NovelToon NovelToon

Jika Ipar Adalah Maut Maka Mertua Adalah Neraka

Pertama Kali

"Saya terima nikah dan kawinnya Alika Islamadina binti Aryo Tedjo dengan Mas Kawin tersebut Tunai!"

Alika memejamkan mata saat teringat bagaimana 8 tahun lalu Kevin dengan wajah tegang berjabat tangan dengan Ayah Alika.

"Saat itu indah Mas. Aku bahagia bisa menjadi Istrimu." Alika mengusap foto pernikahannya lalu memeluk erat bersamaan dengan tak ia bisa tahan airmata mengalir dikedua sudut matanya.

"Ma,Ma,Ma."

"Sayang, Mama. Sini Nak! Abang, lagi apa?" Alika seketika mengusap sedihnya menampilkan senyum terbaiknya saat putranya yang berusia 11 bulan datang menghampiri dengan merangkak.

Adam Rizki Alfarabi. Buah cinta Alika dan Kevin yang sudah keduanya tunggu selama 7 tahun.

Kelahiran Adam menjadi pengobat rindu sekaligus penawaran dari rasa sakit yang selama ini Alika rasakan.

Onak berduri menghiasi masa-mada Alika menjadi pejuang garis dua.

Tak mudah bahkan seringkali mental Alika terhempas jatuh kejurang terdalam.

Seolah menambah perih disaat kerabat dari pihak Kevin menjadi duri dalam daging manakala setiap pertemuan selalu saja menanyakan kapan Alika hamil.

Padahal yang sebenarnya bermasalah tidak hanya Alika seorang, namun entah bagaimana kerabat Kevin selalu saja menyudutkan Alika dengan kata-kata yang terbalus manis namun sarat akan sindiran.

"Abang, mau makan Sayang? Makan yuk, Mama sudah buatkan Abang Ikan Nila Goreng." Alika tubuh kecil Adam, yang selalu berbinar manakala Alika menggendong.

Adam seakan tahu bahwa didasar hati Ibunya ada kesedihan yang teramat sangat meski tidak tampak dalam wajah polos fanpa make up Alika.

Alika menjalani full sebagai seorang Ibu Rumah Tangga.

Dulu, saat sebelum menikah, Alika selayaknya perempuan lain yang lulus kuliah lalu bekerja.

Hingga ia menikah dengan Kevin Alika masih tetap bekerja.

Ditahun pertama pernikah Alika dan Kevin, saat belum juga Alika hamil, mulai ada omongan miring dari pihak kerabat Kevin.

"Makanya, Kamu jangan sibuk terus! Ga bisa hamil-hamil! Mama selalu doakan Kalian, setiap shalat Mama ga putus berdoa. Tapi Kamu juga harus usaha dong! Kalau kecapean terus bagaimana bisa hamil!"

Begitulah ucapan Bundanya Kevin untuk Alika.

Alika bukannya tak pernah menyampaikan hal ini kepada Kevin. Namun entah apa tang ada dipikiran Kevin. Hanya diam sambil sibuk dengan ponselnya.

Alika sering sekali tak kuat hingga airmata berjatuhan dari kedua netra miliknya.

Namun lagi dan lagi Kevin seolah tak menggubrisnya.

"Prang!"

Alika melepaskan sesak didadanya dengan melempar gelang kedinding mengalurkan rasa kecewa dan ucapannya yang tak pernah digubris oleh Kevin.

Kevin menghentikan fokusnya dari ponsel. Berjalan mendekati Alika.

Tatapan Kevin sulit diartikan. "Sampai kapan Kamu bakal begini terus! Kita sudah jadi orang tua! Dewasa sedikit dong! Lagi pula wajar Mereka bicara seperti itu! Kamunya aja yang baper!"

Lagi dan lagi, hanya kata-kata itu yang bisa Kevin ucapkan. Kevin baru akan bereaksi saat Alika mengamuk selebihnya saat Alika hanya menyampaikan dengan baik-baik Kevin hanya diam lalu tertidur.

"Ma,Ma, Aa,"

Lamunan Alika tersadar saat Adam kembali meminta disuapi makan.

Ditengah himpitan perasaannya yang terluka dan menyesakkan dada, Adam adalah penyejuk yang mampu mengalihkan rasa sakit yang dirasakan oleh Alika.

"Pinternya anak Mama. Suka ya masakan Mama." Alika mengutas senyum melihat Adam dengan lahap menerima suapan dari Alika.

Senyum Adam mengembang, menampilkan Gigi atas sebanyak 2 yang barus saja tumbuh 2 minggu lalu.

Patahkan

Sejak memiliki anak, kehidupan Alika berubah drastis. Jika dulu, Alika masih sempat merawat diri, bermake up atau bahkan sesekali ke salon tapi kini semua waktu dan pikirannya terfokus kepada Adam sang putra.

Selain itu, Alika juga memahami, keuangan Mereka saat ini berpusat pada kebutuhan Adam.

Jaman sekarang, punya anak tidak murah. Semua serba mahal.

Alika sadar, ia yang sudah tidak berpenghasilan, tentu menjadikan kebutuhannya menjadi prioritas nomor sekian.

Bagi Alika kini, Adam dan Kevin adalah poros utama kehidupan Alika.

Sejak pagi buta, Alika sudah terbangun atau bahkan sering tidak tidur.

Adam yang masih bayi masih sering terbangun kalau malam untuk menyusu.

Kedekatan Adam dengan Alika bagai tak terpisahkan. Jadi tak heran meski ada Kevin, Papanya atau bahkan Nenek, Ibunya Kevin, tetap saja Adam hanya mau dekat dan digendong Alika sang Mama.

Alika menata wajahnya. Memindai diri dari ujung rambut hingga ujung kaki.

Miris.

Tanpa terasa sudut mata Alika mengembun.

"Ya Allah, Aku jelek banget! Rambutku, Wajahku, bahkan tubuhku semua jelek!"

Dada Alika sesak, melihat tampilan dirinya yang hanya berbalut kaus oblonh dan celana panjang hitam.

Setiap hari hanya kostum ini yang menemani Alika agar memudahkan dalam menjaga dan mengawasi Adam.

Alika memejamkan matanya. Kilasan demi kilasan bayangan dimasa lalu manakala masih gadis dan saat ia masih bekerja.

"Ma,Ma,Ma!"

Adam memang sedang senang-senangnya berbicara meski baru sekedar bubbling.

"Sayang Mama, sini. Mau gendong?"

Kesedihan Alika kesetika sirna melihat senyum Adam yang mengembang merangkak menuju dirinya sambil mengangkat tangan.

"Hebat sekali anak Mama! Mau berdiri ya?"

Rupanya Adam merangkak mendekat pada Alika, menggapai tubuh sang Mama berusaha untuk berdiri.

Alika bahagia sekali. Setiap jari ada saja kepintaran yang Adam tunjukkan.

Adam sehat dan berkembang dengan baik sudah menjadi kebahagiaan yang luar biasa bagi Alika.

"Masha Allah Abang, makin pinter!"

Alika menciumi wajah Adam yang semakin menggemaskan dengan pipi gembulnya.

Keceriaan keduanya sirna saat Nenek Adam, Ibu dari Kevin datang.

Rumah Alika dengan sang Mertua memang tak jauh.

Sehingga Ibu Mertuanya ini menjadi sering datang sejak lahirnya Adam.

Sejujurnya, Alika dilema. Kehadiran Ibu Mertuanya membuat senang tapi sekaligus mendebarkan bagi Alika.

Bukan Alika tidak bersyukur namun terkadang ucapan-ucapan sang Ibu Mertua sering kali menyakiti hati Alika.

"Cucu Nenek! Lagi apa?"

Wajah tua dengan senyuman terpancar manakala.sang Nenek melihat cucunya.

Itu hanya berlaku untuk sang Cucu saja, sedangkan pada Alika sedikitpun tak ada kata sekedar basa basi menanyakan bagaimana kanar Alika.

"Udah mandi?" sang Ibu Mertua memindai tampilan Alika dari atas hingga bawah dengan wajah yang tidak membuat nyaman.

"Udah Ma. Mama sehat?"

"Hm."

"Adam, Yuk sini gendong sama Nenek! Kita main ke luar jangan didalam aja!"

Adam yang sedang merangkak langsung dibawa dalam gendongan dan diajak keluar.

Padahal sekarang sudah jam 10 menjelang 1/2 11 dimana matahari sudah mulai meninggi.

Alika hanya bisa menghela nafas, memilih menyibukkan diri membereskan rumahnya yang tidak sempat terpegang saat hanya sedang berdua dengan Adam.

Rumah Alika yang saling berdekatan antara satu dengan rumah lain tentu membuat sang penghuni tidak susah mendengar suara yang kini sedang ngobrol dari luar.

"Adam, baru keluar ya? Biasanya di dalam aja sama Mamanya."

Begitulah ucapan tetangga yang kebetulan kenal dan menyapa Ibu Mertua Alika.

"Alika! Anak itu sering-sering dibawa keluar! Biar bergaul jangan Kamu kurung aja didalam! Nanti ga punya temen!"

Alika yang sedang mengepel seketika menatap sendu pada sang Ibu Mertua yang masuk dan mulai mengoceh.

Adam terlihat sudah tak nyaman dekat sang Nenek, meronta meminta diturunkan dari gendongan ingin bermain dengan mainannya.

"Adam, kenapa sih ga betah banget sama Nenek!" Ibu Mertua Alika menurunkan Adam dengan jengkel.

"Adam sedang senang merangkak dan mulai berdiri Ma, jadi memang sudah jarang mau digendong." Alika menjelaskan.

Tak ada jawaban, Alika hanya bisa mengusap dada dengan sikap acuh Ibu Mertuanya.

Menutupi

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Masha Allah, Abang lihat tuh siapa yang datang!" Alika membuka pintu rumah senyumnya mengembang bahagia saat melihat kedatangan Ibu dan Adiknya.

"Ya Allah, Abang, Cucu Nenek!" Ibu Alika segera mengambil Adam dari gendongan Alika.

"Sehat Onty?" Alika menerima cium tangan dan pelukan hangat dari Adiknya.

"Alhamdulillah Kak."

"Ayo masuk. Ya Allah Nenek, Onty, ini bawaannya banyak banget. Makasi Nenek, Onty!" Alika menerima buah tangan dari Ibu dan Adiknya.

Disaat kemarin perasaan Alika dibuat remuk oleh sikap kerabat Kevin dan Ibu Mertuanya, kedatangan Ibu dan Adik Alika seakan menjadi sebuah penghiburan bagi Alika.

Alika tersenyum menatap wajah bahagia Adam.

Adam begitu riang, bercanda bersama Ontynya dan juga sang Nenek.

"Nenek, Onty, mau minum apa?"

Alika segera ke dapur menyiapkan minum.

"Mama kepingin minum yang dingin aja."

"Ayo Kak, Aku bantu buatin." Adik Alika mengikuti ke dapur membantu Alika menyiapkan minuman.

Adam asik bermain dengan sang Nenek yang tengah melepas kerinduan pada Cucu satu-satunya.

"Libur Dek?" Alika menatap wajah Adiknya yang ternyata sedang memperhatikan dirinya.

"Kenapa?" Alika dengan senyuman.

"Kakak Capek ya?" terlihat wajah teduh sang Adik begitu jelas terlihat.

"Emang kenapa?" Alika masih dengan senyumannya jujur, Alika merasakan gemuruh dalam dadanya.

"Kakak kurusan. Bahkan lebih kurus dari pas Kita ketemu 2 bulan lalu saat Lebaran Haji."

Dengan senyumannya Alika menjawab "Adam lagi aktif-aktifnya Dek! Kakak mungkin banyak ngejar-ngejar Adam aja kali! Gapapa Kok!" Alika mengusap lengan sang Adik.

"Yuk Kita bawa ke depan. Mama takutnya kepingin minum!"

Anggukan Adik Alika bersamaan dengan keduanya kini sudah berkumpul diruang tengah ruang tamu Alika.

"Kakek ga ikut Nek?" Alika menanyakan sang Ayah.

"Kakek lagi ada kegiatan di Kantornya. Mau ada acara apa gitu." Ibu Alika menjelaskan.

"Libur sampai hari apa Dek?" kini Alika menanyakan kepada sang Adik.

"Sampai besok Kak. Paling sore, Aku sudah balik lagi ke kosan."

Berada ditengah keluarganya, sesungguhnya Alika ingin sekali berbagi apa yang ia rasakan.

Tetapi, tak enak rasanya disaat seperti ini malah membagi duka.

Alika memilih seperti biasa menampilkan bahagianya dengan candaan dan humor yang selalu menjadi kebiasaannya.

"Kak, makan dulu. Mama bawa Soto Betawi. Tadi sekalian kesini beli di langganan Kakek."

"Biar Aku aja Kak yang siapin."

Alika kembali dibuat ingin meneteskan air mata disaat keluarganya tanpa ia minta begitu pengertian dan perhatian.

Sekuat tenaga Alika menahan sesak didadanya.

Ingin rasanya Alika tinggal bersama orang tuanya.

Tapi, keadaan yang selalu membuat posisi Alika seakan tak bisa memilih untuk tetap tinggal dirumahnya yang berlokasi tak jauh dari rumah sang Ibu Mertua.

Kenangan Alika membawanya pada saat sebelum Alika dan Kevin menikah.

Rupanya memang pada kenyataannya sang Ibu Mertua sudah berpesan kepada Kevin putranya agar setelah menikah tidak tinggal bersama orang tua Alika atau bahkan sekedar dekat.

"Mama mau tahu, Apa Alika mau pisah sama Mamanya. Alika kan orang Suku X, biasanya Mereka ga mau pisah sama orang tuanya walau udah nikah. Kamu pokoknya harus tetap dekat Mama tinggalnya Kevin!"

Alika baru mengetahui saat ia sudah menikah dengan Kevin dan langsung Alika mendengar sendiri dari mulut Ibu Mertuanya.

Padahal, bukan Alika membanggakan orang tuanya. Tak ada sedikitpun orang tua dan keluarga Alika yang akan memberatkan Kevin.

Papa Alika masih bekerja dan cukup memenuhi kebutuhan hidupnya bahkan masih bisa menyekolahkan Adik Alika yang kini sedang kuliah.

"Kak, dimakan sotonya," Ibu Alika menyadarkan lamunan Alika.

"Iya Ma. Dek Kamu kalau mau pakai nasi, Kakak udah masak itu di dapur."

"Iya Kak. Ini ada. Tadi sekalian beli di tempat soto. Cukup kok segini."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!