{Sequel dari Aleesya, happy reading}
Beberapa pengusaha mungkin kenal dan sedikitnya tahu nama ini. Cucu dari Abimana Bagaskara, seorang pebisnis legend dari dulu hingga sekarang. Bisnisnya semakin maju melesat bagai petir.
Siapa lagi kalau bukan Janisa Shiera Bagaskara. Gadis cantik berprofesi sebagai photo model dan kini merambah ke dunia perfilm-an. Dengan privillege dari Bagaskara, sudah pasti nama Janisa dengan mudah di kenal banyak orang.
Bukan karena privillege saja, memang Janisa juga lulusan di jurusan seni peran dan akting. Bakatnya juga sangat di minati para produser dan beberapa PH untuk merekrut Janisa. Namun dia masih enggan, dia masih memilih milih perusahaan yang kredible sesuai pilihan opahnya.
Namun ternyata kisah percintaanya tak seindah film atau FTV yang dia bintangi. Kisah cintanya kandas karena pengkhianatan yang di lakukan kekasihnya Adam, yang juga seorang photographer terkenal.
-
-
-
Malam naas itu terjadi ketika Janisa memergoki pacarnya yang baru saja melamarnya sedang bercinta dengan seorang model di apartmentnya.
BRAK
"BRENSGSEK !" Janisa menampar pacarnya dan berlari sambil menangis. Adam yaitu pacar Janisa mengejarnya namun wanita yang bersamanya menahannya.
"Sayang tunggu !!"
Dia berlari ke luar apartment pacarnya. Dia menangis di tengah hujan dan kilatan petir yang menyambar. Dia menyender di pintu mobilnya sambil meraung menutup mukanya dengan kedua tangannya. Untung saja saat itu hujan deras jadi tidak akan ada wartawan yang melihatnya.
"LAKI LAKI BRENGSEK!"
Janisa terus mengumpat meluapkan kekesalannya. Dia memegang dadanya yang sesak. Dan menangis histeris sembari meringkuk.
Padahal Janisa dan Adam sudah merencanakan pernikahan. Hubungan yang telah mereka jalin pupus sudah oleh wanita murahan yang menjual badannya demi mendapat ketenaran lewat Adam sebagai photographer.
Cukup lama Janisa menangis dia berusaha berdiri dan membuka pintu mobilnya. Di dalam juga Janisa masih menunduk di setir mobilnya. Dia menjalankan mobilnya pulang dengan keadaan basah kuyup.
-
-
-
Sesampainya di rumah dia berjalan gontay ke dalam rumah, Savian yang melihat itu langsung membawakan handuk untuk adiknya.
"Kamu dari mana hah? Kakak telepon enggak di angkat!" Tegur Savian pada Janisa.
Janisa mulai menangis sesegukan dan itu jelas saja membuat Savian khawatir sebagai kakaknya. "Adam?" tebak Savian. Tebakan kakaknya di angguki Janisa pelan.
"BRENGSEK! BADJINGAN!"
"Bi, tolong bawa Janisa ke kamar." Ucap Savian meminta tolong art dirumah membawa adiknya ke kamar karena Janisa pulang dengan keadaan basah kuyup.
Savian menelepon seseorang untuk memberi pelajaran pada mantan pacar adiknya itu. Bagaimana juga dia tidak rela jika adik satu-satunya ini di sakiti.
"Macam-macam kau dengan keturunan Bagaskara!"
_
_
Janisa sudah membersihkan dirinya yang berantakan. Dia melihat ke cermin betapa hancurnya hatinya sekarang.
"Lihat aja syalan, kau akan menerima pembalasanku."
DRRRT DRRRT DRRRT ponsel Janisa berdering dia menghela nafasnya sebelum menjawabnya. Ternyata managernya yang memberitahukan berita perselingkuhan pacar Janisa.
Janisa sendiri heran kenapa bisa secepat itu beritanya menyebar? Dan parahnya lagi hanya dalam hitungan jam, karir Adam hancur. Malam itu juga Adam di pecat, dan perusahaan yang menaungi dia menarik segala fasilitas yang di gunakan Adam.
Sudah pasti perbuatan Savian juga opah Abimana. Hanya dengan memakai nama Bagaskara, mereka semua tunduk. Perusahaan jasa photographer itu bahkan di danai oleh perusahaan Bagaskara, salah satu konglomerat di negeri ini.
"Wow... Syukurlah, dia sudah mendapatkan karmanya!" Janisa merebahkan dirinya ke kasur dia pun terlelap dalam mimpinya.
-
-
Keesokan harinya tubuh Janisa nampak segar padahal tadi malam badannya di guyur hujan deras. "Hoaaammmmmm" Janisa menggeliatkan badannya layaknya ulat bulu.
Janisa langsung lompat dari kasur ke kamar mandi. Selesai dengan mandinya kini dia sudah bersiap-siap menuju lokasi syuting FTV.
Sementara ini Erick, asisten opahnya yang menemaninya. Nanti dia akan mencari bodyguard untuk menemani aktivitasnya.
Sudah ada sih sebetulnya beberapa kandidiat pilihan opahnya, namun ia sendiri belum sreg. Dia akan bertanya pada Erick lagi masalah bodyguard.
Ketika sampai di lokasi syuting, ternyata sudah banyak wartawan datang menghampirinya dan juga ingin mewawancarainya. Pastinya Erick menjadi garda terdepan menghalangi para jurnalis itu.
Janisa datang dengan memakai kacamata hitam di hidung bangirnya. Dia tidak mau komentar apa-apa. Dia hanya ingin bekerja profesional.
"Rick, udah dapet?" tanya Janisa yang duduk sambil membaca naskah. Dia juga dapat asisten yang sudah stand by di lokasi syuting.
"Nona sendiri gimana? Sudah ku carikan beberapa belum ada yang cocok kan?" sindir Erick dengan geleng-geleng kepala.
"Enggak tau ah, nanti deh aku tanyain om Arya barangkali dia punya asisten yang enggak ke pakai gitu."
"Astaga, memang barang non!" Keluh Erick.
Janisa tak menanggapinya lagi dia fokus membaca lagi skenario untuk FTVnya yang akan tayang minggu depan.
DDRRRTT DRRRT DRRRT
"Iyah opah?"
"Eum Janisa mau opah, nanti Janisa bisa atur jadwal. Nanti Janisa telepon kak Aleesya juga." Janisa mengakhiri sambungan teleponnya bersama opah Abimana.
Tak lama Erick juga mendapat telepon dari tuannya. Dia akan segera menyiapkan semuanya.
Produser itu datang menemui Janisa. "Sa, kita syuting 5 scene enggak masalah kan?" tanya produser itu dengan ramah.
"Ayo siap, kita mulai yah aku udah hapal."
Janisa memang terkenal humble di lapangan, anaknya juga tak neko-neko. Tak banyak menuntut meskipun dia dari keturunan orang berpengaruh, Janisa mampu berbaur dengan staff dan beberapa cast lainnya disana.
Janisa menyelesaikan syuting hari ini hingga malam hari. Dalam 2 hari ke depan dia akan membereskannya lagi. Karena Aleesya sepupunya ingin mengajaknya liburan bersama keponakannya yang baru berusia dua bulan.
"Ahhh beres... Berarti dua hari lagi terus kita bisa liburan yeahhhh...." Seru Janisa dia malah mencubit kedua pipi Erick yang di penuhi jambang tipis itu.
Erick hanya tersenyum manis melihat tingkah Janisa. "Untung saja cucunya tuan Abimana, kalau bukan ku sikat juga nih huft!" Erick mendumel dalam hatinya.
Janisa yang melirik Erick di kemudi setirnya langsung memasang tatapan mautnya. "Hayo ... Pasti dalem hati ngedumel tuh!"
"Hahaha sejak kapan non jadi dukun dadakan?"
"Maunya sih, biar bisa nyantet tuh kutu kupret syalan!" Geram Janisa.
"Nanti juga ketemu jodohnya, non. Santai aja santai kayak di pantai." Ucap Erick sambil cengengesan. Dan itu membuat Janisa sedikit terhibur atas banyolan Erick.
Janisa ikut bersama keluarga besarnya liburan ke Disneyland. Ketika di pesawat dia tak sengaja menubruk pria kutub utara yang susah senyum itu. Siapa lagi kalau bukan Evan, asisten andalan om Arya. Om-nya Janisa juga.
"Sorry yah enggak sengaja." ucap Janisa pada Evan.
"Enggak masalah" Ucap Evan datar dan pergi dari sana.
"Aneh banget sih, tu manusia terbuat dari kulkas kayaknya." Gerutu Janisa, namun masih di terdengar oleh Evan.
Perjalanan panjang itu memakan waktu berjam-jam lamanya. Sampai di sana Janisa benar benar memanfaatkan liburannya bersama keluarganya.
Ketika mau bermain wahana roller coaster, Janisa sangat ketakutan. Janisa terpaksa ikut naik wahana itu dengan perasaan takut.
Ketika duduk, Evan yang di sebelah Janisa, memperhatikannya. Belum juga jalan Janisa sudah merapalkan doa.
"Tenang." Ucap Evan singkat.
Ketika wahana itu mulai naik dan meninggi, Janisa tutup mata, dan dia merasakan tangannya di genggam. Dia membuka matanya dan melirik, Evan yang menggenggam tangannya. Janisa tersenyum manis.
"ARGHHHHHH MAMAH...." teriak Janisa dan pegangannya semakin kuat di tangan Evan.
Padahal baru 4 hari Janisa putus dengan pacarnya namun sekarang di tangan Evan, Janisa merasa nyaman. Mungkin Evan datang di waktu yang tepat ketika Janisa rapuh dan hancur.
-
-
-
Seharian itu Janisa benar benar melepas penatnya bahkan di saat malam datang, dia belum mau tidur, dia lebih memilih duduk sendirian di taman sekitar hotel. Dia duduk sendirian sambil menatap langit malam yang cerah. Sembari tutup mata dan menarik nafas dalam dalam.
Dia harus menelan pil pahit hubungannya dengan Adam kandas karena pengkhianatan. Sejujurnya hati kecilnya masih sangat rapuh. Dia tak akan dulu menjalin hubungan dengan siapa pun.
"Indah yah langitnya." Celetuk Evan yang muncul tiba tiba di pinggir Janisa. Dia duduk di sana tanpa menatap Janisa.
Janisa reflek membuka matanya dan menoleh ke sebelahnya "Kamu? Kok di sini?" tanya Janisa keheranan.
"Lagi cari angin!" jawab Evan singkat.
"Cari angin di kamar aja, kan ada AC nya!" balas Janisa malas.
Evan menoleh ke wajah Janisa. Tatapan mereka bertemu. Terlebih Janisa yang di tatap lekat oleh Evan, hatinya berdesir. Dia mencoba menetralkan hatinya yang degdegan.
Dia tersenyum canggung dan memalingkan mukanya. Janisa tak kuasa di tatap Evan lama-lama. "Jadi kamu lagi butuh bodyguard?" Tanya Evan datar.
Janisa menoleh lagi ke arah Evan dan berdeham kencang. Hatinya seperti tengah marathon. "Ehem, ii-iya lagi cari. Tapi belum nemu yang cocok!" Ucap Janisa dengan gugup.
"Hmm... Okay. Aku bersedia, tuan Arya sudah mengijinkan ku. Aku hanya akan bekerja setelah makan siang. Karena aku masih ada tanggung jawab di kantor, bagaimana?" Ucap Evan jelas dan padat.
Mata Janisa berbinar dia sumringah dan langsung menjawab iya, spontan ia memeluk Evan erat.
"Terima kasih ya Evan, akhirnya kamu mau juga jadi bodyguard aku. Pokoknya enggak rugi kerja sama aku." Ucap Janisa. Dia baru sadar sedang memeluk Evan.
"Astaga!" Reflek Janisa mendorong Evan yang hampir jatuh.
"Evan maaf!" Ucap Janisa yang sedikit ketakutan.
Janisa langsung menarik tangan Evan naik ke kursi. Evan sendiri mendengus kesal dengan Janisa. "Kau...!"
"Enggak sengaja! Lagian siapa juga yang mau celakain kamu! Yang ada aku di gantung sama om Arya." Celetuk Janisa. Hal itu membuat Evan tersenyum tipis, bahkan sangat tipis sekali.
-
-
-
Dibalik obrolan mereka, ada sepasang mata yang melihat di balik tembok. Erick, sang asisten setia. Dia sudah menyimpan rasa sedari dulu pada Janisa. Namun dia tak sanggup jika harus mengungkapkan perasaan itu.
"Sepertinya kau bahagia bersamanya Janisa. Aku akan mundur." Gumam Erick pelan.
"Belum juga perang udah mundur." Celetuk Bastian, asistennya om Arya juga.
Erick menoleh ke belakang. Dia mengadahkan kepalanya ke tembok dan memejamkan matanya. "Aku menyukai dia dari jaman dia sekolah dulu. Kami satu sekolah, tuan Abimana mengambilku dari panti asuhan dan menyekolahkan ku sampai lulus kuliah. Aku tahu diri, aku hanya anak ya_"
"Jodoh itu di tangan Tuhan! Bukan di tanganmu. Tetap berusaha bro, bersainglah secara sehat untuk mendapatkan hatinya. Dan jangan pernah menyerah. Siapa pun pilihannya itu adalah jawaban dari Tuhan. Ayo sudah malam lebih baik istirahat." Ajak Bastian.
"Kau benar! Aku akan mencoba kalau gitu." Jawab Erik.
Bastian merangkul Erick dan pergi dari sana. Evan sedikit menoleh melihat punggung ke dua orang tadi yang mengintip mereka.
Dia melirik lagi ke muka Janisa dan mengobrol lagi dengannya. "Cantik" gumam Evan batinnya diam-diam dia mengagumi gadis yang ada di depannya.
-
-
Keduanya kembali ke kamar masing masing. Janisa merebahkan dirinya di kasur. Dan ponselnya berdering ternyata mantan kekasihnya yang menelepon.
"Mau apa ?" Sentak Janisa.
"Sayang dengerin aku dulu, cewek itu yang ngejar ngejar aku. Dia mau jadi model terkenal makanya dia_!"
"CUKUP!! JANGAN PERNAH HUBUNGI AKU LAGI!"
Janisa menutup teleponnya dan mematikannya. Dia mendengus kesal, mantannya terus saja menghubunginya. Sepertinya Janisa harus ganti nomer.
Dia memeluk selimut dan tersenyum tiba-tiba mengingat tadi kebersamaannya dengan Evan meskipun cuma sebentar. Dia senang sekali bisa melepas penat di sini bersama keluarganya juga di tambah Evan.
"Cakep juga, om Arya nemu dimana yah cowok kayak dia?" Janisa malah tersipu malu dia menutup mukanya dengan bantal.
Tuhan sepertinya cepat memberikan pengganti untuk Janisa dan mengirimkan Evan sebagai bodyguard-nya. Tapi ia juga tak mau buru-buru. Dia baru aja beberapa jam kenal Evan. Dia tak tahu Evan sama seperti mantannya atau tidak.
Lebih baik Janisa fokus menata karirnya yang semakin naik. Dia akan membuktikan pada mantannya kalau tanpanya, hidup Janisa baik baik saja.
"Dasar cowok syalan...lihat aja! Kamu makin terpuruk, dan aku makin naik hahahaha!" Janisa malah mendoakan seperti itu tapi biarlah toh memang Adam juga salah berselingkuh di belakang Janisa.
-
-
Janisa, kakaknya dan mamahnya rencananya hari ini akan belanja. Namun om Arya menawarkan Evan untuk menemani Janisa.
"Tenang aja om, ada Vian kok. Aman." Ucap Savian, dia tak enak jika harus merepotkan Evan asisten om Arya.
"Enggak masalah, lagian ada Bastian sama Kenny yang stand by di sini. Siapa tahu kalian butuh bantuan nanti." kata Om Arya.
Ketiganya akhirnya setuju dengan tawaran om Arya. "Terima kasih ya om jadi ngerepotin.'' Ucap Janisa.
Mereka pun pamit dari om Arya dan pergi belanja. Evan menyusul di belakang keluarga Janisa. Evan diam diam curi pandang ke arah Janisa.
Janisa tak menyadarinya dia fokus bersama mamahnya mencari pakaian, lalu Savian kakaknya juga fokus mencari barang lain.
"Mamah kesana dulu ya, Sa. Tolong pegangin dulu nanti di ambil orang." Mamah Ayu pergi duluan melihat ada diskonan yang menggiurkan.
Janisa geleng geleng kepala melihat mamahnya kalau sudah menemukan barang diskon pasti di kejar. Padahal keluarga mereka sangat mampu membeli isi satu mall.
Tetap saja barang diskonan lebih menarik. Janisa menoleh ke belakang ternyata ada Evan. "Hai...aku pikir kamu kemana."
"Aku di sini ... Untukmu..."
DEG
-
-
-
...Assalamualaikum readers...
...Buat yang bingung nama tokoh lainnya bisa di baca di novel ALEESYA sebelumnya yah. Happy reading ~~~...
...Sarangheo thank you supportnya....
...Silahkan di follow yah & VOTE thank you...
Seminggu sudah Janisa dan keluarganya liburan. Mereka harus pulang duluan ke tanah air, karena Janisa dan Savian masih banyak kerjaan. Berbeda dengan keluarga Aleesya yang masih betah di sana.
Evan juga sudah pulang bersama keluarga om Arya. Kini Janisa di sibukkan dengan rutinitas seperti biasa yaitu syuting dan pemotretan.
"Mah, Janisa pergi dulu yah." Ucap Janisa yang pamit pada mamahnya. Sementara Savian dan opahnya sudah pergi duluan pagi pagi sekali ke kantor.
Janisa pergi di temani supirnya ke lokasi pemotretan. Disana manager-nya sudah menunggunya yaitu Bella.
"Tuan putri baru datang... Hehehe." ucap Bella yang menghampiri Janisa.
"Gimana aman?" Tanya Janisa.
"Aman donk." Kini keduanya jalan menyusuri lorong gedung untuk tempat pemotretan.
Namun ketika masuk ke dalam, ternyata seorang phtographer-nya adalah mantan kekasih Janisa. Yaitu Adam. Lelaki yang pernah berselingkuh di belakang Janisa.
Janisa mematung bagaimana bisa Adam bekerja lagi? Bukannya kakaknya sudah memecat Adam?
Janisa mengacuhkannya dia pergi bersama Bella ke ruang ganti. "Enggak mau nanya kenapa mantan loe ada di sini." ucap Bella yang memilihkan baju untuk Janisa.
"Enggak penting. Gue di sini kerja." Kata Janisa. Wajahnya sedang di makeup. Selesai di makeup, Bella memberikan baju untuk Janisa pakai saat pemotretan.
"Baguslah, gue juga eneug banget lihat muka mantan loe." Kata Bella.
Janisa tak menaggapinya dia mengambil baju itu dan mengganti bajunya. Ketika dia sudah selesai, Janisa masuk ke dalam studio ditemani Bella.
Pastinya Janisa dan Adam bertemu disana. Namun Janisa berlagak cuek saja. Dia akan profesional sebagai mana mestinya.
Seorang fashion stylish mengarahkan Janisa di depan kamera. Layaknya seorang photo model kenamaan, kemampuan Janisa di depan kamera tak perlu di ragukan lagi. Wajahnya sangat photo genic.
"Good job Janisa." Ucap Ronald yang juga produser agency itu. Dia dan staff lainnya tepuk tangan. Janisa akan menjadi cover majalah bisnis, karena dia berasal dari keluarga Bagaskara.
Setelah Janisa selesai ia dan Bella berjalan ke ruang ganti namun siapa sangka orang yang sangat dia benci justru datang menghampirinya.
"Janisa tunggu." teriak Adam.
Janisa dan Bella reflek berhenti dan berbalik. "Aku mau bicara." kata Adam.
"Ngomong aja." Ucap Janisa acuh tak acuh.
"Berdua!" kata Adam lagi.
"Enggak mau! Udah yah gue sibuk." Ucap Janisa ketus dia pun dan Bella segera pergi dari sana. Tapi Adam menahan lengan Janisa.
"Tunggu Janisa."
Janisa menghempaskan tangan Adam dengan kasar. Dia menatap Adam dengan sorot mata tajamnya. Bella memegang lengan Janisa memberi kode mata pada Janisa agar pergi dari sana. "Ayoo Sa." ucap Bella.
"Jangan pernah muncul di hadapan gue lagi." Ucap Janisa dengan tegas. Namun Adam nampaknya tak terima. Dia menarik tangan Janisa kasar.
"Aww sakit breng_"
"Syalan siap_" Belum juga Adam bicara namun tangannya sudah di pelintir seseorang. Pria tampan dengan rahang yang tegas. Dia adalah pemilik agency yang menaungi banyak talent disana.
"Jangan berbuat onar di kantorku." Ucap pria dengan suara beratnya itu. Janisa dan Bella saling pandang. Keduanya tak tahu siapa lelaki itu. Mereka juga sebelumnya tak pernah bertemu dengan pria yang ada dihadapannya itu.
Adam pergi dari sana dengan perasaan dongkol. Sementara Janisa dan Bella masih mematung di sana. Seakan meminta penjelasan dari pria yang sudah menolongnya.
"Eum hai... Aku Barra." ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya. Janisa menyambut baik uluran tanganya itu.
"Janisa dan ini Bella." kata Janisa.
"Kamu enggak apa-apa? Ada yang luka?" tanya Barra dengan lembut.
"Aman kok." ucap Janisa dengan kikuk. Bella menyenggol lengan Janisa sembari tersenyum genit.
"kami permisi yah pak, mari." Ucap Janisa.
"Dan terima kasih bantuannya." Kata Janisa lagi. Dia dan Bela pergi dari hadapan Barra.
Sementara Barra tersenyum kecil dan menatap punggung Janisa yang semakin menjauh.
"Cantik sekali, kenapa aku baru tahu ada talent secantik dia?" Gumam Barra. Dia pun berlalu dari sana ke ruang kerjanya.
-
-
-
Ketika masuk ruang kerjanya Barra di susul oleh seorang model cantik yang genit. Model itu langsung duduk di pangkuan Barra. "Kok baru datang? Aku kan udah nungguin om." Ucap model genit itu.
Barra meremas bok*ng wanita itu dengan penuh nafsu. "Siapa Janisa? Apa kau tahu?" Tanya Barra sembari menciumi leher wanita itu.
"Oh dia talent baru, tapi enggak baru juga sih udah 4 bulanan kali yah, kenapa memangnya?" Tanya wanita itu.
"Bantu aku mendapatkannya, maka kau akan dapat bonus, gimana?" Ucap Barra.
"Okey, tapi udah ini transfer kan?"
"Pasti Bianca. Ayo aku sudah tak tahan!" Barra menggendong Bianca ala koala ke kamar pribadinya. Dia sudah biasa menyentuh para talentnya dengan iming iming akan menjadi model terkenal.
Bukan sekedar rayuan saja memang, para talent yang sudah tidur dengannya kini menjadi artis papan atas. Bukan rahasia umum lagi petinggi agency meniduri para talentnya.
Wanita itu bernama Bianca, dia model senior, namun dia cuek terlebih pada Janisa. Karena Bianca tahu, siapa Janisa, jadi dia tak berani juga macam macam. Hubungannya baik dengan Janisa.
"Ahhh om... kayaknya pusaka om makin gede deh hahaha!" Ucap Bianca yang mendesah di bawah kukungan Barra.
"Kau seksi sekali...Bianca ahhh !" Racau Barra.
-
-
Sementara pasangan da jal itu tengah asyk bercinta, lain halnya dengan Janisa yang menunggu Evan di parkiran mobil.
"Katanya mau jemput, baru hari pertama udah telat." Gerutu Janisa yang menendang batu kerikil di bawah kakinya dengan kesal.
"Aku antar pulang!" Ucap Adam yang tiba tiba muncul di hadapan Janisa dengan motor sportnya. Janisa cuek saja dia celingukan ke kanan kiri. Adam turun dari motornya dan ketika ingin mendekati Janisa, ada seorang pria menghadangnya.
"Janisa bersamaku! Minggir!" Ucap Evan yang baru datang dan melihat Janisa seperti sedang di ganggu.
Janisa sendiri melongo Evan tiba tiba sudah ada di hadapannya. Dia melingkarkan lengannya ke tangan Evan.
"Ayo Van, aku udah lapar." Ucap Janisa yang membawa Evan pergi dari sana.
Adam mengepalkan tangannya "Awas saja Janisa, kamu akan kembali ke pelukanku. Aku enggak rela kehilangan sumber kariku!" Adam pun pergi juga dari sana.
-
-
Ketika Janisa dan Evan sudah sampai mobil, Janisa mengusap ngusap dadanya "Huft, dasar cowok gila!" Ucap Janisa yang mengintip dari kaca mobil.
Evan hanya menoleh ke arah wanita di sampingnya dan menghela nafas. "Kemana lagi kita?" Tanya Evan datar.
"Ke apartment aku dulu yah sebentar, aku lupa bawa skrip ada di sana." Ucap Janisa cuek, dia menunjukan alamat apartmentnya. Keduanya langsung menuju kesana.
Sesampainya di apartment Evan menunggu di ruang tamu sembari melihat lihat isi dalam apartment itu.
"Ayo Van aku udah se_ Arghhh !" Tiba tiba kaki Janisa keserimpet karpet ketika menghampiri Evan.
Seketika itu juga Evan reflek berdiri dan menangkap tubuh Janisa. Jarak bibir keduanya bahkan hanya tinggal di sentuh aja. Kedua mata mereka bertemu, tangan Janisa juga reflek memeluk pundak Evan.
DEG
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!