NovelToon NovelToon

Kakak Iparku Adalah Ayah Anakku

Aktivitas Pagi

"Sayang, pakai baju olahragamu dan jangan melepasnya sebelum mata pelajaran penjas selesai. Oke?." Selena kembali mengomel sambil berjalan dengan tangan kiri menuntun tangan Lio, sedang tangan kanannya sibuk menjejalkan roti isi selai coklat ke mulut anak itu.

Pagi hari yang sibuk.

Selena khawatir anak 6 tahun itu tak ingin mengenakan baju olahraganya lagi saat pelajaran penjas. Sebab minggu kemarin, Selena mendapat laporan jika Lionel tidak ingin memakai baju olahraganya dan malah ingin mengenakan seragamnya yang putih yang mengakibatkan seragam Lio kotor dan bau keringat saat kembali masuk ke kelas.

"Turuti perkataan Miss Laila. Pakai baju olahraga, ganti sepatu dengan sendal slip on saat masuk ke kelas, dan jangan duduk di atas meja saat—"

"Mom, awku kewnyang." potong Lio dengan mulut penuh. Rupanya, anak itu tidak mengindahkan omelan Selena. Padahal Selena sudah merasa mulutnya berbusa karena terus berkicau sedari tadi.

Selena menghela nafas, telunjuknya ia gerakkan ke kiri dan ke kanan sambil terus berjalan menyusuri lorong apartemen, "Tidak Lio, habiskan. Kamu tidak makan kemarin malam. Momy tidak ingin kamu sakit." jawab Selena sambil kembali memasukan roti ke dalam mulut Lio.

Lionel cemberut, anak dengan pipi bulat itu meraih tangan Selena dan mengambil roti itu untuk ia makan dengan tangannya sendiri.

Sambil menunggu Lio mengunyah, Selena merogoh ponselnya, mencari nama seseorang disana.

Ah, dapat.

Selena segera menkan tombol telepon. Tak butuh waktu lama bagi Selena untuk menunggu Brian mengangkat panggilan teleponnya.

"Halo? Brian?."

"Ya, ada apa?." Selena meringis setelah mendengar jawaban Brian, kentara sekali pria itu baru saja bangun dari tidurnya.

Selena lalu tersenyum, senyum yang memamerkan deretan gigi walaupun ia tahu Brian tidak bisa melihatnya. "Um.. apa kau sibuk?."

Seolah tau apa yang akan diminta Selena, Brian menghela nafas, mengusap wajah kantuknya dan segera bangkit dari tidurnya. "Jangan pura-pura bertanya, kau tau aku tidak akan pernah sibuk. Dan aku tahu apa mau mu Selena."

Selena terkikik, ia masuk ke dalam mobil dan memasang seatbelt di tubuh Lionel. "Terimakasih Brian temanku tersayang. Aku tidak tahu harus meminta tolong pada siapa jika bukan padamu. Siang ini di sekolah Lio. Aku tidak bisa menjemput Lio pulang karena harus bertemu bibi Mera."

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu?."

Sebelum menjawab, Selena menoleh pada Lio. Memastikan Lio anteng dan tidak mendengar pembicaraannya. Dan syukurnya, Lio anteng dengan roti selai yang masih di tangannya, sedang matanya fokus menatap layar i-Pad membuka aplikasi game Avangers yang selalu dimainkannya.

"Avengers!" ucap anak itu bernada.

Selena mendekatkan ponselnya, lalu berkata dengan suara pelan. "Um.. kau tahu, beberapa hari ini aku mendapat kabar bibi Mera sedang sakit. Aku tidak bisa membawa Lio kesana karena jalanannya yang jauh dan Lio tidak pernah suka disana. Aku hanya mampir sebentar, setelah itu aku akan menjemput Lio lagi."

Brian menarik nafas, "Baiklah. Tapi apakah Lio tahu aku akan menjemputnya?."

"Tentu. Anak ku baik, dia tidak keberatan seorang lelaki jelek menjemputnya." ejek Selena, seketika mengabaikan fakta Brian yang akan membantunya.

Brian mengumpat, "Sial. Selena yang jelek dan tidak tahu diri." ejeknya balik, namun bukannya marah, Brian malah mendapat tawa dari Selena. Karena bisa Selena bayangkan, se-datar apa ekspresi Brian saat ini.

"Oh ya, jangan sembarangan memberi Lio makan. Kau tahu Lio harus makan makanan yang berprotein dan bergizi. Di apartemen ada sayur yang sudah aku siapkan untuk Lio. Kau makan lah bersama Lio nanti. Jangan coba-coba memberi Lio ice dan permen tanpa sepengetahuan ku. Mengerti Brian?." ujar Selena memperingati. Ia akan mendadak cerewet jika menyangkut makanan yang harus di makan Lio. Ia harus memastikan asupan terbaik untuk anaknya.

Brian mengangguk, "Hm." mengiyakan saja biar cepat. Namun jauh dari itu, tentu Brian akan memberikan kedua makanan itu dengan sembunyi-sembunyi pada Lio.

"Sudah bicaranya? kau mengganggu waktu tidurku. Cepat matikan, aku ingin melanjutkan tidurku." ujar Brian kemudian.

"Baiklah, baiklah, akan ku matikan. Tapi sekali lagi ingat, jangan beri Lio permen dan ice cream, oke?."

Brian berdesis, "Baiklah cerewet." jawabnya, lalu sambungan telepon terputus.

"Sayang, nanti siang om Brian yang akan jemput kamu ya. Jangan nakal dan nurut sama om Brian, Momy ada urusan sebentar." ucap Selena memberitahu. Kini ia telah sampai di sekolah Lionel. Taman kanak-kanak yang cukup terkenal di New York.

Lio hanya mengangguk, sibuk dengan robot ditangannya tanpa bertanya apapun lagi pada sang Ibu. Lio sebenarnya mempunyai kepribadian yang acuh tidak acuh. Tahunya hanya makan dan bermain saja. Namun Selena senang karena walau ia membesarkan Lionel sendirian, Lio tetap tumbuh sesuai pada kadar umurnya, layaknya anak berusia 6 tahun pada umumnya. Karena dari beberapa kasus yang Selena dengar, katanya anak yang di besarkan tanpa dampingan lengkap dari kedua orang tua akan tumbuh menjadi anak yang lebih dewasa daripada umurnya. Itu yang selalu Selena takutkan sedari dulu. Namun syukurnya, Lionel tumbuh sehat dan baik sesuai keinginannya.

"Baiklah, pulang dari urusan Momy nanti, Lio ingin Momy bawakan sesuatu?." tanya Selena saat ia sampai di depan pintu kelas Lio. Beberapa temannya sudah menunggunya di dalam.

Lionel mengangguk antusias, "Mau! Lio ingin ice cream Mom."

"Ice cream?." Selena sedikit keberatan, pasalnya baru saja kemarin Lio makan ice cream dan hari ini bukan jadwal Lio makan ice cream lagi. Namun melihat Lio yang menatapnya penuh harap membuat Selena mau tidak mau menuruti keinginannya.

"Baiklah, untuk hari ini momy akan berbaik hari pada Lio. Nanti momy bawakan ice cream coklat kesukaan Lio. Sekarang Lio masuk ke dalam dan jangan lupa om Brian yang akan menjemput Lio jam sepuluh nanti. Oke?."

"Oke Mom." jawab Lio lalu masuk ke dalam setelah mencium pipi Selena.

Setelah memastikan Lionel baik-baik saja dan bergabung bersama temen-temannya, barulah Selena pergi dan melajukan mobilnya kembi ke arah utara dimana rumah bibi Mera berada.

Aku Ibunya

"Bagaimana kabar mu bi? Apakah sudah lebih baik?."

Selena baru saja sampai dan mendapati bibi Mera sedang istirahat di tempat tidurnya. Selena menyimpan beberapa kantong bingkisan yang sengaja ia bawa untuk bibi Mera. Ia membeli beberapa jenis buah-buahan dan berbagai makanan tinggi protein lain untuk mempercepat pemulihan bibi Mera. Bibi Mera tidak tinggal sendiri, ia tinggal berdua bersama anaknya Meta setelah kepergian paman Andre tahun lalu. Karena hari ini hari senin, jadi Meta tidak ada di rumah karena harus pergi ke sekolah. Ah, ada beberapa pelayan juga yang tinggal disini untuk mengurus rumah.

"Syukurnya membaik. Kemarin bibi hanya kelelahan saja, kau tidak usah khawatir. Bagaimana kabarmu dan Lio? Mengapa Lio tidak ikut?." tanya Mera saat menyadari Selena datang sendiri.

Selena tersenyum, "Kami juga baik-baik saja bi. Lio tidak ikut karena dia sedang sekolah. Aku tidak ingin mengganggu waktu belajarnya."

"Ah ya, aku akan mengupaskan bibi apel. Tunggu sebentar."

"Tidak usah Selena, kau duduk saja. Biarkan pelayan yang mengupas. Bibi ingin mengobrol banyak denganmu." ucap Mera menahan tangan Selena yang hendak pergi ke dapur.

Selena menyerngit, "Ada apa bi? Aku bisa mengupaskannya disini sambil mendengarmu bicara." jawab Selena. Perasaannya sudah tidak enak. Selena tahu persis apa yang akan bibinya bicarakan jika sudah seperti ini.

Mengangguk, Mera akhirnya mengijinkan Selena pergi. "Baiklah."

Selena lalu berjalan ke arah dapur, mencuci apel yang akan di kupas, lalu kembali menghampiri bibi Mera dengan apel yang siap ia kupas.

Walaupun perasaannya tidak enak dan sudah tahu persis apa yang akan bibi Mera katakan, namun Selena harus tetap sopan dan membiarkan bibi Mera mengatakan apapun yang ingin dia katakan. Selena hanya perlu mendengarkan dan sesekali membantah jika ucapan bibi Mera sedikit keterlaluan. "Baiklah, sekarang bibi bicaralah, aku akan mendengarkan."

"Selena, bagaimana dengan kakak mu? Apakah dia ada kabar? Mengapa dia tidak membawa Lio kembali?." tanya Mera akhirnya sesuai dugaan Selena.

Selena menghela nafas, cukup lelah sebenarnya menghadapi bibinya yang selalu seperti ini. Dan inilah alasan mengapa Selena tak mau membawa Lio berkunjung ke rumah bibi Mera. Selain Selena tak mau Lio tahu apa yang seharusnya tidak ia tahu, Lio masih kecil dan Selena tidak ingin kehilangan Lio. Entah akan sehancur apa ia jika kehilangan Lio.

"Lio harus di kembalikan pada Bianca Selena, kasihan Lio, dia harus tahu ibunya. Dia—."

"Aku ibunya bi." potong Selena cepat.

“Meski bukan terlahir dari rahimku sendiri, Lio tetap anak ku. Anak yang sudah ku besarkan dengan sepenuh hati."

Mera menggeleng tak percaya, "Sadarlah Selena, semua orang juga tahu bahwa Lio bukan anak mu. Kau bahkan sama sekali belum pernah berhubungan dengan lelaki. Sudah waktunya kau memikirkan dirimu sendiri dan kembalikan Lio pada Bianca. Mau sampai kapan kau melajang demi Lio Selena?" ucap Mera, menahan rasa kesalnya karena Selena selalu saja mementingkan Lio ketimbang dirinya sendiri.

Mera tidak ingin keponakan kesayangannya ini menanggung kesalahan Bianca terus menerus. Sudah cukup banyak Bianca merepotkan Selena. Mera ingin Selena bahagia dan melanjutkan hidupnya dengan lelaki lain tanpa Lio. Karena Lio tanggung jawab Bianca, bukan tanggung jawab Selena.

Selena menghela nafas, ia menyimpan potongan apel di atas nakas, lalu menatap bibi Mera dengan serius.

"Bi? Ku mohon hentikan. Aku tahu kau sangat menyayangiku dan ingin melihatku menikah. Aku tahu bi, tapi ini kebahagianku. Bersama Lio adalah kebahagian ku. Lio adalah anak ku. Entah bagaimana orang lain menganggapku, tapi ku mohon khusus bibi anggaplah Lio anak ku bi. Aku sungguh bahagia selama Lio ada bersama ku. Jangan pernah menyuruhku untuk mengembalikan Lio pada Bianca. Karena perlu bibi ingat, aku tidak mengambil Lio dari Bianca sehingga aku harus mengembalikannya lagi pada Bianca. Bianca lah yang kabur begitu saja tanpa membawa Lio bersamanya. Jadi, tolong berhenti membahas ini bi. Aku cukup lelah, karena hanya bibi yang aku punya."

"Justru itu Selena. Karena hanya bibi yang kau punya, maka bibi ingin yang terbaik untuk mu. Bibi mengerti kau menyayangi Lio, tapi tetap saja Lio harus tahu dirinya yang sebenarnya. Mau sampai kapan kau menutup-nutupi ini dari Lio?."

"Selamanya."

"Selena!."

Mera memijat pelipisnya, pusing harus menyadarkan Selena dengan cara yang bagaimana lagi. Selena terlalu menyayangi Lio hingga tidak memikirkan dirinya sendiri.

"Baiklah, kau bisa mengurus Lionel sesukamu jika memang itu kebahagiaan mu. Tapi setidaknya, menikah lah Selena. Mau bagaimana pun kau harus menikah dan memberikan Lio seorang ayah."

"Aku bisa menjadi ayah sekaligus ibu untuk Lionel.” jawab Selena cepat.

"Bibi jangan terlalu mengkhawatirkan ku." lanjut Selena percaya diri. Memang harus diakui, Selena benar-benar mengagumkan. Meski ia membiayai hidup Lionel seorang diri, namun uangnya tidak pernah habis. Selena selalu mendapat banyak projek dari kantornya dan mendapat promosi naik jabatan setiap tahunnya. Memang soal finansial, tidak perlu diragukan lagi. Selena independen woman, saking independennya sampai-sampai tidak ada lelaki yang ingin mendekatinya.

Mera menghela nafas, lelah. "Kau tetap harus menikah. Sadarlah umur mu sudah tidak muda lagi. Kau berumur 26 tahun Selena. Apa kau akan terus melajang seperti ini sedangkan Lio akan tumbuh besar dan jauh darimu?." omel Mera lagi.

Selena cemberut, "Pikiran bibi jauh sekali."

"Karena bibi sudah tua dan bibi tahu kehidupan apa yang baik bagimu. Jadi menurutlah pada bibi Selena."

"Baik bi, jangan khawatir. Sepertinya bibi kelelahan karena terlalu memikirkan ku." jawab Selena kini menyuapkan apel yang telah ia kupas ke mulut bibi Mera.

Walau bagaimanapun, Selena mengerti bibinya tidak bermaksud mengatakan hal yang tidak-tidak pada Lio, bibi Mera hanya terlalu menyayanginya saja hingga selalu ingin yang terbaik untuknya.

"Selena, apakah bibi harus bilang padamu? Jika kau tahu siapa yang bibi lihat kemarin, kau pasti tidak akan percaya." ucap bibi Mera tiba-tiba sambil kini merenung memandang langit-langit kamar. Membuat Selena cemas.

"Ada apa bi? Siapa yang bibi lihat?."

"Janji kau tidak akan kaget?."

Meski aneh, Selena mengangguk saja.

"Devon, Devon Robert Leodinas, kau tahu dia siapa? Bibi dan Meta baru saja kemarin malam melihatnya di New York. Dia.. sepertinya sudah kembali dari LA."

Deg

Mata Selena seketika membulat, degup jantungnya berdebar kencang, dan tangannya tiba-tiba mendingin tak karuan. Apa? Tidak mungkin!

"De-Devon bi?."

Mera mengangguk, "Ya, ayah biologis Lio. Mantan kakak iparmu."

Ketakutan Selena

Selena menatap jalan dengan pandangan kosong. Ia segera memarkirkan mobilnya di basement apartemen, lalu keluar dari mobil dengan cepat. Perkataan bibi Mera masih terngiang di telinga Selena, membuat detak jantungnya tidak berhenti berdebar ketakutan.

Selena kembali mengingat kilas balik percakapannya dengan bibi Mera sebelum ia pergi.

“Tidak bi, tidak mungkin. Bibi mungkin saja salah lihat. Itu tidak mungkin Devon, Devon meninggalkan New York selama enam tahun lamanya dan dia tidak mungkin kembali Bi.” sanggah Selena. Kini wajah Selena terlihat pucat, nafasnya memburu tak karuan.

Mera menggeleng, “Itu sungguh Devon Selena. Sadarlah. Bagaimana jika kembalinya Devon ke New York tidak lain karena ingin mencari anaknya? Kau tidak bisa terus-terusan menyembunyikan Lionel dari ayahnya.”

Selena meneguk ludahnya susah payah, pandangannya menerawang ke depan dengan tatapan cemas. “Kau menakutiku bi.”

“Bibi tidak menakutimu Selena! Itu adalah kenyataan pahit yang harus siap kamu hadapi. Bagaimanapun Devon adalah ayah Lionel, jika Devon menginginkan anaknya kembali, kau tidak bisa berbuat apa-apa. Dan jangan mencegahnya.”

Selena mulai terisak, rasa takut kehilangan anaknya Lionel mulai menyelimuti hati Selena. “Hiks bi.. aku belum siap. Dan sepertinya aku tidak akan pernah siap kehilangan Lio. Apa yang harus aku lakukan sekarang bi? Aku tidak mau kehilangan anakku.”

Mera menghela nafas lelah, “Sadarlah Selena, Tidak ada yang bisa kau lakukan selain ikhlas menyerahkan Lionel pada Ayahnya. Lionel membutuhkan ayah dan kau membutuhkan suami. Jika kalian berpisah, kalian akan sama-sama menemukan kebahagiaan kalian sendiri. Bukankah itu baik untuk mu dan Lionel Selena?.”

“Kau sepertinya sungguh tidak mengeti aku bi.” Selena menatap bibi Mera dengan sorot kecewa, “Kau tidak mengerti betapa aku tidak bisa hidup tanpa Lionel bi. Setelah Ibu dan Ayah pergi, hanya Lionel satu-satunya penyemangat hidupku. Lionel adalah anakku dan aku tidak butuh suami. Jika Devon benar kembali, maka aku tidak akan membiarkan Devon mengambilnya dari ku. Aku akan menjaga anakku dari Devon. Maapkan aku bi, aku egois jika menyangkut Lio. Aku sungguh takut sekarang. Aku pergi.” lanjut Selena sebelum akhirnya berlalu pergi meninggalkan bibi Mera sendiri.

Selena menghela nafas panjang menyudahi ingatannya saat berbincang dengan bibi Mera tadi. Rasanya Selena ingin menangis saja jika semua yang dikatakan bibi Mera benar. Bagaimana ia bisa hidup tanpa Lio? Selena tidak bisa membayangkan betapa sepi hidupnya jika Lio tidak ada.

Selena mulai bertanya-tanya. Bagaimana bisa ini terjadi? Mengapa pria itu kembali? Dan bagaimana jika Devon benar-benar kembali untuk mengambil Lio darinya?

"Ah tidak!!." Selena mengerang frustasi. Ia mengacak rambutnya pusing. Membayangkannya saja Selena tidak mampu.

Benar bukan? Kemunculan Devon yang tiba-tiba setelah 6 tahun menghilang, tidak mungkin jika tidak ada maksud lain selain untuk mengambil Lio dari Selena. Pria itu pasti sudah tahu keberadaan anaknya yang Selena sembunyikan selama 6 tahun ini. Makanya Devon ingin kembali. Namun..

Selena terdiam sebentar, ia mematung sambil merenung mengingat kelahiran Lionel yang sama sekali tidak di dampingi dan tidak diketahui oleh Devon kala itu. Ya benar, Selena baru ingat jika selama masa kehamilan Bianca sampai Bianca kakaknya melahirkan Lioenel, saat itu Devon telah menceraikan Bianca dan pergi dari New York untuk waktu yang lama hingga Selena pikir Devon tidak akan kembali lagi. Jadi,dapat disimpulkan bisa saja Devon tidak tahu ia mempunyai anak dari Kakaknya Bianca bukan?

Tapi.. Bagaimana jika ternyata Bianca sempat memberitahu Devon atau bahkan baru memberi tahunya sekarang-sekarang? Bukankah sama saja Devon tahu tentang Lionel?

“Ahhh sial.” Erang Selena lagi-lagi ingin menangis saja sekarang. Jika benar, apa yang harus ia lakukan tanpa Lio? Anaknya yang sangat ia sayangi dan lindungi.

"Selena? Kau sudah kembali?."

Saking sibuknya memikirkan Devon, Selena sampai tidak sadar bahwa ia telah sampai di depan pintu apartemen, dan Brian yang baru saja keluar bersama Lio yang sudah mengganti baju seragamnya dengan pakaian santai yang Selena siapkan sebelumnya.

Selena mengerjap, menatap Brian dan Lio bersamaan. "Kalian mau kemana?."

"Keluar. Tadinya aku ingin membawa Lio jalan-jalan sambil menunggumu pulang. Tapi ternyata kau sudah pulang. Kau masuklah dan istirahat, aku akan mengajak Lio bermain."

“Mom? Mana ice cream ku?.” Tagih Lio antusias membuat Selena tidak terlalu fokus pada jawaban Brian barusan.

Selena berjongkok, mengelus pipi bulat Lionel dengan lembut sambil menatap anak itu dengan sendu. Selena menghela nafas. Anak ini kah yang harus Selena relakan? Anak dengan pipi bulat menggemaskan yang selalu memanggilnya Momy?

“Mom?.” ucap Lionel heran. Momynya ini bersikap tidak seperti biasa yang membuat Lionel bingung.

“Selena?.” Brian ikut menegur.

Selena mendongak menatap Brian, “Apa?.”

”Apa kau tidak dengar? Aku menyuruhmu masuk dan istirahat.”

Selena mengangguk lesu, “Baiklah, terimakasih telah menjaga Lionel ku Brian. Kau boleh pulang sekarang.” jawab Selena lalu meraih tangan Lionel untuk masuk. Namun, Lionel segera melepas genggaman Selena dan berlari ke arah Brian.

“Mom aku ingin bermain bersama om Brian.” ucap Lionel bersembunyi di balik kaki Brian yang menjulang tinggi.

“Apa? Tidak Lio, hari ini—.”

“Selena? Ada apa?” Tanya Brian saat merasa ada yang tidak beres dari Selena.

“Kau baik-baik saja bukan?.” lanjut Brian khawatir.

Selena mengangguk, lalu menghela nafas saat kembali menatap Lio “Aku baik-baik saja Brian.”

“Baiklah, kau masuk dan istirahatlah aku akan membawa Lio bermain diluar.”

“Tunggu. Apa? Kalian ingin bermain diluar?.” tanya Selena cepat.

Lionel dan Brian mengangguk bersamaan. Benar dugaannya, Selena kehilangan fokus. Karena sejak datang tadi, Selena terus melamun dan terus menghela nafas beberapa kali sampai Brian dan juga Lio heran dengan sikap Selena yang tidak seperti biasanya.

Selena menggeleng. Tidak. Bagaimana jika saat Lio diluar nanti, Devon menemukan Lio dan membawa Lionel begitu saja darinya??? kecemasan Selena makin meningkat.

“Tidak, untuk hari ini Lio tidak akan kemana-mana. Kau sudah makan? Masuklah sebentar, aku akan menyiapkan makanan kesukaan mu.” jawab Selena mengalihkan perhatian. Sebisa mungkin, Selena harus menahan Lio agar tidak keluar hari ini.

"Mommm tapi Lio ingin main diluar." rengek anak itu mendengar momynya tidak membolehkannya keluar.

“Dan om Brian sudah makan. Makan sama-sama denganku saat pulang sekolah tadi."

Brian mengangguk membenarkan. "Kami makan sayur sup dan makaron yang sudah kau buatkan. Kau tidak usah khawatir, Lio tidak akan main di tempat kotor dan ku pastikan dia tidak makan ice cream dan permen. Aku yang akan membawa Lio bermain, kau istirahat saja."

Selena mendesah pelan, "Tidak bukan begitu Brian.”

“Lalu bagaimana?.”

"Lio punya tugas sekolah, jadi Lio tidak boleh keluar sebelum tugas sekolahnya selesai." lanjut Selena mencari-cari alasan.

"Tapi Lio tidak punya tugas sekolah mom." Jawab anak itu polos.

"Tidak ada?." Skakmat. Bagaimana ini? Selena kembali mencari-cari alasan.

"Oh, kalau begitu bukankah Lio harus memeriksa beberapa mainan yang sudah tidak dipakai? Besok jadwal kita menyumbang beberapa mainan mu ke panti asuhan."

"Sudah juga." Jawab Lionel lagi. Pipi bulatnya mulai cemberut karena ia sudah tidak sabar ingin bermain diluar.

"A-apa? Sudah? Kalau gitu—."

"Ada apa dengan mu Selena? Kau aneh sekali sejak kembali dari rumah bibi Mera. Bicara padaku, apa yang terjadi padamu?.” Tanya Brian.

Selena menghela nafas, "Tidak, aku baik-baik saja. Baiklah kalian bisa keluar.” Jawab Selena pasrah.

“Tapi.. jangan jauh-jauh dari taman. Dan untukmu Lio.." Selena menggantungkan ucapannya.

Seolah tahu apa yang akan momynya ucapkan, Lio mengangguk. "Ya, ya, mom. Aku berjanji tidak akan nakal, dan aku tidak akan merengek pada om Brian jika ingin sesuatu." jawab anak itu inisiatif.

Selena mengangguk, "Selain itu, jika ada orang asing yang menghampirimu segera berlari ke om Brian oke? Dan Brian, jaga Lio. Jangan berikan dia pada siapapun. Bahkan jiga ada orang gila yang mengaku-ngaku dia ayahnya, tolong jangan berikan Lio padanya." Ucap Selena berlebihan.

Mulut Brian menganga, apa yang dikatakan Selena barusan sungguh berlebihan dan tidak masuk akal. Brian kini benar-benar merasa ada yang aneh pada Selena. "Apa maksudmu? Kau aneh sekali. Tentu aku tidak akan memberikan Lio pada siapapun. Orang gila mana yang menyerahkan anak orang begitu saja pada orang lain." jawab Brian berdesis kesal.

Selena cemberut, "Apa salahnya berjaga-jaga?."

"Salah. Kau berjaga-jaga bahkan saat tidak ada angin tidak ada hujan."

Selena berdesis sebal, "Ya sudah, aku hanya berjaga-jaga saja. Kalian boleh pergi, aku akan mengganti baju sebentar dan menyusul kalian ke bawah."

"Baiklah."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!