NovelToon NovelToon

Dia Anakku

Bab 1. Jatuh Talak

“Aku Irfan Mahesa, hari ini  menjatuhkan talak pada Naura Arashya, mulai detik ini lepas tanggung jawabku sebagai suamimu!”

Tidak ada hujan, tidak ada badai akan tetapi terdengar jelas suara petir yang begitu menggelegar di dalam ruang rawat inap di salah satu rumah sakit bersalin. Tubuh wanita muda itu gemetar hebat bagaikan hawa yang begitu dingin melingkupi tubuhnya yang masih rapuh.

“M-Mas ... tidak ... Mas, a-aku salah apa Mas! Kenapa Mas Irfan menalakku seperti ini?” tanya wanita yang baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki, namun sayangnya bayi itu dinyatakan telah meninggal dunia saat lahir.

Pria yang memiliki paras tampan meletakkan dua amplop coklat besar di atas nakas. “Ini uang mut’ah dan nafkah masa idahmu, bisa kamu gunakan untuk menyelesaikan kuliahmu,” ujar Irfan begitu dingin.

Naura sudah tak tahan lagi, baru saja dia kehilangan bayi laki-lakinya, sekarang suaminya yang begitu baik padanya selama setahun belakangan ini, tiba-tiba menjatuhkan talaknya tanpa memberitahukan alasannya.

Ingin rasanya ia menahan pria yang sudah menjadi suaminya selama setahun, tapi apa daya dirinya yang masih masa pemulihan habis dioperasi belum bisa banyak bergerak, untuk bangun saja masih belum bisa.

“A-apa salahku Mas, kenapa kamu menceraikan aku!?” tanya Naura terisak dalam tangisannya. “Apa karena anak kita telah tiada, lalu Mas menceraikan aku begitu saja!!” cecarnya.

Pria tampan itu menatap datar dan dingin ke arah wanita yang telah menemaninya selama satu tahun ini. “Maaf, hubungan kita hanya bisa sampai di sini. Permasalahan penguburan, aku yang akan mengurusnya.” Itu bukanlah sebuah jawaban yang diinginkan oleh Naura, ia ingin yang lebih jawabannya untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

Tatapan Irfan lalu beralih ke mantan ibu mertuanya. “Ibu Laila sebelumnya aku minta maaf tidak bisa membahagiakan anak ibu,” ucap Irfan tanpa merasa ada beban berat.

Ibu Laila hanya bisa menitikkan air matanya, sama seperti putrinya, padahal hatinya ingin marah pada menantunya itu. Orang tua mana yang tidak sedih melihat anaknya diceraikan setelah melahirkan oleh suaminya. Padahal Ibu Laila sangat tahu jika rumah tangga anaknya tidak ada masalah dan selalu terlihat harmonis.

Tanpa banyak berkata lagi, Irfan meninggalkan wanita itu dan menulikan kedua telinganya, walau teriakan dan histerisnya Naura terdengar sampai keluar ruang rawat.

***

“A-aku salah apa Bu! Kenapa aku diceraikan Bu, apa karena anakku telah tiada?” tanya Naura lirih. Ibu Laila langsung memeluk anaknya. “Maafkan Ibu, Naura ... Ibu juga tidak tahu.” Wanita paruh baya itu tadi tidak bisa menahan kepergian menantunya tersebut.

Kini kedua wanita itu menangis bersama, dan meratapi kehidupannya. Ibu Laila yang sudah menjanda lama karena suaminya berselingkuh, sekarang anaknya menjadi janda tanpa ada alasan. Apakah janda itu seperti penyakit turunan atau karma turun menurun dalam keluarganya?

“Kenapa nasibku malang seperti ini Bu, aku jadi janda sekarang.” Tidak ada wanita yang mau menjadi janda di usia muda, namun pada kenyataannya Naura yang baru saja menginjak usia 20 tahun menjadi janda. Menolak pun tak bisa, karena suaminya sudah menjatuhkan ucapan talak.

Bagaimana akan masa depannya? Apalagi wanita muda itu baru saja melahirkan, jahitannya saja belum mengering.

Naura tiba-tiba menertawakan dirinya sendiri, lalu berteriak histeris kembali, tatapannya terlihat kosong

“Nak ... istighfar nak ... Istighfar, sebut nama Allah, Nak,” pinta Bu Laila mulai ketakutan melihat pola anaknya. Dengan suara teriakan Naura, Dokter yang bertugas dan perawat langsung masuk ke ruang rawat inap, dan mengecek kondisi Naura yang masih teriak histeris.

Dokter Usman terpaksa memberikan suntikan obat pemenang, dan tak lama wanita itu tidur.

Bu Laila tergugu menatap anaknya yang terlihat rapuh, di hari yang sama putri satu-satunya kehilangan orang yang dicintainya, anak dan suaminya.

“Maaf Bu, kalau boleh saya tahu, apakah ada masalah dengan pasien?” tanya Dokter Usman sangat berhati-hati. Bu Laila langsung menganggukkan kepalanya.

“Bisa Ibu ceritakan, karena kondisi pasien baru saja melahirkan, dan ini akan memperlambat pemulihan pasca melahirkannya?” Dokter Usman kembali bertanya.

“A-Anak saya baru saja diceraikan oleh suaminya,” jawab Bu Laila agak tercekat.

Dokter Usman meraup wajahnya dengan kasar, lalu mendesah panjang. Tidak menyangka wanita yang baru saja melahirkan, langsung diceraikan oleh suaminya. Jahitan di perutnya saja belum kering habis dioperasi, sekarang semakin ditambah rasa sakitnya, sungguh tega!

Dokter Usman yang kebetulan bukan dokter kandungan tapi tahu jika pasien tersebut baru melahirkan dari keterangan perawatnya, lantas ia tidak kembali bertanya, karena sudah langsung memahami kondisi Naura.

“Baik Bu, kalau begitu untuk saat ini kondisi pasien sudah terlelap karena saya berikan obat penenang. Nanti saya akan coba konsultasikan dengan psikiater untuk kondisi anak ibu, karena harus cepat di atasi, kalau semakin berlarut, anak ibu bisa kena mental.”

“Terima kasih Dokter,” balas Bu Laila, sebelum Dokter Usman berpamitan.

***

Butuh waktu lama Naura bangkit dari keterpurukannya, hampir selama enam bulan Naura lebih banyak mengurung dirinya di kamar, aktivitas kuliahnya terpaksa ambil cuti satu semester. Konseling ke psikiater saja harus didorong dan dipaksa terlebih dahulu oleh Bu Laila dan Alma—sahabatnya, agar wanita itu bisa menjalankan hidup secara normal.

Tidak bisa dielakkan kejadian enam bulan yang lalu membuat Naura terguncang hebat. Bayangan hidup bersama dan menjalankan biduk rumah tangga dengan Irfan hingga maut memisahkan hanya impian belaka. Sekarang sudah tidak ada.

Alma sendiri pun sebagai sahabat Naura membantu mencari  keberadaan mantan suaminya Naura, alhasil pria itu bak hilang ditelan bumi. Sosok Irfan menurut cerita Naura bekerja di Jakarta, pulang ke Yogyakarta hanya seminggu sekali dan selama setahun sangat konsisten ritme pertemuan mereka. Sehubungan Naura kuliah di Yogyakarta sudah semester lima, Irfan memutuskan agar Naura tetap tinggal di sana, tidak perlu ikut tinggal di Jakarta.

“Kamu sudah yakin siap melanjutkan kuliahmu?” tanya Alma yang sedang menemani Naura di dalam kamarnya.

Naura, wanita yang memiliki paras cantik, kulit putih, hidung mancung, rambut panjang keriting, bola mata coklat sedang menatap nanar pada bingkai foto pernikahannya dengan Irfan. “Bukankah kamu menyarankan aku untuk kembali menjalankan hidupku, Alma. Air mataku sudah kering, kini waktunya aku mengejar ketinggalanku selama ini,” jawab Naura begitu tegas.

Alma mengulum senyum tipisnya, lalu mengusap pundak sahabatnya. “Ya, sudah waktunya kamu mengejar ketinggalanmu. Masa lalu jadikan pengalaman hidupmu, dan jangan sampai terulang lagi.”

Naura beranjak dari duduk di tepi ranjangnya, kemudian bergerak ke arah bingkai foto yang masih terpajang di dinding. “Hanya sampai di situ saja rasa cinta Mas padaku! Padahal Mas bilang sangat mencintaiku, ternyata bohong! Jika suatu saat kita dipertemukan kembali. Aku tidak akan pernah mau mengenalmu lagi, Mas Irfan!” tegas Naura, bingkai foto itu ia turunkan kemudian membantingnya ke lantai.

***

Bismillahirrahmanirrahim

Halo semuanya Kakak Readers, selamat pagi. Adakah yang kangen sama Mommy Ghina di sini? Ah, pasti gak ada yang kangen ya 🤭. Hari ini Mommy Ghina mau tes ombak dulu, kalau sekiranya banyak yang baca karya ini lanjut di sini, kalau sepi terpaksa deh 😁. Seperti biasa, tinggalkan komentarnya ya. Makasih sebelumnya, Lope-lope sekebon jeruk 🍊💋🤗

Yuk kita kenalan dulu ya MC FL-ML

Naura Arashya, usia 20 tahun waktu melahirkan dan masih menjadi mahasiswa.

Irfan Mahesa, usai 31 tahun saat menjatuhkan talak pada Naura.

Sofia Wulandari, usia 24 tahun, siapakah dia???

Bab 2. Empat Tahun Kemudian

Empat tahun sudah berlalu, dunia Naura yang sempat hancur lebur karena kehilangan kedua orang yang sangat ia cintai, kini bisa dikatakan dunia Naura lebih baik, walau di hati kecilnya ia sangat rindu dengan buah hati yang telah tiada, potretnya saja tidak ia miliki sama sekali. Yang ada hanya tersimpan foto USG empat dimensi sebagai obat rindu pada buah hatinya. Lantas, adakah rindu untuk Irfan—mantan suaminya? Sudah tidak ada lagi! Naura sudah mengubur nama pria itu sedalam-dalamnya dan membawa luka hatinya dalam bentuk meningkatkan value dirinya sendiri.

Ya, Naura akhirnya berhasil menyelesaikan kuliah Srata S1-nya dua tahun yang lalu, kemudian langsung dapat rekomendasi pekerjaan dari universitas tempat ia kuliah di salah satu perusahaan terkenal di Jakarta yaitu Grup Mahesa. Sudah hampir dua tahun belakangan ini wanita itu bekerja sebagai sekretaris Presiden Direktur.

Banyak perubahan yang dialami oleh Naura baik secara penampilan dan juga sikapnya, salah satunya adalah ia menjadi sosok yang dingin pada pria, jadi jangan berharap pria bisa semena-mena dengannya. Dan, Naura juga dikenal sekretaris yang sangat cantik di Grup Mahesa. Daya tariknya begitu memesona di depan mata pria, untungnya saja Presiden Direkturnya tidak tergoda, dan Naura bukanlah sekretaris penggoda bosnya! Ingat itu!

“Mbak Naura, ruang ballroom sudah siap semuanya. Dan Mbak Dilla sedang koordinasi dengan penerima tamu,” lapor Elva begitu masuk ke ruang Naura.

Naura yang sedang koordinasi dengan bagian acara menolehkan wajahnya. “Oke, nanti saya segera ke sana Mbak Elva. Terus, pantau di lobby ya kalau Pak Damar sudah datang langsung telepon saya, biar saya menyambut ke bawah,” pinta Naura seraya tersenyum tipis.

Pagi ini di perusahaan Grup Mahesa disibukkan dengan acara penyambutan calon Presiden Direktur terbaru, sesuai dengan amanat Damar—pemilik perusahaan sekaligus presiden direktur sebelumnya, jika sudah waktunya ia pensiun dan ingin memperkenalkan pewarisnya yang akan menjadi pengganti dirinya.

Naura selama bekerja di sana hanya mengetahui jika anak bosnya ada dua, yang pertama laki-laki dan selama ini tinggal di Australia karena memang ada perusahaan cabang di sana, namun Naura tidak pernah komunikasi, kenal pun juga tidak. Sedangkan satu lagi perempuan kebetulan memegang salah satu bangku Direktur di salah satu perusahaan yang dinaungi Grup Mahesa yaitu PT. Graha Sanatana.

Jadi, untuk acara penyambutan dan perkenalan hari ini, Naura dibantu team tiap divisi tampak sangat sibuk mempersiapkannya.

“Oke semuanya sudah siap ya dan mengerti, saya harap bisa diminimalisir jika ada kesalahan. Sekarang saya mau cek ruang auditorium dulu,” ujar Naura sembari beranjak dari duduknya.

“Siap Mbak Naura, kalau begitu saya juga langsung ke sana saja.” Cindy sebagai lawan bicaranya turut beranjak dari duduknya, dan bersama-sama keluar dari ruangan menuju lantai satu di mana ruang auditorium di sana.

Dengan setelan blazer kerja berwarna abu-abu tua pas body, sepatu stiletto warna hitam, rambut keriting panjangnya ia gerai dengan indahnya, serta tidak lupa dengan riasan wajahnya yang membuat wanita itu semakin cantik dan dewasa, ia melangkah anggun bagi siapa pun yang memandangnya pasti terpesona dengan Naura. Bikin para wanita iri.

Begitu lift turun ke lantai satu, Naura bergegas mengecek persiapan ruangan, lalu ia menyapa ramah satu persatu tamu VIP yang kebanyakan adalah relasi bisnis Grup Mahesa, lalu menggiringnya ke kursi yang sudah di siapkan.

“Mbak Naura, info dari Mbak Elva ... mobil Pak Damar sudah tiba di teras lobby,” ujar Dilla yang mengurus penerima tamu.

Naura langsung menolehkan wajahnya. “Oke, saya langsung ke bawah, makasih Mbak Dila ,” balas Naura, dengan gesitnya bergegas keluar dari ruang auditorium menuju lift untuk ke lobby menyambut Damar seperti kebiasaannya setiap hari.

Begitu pintu lift terbuka di lantai bawah, Naura melangkah cepat namun tetap anggun, pandangannya lurus ke depan untuk memastikan jika bosnya memang sudah tiba di lobby. Dan memang betul ada di lobby karena ia melihat Yusri—asisten pribadi bosnya.

“Selamat pagi, Pak Damar,” sapa Naura dengan rasa hormat.

“Pagi juga, Naura. Semuanya lancar?” tanya Damar, tersenyum ramah.

Wanita itu pun tersenyum hangat pada pria paruh baya itu, bos yang sangat baik menurut Naura. “Alhamdulillah berjalan lancar, beberapa tamu juga sudah datang Pak Damar. Mungkin Pak Damar mau langsung ke ruang auditorium atau mungkin ke ruangan terlebih dahulu sebelum acara di mulai?” tanya Naura sangat berhati-hati.

Damar menyentuh bahu Naura dengan lembutnya. “Saya memang tidak salah memberi tanggung jawab padamu, kamu sekretaris yang bisa saya andalkan dan semoga kelak kamu bisa mengimbangi anak saya jika nanti sudah serah terima jabatan,” puji Damar, jujur dari dalam hatinya.

Lagi, Naura mengulum senyum tipisnya menerima pujian tersebut, tetapi tidak membuat ia langsung hanyut dan terbuai. “Saya siap bekerja semaksimal mungkin dengan siapa pun Pak Damar pemimpinnya,” balas Naura tampak meyakinkan.

Damar mengangguk, lalu mengalihkan pandangannya ke teras mobil. “Kita tunggu anak saya dulu Naura, biar bisa sama-sama ke ruang auditorium,” pinta Damar.

“Baik, Pak Damar,” jawab Naura sembari ikutan memandang ke arah teras lobby. Dan, beberapa menit kemudian tiba mobil mewah di sana, dan salah satu security membukakan pintu bagian tengah, lantas keluarlah sosok laki-laki dengan setelan jas kerjanya berwarna abu-abu serupa dengan warna blazer yang dikenakan Naura. Tatanannya rambutnya begitu klimis, wajah tegasnya ditumbuhi bulu halus di bagian rahangnya.

Sontak saja Naura tersentak, kakinya melangkah mundur saat ia menegaskan pandangannya ke arah pria itu.

“Anak saya sudah tiba, Naura,” ujar Damar memberitahukan dengan senyuman yang begitu hangat.

“A-Apa ini!” batin Naura sangat terkejut, tubuhnya mendadak lemas seketika.

Pria yang katanya anak Damar, menggandeng wanita cantik dengan penampilan berhijabnya, lalu ada sosok bocah sangat tampan berlari kecil menghampiri Damar.

“Opa ... Opa .... Noah atang nih,” teriak bocah tampan itu dengan merentangkan kedua tangan mungilnya.

“Cucu Opa jangan lari-lari dong, nanti jatuh,” ujar Damar sembari menyambut dan mengendong bocah tampan itu.

Degup jantung Naura sudah tidak bisa ia kontrol, namun harus ia lakukan saat itu juga. Apalagi pria dan wanita itu semakin mendekati Damar, jadi otomatis ia bisa melihat jelas kedua orang tersebut.

“Tidak, gak mungkin aku bertemu dengannya!” Bolehkah Naura berteriak saat ini juga? Atau setidaknya ia pergi ke kamar mandi untuk menenangkan jiwanya dengan kenyataan yang ada di hadapannya sekarang. Ah, andaikan bisa.

“Naura, perkenalkan ini anak saya, Irfan Mahesa dan ini istrinya, Sofia Wulandari. Kalau yang kecil ini adalah Noah Karahman anak mereka berdua,” ujar Damar memperkenalkan mereka bertiga.

Bersambung ....

Masya Allah tidak menyangka masih ada yang mau baca karya Mommy Ghina. Yuk temani ya biar karyanya tetap di sini, jangan ada yang diskip atau tabung bab biar retensi di sini aman ya. Makasih banyak sebelumnya. Lope-lope sekebon jeruk 🍊🤗❤️💋

Baby Noah waktu masih kecil 😍😍

Bab 3. Kenyataan Yang Menyakitkan

 

“Boleh saya duduk di sini?” Suara bariton yang tak dikenal menyapa gadis yang sedang sibuk berhadapan dengan laptopnya.

Gadis itu lantas mendongakkan wajahnya, tatapannya langsung terhenyak melihat sosok pria yang begitu tampan dan jelas terlihat dewasa.

“Tidak boleh ya? Atau sedang menunggu pacarnya?” tanya pria itu sembari mengerjapkan mata hitam kelamnya.

Bagi Naura ini untuk pertama kalinya melihat sosok pria yang begitu tampan bagai aktor Turki dan menyapanya, biasanya model mas-mas yang mengajak ia kenalan.

“Maaf Mas-nya mau cari siapa ya? Takutnya salah orang?” Naura balik bertanya dengan tatapan awasnya.

Pria itu malah justru tersenyum hangat. “Saya sejak tadi duduk di sebelah sana dan melihat kamu sejak tadi sendirian. Boleh berkenalan, nama saya Irfan,” ujar Irfan sembari mengulurkan tangannya. Naura lantas mengedarkan pandangan bingungnya, kenapa bisa tiba-tiba ada yang mengajaknya berkenalan.

“Bolehkan berkenalan sama kamu? Atau tidak boleh ya?” Irfan masih menunggu sebuah jawaban dari gadis itu.

“Eh, boleh kok Mas. Saya Naura,” balas Naura tanpa membalas uluran tangan pria yang tidak dikenal. Bukannya kenapa-napa ia takut jika mendadak dihipnotis, ini pikiran buruknya, sementara ia duduk di cafe itu hanya seorang diri sedang mengerjakan papernya sembari menikmati wifi gratis yang ada di cafe tersebut.

Irfan tersenyum kecut saat Naura menolak uluran tangannya, tapi tidak masalah baginya. “Saya hanya ingin berkenalan denganmu, tidak ada niatan untuk menculikmu kok,” goda Irfan.

“Hah!” Naura mendadak tambah terkejut, kemudian pandangannya beralih ke kursi yang kosong di hadapannya.

“Boleh duduk di sini, ‘kan, Naura?” tanya Irfan masih berusaha.

“Eh, si-silakan Mas Irfan,” jawab Naura agak meragu. Akan tetapi dari perkenalan lima tahun yang lalu itu membawa Naura menjadi istri Irfan yang mengaku jatuh cinta pada pandang pertama dan pria itu juga mengaku sebagai karyawan biasa yang baru saja diterima bekerja di salah satu perusahaan kecil di Jakarta. Belum lagi saat menikah pria itu juga tidak ditemani kedua orang tuanya dikarenakan telah meninggal dunia alasannya, dan hanya beberapa orang yang katanya saudara untuk mendampingi Irfan saat acara pernikahan mereka berdua.

Tetapi kenyataan yang di hadapi oleh Naura saat ini, mantan suaminya adalah pewaris perusahaan besar dan suprise tambahannya adalah sosok istri dan anak yang mendampinginya.

Naura tersenyum miris ketika Damar memperkenalkannya, luka yang sudah lama ia kubur dalam-dalam tiba-tiba saja menyeruak ke permukaan tanpa permisi. “Dasar penipu ulung!” Ingin sekali Naura memakinya saat itu juga, sayangnya bibirnya terkatup dan hanya bisa membatin saja.

“Irfan kenalkan ini sekretaris Papa yang sangat handal namanya Naura Arashya.” Kini Damar bergantian memperkenalkan wanita itu pada Irfan.

Ekspresi wajah Irfan tampak dingin dan datar, tidak ada sedikit pun keterkejutan yang terlukiskan di wajah pria itu. Sungguh sikap dingin yang ditunjukkan pada Irfan bagaikan tamparan yang begitu keras, seakan menyadari jika dirinya terlalu bersikap berlebihan menyambut kedatangan pria itu. Lantas, Naura segera menyadarkan dirinya sendiri, kedua kakinya ia kuatkan untuk berdiri tegak seperti semula.

“Selamat datang Pak Irfan, perkenalan saya Naura Arashya siap membantu Pak Irfan,” ujar Naura, tegas dan lembut, sembari mengulurkan tangannya pada pria itu.

“Semoga kita bisa bekerja sama, Naura,” balas Irfan dengan ekspresi dingin, bukannya menyambut uluran tangan Naura untuk berjabat tangan justru pria itu menggandeng tangan wanita berhijab itu yang kini tersenyum padanya.

Naura menarik tangannya perlahan-lahan dan berusaha untuk tersenyum tipis, layaknya orang asing yang tidak saling mengenal. “Baiklah, memang harus seperti itu sikapnya,” batin Naura meringis pedih.

Wanita itu lantas mengalihkan pandangannya ke arah Damar. “Kalau begitu mari saya antar ke ruang auditorium, Pak Damar, Pak Irfan," ajak Naura dengan sopannya.

“Baiklah.” Damar menyetujuinya, lantas Naura beserta asisten pribadi Damar berjalan memandu mereka semua.

Naura berusaha bersikap tenang dan profesional, serta menekan kenangan lama yang mulai bermain-main di ingatannya. Sementara itu, Irfan sepertinya juga terlihat tenang dan tidak terpengaruh dengan pertemuan yang tidak terduga tersebut setelah empat tahun tidak bertemu.

Ketika mereka semua masuk ke dalam lift, Naura melirik bocah kecil yang masih berada di dalam gendong Damar. Melihat Noah yang begitu serupa dengan Irfan membuat perasaannya sangat sakit, dan mengingatkan dunianya hancur saat itu. “Ya Allah, andaikan anakku masih ada ... aku bisa memeluknya dan mengobati rasa sakitku ini,” batin Naura kembali bersedih.

“Noah, ayo sini sama Papa kasihan Opa kalau lama-lama gendong kamu,” pinta Irfan merasa tidak nyaman saat Naura menatap termangu pada anaknya.

Seketika Noah menggeleng pelan dengan tangannya melambai. “No Papa, Noah auna cama Opa,” tolak Noah seraya menyipitkan bola mata mungilnya saat beradu pandang dengan Naura. Wanita itu tersenyum tipis kemudian mengalihkan pandangannya ke arah pintu lift, tak lama kemudian pintu lift terbuka. Rasa sesak yang sempat mengimpit dada wanita itu selama di lift serasa bisa bernapas lega kembali.

Ya, inilah yang selalu Naura rasakan jika melihat sosok anak laki-laki, hatinya ngilu dan amat sesak, ujung-ujungnya ia berandai-andai anaknya masih hidup.

Naura kembali berjalan dengan cepat mendahului mereka yang ada di belakangnya. Dilla, Elva dan beberapa karyawan lainnya sudah dalam posisi stand by di luar ruangan auditorium menyambut sang pemilik perusahaan kemudian bersama-sama membungkukkan punggung sebagai tanda hormat.

“Menantunya Pak Damar makin cantik aja, apalagi sekarang udah pakai hijab,” celetuk Sri pelan yang kebetulan berdiri di samping Naura.

Naura menolehkan kepalanya perlahan-lahan menatap karyawan yang termasuk lama bekerja di Grup Mahesa, hatinya tergelitik untuk mengulik tentang mantan suaminya.

“Bu Sri, memangnya anak dan menantunya Pak Damar sebelumnya pernah ke sini? Maklum saya kan baru dua tahun kerja di sini?” tanya Naura dengan santainya.

“Empat tahun yang lalu Pak Irfan dan istrinya sering ke sini sebelum Pak Irfan pindah tugas ke Australia. Mereka itu kalau tidak salah udah lama menikahnya dan baru dapat anak yang ganteng itu pas usia pernikahan mereka jalan tiga tahun,” terang Bu Sri, bagi karyawan lama pasti tahu cerita tentang Irfan.

Tangan Naura langsung bertopang ke salah satu tepi kursi, tubuhnya kembali terhantam dengan kenyataan yang selama ini tidak ia ketahui. Lagi, dunianya terasa ingin hancur lembur seketika.

“Ja-jadi waktu itu a-aku sudah jadi pelakor dalam rumah tangga orang lain dan istri kedua!  Ya Allah, kenapa aku terjerembap ke sana! Kenapa aku begitu bodoh!” batin Naura sangat sesak dan tak sanggup mendampingi Damar dan Irfan dalam acara penyambutan.

 Bersambung ... ✍️

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!