang punya gelar Ibu. Tak ada beda nya Ayah dan Ibu, Mereka sama sama tak menyukai Nara, Bahkan Bu Lastri sama sekali tak menunjukan wajah menyesal karena sudah memukul kepala putri nya dengan botol wine. Malahan dia melotot dengan bengis sehingga nyali Nara menciut seketika, Darah sudah mengalir sampai pipi nya karena luka itu memang cukup lebar.

"Aku sudah berapa kali bilang padamu, Jangan sentuh aku dengan tangan najis mu!" Bentak Bu Lastri.

"Kenapa aku najis, Bu?" Nara bertanya sambil menangis.

"Masih bertanya kau, Bangsat! Semua masalah yang ku alami ini gara gara kau." Bu Lastri sangat marah.

"Salah ku apa pada kalian semua? Kenapa kalian begini padaku, Salah ku apa." Isak Nara.

"Berani sekali kau berkata keras padaku! Ingat kau hidup karena belas kasih ku, Tanpa ada nya aku maka kau akan jadi gelandangan." Sinis Bu Lastri.

"Aku lebih baik jadi gelandangan saja, Bu! Dari pada hidup ku begini dengan kalian." Teriak Nara.

Semakin geram hati Bu Lastri karena gadis kecil ini berani berteriak di hadapan nya, Maka dia segera menyeret Nara yang memang tubuh nya sangat ringan. Walau Nara sudah berontak karena ketakutan dengan apa yang akan Ibu nya lakukan, Namun dia tak kuat melawan karena pembantu sudah membantu juga untuk membaw Nara kebelakang rumah.

"Masukan dia kedalam drum itu!" Titah Bu Lastri.

"Cepat masukan, Kenapa kau cuma bengong saja." Yani pembantu rumah menyuruh Inal tukang kebun.

Inal masih agak ragu karena dia kasihan melihat Nara yang menangis meronta ronta minta di lepaskan, Bagai mana pun dia punya rasa iba karena Nara adalah manusia yang tak pantas di perlakukan seburuk ini.

"Masukan dia atau ku pecat kau." Ancam Bu Lastri.

"Jangaaan, Buuu! Ku mohon jangan begini padaku." Teriak Nara yang sebelah tangan nya di pegang Yani.

Plaaak.

"Hiks, Hiks!"

Nara kian menangis karena mulut nya di tampar menggunakan sandal kayu milik Bu Lastri, Bahkan gusi nya sampai berdarah, Seluruh tubuh gadis ini terasa sangat sakit. Dia menyesali karena sudah lancang mengharapkan belaian dari sosok Ibu atas sakit yang sudah ia alami, Andai saja tadi dia langsung pergi kekebun maka tak akan mengalami siksaan part dua, Karena Bu Lastri juga tak punya iba kepada diri nya.

"Gara gara kau hidup ku rusak! Andai saja kau tak datang dalam kehidupan ku, Maka aku tak akan begini." Teriak Bu Lastri.

"Maafkan aku, Buuuu." Nara Kian terisak pedih.

"Kau pikir maaf mu saja bisa mengubah keadaan, Aku tetap menderita walau kau minta maaf." Geram Bu Lastri.

"Maka nya jangan banyak tingkah, Kau membuat Nyonya pusing saja." Yani malah ikut memarahi.

Inal mencubit lengan istri nya agar tak ikut campur masalah majikan, Karena pria ini sudah kasihan melihat Nara yang terus di perlakukan seperti ini. Kesalahan kecil saja bisa membuat Nara mati matian menahan pukulan, Dan dia saja sekali tak punya tempat untuk mengadu.

"Katakan apa salah ku pada mu, Bu? Agar aku tahu kenapa kalian semua membenci ku." Isak Nara bersujud di kaki Bu Lastri.

"Apa kah semua ini belum cukup jelas? Ayah mu tukang selingkuh, Apa kau tidak berpikir kenapa aku membenci mu!" Bu Lastri menginjak kepala Nara.

"Aaaggghh, Ampun!" Pekik Nara histeris.

"Masukan dia kedalam drum sekarang, Mood ku semakin hancur karena melihat bedebah haram ini." Geram Bu Lastri.

"Tidaaaaak, Ku mohon jangan." Jerit Nara berontak.

Namun tenaga Inal jauh lebih kuat dari pada diri nya yang sangat kecil, Maka Nara segera masuk kedalam drum yang sangat besar itu, Seluruh tubuh nya terasa sangat dingin sekali, Mana air drum juga sedang penuh sehingga Nara kelabakan untuk mencari nafas. Andai saja dia tak bisa berenang, Maka dia akan tenggelam di dalam sini

"Ibuuuuuu, Keluar kan aku dari sini." Pekik Nara berenang kesana kemari.

"Heh! Rasakan itu, Kehadiran mu dan Ibu mu membuat ku sesak saja." Bu Lastri berdecih sinis.

Segera meninggalkan tempat ini karena sudah selesai mengurus Nara, Pak Tono gemar berselingkuh dan sampai puncak nya dia membawa anak kecil hasil perselingkuhan nya dengan gadis di kota, Mau tak mau Bu Lastri mengurus nya karena dia tak mau kehilangan harta dari Pak Tono, Namun dia tak pernah bersikap baik pada Nara sejak kecil.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!