NovelToon NovelToon

Hasrat Rindu Terlarang

Jangan berhenti mencintai ku

"kamu tidak perlu tahu, bagaimana sakitnya aku merindukan mu. Kamu hanya perlu tahu, bahwa aku selalu ada untuk mu🥀"

Kedua kakinya melangkah pelan menyusuri jalan raya seorang diri, di tengah terik matahari yang sangat terasa membakar di kulit. Siang ini, dia pulang sendiri lagi, tidak mengapa baginya itu adalah hal biasa.

Meskipun, beberapa waktu yang lalu dia sempat berharap, bahwa kekasihnya akan membawanya pulang bersamanya. Dengan tersenyum getir, lagi-lagi dia harus kecewa lagi.

Raina Alexandra, gadis remaja yang saat ini sudah hampir selesai mengikuti studi sekolah menengah atasnya, biasa melakukan apa pun seorang diri.

Dia memiliki seorang kekasih yang sangat di cintai olehnya, Brian Dominick. Teman sekolah yang juga satu kelas dengannya. Keduanya menjalin hubungan sejak kelas satu SMA.

"Ra, aku pulang duluan ya. Kamu pulang sama Brian kan?" tanya Moza saat Raina sedang menuruni tangga.

"adik ku masuk rumah sakit nih," ujarnya lagi dengan panik.

"iya, hati-hati. Titip salam ya, buat adik kamu semoga baik-baik aja." jawab Raina dengan tersenyum. Padahal, beberapa saat yang lalu, Brian mengatakan bahwa dia ada kegiatan tambahan jadi gak bisa antar dia pulang.

Meskipun Raina gak percaya, karena bukan hanya sekali Brian mengatakan bahwa dia ada kegiatan. Namun, di tempat lain mereka justru bertemu. Dan yang paling menyebalkan, Brian bersikap seolah tidak ada apa-apa dan menganggap semua baik-baik saja.

Saking seringnya, Raina tidak merasa heran lagi. Bahkan seperti sudah menjadi kebiasaanya, Brian akan beralasan seperti itu. Tidak masalah jika di lain waktu, tetapi hari ini mereka pulang sore, dan Raina tidak berani jika harus pulang seorang diri.

Tempat yang biasa mereka lewati akan sepi, jika hampir malam. Apa lagi jika berjalan kaki, sudah di pastikan jika hanya mengantar nyawa saja Melawati jalan itu.

"aku harus pulang, atau tetap di sini." ucapnya dengan lirih.

Dengan pelan, Raina merogoh tas miliknya dan meraih ponselnya, berharap sesuatu bisa menolongnya saat ini. Tetapi, dia hanya melihat pesan dari Brian saja.

"pulang sama Moza dulu. Aku tidak bisa antar hari ini, ada latihan dengan kelas sepuluh." tulisnya dalam pesan itu.

Raina hanya menghela nafasnya dengan pelan, lalu membuangnya dengan kuat. Kedua kakinya berbalik dan berniat kembali ke sekolah saja, karena dia tak ingin pulang sendirian. Apa lagi harus melewati jalan sepi seorang diri.

Kedua kakinya terasa sangat lelah, ketika sampai di atas balkon gedung sekolahnya. Ini untuk pertama kalinya, dia tidak pulang. Biasanya, dia akan nekat saja. Akan tetapi, kali ini moodnya benar-benar rusak. Membuatnya enggan, bahkan nyaris tidak bertenaga lagi.

"kamu berbohong lagi be," ujar Raina yang melihat kekasihnya bersama Alicia, dari atas gedung sekolahnya.

"huh," Raina membuang nafasnya dengan kasar, kedua matanya berair kali ini. Ada begitu banyak luka di hatinya, entah sampai kapan dia menanggungnya seorang diri.

"kenapa aku tidak pernah merasa berguna sebentar saja? bahkan tidak ada seorang pun, yang menerima segala keluh ku. aku lelah, aku ingin segera berakhir saja, bisakah tuhan jangan menghukum ku dalam sepi seorang diri?" batin Raina dengan lemah, dia terisak dengan hebat, tubuhnya terlihat berguncang menahan suara tangisnya. Padahal, hari sebentar lagi berubah malam. Sementara dia, tak ingin beranjak sedikit pun dari sana.

Dalam sendunya, Raina teringat saat bahagia bersama Brian dahulu, ketika keduanya masih sering bersama.

"jangan berhenti, mencintai ku." ucap Brian dengan lembut kepadanya waktu itu, namun segalanya terasa tidak berarti apa pun sekarang.

Raina sudah pernah merasa sangat lelah, tetapi tidak pernah lebih buruk dari saat ini. Entah mengapa perasaannya sangat sakit saat ini. Mungkin karena jadwal bulannya juga sudah mendekati, sehingga mempengaruhi moodnya yang semakin memburuk seperti saat ini.

"andai, aku bisa memilih. Aku tidak ingin kesepian selama ini." ujar Raina dengan mengusap air matanya kasar.

Pasrah, Raina terduduk dengan memeluk kedua lututnya dengan erat. Perutnya , juga sudah terasa melilit. Dia tahu jika perutnya lapar minta di isi, tetapi dengan sadar dia memilih untuk tidak beranjak.

Dia ingin meratapi kesedihannya seorang diri, tanpa ada yang mengerti, apa lagi perduli. Hidup terasa sangat menyakitkan untuk dirinya, meski pun dia mencoba kuat, tetap saja, pada akhirnya dia tumbang sendirian.

Seseorang yang selama ini, selalu menjadi penyemangat dirinya, berharap dia bisa mendapatkan pelukan hangat, serta dukungan darinya, namun semua itu hanya harapannya saja. Karena pada kenyataanya, kekasihnya hampir tidak perduli kepadanya.

"Brian, aku benci ini!" isaknya dalam tangisnya, sebelum akhirnya hanya terlihat tubuhnya yang sedang sesenggukan menahan suara tangisnya.

mari selesai

"tadinya, aku berpikir bahwa cinta ku saja cukup untuk kita berdua. Tetapi, pada kenyataan dalam hubungan harus ada saling, agar tidak ada hati yang berpaling🥀"

"permisi pak, saya mau mencari teman saya yang masih tertinggal di dalam."

"ini sudah malam, mana mungkin masih ada siswa di dalam."

Beberapa percakapan yang terjadi antara Rico, dengan satpam penjaga sekolah mereka.

Rico adalah teman Brian, beberapa waktu lalu saat Rico sedang berkumpul bersama beberapa teman Brian juga, dirinya di minta oleh Brian agar mampir ke rumah Raina dan memberikan sebuah bingkisan untuknya.

Akan tetapi, saat Rico datang dan sampai di rumah Raina, satpam mengatakan bahwa Raina belum pulang dari sekolahnya. Tentu saja Rico sangat terkejut, karena seharusnya Raina sudah di rumah sejak siang tadi.

"bapak yakin Raina belum pulang?"tanya Rico dengan panik.

"iya, saya yakin. Hari ini saya tidak ke mana-mana soalnya. Dan ini, saya baru saja akan berganti shift dengan teman saya." jawab satpam itu dengan sungguh-sungguh.

"biasanya, nak Raina akan menyapa saya kalau memang dia sudah pulang." sambungnya lagi.

"ya sudah, terimakasih kalau begitu ya pak." ucap Rico dengan meraih ponselnya yang berada di saku celananya.

Dengan cepat, Rico segera mencari kontak Raina. Namun, panggilannya tidak terhubung,"aish, kemana kamu Ra? Jam segini lagi. Gak biasanya kamu ngilang." ucap Rico dengan panik.

Namun, tiba-tiba Rico teringat sesuatu. Ya, Rico pernah meminta Raina untuk menghidupkan gps pada ponselnya. Dengan segera dia melacaknya.

Lagi-lagi Rico terheran,"sekolah? Ngapain dia malam-malam begini di sekolah?" batinnya lagi dengan bingung.

Namun, dengan segera dia melakukan motornya, dan bergegas menuju sekolah mereka. "semoga saja kamu baik-baik saja Ra," ucap Rico dengan datar. sementara itu, Rico mempercepat laju sepeda motornya.

"lama banget, udah di kasih?"

"anjir!"

"Raina di rumah kan?" beberapa pesan dari Brian, yang bahkan tidak sempat di buka sama sekali olehnya, karena saat ini Rico sedang mengendarai dengan kecepatan tinggi. Hingga beberapa saat kemudian dia sampai di tempat.

"loh, malam-malam begini ada apa nak?" tanya satpam yang melihat kedatangan Rico di sana.

"teman saya ada di dalam pak, saya khawatir dia terkunci atau semacamnya. Bisa tolong di bantu?" ujar Rico dengan panik.

Tadinya, satpam tidak percaya jika masih ada siswa di dalam. Karena dia sudah keliling beberapa saat yang lalu. Namun, karena terus memaksa akhirnya satpam mengizinkan Rico untuk memeriksa sekali lagi. Dan di bantu juga olehnya, mencari di beberapa tempat.

Rico sendiri adalah teman dekat Brian, dia memang terbiasa di minta oleh Brian untuk melakukan segala sesuatu perihal Reina. Bukan tanpa alasan, Rico tidak sembarang menurut atas apapun perintah dari Brian. Dia hanya perduli tentang Reina.

Baginya, Brian sudah seperti saudaranya. Karena kedua orang tua mereka sangat dekat. Dan orang tua Brian pernah berpesan kepadanya, agar membantu Brian jika memang di butuhkan.

Dan sejak saat itu, Rico merasa sedikit perduli kepada Brian. Terutama pada Raina, karena menurut Rico, dia juga bertanggung jawab atas apa yang menimpa Raina. Rico tidak bisa menghentikan Brian yang sering melukai perasaan Raina.

Meskipun sudah sering mengingatkan, Brian bahkan tidak pernah mendengar apapun yang di ucapkan oleh Rico. kadang, saking seringnya berbuat banyak untuk Raina. Raina sampai bertanya kepadanya, sebenarnya kekasihnya itu Rico atau Brian. Karena pada kenyataannya, memang Rico yang selalu ada untuk Raina.

***

"Rain, kamu gak papa?" ujar Rico dengan panik, setelah berhasil menemukan di mana keberadaan Raina. Dengan segera Rico membawa Raina dalam dekapnya. tubuh Raina bahkan sangat dingin, dia juga menggigil.

"kamu lagi," ucap Raina dengan lirih.

"kamu kenapa sih? Ada masalah sama Brian ? Kenapa gak cerita ?" tanya Rico lagi, dengan membuang nafasnya kasar, sementara Rico segera melepas jaket miliknya dan memakaikan pada Raina, yang sudah menggigil kedinginan.

"maaf, aku tidak bermaksud merepotkan mu. Aku hanya lelah," ujar Raina lagi dengan Lemah tidak bertenaga.

Bagaimana tidak, Raina bahkan tidak memakan apapun sejak pagi, dia hanya memakan biskuit yang di bawa oleh Rico saat keduanya bertemu di lorong perpus saat keduanya tidak sengaja bertemu.

Raina bahkan tidak sempat memakan sarapannya, saat Brian menjemputnya pagi sekali, dan memarahinya karena tidak cepat.

"kamu sadar, apa yang bisa terjadi kalau sampai aku tidak menemukan mu di sini!" ujar Rico mulai meninggi. Namun, sesaat kemudian dia melemah ketika melihat raut wajah Raina yang sudah pucat, susah di pastikan Raina menangis Sepanjangan.

"ayo, aku akan membawa mu pulang." ujar Rico dengan pelan, kemudian membantu Raina untuk naik ke punggungnya dan membawa Raina dalam gendongannya.

Rico membawa Raina dengan berjalan cukup cepat, dia sangat khawatir saat ini. Rico bahkan tidak pernah melihat Raina sehancur saat ini, bagaimana bisa Brian membiarkan Raina terpuruk, sementara dia yang hanya orang lain saja tidak bisa melihatnya.

"pak, teman saya sudah ketemu!" teriak Rico dengan keras, ketika melihat satpam yang tadi di temui olehnya masih membantunya mencari di sudut ruangan.

"oh iya, allhamdulillah kalau ketemu." jawabnya dengan segera menyusul Rico, berlari kecil.

"maaf ya, saya tadi benar-benar tidak melihat ada orang. Di mana kamu menemukannya?" tanya satpam dengan membantu Rico menghidupkan lampu yang sudah mulai di matikan.

"ada di balkon atas pak, saya mengikuti GPS ponselnya, makanya saya cepat menemukannya." jawab Rico dengan cepat.

"apakah dia baik-baik saja? Kelihatanya dia sangat buruk?" tanya satpam lagi, ketika melihat kondisi Raina yang lemah di gendongan Rico.

"tidak tahu pak, semoga dia baik-baik saja." jawab Rico dengan asal.

ketika mereka sampai di depan gerbang, Brian baru saja turun dari mobilnya. Karena menghubungi Rico berkali-maki tidak ada jawaban, dan juga menghubungi Raina tidak ada jawaban juga, Brian memutuskan untuk memeriksa ke rumah Raina.

Namun, saat dia sampai di sana. Tidak ada Raina maupun Rico, akan tetapi paper bag yang di titipkan pada Rico berada di pintu rumah Raina, dengan segera dia memeriksa di mana keberadaan Raina. Dan benar saja, dia menemukan Raina dan Rico di sana.

"sayang, kamu kenapa?" tanya Brian panik, ketika melihat Raina berada dalam gendongan Rico.

"terimakasih ya pak, maaf merepotkan." ucap Rico pada satpam, sebelum satpam itu meninggalkan mereka di depan halaman sekolah, dan kembali menutup gerbang.

"aku tadi udah suruh kamu buat pulang sama Moza kan? Kenapa malah masih di sini!" ujar Brian dengan nada tinggi sementara Rico yang berada di sebelahnya sudah merasa muak dengan kelakuan Brian.

"anjir!"

"sinting Lo ya! gak liat Rain udah lemes begini? masih juga ngoceh gak mutu!" umpat Rico dengan kesal.

"Lo mau bawa Rain pulang? Atau gue yang bawa?" tanya Rico dengan geram.

"gue yang bawa!" jawab Brian dengan meraih Raina yang di turunkan oleh Rico dengan pelan.

"Rain, hei are you okey?" tanya Rico dengan pelan, kedua tangannya meraih wajah Raina untuk memastikan dia masih mendengarnya.

"aku gak papa kok, aku boleh pulang sama kamu aja gak?" tanya Raina dengan melepaskan tangan Brian yang mencoba meraihnya.

"aku capek, aku tidak punya energi untuk berdebat!" ucap Raina dengan lantang.

"kamu pacar ku Ra. pulang sama aku, sekarang!" ujar Brian dengan Meninggi, tangan kanannya meraih Raina untuk masuk kedalam mobilnya.

"kalau begitu, ayo kita akhiri saja!" ujar Raina, seketika menghentikan langkah Brian.

"mari selesai! Dan akhiri semuanya!"

pergi sulit, bertahan sakit.

"Kita adalah narasi yang tak pernah selesai, dan berakhir menjadi tumpukan naskah yang tidak pernah terpakai🥀"

"sayang kamu bicara apa?" ucap Brian dengan terkejut.

"gak bisa, kita udah pernah bahas ini sebelumnya. Ayo pulang, kamu gak sehat, makanya bicaranya nyeleneh!" sambung Brian lagi masih kekeh membawa Raina bersamanya.

"enggak!"

"aku bilang enggak!"

"aku mau pulang sama Rico," jawab Raina dengan frustasi, kedua tangannya menghempaskan genggaman Brian dengan kuat, kemudian Raina terduduk dengan memegangi kepalanya yang mulai terasa berputar.

"udah, kali ini nurut aja."

"biar Rain gue yang bawa, Lo liat sendiri gimana kondisinya." ucap Rico akhirnya dengan membuang nafasnya kasar.

kemudian, Rico membawa Raina masuk kedalam mobil. Raina menolak, karena dia mengira Rico memintanya untuk pulang bersama Brian.

"aku yang bawa mobilnya, gak mungkin kan kamu naik motor ku dengan kondisi begini?" ucap Rico pelan, hingga akhirnya Raina terdiam dan bersedia masuk kedalam mobil.

sementara itu, Brian yang kesal dan marah mengoceh tidak jelas, hingga beberapa saat kemudian Rico melemparnya dengan kunci motor milik Rico.

"gue bawa mobil Lo," ujar Rico datar, sebelum akhirnya mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.

"sial!"

"Raina, sorry!" teriak Brian dengan keras, saat mobilnya sudah melaju, namun teriakannya masih bisa di dengar oleh Raina yang berada di dalam mobil bersama dengan Rico.

mendengarnya, Raina hanya tersenyum getir. Menertawakan dirinya yang saat ini, berapa bodohnya dia yang berjuang sendirian. Andaikan rasanya bisa memilih, Raina akan memilih untuk tidak pernah merasa, karena pada kenyataanya perasaanya justru membuatnya terjebak dalam lubang hampa terlalu lama.

Raina mengutuk dirinya sendiri, bagaimana bisa dia berdiam diri terlalu lama selama ini, jika rasa cintanya membuatnya tak berdaya. Mengapa dia harus jatuh cinta , takdir membuatnya benar-benar merasa patah untuk yang kesekian kalinya.

"kita ke rumah sakit dulu Rain," ucap Rico datar.

"tidak, aku ingin rumah ku." jawab Raina dengan sisa-sisa tenaganya.

"okey," ujar Rico pasrah, kedua matanya memeriksa Raina sesekali sembari menyetir mobil yang mereka kendarai.

Rico memang sudah terbiasa akrab dengan Raina, dia bahkan memiliki panggilan sendiri untuk Reina yaitu Rain. Sedangkan Brian, dia biasanya memanggil Reina dengan panggilan Rara.

Rico salah satu saksi perjalan kisah cinta Raina, yang menemani Raina dengan Brian sejak duduk di bangku pertama sekolah mereka.

Raina yang tidak memiliki keluarga sama sekali, sangat membuat Brian tertarik saat itu. Akan tetapi, Brian tidak benar-benar mencintai Reina saat itu. Dan sementara Reina, dia sudah jatuh hati pada Brian saat pertama kali melihatnya.

Mengetahui bahwa Reina sering memperhatikannya dari jarak jauh, Brian mencoba untuk mendekatinya. Tentu saja, Reina yang saat itu sedang jatuh hati padanya tidak menolak sama sekali, saat Brian memintanya menjadi kekasihnya.

Meski pada akhirnya, Reina kecewa ketika tidak sengaja mendengar percakapan Brian dengan Rico, bahwa Brian masih memiliki seorang kekasih saat itu.

Namun, tak selang beberapa lama, Brian mengatakan bahwa keduanya sudah berpisah. Dan mengatakan bahwa Brian mencintai Reina.

***

"Rico, maaf ya. Aku selalu membuat mu repot." ucap Reina lirih.

"kamu bicara apa, aku gak suka Rain. Kamu juga tahu, kamu juga sama berharganya seperti Brian. Kalian teman baik ku." ucap Rico pelan, sebelum akhirnya membantu Reina turun dari mobil dan mencoba membantu Reina untuk naik ke punggungnya lagi. Reina terlihat tidak memiliki tenaga sama sekali. Rico sangat baik, dia bahkan mengerti apa yang harus di lakukan tanpa perlu di minta.

"aku gak tahu, bagaimana aku harus membalasnya. Semoga, suatu hari nanti aku bisa membalas semua kebaikan mu." ucap Raina dengan sendu.

"pasti, suatu saat nanti aku akan menagih kebaikan ku, makanya, kamu harus sehat terus. supaya bisa balas kebaikan ku." jawab Rico dengan tersenyum.

"kamu istirahat sebentar, aku periksa isi kulkas mu ada yang bisa di makan atau tidak." ujar Rico, ketika sudah mengantar Reina ke kamarnya. Dan Reina hanya mengangguk pelan.

"Lo, pulang!"

"gue yang tungguin Reina!"

Pesan yang di kirim oleh Brian pada Rico, namun Rico tidak membukanya. Karena, Rico sedang mencari-cari isi kulkas Reina. Tak sabar, akhirnya Brian menelponnya.

"apa?" ujar Rico, sambil memeriksa isi kulkas.

"pulang Lo! Gue di luar!" ujar Brian tak sabar.

"ck, dasar pemaksa!" kata Rico dengan menggelengkan kepalanya pelan, sahabatnya itu selalu saja berbuat seenaknya. Namun, akhirnya Rico menurut. Dia tak ingin membuat keributan, sudah sejak di depan gerbang sekolah tadi, Brian tampak marah kepadanya. Rico tak ingin memperpanjang, apa lagi ini urusan dua hari teman baiknya.

"Reina dari pagi gak sarapan, Lo sih gak izinin dia sarapan tapi gak beliin dia makan." ujar Rico ketika sampai di teras rumah Reina.

"apa?"

"jadi, dia gak makan dari pagi." ucap Brian dengan terkejut.

"gue tadi lagi cari bahan makan di kulkas, belum juga Nemu. Lo udah resek aja, kalau gue balik, berarti Lo yang bikinin dia makan!" ujar Rico dengan meraih kunci motornya yang berada di sebelah Brian.

"awas ya, kalau besok pagi Rein belum juga baikan!" sambung Rico lagi sebelum meninggalkan Brian.

"anjir Lo!"

"yang pacarnya gue, kok malah Lo yang sewot!" jawab Brian dengan kesal.

Namun, Rico sudah melaju dengan cepat meninggalkan rumah Reina. sementara Brian segera masuk kedalam rumah Reina, dan menutup pintunya. Sebelumnya Rico sudah izin dengan satpam di sana, bahwa Reina sedang sakit, dan dia ingin menunggunya.

Brian segera menuju dapur kecil Reina, namun dia tidak mengerti harus membuat apa. Dia hanya bisa menggoreng telur, itu juga karena saat itu dia melihat Reina sedang menggoreng telur. Dia mana bisa memasak. "ah sial! harusnya tadi biar Rico memasak dulu untuk Reina, biar aku gak kebingungan begini." ujar Brian dengan kesal.

Brian membuka rice cooker milik Reina, yang masih berisi penuh nasi. Dengan menghela nafas panjang, dia menuangkan nasi kedalam piring, lalu memasukan telur ceplok yang tadi di goreng olehnya. Dia juga tadi sempat membuat sup yang dia sendiri tidak tahu apa rasanya.

"sayang, bangun makan dulu ya." ucap Brian pelan, kemudian dia mencoba membantu Reina untuk duduk.

"Rico mana?" tanya Reina lirih,

"pulang!" jawab Brian singkat. Dia merasa kesal, karena Reina masih saja menanyakan Rico, dan tidak memperhatikannya.

"maaf ya, aku cuma bisa bikin ini." ujar Brian dengan pelan.

"gak papa, makasih." jawab Reina dengan segera membuka mulutnya, untuk menerima suapan dari Brian. Selama makan, Reina tidak berkata apa pun. Begitu juga dengan Brian, keduanya sama-sama terdiam dalam hening.

"makasih, silahkan pulang. Dan, tolong tutup pintunya." ujar Reina ketika sudah selesai.

"aku tunggu kamu sampai pagi ya," kata Brian pelan.

"tidak perlu, aku sudah biasa." jawab Reina mencoba acuh.

"aku minta maaf, aku bikin kamu kecewa lagi?"tanya Brian dengan pelan.

"apa pun yang terjadi, aku gak akan pernah mau kita selesai, kamu harus ingat Ra!"

"kita udah sampai sejauh ini, kamu juga tahu, aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu." ujar Brian berusaha meyakinkan Reina. Sementara Reina memalingkan wajahnya, menghadap jendela kamarnya." tidak be, di sini hanya aku yang memiliki rasa untuk mu. Kalau kamu perduli, kamu tidak akan menyakiti." batin Reina dengan sedih.

Reina membenci saat seperti ini, saat dirinya tidak berdaya di hadapan Brian. Apa lagi, saat Brian memohon kepadanya. Reina selalu saja luluh, saat Brian berusaha meyakinkannya seperti ini. Namun, di lain waktu Brian akan kembali menyakiti perasaanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!