NovelToon NovelToon

Pangeran Untuk Mae

Episode 1

"Maeee jangan lari lu, berhenti! Seorang ibu-ibu tengah berlari mengejar seorang gadis yang di duga telah mencuri buah mangga miliknya. Gadis nakal ini masih tetap berlari walau ibu-ibu tadi telah meneriakinya.

"Dasar bangor banget jadi gadis!"

"Sini lu kembaliin mangga gue!" Karena gemas, ibu yang bernama Mpok Ijah ini memilih melepaskan sandalnya untuk di lempar ke arahnya. Sangat disayangkan lemparan tersebut berhasil di halau oleh gadis nakal ini. Hal itu membuat Mpok Ijah, pemilik pohon mangga yang tak rela buahnya diambil semakin emosi di buatnya.

"Wee gak kena, pelit amat Mpok! Mangga 2 ja!" Teriak Mae sambil sedikit meledek.

Tak puas dengan satu sandal saja, Mpok Ijah pun melepaskan satu sandalnya lagi. Melihat itu, gadis nakal dengan rambut ikat satu ini kembali berlari.

"Maeee gue aduin ke babe lu ya!" Teriak Mpok Ijah yang geram sambil menunjuk penuh emosi.

Ya gadis nakal itu namanya Mae singkatnya Maemunah aja. Umurnya baru 25 tahun ini dan memiliki tingkah yang sulit di atur. Dia terkenal sebagai biang kerok kegaduhan di Komplek Cempaka, tempat ia tinggal. Hari ini bukan hanya soal nyolong mangga saja tapi ia telah merusak dagangan milik orang serta membuatnya terjatuh dari motornya. Diketahui saat aksinya mencuri mangga tadi, gadis ini menggunakan cara melempar batu agar buah yang diinginkannya bisa di dapat. Satu kali lemparan, meleset hingga mengenai tukang sayur yang sedang berjualan menggunakan sepeda motor. Tukang sayur terkejut, hingga jatuh menimpanya. Dua tiga kali akhirnya buah berhasil di jatuhkan dan di saat itu juga pemilik rumah keluar karena mendengar suara. Mae pun panik dan segera berlari hingga berhasil meloloskan diri.

"Kemana bocah itu, awas aja kalo ketemu!" Mpok Ijah celingukan ke sekeliling dengan wajah yang memerah. Karena tak berhasil menemukan si Mae, wanita dengan roll di rambutnya pun pergi untuk mengadu ke Babe Rojali, ayah Mae.

"Akhirnya lolos juga, emang ya si Mpok Ijah pelit amat, gue ambil 2 mangga ja sampai segitunya." Merasa aman Mae pun keluar dari balik tong sambil menggerutu.

"Ah pulang lah. Eh ini 2 mangga enak nih kalo di rujak lagi panas begini. Pasti seger." Senyum jahil mengambang di bibirnya sambil berjalan memainkan 2 mangga yang berhasil di dapatnya.

Keadaan di rumah sangatlah kacau, lantaran beberapa warga sudah datang untuk mengadu. Mereka semua protes atas kekacauan yang di lakukan oleh Maemunah. Babe Rojali selaku ayah Mae hanya bisa menatap ke arah istrinya, Markoneng. Mereka berdua bingung dengan situasi yang terjadi.

"Gimana beh, aye bingung?" bisiknya pada sang suami.

"Mpok Koneng, tolong pertanggungjawabannya dong, mangga saya di curi lagi ma anak situ!" adu Mpok Ijah langsung setelah sampai sambil menunjuk ke arahnya.

"Saya juga Be Jali, saya minta ganti rugi. Lihat tubuh saya memar, dagangan rusak parah gara-gara si Mae," sambung lelaki paruh baya yang ikut mengadu sambil menunjukkan beberapa luka di lengannya dan sayuran yang telah tak terbentuk lagi.

"Ya salam, si Mae bener-bener dah." Markoneng serasa ingin pingsan mendengar aduan para tetangganya tentang anaknya.

"Tenang ibu-ibu, bapak-bapak kami akan ganti rugi. Pak Sarto minta ganti rugi berapa ya?" Babeh Rojali berusaha menenangkan para tetangganya dan menayangkan uang kompensasi pada mereka.

"500 ribu, gak banyak Be," jawabnya.

"Oh baik-baik." Babe Rojali yang mengerti langsung mengeluarkan 5 lembar uang merah dari dompetnya dan memberikan uang tersebut padanya.

"Mpok Ijah?" Babe Rojali beralih ke wanita berdaster dengan roll di rambutnya sambil tersenyum kaku.

"Gue 100 ribu," jawabnya ketus.

Dengan wajah sedikit tak ikhlas, lelaki berbaju merah khas si Pitung ini akhirnya memberikan uang merahnya lagi pada satu warga lagi.

"Makasih Beh, saya pamit," ucap Pak Sarto yang kemudian pergi.

"Mpok Koneng, tolong kasih tau si Mae jangan suka nyolong dan bikin onar. Kalo bisa si Mae di suruh kawin ja," tutur Mpok Ijah sebelum pergi.

"Iya Mpok, Mae nanti saya kasih pelajaran. Maaf ya Mpok atas kesalahan si Mae," ucap Markoneng padanya.

"Ya." Singkat Mpok Ijah yang akhirnya pergi meninggalkan sepasang suami istri yang terlihat sangat pasrah.

Babe Rojali dan Nyak Markoneng kompak menggeleng mengingat kelakuan anak gadisnya yang tak terkendali. Selalu membuat masalah dan naik darah orang tuanya. Bukan kali ini saja kejadian itu terjadi, tapi sudah berkali-kali beberapa tetangganya datang untuk meminta ganti rugi. Babe Rojali mengelus pundak istrinya untuk menahan amarah yang bisa terlihat dari raut wajahnya.

Mae akhirnya sampai di rumahnya dan masuk menyelonong lewat pintu belakang rumahnya. Saat melihat kedua orang tuanya, gadis ini hanya tersenyum senang sambil memperlihatkan dua buah mangga di tangannya.

"Nyak, Babe ngerujak yok. Mae punya dua mangga seger ini," tawarnya langsung dengan wajah yang ceria tanpa dosa.

"Mangga hasil nyolong kan?" Tebak ibunya segera sambil memasang wajah marahnya.

"Eh Nyak kok tau, Nyak jadi paranormal ya bisa ngeramal gitu," jawabnya senang sambil bercanda.

"Paranormal pala lu, Mpok Ijah tadi ngadu gara-gara mangga punyanya, lu ambil Mae," jelas ibunya dengan geram.

"Oh, Mpok rempong beneran ngadu ternyata," ucap Mae mengangguk-angguk.

"Mae!" Bentak ibunya langsung membuat Mae terkejut.

"Apa sih Nyak? Kalo mau rujaknya ya tunggu," protesnya.

"Babe! Ah kesel gue lama-lama." Merkoneng menatap wajah suaminya.

Babe Rojali mengangguk mengerti dan membiarkan istrinya menenangkan diri. Mae Mae, sini dah duduk dulu! suruhnya pelan.

Mae yang tak mempunyai rasa bersalah, mengangguk menurut untuk duduk di dekat orang tuanya.

"Apa Be?" tanyanya sambil meletakkan dua mangganya di meja.

"Mae, lu kan anak gadis. Jaga sikap lu lah, babe ma nyak lu dah capek tiap hari dengar omelan tetangga," terang Babe Rojali padanya.

"Lu cari kerja sono, jangan keluyuran mulu kagak jelas kerjaannya cari masalah mulu. Nyesel gue ngeluarin lu Mae," sambar Markoneng sambil menunjuk ke arah putrinya.

"Ih Nyak kok gitu, dulu juga Nyak nakal kaya Mae," balas Mae yang kesal.

"Eh kata sapa lu!" Markoneng mengelak.

"Babe. Ya kan Be?" jawabnya sambil menatap ayahnya.

Babe Rojali langsung gelagapan tak bisa bicara ditambah dengan tatapan tajam sang istri yang tertuju padanya.

"Bener Be?" tanyanya tegas.

Suaminya menggeleng untuk menyangkalnya. Markoneng melengos karena tahu jika suaminya berbohong. Ibunya kembali beralih ke putrinya lagi.

"Mae, lu kagak pengen apa kerja kaya temen-temen lu. Semuanya dah pada sukses dan berkeluarga, masa anak gadis nyak masih begini aje bentukannya," ucap ibunya yang terlihat tak kuat melihat putrinya saat ini.

"Maksud Nyak ape ye?" Mae yang merasa tersinggung langsung menatap ke arah ibunya.

"Nyak lu tuh khawatir, babeh juga. Kita berdua itu takut lu gak laku Mae, liat penampilan lu arukan begini mana ada yang mau," jawab Babe mengambil alih.

"Oh.... Nyak, Babe tenang aja ikuti ja arusnya nanti juga dateng sendiri. Udah ah Mae ngelutis dulu," pamitnya sambil membawa mangganya kembali ke dapur.

Kedua orang tua ini hanya bisa mendesah melihat anak gadis itu yang sangat santai tanpa memikirkan masa depannya.

...----------------...

Malam hari tiba, kegiatan malam ronda yang harusnya di lakukan oleh sang ayah, justru Mae lah yang menggantikan tugasnya. Ini bukan permintaan dari Babe Rojali melainkan Mae sendiri lah yang menawarkan diri. Kedua orang tuanya jelas melarang itu karena tak baik anak gadis untuk keluar malam-malam.

"Nyak, boleh lah Mae ja yang gantiin Babe ronda." Mae berusaha membujuk ibunya lagi.

"Gak! Lu itu anak gadis apa kata tetangga nanti," tolak ibunya tegas.

"Ah Nyak, itung-itung bantuin Babe lah, liat tuh Babe kayaknya pusing banget itu," jawab Mae sambil menunjuk kearah ayahnya yang terlihat sedang menghitung sesuatu di dalam dompetnya.

"Udeh biarin si Mae aja yang ronda. Babe pusing ini gara-gara ganti rugi terus, duit kita berkurang banyak," ucap Babe Rojali pada istrinya.

"Dasar lu Mae nyusahin aja, dah sana ronda! Tapi inget sebelum jam satu lu harus dah pulang," peringat Markoneng pada putrinya.

"Siap komandan!" Mae yang senang langsung memberikan sikap hormat sebelum dirinya pergi. "Be, pusing ya pasti gara-gara aye?" bertanya Mae pada ayahnya.

"Sadar diri lu," jawab sang ayah yang masih menghitung sisa uang miliknya.

"Kalo gak mau pusing, cariin Mae jodoh lah!" ucap asal putrinya membuat ayahnya berhenti menghitung.

"Emang lu mau babe jodohin?" tanyanya.

"Ha-ha-ha, ya kagak lah. Lagian kagak bakal ada yang mau." Mae tertawa keras.

Raut wajah ayahnya langsung berubah suram, putrinya ternyata cuma bercanda saja dengannya. "Kirain, dah lah babe istirahat dulu!"

"Ya udah, kalo gitu Mae berangkat," pamitnya masih dengan menahan tawanya.

Babe Rojali yang masih terjaga, mengatakan sesuatu pada istrinya sebelum tidur. Saat di kamar mandi tadi, mendadak babeh Rojali memliki sebuah ide untuk kebaikan anak gadisnya. Nyak Koneng setuju-setuju saja dengan ide suaminya yang berniat mencarikan suami untuk anaknya. Setelah mengutarakan idenya, Babeh Rojali mengajak istrinya untuk tidur tanpa mengkhawatirkan anak gadisnya yang sedang berada di luar malam-malam.

BERSAMBUNG

Episode 2

Jam sudah menunjukkan dini hari, masa ronda akhirnya usai. Mae berjalan pulang bersama kedua teman laki-lakinya Bayu dan Raka. Salah satu dari mereka yang bernama Bayu telah berkeluarga sementara Raka, ia masih lajang dan bekerja di perusahaan interior. Ketiganya berjalan sambil bercanda gurau menelusuri daerah kompleks yang sudah sepi. Awalnya Mae ingin pulang sendiri, namun kedua teman lakinya terlalu khawatir padanya. Sambil pulang mereka bertiga tetap waspada untuk memeriksa keadaan sekitar karena takut ada makhluk hitam yang berkeliaran alias maling.

"Mae, lu seneng bener kalo gantiin Babe lu ngeronda perasaan?" tanya Bayu tiba-tiba.

"Seneng lah, gue tuh suka ma pemandangan malam begini tau. Lagian kalian berdua ngapain pake acara nganterin segala?" tunjuk Mae ke arah mereka berdua.

"Haish kita itu khawatir ma lu E, bagaimana pun lu itu seorang gadis. Kalo di jalan ada apa-apa gimana, kita juga yang bakal di salahi ma Babeh lu," jawab Raka sambil menunjuk kearahnya.

"Hey, gue ini Mae si pemberani, pinter bela diri juga, jadi aman lah," ucapnya menyombongkan diri

"Terserah lu Mae, kita pulang dulu!" ucap Raka memberi kode ke arah Bayu sambil berpamitan.

"Lah kata nganterin." Mae seketika tak mengerti.

"Liat kita dah sampai mana?" Tunjuk Bayu memberitahu.

"Oh rumah gue ternyata, ya udah bye," jawab Mae terkekeh sambil melambaikan tangan pada kedua temannya.

Melihat teman perempuannya sudah masuk, kedua laki-laki ini berbalik sambil tertawa dan menggeleng karena heran dengan tingkahnya.

Di sebuah kamar bergaya metalik, di sanalah seorang gadis langsung terlelap dalam tidurnya seperti orang pingsan. Ya setibanya di kamar, gadis ini langsung ambruk ke kasur tanpa berganti pakaian atau pun bersih-bersih terlebih dahulu. Inilah Mae, gadis nakal yang tak peduli dengan dirinya sendiri.

...----------------...

Kukuruyuk.....

Penampakan gadis dengan garis pulau di tepi pipinya masih terlelap tak peduli cuaca sudah mulai siang. Mae tentu saja belum bangun di jam yang sudah menunjukkan pukul 9 ini. Sementara di luar ayah dan ibunya sudah rapi dengan baju batiknya telah hafal dengan kelakuan anak gadisnya itu. Setiap pagi ibunya harus turun tangan untuk membangunkan putrinya yang masih molor.

"Maeee, bangun dah siang, lu saudara kebo apa, cuaca dah panas gini masih molor aja!" teriak ibunya tepat di kuping.

Merasa terganggu, Mae segera menutupi telinganya dengan bantal. Tak lama kemudian, ia perlahan membuka matanya yang masih terasa susah untuk di buka. Sambil mengucek kedua matanya, Mae membalas ucapan ibunya. "Apaan sih Nyak? Mae capek jangan ganggu ah."

"Emang lu pulang jam berapa hah?" Ibunya bertanya.

"Jam berapa ya Mae lu Nyak. Hoam," jawabnya tak ingat sambil menguap.

"Nyak kagak mau tau, lu kudu bangun. Mak sama Babe mau ngomong. Penting!" tegasnya.

"Iya 5 menit lagi," balas Mae sambil mengangkat ke-lima jarinya.

Matanya kembali terpejam saat ibunya sudah keluar dari kamarnya. Semenit terlewatkan akhirnya gadis ini tersadar. Dengan perasaan malas, ia beranjak untuk keluar menghampiri kedua orang tuanya.

"Ada apa Be?" tanyanya setelah tiba.

"Duduk sini, eh lu kagak cuci muka dulu?" suruh ibunya sambil bertanya.

"Hah? Mae terlihat bingung. Oh kagak usah habis ini juga Mae mau tidur lagi," jawabnya.

"Maee, lu ini gadis apaan hah, bener kata Mpok Ijah lu kayaknya kudu di cariin jodoh biar lu bisa berubah," ucap Markoneng langsung.

"Babe juga setuju, gara-gara ucapan lu semalam. Babe jadi punya ide buat cariin lu jodoh," sambung Rojali.

"Hah? Kalian berdua mau nyariin Mae jodoh?" tanyanya.

Kedua orang tuanya kompak mengangguk dan Mae pun segera melepaskan tawanya.

"Ha-ha-ha, silakan Babe sama Nyak cariin Mae jodoh, paling juga kagak ketemu," ucapnya.

"Kita berdua bakal berusaha, iya kan Nyak?" jawab Rojali menatap ke arah istrinya.

"Hooh, kalo kita berdua berhasil lu harus berubah," pungkas Markoneng.

"Ok, deal. Udah kan? Mae pamit merem lagi." Putrinya langsung setuju dan memilih berjalan kembali ke kamarnya.

"Astaga tuh bocah ya," tunjuk Markoneng geram.

Setelah kepergian putrinya, kedua orang tua ini tersenyum puas. Sebab keduanya telah memiliki rencana dan calon yang pas untuk anaknya. Ya walau keduanya tak yakin pemuda itu bakal suka dengan Mae yang arukan tingkahnya.

"Be, bener kan anaknya si Yahya pulang dari kota hari ini?" tanya Markoneng pada suaminya.

"Iya, gue dah ngomong sama si Yahya. Dia kata tak masalah putranya kita jodohin ma si Mae," jawabnya.

"Oke lah, aye ngikut aja. Moga aja anaknya si Yahya suka ma anak gadis kita," ucap Markoneng berharap.

"Aamiin ... Yuk berangkat!" Rojali mengajak istrinya untuk segera pergi.

"Terus Mae?" Markoneng menunjuk ke kamar putrinya.

"Biarin dia tidur lagi, nanti juga bangun sendiri," jawab suaminya yakin.

Babe Rojali dan Nyak Markoneng sudah rapi sedari pagi. Mereka berdua hendak pergi ke sebuah acara pernikahan saudara mereka. Niatnya anak gadis mereka akan diajak tapi niat itu mereka urungkan karena tahu pasti anaknya tak mau. Keduanya berangkat meninggalkan Mae sendirian di rumah.

Mae sendiri benar-benar telah terlelap kembali sekarang. Inilah kerjaan seorang pengangguran seperti dirinya, setiap hari menjadi ular kasur di kamarnya. Semua orang memiliki kesibukan untuk melakukan aktivitas seperti bekerja dan lain-lainnya, gadis ini justru dengan senang berlayar sambil membuat pulau.

Siang hari mulai ada tanda-tanda pergerakan Mae akan bangun. Merasa telah cukup tidurnya, ia beranjak untuk pergi mandi. Sebelum itu, ia melakukan sedikit peregangan pada otot-ototnya. Ia berniat untuk keluar mencari hal yang dapat dilakukan olehnya. Hal yang tak jauh-jauh di lakukan, mungkin saja gadis ini akan berulah kembali.

Mae yang sudah keluar tengah berjalan dengan bosan sambil menendang batu ketika berjalan. Ia masih bingung dengan kegiatannya hari ini. Tepat sekali saat ia melewati rumah depan kompleks, ia menjumpai beberapa anak remaja yang hendak naik pagar untuk menerobos ke rumah tersebut. Mae yang penasaran, melangkah perlahan untuk mengintip. Setelah tahu apa yang hendak dilakukan para remaja itu, gadis ini pun memergokinya.

"Eh bocah lu pada mau maling ya?" Suaranya berhasil mengejutkan para remaja tersebut.

"Gawat ada si Mae," ucap salah satu remaja memberitahu ke lainnya.

Merasa ketahuan, tiga remaja laki-laki yang diketahui telah bolos sekolah itu seketika menghentikan aksinya. Ketiganya hendak kabur, namun dengan cepat Mae langsung mencengkeram kerah belakang salah satu anak itu.

"Kagak usah kabur, orang gue juga pengin mangga yang menggoda itu," ucapnya sambil mengarahkan pandangannya ke pohon mangga.

"Hah? Beneran kak?" Ketiganya tampak tak percaya.

"Iya, mau gue bantuin kagak. Gue yang manjat lu pada yang nadahin di bawah," tawar Mae pada mereka.

Ketiga remaja itu saling menatap dan tak lama mereka kompak mengangguk setuju. Mereka bertiga melanjutkan aksi pertamanya memanjat pagar pendek di susul oleh Mae sekarang. Setibanya di depan pohon yang sangat lebat dengan buahnya itu, ke empat orang ini segera bersiap melakukan tugasnya.

"Lu pada tangkap yang bener ya. Sayang kalo rusak tuh buah," peringat Mae sebelum naik ke mereka bertiga.

"Siap kak, percaya sama kita-kita dah," ucap salah satunya.

"Sip, bentar siap-siap dulu." Mae telah melipat lengan bajunya sambil mengambil ancang-ancang untuk memanjat.

"Hati-hati kak!" teriak mereka bertiga pelan.

"Iya, gue ambil nih," ucap Mae yang sudah berada di atas. Langkah Mae saat memanjat sangat gesit bak saudaranya dari taman safari yang tak lain si kera. Dengan perasaan gembira, gadis ini memetik beberapa buah mangga yang sudah matang. Aksinya sangat mulus, karena rumah yang menjadi korban kali ini tampak sepi. Rumah dengan ornamen putih megah yang terletak di depan kompleks di situlah berdiri pohon mangga yang begitu lebat dengan buahnya. Mae sudah dari dulu menanti waktu datangnya untuk memetik mangga tersebut. Ia sangat tergiur dengan buah mangga jenis semar yang jarang di jumpai di kompleks tempat dirinya tinggal. Buahnya besar-besar dan sangat menggoda itulah penyebab Mae menginginkannya. Setiap ia melewati rumah tersebut, gadis ini selalu memohon agar pohon tersebut berbuah banyak. Betapa beruntungnya dia karena hajatnya tersampaikan berkat ketiga remaja nakal itu.

"Tangkap nih!" teriak Mae dari atas.

"Kak, yang itu juga," pinta remaja gembul menunjuk ke atas.

"Siap, nanti kita bagi ya di pos ronda," jawab Mae gembira.

"Beres lah kak," ucap mereka bertiga ikut senang.

"Hush hush, kak Mae beneran kita bagi kah?" tanya remaja gembul pada remaja tinggi dan putih di sampingnya.

"Liat aja nanti, tergantung berapa yang dia petik," jawabnya menandakan ada sesuatu di pikirannya.

"Ok," ucap kedua remaja temannya itu.

Tin tin!

Suara klakson mobil tiba-tiba berbunyi.

"Dro, gawat! Pemilik rumahnya pulang," ucap remaja gembul padanya. Ya remaja tinggi, putih itu namanya Indro yang tak lain sepupu dari Raka teman Mae.

"Ayo kabur! Mumpung belum ketahuan," ajaknya pada kedua temannya.

"Lah kak Mae bagaimana?" tanya remaja ikal teman Indro satunya.

"Dah tinggalin aja, keselamatan kita lebih penting," jawabnya. Ketiga remaja ini segera meninggalkan lokasi dengan meloncati pagar kembali dan membiarkan Mae seorang diri di atas pohon. Gadis ini tak tahu tentang kedatangan pemilik rumah hingga ditinggal oleh remaja-remaja tadi. Merasa cukup puas, Mae memilih turun dari atas pohon.

"Dah cukup ayo kabur!" Ajaknya pada mereka sambil membersihkan bajunya yang sedikit kotor. Tanpa melihat keadaan sekitar, Mae terus berbicara. Hening didapat hanya ada angin yang berhembus. Tersadar dengan situasi aneh itu, ia pun berbalik. Betapa terkejutnya karena kini tinggal dirinya saja.

"Kurang asem, gue di tinggal," celetuknya kesal.

"Hey kamu siapa?" Mendadak suara muncul mengejutkan dirinya. Mae menoleh ke sumber suara. Mengetahui aksinya telah tertangkap basah, matanya seketika melebar karena panik.

"Waduh!"

Pemilik rumah yang baru saja keluar dari mobil, berjalan menghampiri karena penasaran. Mae merasakan mati rasa di kakinya, ia tak bisa bergerak untuk kabur sekarang. Ia hanya berbalik di balik pohon membelakangi karena takut menghadapi.

"Gimana ini?" Kegelisahan serta ketakutan sangat jelas tengah di alami oleh gadis nakal ini. Entah apa yang akan terjadi padanya nanti. Apapun itu, tetap saja Mae harus menghadapinya dengan berani.

BERSAMBUNG

Episode 3

Di sebuah terminal kota Depok. Seorang pemuda dengan jas putih yang tampak menawan baru saja turun dari kereta. Sudah lama ia tak pulang ke kampung halamannya. Kerjanya di kota besar sebagai seorang direktur. Ia pulang karena diminta oleh kedua orang tuanya untuk membahas hal penting. Setelah menunggu lama, akhirnya jemputan yang ia tunggu sampai juga. Pelukan hangat langsung menyambar ketika kedua orang tuanya turun dari mobil.

"Pah, Mah!" panggilnya.

"Prince, anak mama tersayang. Apa kabar?" Ibunya langsung bertanya kabar sambil menerima pelukan putranya.

"Baik Mah, wah mama tambah cantik aja," jawabnya sambil memuji. Ibunya tersenyum malu karenanya.

"Bisa aja kamu nak, kamu pasti lelah," sela Yahya membuat Prince melepaskan pelukan ibunya dan beralih kepadanya.

"Pah," panggilnya senang.

"Selamat datang putranya yang tampan seperti papahnya," sambutnya penuh canda. Prince tersenyum senang di dalam pelukan ayahnya.

"Ayo masuk!" ajaknya pada Price setelah selesai berpelukan. Putranya mengangguk setuju dan masuk bersama ibunya. Sementara sang ayah segera memindahkan koper putranya ke dalam bagasi.

Prince Nataniel Suraya adalah seorang pemuda sukses yang bekerja sebagai direktur di perusahaan interior. Kepulangannya kali ini, bukan hanya permintaan kedua orang tuanya saja melainkan ia di pindah tugaskan ke perusahaan interior di daerah Depok. Direktur di cabang Depok mengalami insiden dan Prince di tugaskan untuk menggantikannya sementara waktu. Putra dari Yahya Suraya dan Utami ini berparas rupawan dan berkulit putih bak seorang pangeran sesungguhnya.

Setibanya di rumah, keluarga ini dikejutkan oleh sosok gadis yang berdiri di belakang pohon mangga miliknya. Mae sendiri masih saja gemetar karena tak tahu harus berbuat apa.

"Siapa di sana?" Sergah Utami langsung saat baru saja turun dari mobil. Ia tampaknya melihat sesuatu yang aneh di belakang pohon mangga miliknya.

Prince yang turun setelahnya menjadi bingung karena tingkah ibunya. "Mah, ada apa?" tanyanya.

Utami menggeleng saat putranya bertanya. Prince mengalihkan pandanganya ke arah pohon mangga. Ia yang akhirnya tahu ada seseorang di balik pohon, segera menyuruh ibunya masuk dan membiarkan dirinya yang mengurusnya.

"Mah, Mamah masuk saja. Prince lapar, itu biar aku saja," ujarnya.

"Bener kamu yang cek in?" Ibunya sedikit khawatir padanya.

"Iya," angguk Prince menyakinkan.

"Ya sudah kamu hati-hati ya," pesan Utami sambil menepuk pundak putranya.

"Prince, perlu bantuan papah tidak," tawar ayahnya setelah menutup pintu mobil.

"Tak usah Pah, aku bisa sendiri," jawabnya.

"Oke, kita tunggu di dalam ya," ucap ayahnya lalu berjalan mengajak istrinya untuk masuk bersama.

Prince mengangguk dan setelah ayah ibunya masuk ia mulai berjalan perlahan mendekat ke arah pohon. Mae mencoba melihat ke sekitar, anehnya tak ada siapa-siapa di sana.

"Mereka sudah pergi kah, huh aman. Slamet, slamet," ucapnya lega sambil mencoba keluar dari persembunyiannya.

Prince yang ternyata ikut bersembunyi di balik pohon, menyematkan senyumannya.

"Gadis bodoh, dikira bisa lolos apa," gumamnya pelan.

"Wah lumayan ini mangga, gue pungut dulu ah. Sayang kan ye." Mae yang masih tergiur dengan mangga mangga yang ia jatuhkan, langsung segera di pungut nya karena takut pemilik rumah datang kembali. Di saat memunguti mangga, ia tak sadar jika sudah berada di depan seseorang. Mae berdiri dan terkejut.

"Siapa kamu? Ah kamu maling mangga ku ya," sergah Prince langsung membuat Mae terdiam seketika.

"Sial," umpatnya dalam hati. Karena bingung harus berbuat apa, Mae segera mendorongnya sambil mengaku. "I-iya aku maling," ucapnya cepat dan dirinya segera pergi meninggalkan tempat tersebut. Mangga yang ada di tangannya juga ikut dilempar kearahnya.

"Aduh!!!" Pekik Prince langsung.

"Kabur!!!!" Dengan jurus seribu bayangan Mae berlari lewat pintu depan dengan cepat.

"Hey, berhenti!" teriak Prince segera.

Mae akhirnya berhasil kabur dan merelakan mangga-mangga yang ia pungut tadi.

"Siapa sih dia? Dasar maling!"

Prince bangkit sambil mengusap-usap bajunya yang kotor. Ia pun masuk ke dalam langsung ke kamarnya. Kedua orang tuanya cukup heran dengan keadaan putranya yang kotor di bajunya. Mereka hanya saling tatap dan mengangkat bahu.

Di kamar yang cukup besar, Prince membuka satu persatu kancing bajunya hingga menampilkan dadanya yang sixpack. Ia berniat mandi untuk menyegarkan tubuhnya.

"Cewek tadi sepertinya tak asing, tapi siapa ya?" Pikirnya sebelum mulai melakukan ritual mandinya. Setelah selesai, pemuda tampan dengan lesung di pipinya keluar untuk bergabung bersama kedua orang tuanya.

Sedangkan Mae sendiri, sedang berjalan dengan kesal. Ia tak mendapatkan mangga yang di inginkannya karena ketahuan. Untung saja dirinya bisa berhasil kabur walau melakukan hal sedikit kasar tadi. Sepanjang jalan, gadis ini terus menggerutu sampai ia berhenti karena mendapati ketiga remaja tadi sedang menikmati mangga hasil curiannya dengan nikmat di pos ronda. Mae yang kesal, berjalan diam-diam untuk mengejutkannya.

"Mantep bener ini mangga," ucap Indro dengan gembira.

"Iya Dro, tapi btw kak Mae gimana kabarnya ya?" tanya Baron, temannya yang gembul.

"Ah kagak usah di pikirin, kita nikmati saja," jawab Indro tak peduli.

"Betul Dro, mangga nya bener-bener enak ini," timpal Sobri, temannya yang berambut ikal dan cungkring.

"Oh enak ya." Mae mencoba mengusik ketiga remaja tersebut.

Ketiganya kompak menjawab, "Iya enak banget." Tanpa melihat ke arah orang yang bertanya, mereka bertiga terus asyik menggerogoti mangga dengan rakus.

"Hmm.... enak banget ya." Mae sedikit tergiur dengan kenikmatan mangga tersebut. Beberapa kali ia menelan ludahnya sendiri karenanya.

Mereka bertiga kompak mengangguk-angguk.

"Hei bocah tiga, enak ya kalian bisa makan mangga gratis. Bagi sini!" Mae yang sudah tak tahan lagi menggebrak alas pos ronda yang terbuat dari bambu. Ketiga remaja itu tersentak karena terkejut.

"Kak Mae?" Ketiganya kompak terkejut dan menatap langsung kearahnya. Berniat untuk kabur, tiga remaja ini berhasil di cegat olehnya.

"Mau kabur ya," tebak Mae yang segera menghadang mereka.

"Gak kok kak. Hehe," jawab ketiganya sambil cengengesan.

"Mana bagian gue? Makan kagak bagi-bagi, main tinggal aja. Hampir aja gue ketangkep tau," todong Mae pada mereka.

"Hehe, maaf kak. Mangga nya tapi dah habis kak tinggal bijinya aja ini," jawab Indro sambil memberikan biji mangga kepadanya.

"Somplak lu pada. Gue gak mau tahu. Cepet bayar, serahin uang saku lu pada!" kesal Mae karena merasa di permainkan. Ketiga remaja tersebut langsung ketakutan karenanya.

"Yah kak, jangan lah! Kakak maafin kita aja ya," mohon Indro memelas. Kedua temannya segera mengangguk bersamaan.

"Kagak mau, cepet tangan gue pegel ini," tolak Mae yang masih bersikeras.

"Oi Mae, lu gi ngapain?" Suara seseorang datang memanggil namanya. Mae pun menoleh dan itu kesempatan bagi tiga remaja tadi untuk kabur darinya.

"Gue lagi nagih ganti rugi," jawabnya.

"Hah? Ke siapa?" Raka bertanya.

Mae menunjuk ke pos ronda, ia sedikit terkejut karena tiga remaja tadi sudah hilang dari tempatnya. "Mere__wah kurang ngajar. Ah lu sih Rak, kabur kan mereka," ucapnya menyalakan temannya itu.

"Udah ikhlasin aja, ikut gue yok!" ajak Raka padanya.

"Kemana?" tanyanya yang masih kesal.

"Makan, mau kagak?" jawabnya.

"Gratis kan?" Mae bertanya lagi.

"Iye, ayo naik!" Raka mengangguk sambil mengajaknya lagi.

"Cakep, yok lah!" Dengan senang hati Mae langsung menghampirinya.

Gadis bobrok ini melangkahkan kakinya naik ke motor Raka yang berjenis Vario itu. Lumayan sedang kesal, ada yang ngajakin makan gratis. Mae jelas maunya kagak mungkin nolak. Ia sudah melupakan soal mangga karena tergantikan dengan makan gratis. Raka memang selalu baik pada Mae dari dulu. Cowok satu ini adalah yang terbaik dari teman Mae yang lain.

...----------------...

Siang telah berganti malam. Keluarga Suraya telah siap untuk berangkat ke rumah seseorang. Prince yang masih lelah sedikit menolak ajakan orang tuanya itu. Namun rayuan sang ibu berhasil membuatnya setuju untuk ikut. Dengan memakai jas hitam yang elegan, Prince keluar kamar.

"Anak mama memang selalu ganteng," puji Utami dengan senyumannya.

"Mah, Pah, kita mau kemana sih? Prince masih capek tau," tanyanya sambil membetulkan kerah bajunya.

"Ke rumah temen papah. Sekalian silahturahmi," jawab Utami.

"Oh...." Prince hanya membulatkan mulutnya sambil masih merapikan penampilannya.

"Sudah siap semua?" Yahya bertanya pada keluarganya.

Ibu dan anaknya kompak mengangguk. Mereka pun berangkat meninggalkan rumah dengan mobilnya.

"Makasih ya Rak, dah traktir gue. Btw kapan-kapan lagi ya," ucap Mae sambil menepuk pundak temannya itu.

"Heleh, maunya. Sudah sono masuk!" Kayaknya ada tamu di rumah lu, suruh Raka padanya.

"Iya, ada mobil cakep. Tamu siape ye?" Mae sedikit berpikir tentang tamu dirumahnya.

"Mana ku tahu, gue balik dulu," jawab Raka berpamitan.

Mae mengangguk sambil melakukan gaya mengusir ke Raka. Pemuda yang lumayan putih itu, tersenyum kecut sambil menyalakan motornya kembali.

"Mobil sape ye?" Mae yang bingung, masuk ke dalam rumahnya.

"Nyak, Beh di depan ada mobil, mobil sape?" tanyanya langsung tanpa memberi salam terlebih dahulu.

"Lu Mae, kalo masuk pake salam dulu napa, kagak sopan amat. Malu tau," tegur ibunya segera.

"Malu ma sape?" Tanya Mae yang belum tau jika ada orang lain di sana.

"Onoh." Ibunya memberikan kode pada putrinya agar melihat ke arah tamunya yang sedang duduk di sana.

"Eh, Cing, Cang, malem!" sapanya langsung.

Yahya dan Utami tersenyum canggung padanya setelah menyeruput minumannya.

"Putrimu cantik, Neng," puji Utami sambil tersenyum ke arah Mae yang sebenarnya sangat berantakan.

"Makasih Cing," ucap Mae sedikit menahan malu.

"Prince!" Ibunya menyikut lengan putranya yang sedang asyik bermain ponsel. "Ya Mah," ucapnya menoleh

Ibunya memberikan kode untuk menyapa putri temannya itu.

"Hah kamu?" Kaget Prince saat melihat Mae.

Mae yang lumayan penasaran dengan lelaki yang terlihat seumuran dengannya itu, langsung terkejut setelah tahu penampakannya.

"Lu?" tunjuknya.

Masing-masing orang tua dari mereka terkejut setengah bingung karena putra-putrinya saling kenal.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!