NovelToon NovelToon

TERJEBAK CINTA MAFIA

AWAL MULA

Sayang...

"Aku dan anak mu datang...

"Akan kutemukan pembunuh mu, dan membalas perbuatan keji mereka pada mu!"

Seorang wanita muda bersimpuh di depan sebuah makam, sambil mengendong bayi mungil dalam dekapannya. Wajah pucat wanita itu tidak dapat menutupi kecantikan yang ia miliki.

"Aku akan membalas perbuatan mereka yang telah merenggut kebahagiaan Gabriel anak kita. Bahkan kau tidak sempat bertemu putra mu, Silvio!"

Lima bulan yang lalu Monica Dimitrov, menangis pilu ketika mendapat kabar bahwa suaminya Silvio tewas terbunuh dengan mengenaskan, luka tembak memenuhi sekujur tubuhnya. Enam butir peluru tajam bersarang di kepalanya.

Sangat kejam pembunuh itu!

Kabar kematian Silvio, membuat Monica yang sedang mengandung terguncang hebat, ia harus melahirkan Gabriel meski belum waktunya.

"Aku harus menemukan pembunuh itu. Kematian Silvio selalu menghantuiku", janji Monica dengan tangan terkepal menatap kuburan suaminya.

"Ibu akan berjuang menemukan pembunuh ayah mu Gabriel", ucap Monica dengan suara bergetar.

Ia mengusap wajah anaknya yang berusia tiga bulan itu.

Seakan mengerti akan kesedihan Monica, sang anak bersuara sambil mengangkat kedua tangan mungilnya hendak menyentuh wajah Monica.

Monica tersenyum miris melihat Gabriel. Ia hanya bisa mendekap erat bayi mungil itu. Mencium wajah berisi dan jemari mungilnya.

"Kak Monic, sebaiknya kita pulang hari sudah sore", ucap seorang gadis yang menemani Monica.

Angin sore terasa sangat kencang di dataran tinggi desa tempat tinggal mereka yang berada di pegunungan. Monica tahu cuaca seperti itu tidak baik untuk Gabriel.

Monica menganggukkan kepalanya. Gadis itu kembali menatap makam Silvio suaminya.

"Kami pulang, Silvio. Aku harap kau tenang di Sana", ucap Monica pamit.

Monica masuk ke dalam mobil. Menatap keluar jendela.

"Kita mampir ke toko kue dulu Erinka, semua persediaan di rumah hampir habis".

"Iya kak", jawab Erinka memutar setir mobil menuju arah kota.

Jarak ke kota dari desa mereka sekitar tiga puluh menit. Mengingat hari sudah menjelang sore, Erinka bergegas melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Jika hari sudah mulai gelap orang-orang di daerah sana takut berada di luar rumah. Banyak terjadi kejahatan. Bahkan desa yang di kelilingi hutan lebat dan Jurang-jurang yang curam menjadi tempat favorit penjahat untuk bersembunyi di kawasan tersebut.

Setelah membayar semua belanjanya, Monica dan Erinka kembali ke mobil mereka. Erinka merupakan adik Monic, sejak kepergian Silvio Erinka tinggal bersama Monica dan Gabriel.

Selama ini Erinka menetap di Rusia. Mengingat kondisi Monica tidak baik-baik saja setelah kepergian suaminya, Erin memutuskan meninggalkan pekerjaannya di Rusia untuk menetap di Italia menemani sang kakak.

Kehadiran Erinka, membuat Monica tidak terlalu merasakan kesepian. Ia di bantu Erin mengurus Gabriel sejak anak itu lahir ke dunia.

*

Mobil yang di kendarai Erinka berhenti di depan rumah bercat orange. Rumah-rumah di perdesaan Italia memang nampak berwarna-warni. Mereka miliki pemikiran sendiri tentang hal itu. Yang pasti dengan warna cerah bisa menghilangkan suasana mencekam ketika berada di sana. Apalagi jarak rumah yang satu dan lainnya berjauhan. Seperti halnya dengan rumah Monica.

Terlihat plang di depan rumah berlantai dua itu.

dr. Monica Dimitrov

Ya Monica berprofesi sebagai seorang dokter umum. Ia kerap membantu masyarakat sekitar untuk memeriksa kondisi kesehatan mereka.

Orang-orang menyukai Monica dan Silvio yang suka membantu tetangga mereka.

Silvio Belucci, suami Monica di kenal sebagai pengusaha, pemilik perkebunan anggur. Ia memboyong istrinya dari Rusia untuk tinggal bersamanya dua tahun yang lalu.

Hidup bahagia dan harmonis, keluarga Silvio di senangi warga Castelmola. Nama desa tempat tinggal mereka.

*

Monica Dimitrov, wanita blasteran Italia dan Rusia, berusia 26 tahun. Monica biasa di panggil Monic oleh teman-temannya. Ia berprofesi sebagai dokter yang menetap di sebuah desa kecil Castelmola. Desa kecil di Sisilia.

Monica menyelesaikan pendidikan dokter di negaranya pada usia dua puluh empat tahun. Ia bertemu dengan Silvio ketika sama-sama dalam satu pesawat menuju kota Roma. Sepanjang perjalanan keduanya menghabiskan waktu berbincang-bincang.

Sejak itu, Monica dan Silvio sering berkomunikasi melalui handphone maupun chatting melalui media sosial masing-masing setelah keduanya bertukar nomor handphone di pertemuan pertama. Bagi Monica, Silvio sosok yang baik dan bertanggung jawab.

Monica menerima pinangan Silvio, setelah setahun setengah berhubungan jarak jauh. Sesekali Silvio mengunjunginya. Gadis itu yakin pada niat baik Silvio yang akan menjadi suaminya.

Monica tidak menolak ketika Silvio mengajaknya tinggal bersamanya di kepulauan Sisilia. Tepatnya di desa Castelmola yang tidak pernah ia dengar sebelumnya. Namun Silvio mengenalkan desa indah itu pada Monica melalui internet. Silvio juga kerap membagikan kegiatannya di perkebunan miliknya. Monica benar-benar jatuh hati pada Silvio dan Castelmola. Hingga ia tak ragu sedikitpun pindah ke sana.

Letak desa di pegunungan Sisilia membuatnya jarang dikunjungi orang-orang. Untuk sampai ke desa Castelmola harus melewati jalanan yang terjal dan curam, membuat sebagian orang enggan berkunjung ke sana.

Walaupun Castelmola memberikan pemandangan spektakuler yang sangat indah, tetap saja tidak mampu menarik wisatawan untuk berkunjung.

Malahan di tempat-tempat tertentu, di jadikan persembunyian para mafia dari kejaran musuh-musuh mereka.

Monica tinggal bersama mendiang suaminya Silvio. Silvio dikenal sebagai pebisnis di desa itu. Ia memiliki perkebunan anggur. Silvio dan Monica saling mencintai dan hidup dalam kebahagiaan.

Namun kebahagiaan itu terenggut, ketika Silvio mati terbunuh oleh orang yang tidak di ketahui identitasnya.

Silvio di temukan tergeletak tak bernyawa di jurang oleh seorang petani. Mayat Silvio sudah mengeras di perkirakan ia meninggal sudah beberapa hari sebelum di temukan.

Tentu saja kabar mengejutkan itu membuat Monica syok. Berhari-hari memikirkan kematian Silvio, membuat Monica yang sedang hamil tua harus rela melahirkan sebelum waktunya.

Setelah kehilangan Silvio, hidup Monica terasa begitu berat. Hingga Erinka memberinya semangat untuk kembali menata hidup bersama Gabriel putra semata wayangnya.

Ya... Erin benar. Sejak kehadiran Gabriel Belucci, perlahan Monica bisa menerima kematian suaminya. Ia mulai menampakkan dirinya keluar rumah. Bahkan perlahan, Monica bisa tersenyum dan tertawa lagi.

Kini aktifitas Monica kembali seperti sediakala, membuka prakteknya tepat di samping rumahnya. Letak rumah sakit yang jauh membuat tempat praktek Monica ramai di kunjungi tetangga yang ingin memeriksakan kesehatan mereka.

*

Hari menjelang senja..

"Nona Monica, saya permisi pulang", ucap gadis muda yang bekerja bersama Monica setiap hari.

Monica yang sedang membaca laporan hari ini menghentikan aktifitas nya.

"Iya. Besok jangan terlambat Isabelle".

"Iya nona", jawab gadis itu sambil menyerahkan kunci pada Monica sebelum pulang.

Monica masih di ruang kerjanya. Menyelesaikan tugasnya yang belum selesai. Ia tidak perlu kuatir karena tempat prakteknya menyatu dengan rumah. Jadi kapanpun ia lembur tidak perlu kuatir. Ia akan aman berada di sana.

Dengan kesibukan nya, Monica bisa melupakan kematian Silvio yang selalu membayanginya kala rasa sepi menghampiri.

"Kak, sudah malam. Apa kakak akan tidur di sini?"

Suara Erinka membuyarkan aktifitas Monica yang sedang fokus dengan pekerjaannya. Ia mengangkat wajahnya.

"Sedikit lagi. Apa Gabriel sudah tidur?"

Erinka mendekati meja kerja Monica. "Iya. Keponakan ku sangat lelap tidurnya. Ah semakin hari, Gabriel tumbuh begitu menggemaskan", ucap Erinka tersenyum mengingat wajah lucu Gabriel yang saat ini berusia tiga bulan menuju empat bulan.

"Iya. Semakin hari wajah anakku begitu mirip ayahnya, Erin", ujar Monica menatap langit-langit seraya menyandarkan punggungnya. Wanita itu menghembuskan nafasnya dengan berat dan terdengar tersengal-sengal. Menandakan begitu berat juga beban pikiran nya, ketika mengingat Silvio.

Seketika wajah Silvio berkelebat di kepala nya.

"Ah, Silvio...aku sangat merindukanmu sayang", ucapnya pelan.

...***...

To be continue 

TAMU TAK DI UNDANG

Matahari pagi masuk lewat jendela kamar Monica. Wanita cantik itu menggeliat dan merenggangkan kedua tangannya.

Hari ini weekend. Monica sudah punya rencana ke kota Messina. Merupakan ibu kota provinsi  Castelmola yang biasa ia lakukan ketika weekend, mengambil obat-obatan hingga berbelanja kebutuhan Gabriel.

Mengingat di Castelmola tidak ada klinik kesehatan resmi dari pemerintah setempat, maka semua pengobatan di lakukan tempat praktek Monica. Lain halnya dengan desa tetangga sebelah. Memiliki fasilitas umum yang jauh lebih lengkap di banding Castelmola.

"Pagi ini aku harus ke kota agar urusan ku selesai saat hari masih siang", gumam Monic sambil beranjak dari tempat tidurnya.

Monica langsung melihat tempat tidur Gabriel yang terletak satu kamar dengannya. Monic tersenyum melihat putranya masih terlelap sambil mengecup ibu jari seperti kebiasaannya. Semalam Gabriel sering terjaga, akhirnya Monica tidak bisa tidur nyenyak karena harus menemani anaknya yang tidur-tidur hingga dini hari.

Perlahan Monica melangkahkan kakinya masuk ke kamar mandi, ia tidak mau berisik dan membangunkan Gabriel.

*

"Dah... dahh mommy Monic, hati-hati di jalan mom", ucap Erinka menirukan suara anak kecil ketika ia dan Gabriel yang berada di sepeda dorong mengantar Monica ke mobil.

Sebelum naik mobil Monica mencium penuh kasih sayang putranya itu. "Sayang mom harap kamu jangan rewel dan menyusahkan aunty Erin ya. Begitu urusan mommy selesai mom janji langsung pulang menjumpai mu", ucap Monica mengecup wajah Gabriel yang terlihat begitu tenang di dalam sepeda dorongnya.

Monica melajukan mobilnya dengan pelan-pelan, karena jalanan yang curam dan licin. Apalagi semalaman hujan turun dengan sangat deras membasahi bumi.

Monic membuka kaca mobil dan melambaikan tangan ketika berpapasan dengan masyarakat setempat. Orang-orang mengenal Monica dengan baik.

Setelah satu jam menyetir tanpa henti, mobil Monica berhenti di salah satu rumah sakit di kota Messina. Ia langsung menuju tempat pengambilan obat.

"Selamat pagi dokter Monica", sapa laki-laki paruh baya yang biasa membantu Monica di rumah sakit itu.

"Pagi Paolo. Apa obat-obat milik kami sudah siap?"

"Tentu saja. Jumlahnya tercatat di berkas", jawab Paolo sambil menaruh kota obat di bangku belakang mobil Monica.

"Baik Paolo, terimakasih bantuan mu. Kalau begitu aku langsung pulang. Aku tidak mau ke malaman sampai di Castelmola", ucap Monica tersenyum ramah.

Paolo menganggukkan kepalanya.

"Tentu saja. Menuju tempat tinggal mu sangat rawan kejahatan. Berhati-hatilah berkendara", jawab Paolo sambil melambaikan tangannya ketika mobil Monica melaju pelan.

*

Monica memutuskan berbelanja di pasar terlebih dahulu sebelum kembali ke Castelmola.

Wanita itu terlihat cantik sekali meskipun wajahnya tanpa hiasan apapun. Monic hanya memakai pakaian casual. Celana jeans biru dipadukan dengan kemeja ketat yang tertutup coat selutut. Rambut indahnya di kuncir.

Sekarang musim hujan, Monic mengambil syal tebal di lilitkan di leher jenjangnya.

Dengan langkah tergesa-gesa, wanita itu menerobos kerumunan orang-orang yang berjalan beriringan dengan mobil-mobil yang memilih jalan satu arah itu di pasar tradisional.

Monica memberi aba-aba pada mobil agar memberi kesempatan untuk menyeberang jalan.

"Shittt.

"Kenapa kau memilih jalan ini, Carlo!", ujar laki-laki berwajah dingin dari jok belakang mobil mewah yang di kendarai sopirnya.

"Maaf tuan Luigi. Tapi ini jalan terdekat menuju kota Taormina", jawab Carlo asistennya sekaligus pengawal pribadinya.

"Ciitttt!"

"Kau mau mati, Zoar!", teriak laki-laki berwajah dingin bernama Luigi kesal.

Carlo mencondongkan tubuhnya ke dasboard menatap tajam ke depan. Laki-laki beringas itu siap memegang senjatanya. Ia selalu waspada dengan keadaan sekitar.

"Wanita itu, menyeberang jalan secara tiba-tiba", ucap Zoar memberi alasan sambil menunjuk ke depan.

Luigi melihat tajam arah yang di tunjuk Zoar. Wanita cantik yang terlihat berlari menyeberangi jalan. Laki-laki itu tak henti menatap wanita berwajah cantik yang sudah menjauh dengan langkah tergesa-gesa. Bahkan Luigi menolehkan wajahnya menatap punggung wanita itu.

"Ehem!"

"Bagaimana dengan janda Silvio, apa kau sudah menemukan wanita itu, Carlo?"

"Belum tuan. Orang kita masih mencari informasi tentang wanita itu, apa memang benar istri Silvio terlibat masalah ini. Silvio terlalu pintar, laki-laki itu sangat pandai mengecoh dan menyembunyikan identitasnya maupun keluarganya".

"Segera temukan! Aku ingin uang ku kembali, Carlo! Aku yakin wanita itu kaki tangan Silvio dan menyimpan uangku", ketus Luigi sambil mengalihkan pandangannya ke hutan di sisi jalan. Wajah kerasnya terlihat memendam amarah mendalam.

"Aku belum puas hanya memberi perintah pada anak buah ku membunuh laki-laki yang telah membuat Xena adik ku mati dan mencuri uang ku, sebelum menghabisi seluruh keluarga nya. Jangan biarkan satu orang pun keluarga Silvio menikmati tarikan nafas di dunia ini! Segera habisi mereka satu persatu!", perintah Luigi dingin tanpa ampun.

Siapa yang mendengarkan pasti akan bergidik ngeri. Laki-laki itu memiliki mata berwarna biru pucat dan berwajah teramat dingin. Menggambarkan pemiliknya adalah laki-laki bengis yang harus di hindari sejauh mungkin jika tidak mau celaka.

*

Monica dan Erinka masih menyusun obat-obatan di lemari khusus ruang praktek Monic.

Hari sudah malam dan gelap. Sementara di luar hujan sangat deras membasahi bumi.

Lolongan serigala beberapa kali terdengar. Hal biasa di desa Castelmola. Bukan suatu keanehan mengingat desa itu terpencil dan berada di pegunungan yang memiliki hutan lebat.

Namun kian lama lolongan binatang buas itu semakin keras terdengar bersahutan. Membuat bulu kuduk berdiri dengan sendirinya.

"Kenapa malam ini serigala-serigala itu tak henti melolong, apa ada sesuatu yang mengusik mereka", ucap Erinka bergidik.

"Mungkin mereka kedinginan dan kelaparan", jawab Monica berbarengan dengan gedoran kuat di pintu tempat prakteknya.

Gedoran kuat membuat keduanya begitu kaget. Tubuh Erinka melonjak. Kedua matanya melebar menoleh kearah pintu yang berulang kali di gedor.

"Kak...

Monica bersikap setenang mungkin meskipun sebenarnya ia pun ketakutan. Karena sekarang sudah pukul satu lewat. Ia tidak tahu siapa di luar sana. Tidak mungkin tetangga mereka.

Perasaannya mendadak tidak enak.

"Buka pintuu atau kami dobrakk!"

Suara keras terdengar jelas tepat berada di depan pintu.

Spontan Erin memadamkan lampu ruangan. Namun tangannya menyenggol tempat alat tulis di meja hingga jatuh.

"Buka pintu, atau kalian matiii!", teriak orang di luar.

Ancaman kali ini membuat Monic panik. "Segera ke kamar Gabriel, dan kunci pintu! Aku merasa hal buruk akan terjadi".

Lagi-lagi gedoran di pintu terdengar keras.

"Erinka, cepattt sembunyi di kamar Gabriel. Jaga anak ku!!", ucap Monica dengan suara bergetar sambil mendorong tubuh adiknya.

"Kakk ..

"Cepattt. Kunci pintu kamar itu!!!"

Terdengar handle pintu di tembak dengan senjata api yang di redam suara letusan nya sehingga orang-orang tidak akan mendengar suara tembakan itu.

Tubuh Monica seketika bergidik. Otak nya berpikir apa yang harus ia lakukan kala keadaan mencekam seperti ini. Ia hanya bisa pasrah sambil berdoa memohon perlindungan ia dan keluarga nya.

"Brakkk!!

Pintu terbuka paksa. Sinar dari senter pelaku tepat menerangi wajah Monica yang berdiri dengan tubuh gemetaran di depan lemari penyimpanan obat.

Tiga orang berdiri di hadapannya. Yang satu terlihat terluka parah. Sepertinya tertembak di bagian perut. Sementara yang satu lagi memegangi tubuh laki-laki yang terluka parah. Dan yang lainnya menodongkan senjata pada Monica.

"Obati bos kami sekarang juga!", hentak laki-laki berwajah mengerikan itu.

Monica tidak bergeming dari tempatnya.

"Cepatttt! Atau kepala mu aku letuskan dengan timah panas ini!", bentak laki-laki itu.

Sementara terdengar kata-kata tidak jelas dari laki-laki yang terluka.

Monica tersadar. Ia segera menghidupkan lampu dan tergesa-gesa mencari beberapa obat yang di butuhkan.

"Zoar...kau jaga pintu! Tembak saja siapapun yang mendekat!"

"Baik Carlo".

Sekilas Monica menatap wajah laki-laki yang berada di atas tempat tidur pasien. Monica menggunting kemeja berlumur darah itu.

Laki-laki itu bergumam tidak jelas. Kepalanya saja yang bergerak. "Adelle... Adelle", ucapnya di bawah alam sadar.

"Lukanya dalam. Aku harus mengeluarkan proyektil, untuk menghentikan pendarahan".

"Lakukan sekarang! Jangan sampai bos ku mati. Atau nyawamu taruhannya", ujar laki-laki yang mengawasi Monica sedari tadi.

*

Monica bernafas lega setelah pekerjaan nya selesai. Ia mencuci tangannya.

Sementara laki-laki terluka sudah di bawa orangnya ke mobil.

"Huhh, ternyata mereka hanya ingin mengobati laki-laki yang mendapatkan luka tembak itu", batin Monica lega. Ia hendak menutup pintu. Namun terhalang dari luar.

"Apa yang kau inginkan, bos mu sudah aku obati. Ia akan segera pulih", ketus Monica sekuat tenaga menahan pintu. Ia tidak mau berurusan dengan mereka lagi. Ia tidak mengenal orang-orang itu. Bisa saja mereka penjahat.

"Oek...Oekkk!"

Terdengar tangisan Gabriel. Membuat laki-laki di luar sekali hentakan masuk. Kepalanya melongok ke dalam rumah melalui pintu ruang praktek yang langsung terhubung ke dalam rumah Monica.

"Ada orang lain di rumah ini, hah?", ucap Carlo melangkah masuk mendekat sumber tangisan.

"Apa mau mu. Pergi dari rumah ku, sekarang juga!", teriak Monica panik ketakutan. Mendadak wajah nya pucat pasi.

Tanpa perduli dengan larangan Monica laki-laki berwajah mengerikan itu langsung mendobrak pintu.

Di sudut kamar Erinka mendekap tubuh Gabriel. Wanita muda itu menangis dengan tubuh gemetaran.

Terdengar bunyi tulang leher Carlo ketika laki-laki itu menggerakkan lehernya dengan kuat.

"Kau dan anak itu ikut dengan ku, sekarang", perintah Carlo pada Erinka dengan tatapan nyalang mengintimidasi.

Erinka menggelengkan kepalanya ketakutan. Gadis itu menangis ngeri sambil memeluk erat keponakannya.

"Apa mau k-alian, aku sudah melakukan tugas ku", teriak Monica.

Wanita itu mendadak terdiam ketika pistol Carlo mengarah padanya.

"Sstt... Carlo kita harus segera pergi. Orang-orang itu pasti mengejar kita!"

Carlo memberi isyarat pada Zoar. Mata tajamnya kembali tertuju pada Monica. "Kau ikut kami sebagai jaminan kalian menjaga mulut tidak bicara pada siapapun tentang kejadian ini!!"

"Kami janji tidak akan membuka mulut, tuan. Pergilah dari sini!"

"Aku bilang kau ikut kami, atau gadis dan anak itu aku bawa! Silahkan pilih!", ancam Carlo menarik keras tangan Monica.

"K-akak!

"J-angan bawa kak Monic", teriak Erinka sambil menangis ketakutan mengejar Monica yang di seret Carlo.

Monica tidak tinggal diam ia memberontak sekuat tenaga. Namun tentu saja tenaganya tak sebanding dengan Carlo.

 Sekeras apapun pekikan Erinka tidak akan ada yang mendengarkan karena letak rumah mereka yang jauh dari tetangga dan di luar sedang hujan deras.

"A-ku mohon. Izinkan aku bicara pada adikku!"

"Satu menit!", tegas Carlo melepaskan cengkraman tangannya.

Monica memeluk Erinka. Tenanglah kakak pasti kembali. Jaga Gabriel", ucap Monica mengurai pelukannya dan membalikkan badannya.

"K-akak..

Monica tidak menoleh lagi. Ia menangis ketika Carlo mendorong tubuhnya masuk ke dalam mobil.

Carlo mengikat tangan Monica. Laki-laki itu juga menutup mata Monic dengan kain hitam.

Monica memberontak namun tidak akan berhasil. Sementara Carlo menyandarkan kepala Luigi pada paha Monica.

Mobil yang di kendarai Zoar melaju dengan kencang membelah kesunyian malam desa Castelmola. Di saat semua penghuni rumah terlelap tidur namun tidak halnya dengan Monica serta adiknya. Suasana sangat mencekam.

Erinka berdiri menatap mobil yang membawa Monica

kian menjauh menebus gelapnya malam.

"Aku mohon lindungi kakak ku dari orang-orang jahat itu, Tuhan. Semoga kakak segera kembali..."

...***...

To be continue

PERTEMUAN

Monica merasakan perjalanan cukup panjang. Hingga mobil yang membawa dirinya berhenti sempurna.

Monica tidak bisa melihat apapun, kecuali merasakan guncangan mobil. Ia juga merasakan kepala laki-laki yang ada di pahanya berguncang.

Laki-laki itu sering kali bergumam tidak jelas, sambil memanggil Xena. Entah siapa Xena itu.

Terdengar suara ramai-ramai. Dan Monica merasa pahanya seketika ringan tanpa beban lagi. Orang-orang itu sudah mengangkat laki-laki yang terluka parah itu.

"Turun!", terdengar bentakan keras.

Tutup mata Monica terbuka paksa, kepalanya pun tertarik kebelakang saking mereka menarik paksa simpul ikatan.

Monica memejamkan kedua matanya. Sinar lampu serasa menusuk tajam ke retinanya setelah di tutup lama.

Saat pengelihatan Monica kembali normal, kedua netranya beberapa kali mengerjap-ngerjap. Kemudian mengalihkan perhatiannya pada sekeliling.

Dihadapannya kini berdiri bangunan sangat megah berwarna off white. Tubuh Monica sedikit terhuyung ke depan ketika ada yang mendorong tubuhnya agar melangkah. Monica tidak tahu di mana ia kini.

Wajah Monica semakin memutih ketika tiba di dalam, melihat banyak laki-laki bertubuh besar dan berwajah bengis namun tidak ada yang mengalahkan laki-laki yang bernama Carlo yang memiliki wajah sangat sadis dan memiliki tato di sekujur leher nya. Bak pembunuh berdarah dingin.

Seketika tubuh Monica bergidik ngeri membayangkan apa yang akan terjadi padanya.

"Ikut aku!", suara ketus membuyarkan lamunan Monica.

Wanita berpakaian pelayan berumur sekitar lima puluh tahun lebih memberi perintah pada Monica agar mengikutinya. Monica patuh. Gadis itu melangkah mengikuti wanita itu ke salah satu pintu yang banyak laki-laki berbadan kekar berdiri di depannya berjaga-jaga dengan senjata lengkap.

Wanita itu membuka pintu. Ia menolehkan wajahnya pada Monica memberi isyarat agar masuk. Monica patuh.

 Wajah Monica kian memutih ketika di dalam sana melihat laki-laki yang ia obati berada di atas tempat tidur pasien. Ia terlihat lebih tenang sekarang. Monica lega melihat laki-laki itu jauh lebih tenang di bandingkan saat di mobil sangat gelisah.

Sementara Carlo memberi perintah agar wanita pelayan membuka ikatan tangan Monica. Wanita itu dengan hormat menuruti perintah Carlo yang terlihat sangat berkuasa di tempat itu.

Monica mengusap pelan lengannya, saking kuatnya ikatan membuat aliran darah nya membeku. Membuat tangan putih itu memar berwarna merah kebiru-biruan.

Wajah Monica terlihat sangat lelah. Namun sekuat tenaga ia tetap berdiri tegap. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya. Namun dalam otaknya, Monic berpikir untuk segera melarikan diri dari tempat ini. Jika ada kesempatan. Untuk sekarang Monica akan menuruti apa yang di inginkan orang-orang di rumah ini.

"Apa yang kau inginkan dari ku? Tuan mu sudah tenang, sebentar lagi ia akan bangun", ujar Monica berusaha suara nya terdengar setenang mungkin di hadapan Carlo dan pelayan yang masih berdiri di belakang nya. Seakan menjaga Monica agar tidak nekat berlari.

"Kau rawat tuan Luigi agar cepat membaik. Aku akan membayar mu dengan uang yang banyak", ucap Carlo.

Monica terdiam mendengar permintaan itu.

"Kalau aku menolak?"

"Bersiaplah kau kehilangan gadis dan bayi itu!!!", ketus Carlo menghunuskan pedangnya tepat ke netra Monica.

Monica menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Sepertinya kau tidak memberi ku pilihan tuan".

"Baik, aku bersedia merawat bos mu, dengan catatan kau dan orang mu tidak akan mengambil satu helai rambut adik dan anak ku!", balas Monica dengan ketus.

Carlo memangut-mangut. "Aku menjamin keselamatan keluarga mu dokter".

Monica mengunci mulutnya. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya.

"Dana...antar dokter Monica ke kamar sekarang. Biarkan ia istirahat. Jangan ada yang mengganggu nya!".

Wanita pelayan bernama Dana menganggukkan kepalanya.

"Ikut aku!", perintah Dana sekilas menatap tajam Monica yang terlihat sangat lelah.

Dana menaiki tangga lengkung. Monica mengikuti wanita itu.

Tiba di lantai dua, Dana membuka pintu. Seketika kamar berukuran besar dengan furniture mewah terpampang di hadapan Monica. Gadis itu tidak perduli dengan keadaan sekitar. Yang di pikirkan nya ingin segera tidur mengembalikan lelah tubuhnya.

Ketika Dana pergi, benar saja... Monica langsung melompat ketempat tidur. "Ah, tubuhku lelah sekali. Semoga aku cepat pulih dan bisa melarikan diri dari tempat ini. Aku harus membawa Gabriel dan Erinka pergi jauhhh..."

*

Sontak kedua mata Monica terbuka ketika ada yang menggedor pintu dengan keras. Bahkan kesadaran Monica belum lah sepenuhnya pulih dari tidur lelapnya.

Dengan sempoyongan dan mata terpejam gadis itu beranjak. Hingga ada yang membuka pintu.

"Sekarang periksa keadaan tuan Luigi", ucap Dana yang tiba-tiba menerobos masuk ke kamar Monica.

Monica tak bergeming, rasanya hari masih gelap. Kedua netranya mencari-cari jam. Pukul berapa sekarang.

"Sekarang pukul sepuluh pagi, nona", ucap Dana memberi tahu Monica. Ia tahu apa yang di cari wanita di depannya.

"Owh. HM...Beri aku waktu sepuluh menit membersihkan badanku", ujar Monica.

"Segera lah. Jangan sampai terlambat atau kau akan di habisi Carlo, dokter!".

"Iya aku tahu", jawab Monica berlari mencari kamar mandi. Gadis itu langsung masuk saja ke pintu yang ada di kamar itu.

Tanpa membuang waktu Monica langsung membasuh wajahnya dan mengambil salah sikat gigi yang masih baru.

"Aku harus bersikap sewajar mungkin agar bisa kabur dari sini", batinnya.

Monica mengambil handuk dan mengusap wajahnya. Tubuhnya terasa lengket sekali tanpa mengganti pakaiannya. Gadis itu keluar kamar mandi. Kedua matanya melotot ketika melihat Dana masih ada di kamarnya.

"K-au..

"Cepat. Carlo sudah menunggu mu!", perintah Dana.

"Oh iya". Monica menaruh handuk kecil. Gadis itu mengikat rambut panjangnya secara acak di atas kepalanya.

Dengan langkah cepat Monica berjalan di samping Dana. Ia hendak menuruni tangga. Namun Dana mencegahnya. Dana menaiki tangga bukan turun.

Monica mengerutkan keningnya, tanda tidak mengerti. Namun ia tidak bertanya apapun, Monica hanya mengikuti saja kemana wanita pelayan itu.

Ternyata ia membawa Monica ke lantai tiga mansion mewah itu. Di lantai itu masih sama, ada beberapa orang berjaga-jaga di depan pintu.

Dana memberi isyarat agar Monica mengikuti nya masuk. Ternyata itu sebuah kamar. Dari aromanya bisa di pastikan pemiliknya adalah laki-laki.

Monica langsung melihat Carlo yang berdiri tegap di samping tempat tidur berukuran luas itu. Di atasnya laki-laki bernama Luigi terbaring tanpa pakaian atas menutupi tubuhnya. Masih seperti semalam ketika Monica membantunya. Luigi hanya menggunakan training panjang.

Namun sekarang kedua mata laki-laki itu terbuka. Ia menatap tajam ke arah Monica. Ada sebuah tatapan misterius di sana, namun Monica tidak bisa mengartikannya.

"Tuan...dia dokter Monica yang telah menyelamatkan anda", ucap Carlo.

Tidak ada jawaban apapun dari bibir Luigi. Namun sorot mata laki-laki itu begitu menghunus tajam dan mengintimidasi. Membuat tubuh Monica bergidik ngeri. Netra abu-abu dengan jambang di biar kan tumbuh liar di wajahnya membuat laki-laki itu begitu menakutkan. Meskipun tampilan nya tidak bisa menutupi ketampanan yang ia miliki namun tetap saja menakutkan menatapnya.

"Terimakasih kau menyelamatkan aku!". Tiba-tiba suara bariton keluar dari mulut Luigi. Membuyarkan lamunan Monica.

Monica berusaha setenang mungkin, dengan tersenyum. Gadis itu menganggukkan kepalanya pelan.

"Periksa lah keadaan tuan Luigi, dokter!", perintah Carlo.

Monica tampak mencari sesuatu. "Aku lupa membawa peralatan medis ku", ucapnya bingung.

Namun Monica bernafas lega setelah melihat dana memberikan stetoskop dan tensi meter digital yang ia butuhkan untuk memeriksa pasien.

Monica langsung mendekati Luigi yang terus saja memperhatikan Monica.

Monica sepenuhnya menyadari tatapan laki-laki tersebut, namun Monica harus bersikap senormal mungkin.

"Aku harus memeriksa mu", ucap Monica pelan, sambil melilit alat tensi meter ke lengan atas Luigi.

"Iya lakukan", jawab Luigi dingin tanpa mengalihkan perhatiannya dari sosok Monica yang terlihat begitu pucat.

Monica menempelkan stetoskop ke dada bidang Luigi. Mendengarkan detak jantung laki-laki itu yang terdengar sangat cepat.

Sesaat kemudian Monica mencatat obat apa saja yang harus di beli pada Carlo. Carlo segera memerintahkan anak buahnya membeli obat-obat itu.

*

"Demi tuhan Carlo...bagaimana bisa kau membawa wanita itu kemari. Bukankah ia wanita yang hampir Zoar tabrak di pasar itu?", tanya Luigi pada orang kepercayaannya Carlo.

"Iya tuan. Saya juga kaget ketika membawa anda semalam untuk mengobati luka tuan ternyata melihat wanita itu. Dan ternyata ia dokternya. Terlihat dari plang yang berada di tepi jalan dr. Monica namanya".

"Apa kau yakin dia tidak bekerja pada siapapun, Carlo? Kau harus bertanggungjawab dengan perbuatan mu ini. Kau tahu aku tidak menyukai ada orang asing berada di sekitar ku!", tegas Luigi kesal pada Carlo.

...***...

To be continue

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!