NovelToon NovelToon

The Poor Girl

Elin

"Elin bangun sudah siang," terdengar abah Elin memanggil dari luar kamar.

Setiap pagi Elin selalu di bangunkan abah atau emak, di karenakan Elin susah bangun pagi.

"Iya abah, Elin sudah bangun," jawab Elin.

"Duduklah Elin, hari sudah siang," abah mengingatkan Elin.

"Abah selalu saja begitu, setelah menyuruh bangun lalu menyuruh duduk, seakan-akan tau kalau Elin memang masih berbaring belum duduk," gumam Elin.

Abah Elin tahu betul anaknya, jika dibangunkan dan tidak di suruh duduk pasti akan tertidur kembali, dan itu menyulitkan abah yang harus bolak-balik membangunkan Elin.

Sementara Elin masih bermalas-malasan karena masih mengantuk.

"Aku harus bangun, kalau tidak emak pasti akan datang dan memarahiku," gumam Elin

Akhirnya dengan berat Elin turun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Baru saja di depan pintu, Elin menemukan emak yang akan membangunkannya. Melihat Elin telah bangun emak pun beranjak keluar dan tentu sambil mengomel kepada Elin.

"Sudah siang baru bangun, enggak lihat matahari sudah naik, anak gadis malah bangun siang-siang," kata emak

Elin tak manjawab, dia hanya membatin. "Wajar mak Elin bangun siang, kan Elin tidur selalu larut malam." bisik hati Elin.

Elin setiap hari memang tidur selalu tengah malam karena harus membantu abah menimbang dan membungkus mentega kiloan milik pak Deni. Abah Elin bekerja sebagai pedagang di pagi hari dan malam harinya abah bekerja menimbang dan membungkus mentega, itu abah lakukan untuk menambah pendapatan.

Pendapatan abah sebagai pedagang kecil masih kurang untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga abah mencari tambahan. Abah melakukan pekerjaan malam di rumah agar Elin bisa membantunya, yang membuat pekerjaan cepat selesai.

"Kamu masih diam di situ, bantu abah bawa barang ke pasar," perintah emak.

Mendengar emak begitu Elin bergegas ke kamar mandi. Dia kumur-kumur dan mencuci muka.

Selesai mencuci muka Elin ke ruang tamu dan mengangkat karung yang berisikan barang.

Barang tersebut di naikkan Elin ke atas kursi dan ia membalikkan badan lalu menggendong karung tersebut tepat di belakang punggungnya dan berjalan dengan bawaan barang yang berada di belakang punggungnya.

Beginilah pekerjaan Elin setiap pagi, menggendong barang dagangan abah ke pasar dan membantu membuka dagangan.

Sesampai di Pasar

"Elin jaga di sini ya, biar abah yang membawa barang," ujar abah

"Iya Bah, " sahut Elin

Sepeninggal abah, Elin mengeluarkan dagangan dari dalam karung lalu di gelar di lapak.

Sekembalinya abah dari rumah, abah mengajak Elin untuk memasang layar guna melindungi barang dari terik matahari dan hujan.

"Elin bantuin abah pasang layar dulu, nanti lagi nyusun barang-barangnya " kata abah.

"Abah cepat sekali ngambil barangnya?" tanya Elin

"Ya harus gitu Nak, hari sudah siang,"

"Abah sudah sarapan?" Elin kembali bertanya

"Sudah," jawab abah

Elin gadis berusia 14 tahun yang masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama. Di usianya segitu Elin sudah merasakan pahitnya kehidupan.

Jika pagi sebelum berangkat sekolah Elin membantu abah mengangkut barang-barang dagangan, maka sepulang sekolah Elin juga bertugas membantu abah mengemas barang dagangan untuk kembali di bawa ke rumah. Begitulah aktivitas Elin kesehariannya.

Bukan hanya itu, selesai membantu abah mengemas barang, Elin juga harus memasak, memasak untuk satu rumah. Itu semua di karenakan emak tidak punya waktu untuk memasak karena emak juga ikut membantu abah berdagang di Pasar.

Meski begitu Elin tidak pernah mengeluh kepada abah ataupun emak. Baginya melihat abah dan emak sehat saja sudah membuat Elin senang. Seperti siang ini sepulang sekolah Elin membantu abah mengemas barang dagangan.

"Assalamualaikum," Elin masuk rumah mengucap salam

"Wa'alaikumsalam," jawab Emak

"Emak sudah pulang Mak?" tanya Elin

"Sudah tau nanya," jawab mak ketus.

"Sudah sana kamu ganti baju terus bantuin abah," lanjut emak

"Iya Mak," kata Elin

Elin mengulurkan tangan menyambut tangan Emak dan mencium punggung tangannya. Setelah itu Elin bergegas masuk ke kamar berganti pakaian kemudian lanjut ke pasar. Jangan heran karena ini memang sudah jadi kebiasaan Elin, langsung bekerja membantu abah tanpa adanya waktu istirahat sepulang sekolah walau hanya semenit.

Sedih? tentu saja tidak, Elin tidak pernah merasa sedih dalam hal membantu kedua orang tuanya, justru Elin merasa senang bisa membantu meringankan pekerjaan kedua orangtuanya.

Setiba di pasar

"Abah sudah mau berkemas?" tanya Elin

"Sebentar lagi Nak, abah mau pulang makan dulu," jawab abah

"Tapi Elin belum masak apapun Bah,"

"Gak apa-apa Nak, abah liat dulu aja barang kali ada makanan yang bisa di makan," lanjut abah

"Baiklah Bah, Elin yang lanjut dagangin ini," kata Elin

"Apa kamu sudah makan?" tanya abah lagi

"Nanti aja Bah, abah makan aja dulu," lanjut Elin

"Ya sudah abah tinggal pulang dulu. Kalau enggak tahu harga, enggak usah di jual," lanjut abah

"Iya abah," kata Elin

Selesai berkata abah menuju jalan arah pulang, rumah abah tidak jauh dari pasar hanya berjarak 1 kilometer saja dari pasar, abah sengaja mengontrak rumah dekat lokasi pasar agar tidak jauh jika harus bolak-balik membawa barang dagangan dari pasar ke rumah.

Itu dikarenakan abah tidak mempunyai kios apalagi toko untuk berdagang, sehingga harus bolak-balik dari rumah ke pasar untuk membawa barang dagangan.

Abah hanya mampu berdagang di lahan kosong pinggiran pasar yang tidak di pungut biaya tentunya, pendapatan yang rendah tidak cukup untuk menyewa kios.

Selang beberapa menit abah kembali ke pasar, tentunya ingin mengemas barang karena waktu telah menunjukkan pukul 14.00.

"Ada tambahan Lin?" tanya abah sesampainya di lapak.

"Gak ada Bah," jawab Elin.

"Ayo kita berkemas, ini sudah terlalu panas nanti yang ada barang dagangan jadi pudar terkena panas," lanjut abah lagi.

Abah dan Elin mulai mengemas barang dan memasukkan ke dalam karung wadah barang, karung di gunakan sebagai penyimpan barang agar mudah dibawa. Seperti biasa barang yang telah dikemas di bawa pulang dengan cara di dukung di bagian punggung abah dan Elin.

Pengangkutan barang di lakukan bergantian, jika abah duluan maka Elin yang tinggal di pasar menjaga barang yang tersisa. Begitu pun sebaliknya jika abah sampai, Elin yang bertugas mengangkut barang ke rumah dan abah yang menjaga barang sisanya. Begitu terus secara bergantian.

"Bah ini sudah selesai," kata Elin, "tinggal satu ini aja," lanjutnya lagi

"kalau gitu kita buka layar dulu," kata abah

Akhirnya abah dan Elin membuka ikatan layar terpal yang digunakan seharian ini untuk melindungi diri dan barang dagangan dari teriknya matahari. Ya... sederhana sekali.

Hanya terpal plastik usang lebar 1×2 meter untuk pelindung diri dan juga barang, tidak cukup tentunya jika hujan turun. Pastilah barang dagangan akan terkena air hujan. Bukan hanya terkena air hujan dari atas tapi juga terkena air hujan yang jatuh mengenai tanah, jadilah air terpercik dan mengenai barang dagangan abah. Inilah resiko tidak mempunyai kios. Sedih...

Keributan di Pagi Hari

Seperti biasanya pagi ini Elin di bangunkan abah dan tentu saja memakan waktu lama.

"Elin, ayo bangun. Abah mau berangkat kalangan Nak." Abah mulai lelah karena Elin tak kunjung bangun.

"Elin... Elin... ayo bangun, kalau kamu enggak bangun, nanti enggak ada yang bangunin." Lanjut abah lagi.

Akhirnya setelah abah mencoba lagi Elin terbangun juga. Abah harus memastikan Elin bangun, jika tidak Elin bisa saja terlambat ke sekolah. Abah dan emak hari ini akan berdagang di pasar yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Pasar itu berada di luar kota.

"Iya Bah Elin sudah bangun," jawab Elin,

"Tunggu sebentar Bah." Lanjut Elin

Ceklek

Pintu terbuka, tampak Elin dengan rambut acak-acakan khas bangun tidur.

"Kalangan kemana abah hari ini?" tanya Elin

"Abah ke Simpang hari ini," jawab abah

"Kamu jangan lupa kunci pintu dan jangan tidur lagi, nanti kesiangan," Peringat abah

"Baiklah Bah, abah hati-hati di jalan Bah,"

"Ya sudah abah berangkat dulu, itu emak nungguin di luar."

Setelah berpesan demikian abah pergi melangkah keluar rumah di ikuti Elin dari belakang, sebelum menutup pintu ibu mengingatkan beberapa hal ke Elin.

"Elin, nanti sebelum berangkat sekolah jangan lupa jemur pakaian," perintah emak

"Kunci rumah taruh di bawah pot aja, gak usah di bawa," lanjut emak

"Iya Mak," jawab Elin

"Emak berangkat dulu ya..."

"Iya, hati-hati di jalan Mak, semoga laris ya Mak,"

"Iya," jawab mak singkat.

Emak berbalik badan dan berjalan ke arah mobil yang telah menunggu sedari tadi. Mobil pick up yang akan membawa abah dan emak ke kalangan, kalangan adalah pasar yang ada di suatu desa yang jauh dari keramaian kota, pasar yang hanya beroperasi seminggu dua kali, tidak setiap hari tentunya.

Di mobil itu banyak para pedagang lainnya yang juga turut menumpang pada Si pemilik mobil tentunya tidak gratis, mereka masing-masing memberi bayaran sesuai kesepakatan masing-masing.

Semakin banyak barang semakin banyak pula ongkosnya. Begitupun sebaliknya.

Sementara di rumah

Setelah kepergian kedua orang tuanya Elin bergegas beberes rumah, menyapu, mencuci piring dan menjemur pakaian. Pekerjaan di lakukan di waktu subuh dengan harapan selesai di waktu yang tepat, benar saja semua sesuai dengan harapan Elin.

Tepat jam 05.30 semua pekerjaan selesai, setelahnya Elin mandi dan bersiap-siap berangkat ke sekolah.Tepat pukul 06.00 Elin keluar dari rumah. Setiap hari Elin berangkat dan pulang sekolah berjalan kaki. Selain mengurangi pengeluaran ini juga lebih menyenangkan bagi Elin, serasa keluar dari penjara baginya.

Karena kesehariannya yang sibuk dengan pekerjaan di rumah, Elin tidak pernah ada waktu untuk sekedar jalan-jalan atau main-main keluar. Inilah yang membuat Elin suka berjalan kaki karena sepanjang perjalanan Elin bisa melihat pemandangaan di luar rumah.

Perjalanan memakan waktu 20 menit, jarak rumah ke Sekolah hanya 2 kilometer saja, tidak memakan waktu lama.

Sesampai di sekolah Elin langsung menuju kelas, ketika kakinya hampir saja mendekati pintu, ia menghentikan langkahnya. Ia bingung dan gugup ada seseorang berdiri bersandar di pintu, bernyanyi dengan gayanya yang cool menurut pandangan Elin. Pria itu... membuatnya gugup.

"Aku harus gimana nih, aduh... kenapa juga dia di pintu.." Gumam Elin

Elin masih di sibukkan dengan kebingungannya, sementara laki-laki yang membuatnya bingung tidak memperhatikannya. Karena di mata Elin, dirinya tidak ada pengaruh sama sekali bagi laki-laki tersebut.

Akhirnya dengan gugup dan malu Elin melanjutkan langkahnya.

"Aku harus melanjutkan langkahku, kalau tidak dia akan tau." Gumam Elin

Belum sempat Elin melanjutkan langkah, laki laki itu mendekat ke arah Elin. laki laki itu Dia Reyhan.

Reyhan Pranajaya

Cowok keren dan populer dengan postur tinggi, tegap, dan atletis. Berwajah manis dan humoris berkepribadian baik, ramah, pandai bergaul, supel, tidak sombong. Inilah yang menarik dari Reyhan banyak siswi menyukainya termasuk Elin salah satunya. Reyhan bukan dari keluarga kaya juga bukan dari keluarga miskin.

Laki laki berwajah tampan ini sering gonta ganti pacar dengan kepopulerannya dia terkenal playboy.

Reyhan terus mendekat dengan senyum terus mengembang di bibir nan tipis itu. Sementara Elin merasa gugup dan grogi berhadapan dengan orang yang di sukainya.

"Hai Elin," sapa Reyhan.

"Eh, hai," Elin balik menyapa dengan ekspresi yang sulit di artikan.

"Kamu liat Ica gak?" tanya Reyhan.

"Gak lihat," jawab Elin singkat

"Kamu baru dateng, pantas saja,"

"iy..." Belum selesai Elin berkata, terdengar suara keributan dari dalam kelas di tempat Elin dan Reyhan berdiri.

Keributan itu berasal dari kelas 3B. Iya benar, Kelas Reyhan. Mendengar keributan Elin dan Reyhan mengalihkan pandangan ke dalam kelas. Terlihat dari kaca jendela kelas, siswa siswi tampak berkumpul membelakangi arah pandang Elin dan Reyhan.

Elin dan Reyhan yang penasaran berjalan menuju ke dalam kelas, di sana terlihat dua orang siwi sedang adu mulut. Tengah bertengkar.

Elin mendekat, di sini dia bisa melihat dua orang itu salah satunya Ica, teman Elin. Ica teman Elin dari Sekolah Dasar, meski berteman mereka tak terlalu akrab. Hanya sekedar teman biasa.

Reyhan yang berada di tengah keributan menengahi pertengkaran.

"Hei, apa yang kalian ributkan?"gertak Reyhan

"Dia itu Rey yang cari masalah datang ke kelas ini marah-marah ke aku," adu Ica

"Kamu bukan anak kelas 3B kan?" tanya Reyhan pada perempuan yang tengah bertengkar dengan Ica.

"Kenapa membuat keributan di kelas ini?" sambung Reyhan.

"Dia ngatain aku gatel, cewek ganjen kecentilan," Adu cewek yang di kenal dengan nama Ina itu.

"Ya... aku gak terimalah Rey, dia ngatain aku," Sambungnya lagi.

"Dia yang duluan Rey ngatain aku, aku baleslah," jawab Ica tak mau kalah.

"Sudah! sudah! masih pagi udah ribut aja," tegas Reyhan.

"Siapapun yang salah, keributan ini tidak di benarkan," lanjut Reyhan

"Sekarang bubar, bubar semua!" Perintah Reyhan

Semua siswa yang berkumpul kembali ke posisi masing-masing, tapi tidak dengan Ica. Dia tetap di tempat menatap tajam Reyhan.

"Kamu apa-apaan Rey, maen bubarin gitu aja," ucap Ica kesal.

"Aku belum puas, pengen cakar muka tu anak," sambungnya lagi.

"Kamu mau berurusan dengan guru Bk?" tanya Reyhan terdengar seperti peringatan.

"Kalau kamu mau, sudah sana kejar dia, lanjutkan apa yang mau kamu lakukan," kata Reyhan penuh penekanan.

"Mau cakar cakaran, jambak-jambakkan, silahkan! siap gak sama resikonya?" sambung Reyhan.

"Ya... enggak gitu juga Rey. Minimal tadi kamu dengerin aku dulu, jangan bubarin gitu aja," protes Ica

"Setidaknya kamu tau, aku enggak salah," Sambungnya lagi

"Keributan itu terjadi antara 2 orang, jika salah satu mengalah tidak akan jadi keributan. Di sini kamu salah karena kamu salah satu yang menyebabkan keributan Ica," Jelas Reyhan yang menekankan pada kata Ica.

"Kamu dan dia adalah penyebab keributan, kalian berdua sama sama salah." Sambung Reyhan

Kegugupan Elin

Waktu menunjukkan pukul 12.30 pertanda jam pelajaran berakhir dan waktunya siswa siswi pulang sekolah.

Bel berbunyi seiring keluarnya siswa dari masing-masing kelas. Elin berjalan keluar kelas menuju gerbang, seperti biasa Elin pulang berjalan kaki. Jika pagi Elin berangkat sekolah berjalan terlihat sendiri berbeda jika di waktu pulang, Elin tampak berjalan pulang beramai-ramai dengan anak-anak lainnya.

Jalan pulang beramai-ramai sangat menyenangkan baginya karna dia tidak merasa sendiri dan juga perjalanan tidak terasa jauh. Di tengah perjalanan Elin melihat tidak jauh dari tempatnya berjalan tampak laki-laki yang tadi pagi menemuinya berada di depan tak jauh dari posisinya sekarang.

Dia laki-laki itu juga pulang berjalan kaki.

"Tidak biasanya Reyhan pulang jalan kaki?" Elin bertanya-tanya sendiri

"Kenapa juga aku ketemu dia lagi?" gumam Elin.

Elin gugup dan malu setiap kali melihat Reyhan, belum juga bertegur sapa sudah bingung akan bersikap seperti apa nantinya.

Di tengah kebingungan Elin tetap melangkah, tidak mungkinkan dia berhenti, akan sangat terlihat kegugupannya.

Semakin melangkah Elin akan semakin dekat dengan Reyhan. Reyhan menyadari Elin berjalan mendekat, dia tersenyum ke arah Elin.

"Jalan kaki Lin?" tanya Reyhan.

Terdengar seperti basa basi. Tentu itu bukan pertanyaan sudah jelas masih di pertanyakan. Lucu...

"Iya," Satu kata keluar dari mulit Elin.

"Barengan yuk," ajak Reyhan.

Reyhan terlihat santai seperti biasa. Namun tidak dengan Elin, terkejut tentu tak percaya di ajak jalan bersama. Senang bercampur bingung bersarang di benak Elin. Bingung bila harus menerima ajakannya, karena pasti dia tidak akan mampu bersikap biasa saja. Ya... dia paham akan dirinya.

Pada akhirnya Elin menolak, bukan tidak mau. Hanya menghindari rasa malu bila nanti tidak bisa mengendalikan tingkahnya yang gugup dan grogi saat bersama nanti.

"Maaf Rey, aku duluan ya. Buru-buru soalnya," begitulah alasan Elin

Tanpa menunggu jawaban Reyhan, Elin berjalan dengan cepat meninggalkan Reyhan.

Selang beberapa menit Elin sampai di rumah.

"Assalamualaikum." Elin Mengucap salam, namun tak ada jawaban dari dalam. Pertanda tak ada orang di dalam rumah, berarti emak dan abah belum pulang.

Karena merasa tak ada jawaban, untuk memastikan Elin berjongkok melihat kunci rumah, apakah masih pada tempatnya atau tidak. Ternyata ada.

Elin menarik kunci dari tempatnya kemudian berjalan menuju pintu, memasukkan kunci dan membukanya.

Pintu terbuka tampak ruang tamu beralaskan tikar anyaman yang bila di duduki hanya muat 4 orang. Tidak ada sofa dan tidak ada hiasan dinding di sana. Semua memperjelas keadaan, Si empunya rumah orang Sederhana. Sangat sederhana.

Elin melepas sepatu dan bergegas masuk karena harus segera memasak untuk orangtuanya yang mungkin sebentar lagi akan pulang. Mengingat orang tuanya dagang kalangan jauh, pastilah akan melelahkan juga merasa lapar.

Masak di sini bukan seperti masak kebanyakan orang dengan hasil bermacam lauk dan sayur. Masak di keluarga ini dalam artian membuat makanan yang bisa di makan untuk teman makan nasi, tidak harus lauk dan juga sayur. Seadanya saja.

Usai mengganti pakaian, Elin menuju dapur. Melihat persediaan yang ada tidak mungkin Elin menumis atau menggoreng karena tidak adanya minyak. Kalau harus membeli dia tak punya uang karna memang tadi pagi tak di beri uang belanja.

Memastikan apa yang ada di dalam tudung saji. Elin menuju meja makan membuka tudung yang ternyata hanya ada nasi putih saja, tak ada sambal.

Elin memutuskan membuat sambal, bagi kedua orang tua Elin wajib ada sambal untuk makan mereka, itu sudah cukup.

Sambal matah itulah yang ada di pikiran Elin.

Elin mulai membuat sambal dengan merebus air di panci kecil. Setelah mendidih cabai, bawang, ranggam di masukkan ke dalam air rebusan. Setelah cabai layu kemudian di tiriskan lanjut di haluskan di tempat penggiling cabe.

Semua di ulek menjadi satu cabe bawang, ranggam, tidak lupa di tambah garam dan penyedap rasa. Selesai sambal di pindah ke wadah dan siap di santap dengan nasi.

Sambal matah versi keluarga ini sudah siap, ya.... tidak seperti sambal matah pada umumnya. Sambal matah ini jauh lebih murah dan mudah cara membuatnya, mereka sudah terbiasa dengan cara ini semua karena keadaan... kekurangan...

"Sudah siap," gumam Elin.

"Kenapa abah belum pulang juga ya..." Elin gelisah

Karena hari sudah menunjukkan pukul 14.00, terlebih lagi perjalanan orang tuanya yang jauh membuat Elin khawatir.

"Aku makan dulu sajalah," Gumam Elin

Sembari menunggu kepulangan kedua orangtuanya Elin makan dengan sambal matah, perutnya yang kosong sudah minta di isi sedari perjalanan pulang tadi. Namun pertemuan dengan Reyhan menghilangkan rasa lapar di perutnya.

Sudah terbiasa dalam kehidupan sulit, Elin tak pernah mengeluh akan apa yang di makan, baginya ini sudah biasa. Apabila di tanya enak? tentu lebih enak makan dengan tumis kangkung, namun apalah daya... lagi-lagi kendala dia tak pegang uang... walau hanya untuk seikat kangkung.

Sambal matah yang diartikan dengan keluarga ini yaitu sambal mentah dalam artian tidak di goreng.

Mereka tidak tau dan tidak paham pembuatan sambal matah yang kekinian, lagi-lagi keadaan.

Jika kebanyakan orang tau sambal matah itu benar-benar berbahan mentah tapi tidak dengan mereka.

Di kampung emak dan abah sambal matah yang sesungguhnya sama seperti pembuatan sambal matah versi Elin.

Berbeda mungkin keadaannya jika mereka punya televisi untuk menambah informasi mereka terutama Elin.

Jujur... Elin bingung ketika nonton televisi di rumah tetangga dia lihat sambal matah buatan chef yang ada di TV itu berbeda dengan cara pembuatan sambal matah Elin.

Tapi dia tak terlalu memikirkan itu.

Tok... tok... tok...

Terdengar suara pintu di ketuk.

"Itu abah dan emak," pikir Elin.

Buru- buru Elin berjalan menuju ke dalam rumah masuk ke ruang tamu dan membuka pintu.

Ceklek

Pintu terbuka, benar saja tampak abah dan emak dengan muka lelahnya.

"Assalamualakum." Ucap Abah dan emak bersamaan.

"Wa'alaikumsalam Mak, Bah." Elin menjawab sembari menjulurkan tangan menyambut tangan orangtuanya, mencium punggung tangan abah dan emak bergantian. Ini sebuah bentuk rasa hormat terhadap orangtuanya.

Elin selalu di ajarkan sopan dan hormat kepada orang tua. Dengan cara seperti itu ketika datang dan pergi dari rumah.

Setelah itu Elin beranjak keluar membantu abah mengangkut barang dari luar di bawa masuk ke dalam rumah. Ini kebiasaan Elin membantu abah tanpa harus di minta. Ini tugas Elin jika abah pulang dari kalangan. Bukan, bukan tugas baginya. Lebih tepatnya sebuah keharusan bagi Elin.

"Abah masuk aja Bah, Elin yang lanjutin semuanya." Ucap Elin.

Elin tak tega melihat kulit hitam kemerahan di wajah abah yang membuktikan abah telah menghadap terik matahari keseharian ini, berjemur di bawah sinarnya demi mencari nafkah untuk menghidupi mereka.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!