02:30 dini hari.
Sebuah mobil sport baru yang masih belum memiliki plat nomor itu nampak melaju ugal-ugalan di sepanjang jalan raya kota metropolitan tersebut. Kecepatannya sangat tinggi. Lajunya tak terkendali. Bak angin topan yang siap menerjang apa saja yang berada di hadapannya.
Sepasang pemuda mabuk nampak tertawa terbahak-bahak di dalamnya. Dengan alkohol di tangan, serta musik yang menggema begitu keras, kedua pria muda berusia kurang lebih dua puluh lima tahunan itu nampak begitu asyik mengemudikan kendaraan yang masih mulus itu. Itu adalah mobil baru pemberian dari ibunda Nathan, si pengemudi yang kini tengah mabuk parah. Ia berkendara bak pembalap profesional. Sembari sesekali tertawa terbahak bahak bersama Glen, sahabat dekatnya.
Mobil terus melesat kencang. Makin jauh meninggalkan sebuah tempat hiburan malam yang baru saja menjadi tempat Nathan dan Glen menghabiskan malam panjang mereka. Kecepatan mobil baru itu makin tinggi saja. Seolah menjadi raja jalanan di antara segelintir kendaraan yang melintas di pagi pagi buta itu.
Hingga pada akhirnya....
"Nathan, awas...!!!!"
Glen berteriak. Nathan yang setengah sadar karena pengaruh alkohol sontak mengarahkan pandangannya ke arah depan. Dan...
Ciiiitttttt......
Braaaaakkkk.....
Pemuda berparas tampan itu menginjak rem nya sekuat tenaga. Bunyi gesekan antara aspal dan permukaan ban terdengar dengan sangat jelas. Nathan sekuat tenaga menghentikan laju mobilnya yang sekencang angin kala menyadari bahwa ia sudah masuk ke jalur yang berlawanan. Namun sepertinya usaha tersebut sia sia. Sebuah benturan keras tak elakkan. Mobil mahal itu menabrak sebuah sepeda motor yang melintas dari arah yang berlawanan. Laka lantas pun terjadi. Motor beserta pengemudinya masuk ke dalam kolong mobil Nathan setelah sempat menabrak bodi depan kendaraan roda empat itu.
Nathan dan Glen berteriak. Mobil itu berhenti setelah memakan korban. Keduanya yang setengah sadar itu nampak syok.
"C*k, apa itu tadi?" Tanya Glen sembari menoleh ke belakang seolah ingin memastikan apa yang baru saja mereka tabrak.
Nathan nampak panik. Ia menatap ke arah spion. Namun bayangan di belakang mobilnya tak begitu terlihat dengan baik.
"Gue nggak tahu! Kayaknya gue nabrak orang!" Ucap Nathan panik.
"Mati?" Tanya Glen.
Nathan menggelengkan kepalanya. "Nggak tahu!" Ucapnya.
"Mamp*s!" Ucap Glen sembari meremas rambutnya menggunakan kedua telapak tangannya. Sedangkan Nathan, laki laki itu berusaha untuk tetap tenang. Namun kepanikan yang ia rasakan dapat terlihat dengan sangat jelas dari gerakan tangannya yang sesekali nampak menggenggam erat kemudi mobil barunya.
"Gue nggak mau masuk penjara, C*k! Ini gimana?!" Tanya Glen panik.
"Ck! Apasih, lu? Siapa yang mau masuk penjara?! Nggak ada yang masuk penjara!" Ucap Nathan kesal.
"Tapi kita nabrak orang!" Ucap Glen.
"Nggak ada yang tahu!" Jawab Nathan ngegas.
"Tapi itu...."
"Udah! Lu diem dulu! Tenang makanya!!" Ucap Nathan yang kesal itu mencoba menenangkan Glen yang sudah kepalang panik.
Nathan meremas kemudi mobilnya. Ia menarik nafas panjang, kemudian mengeluarkannya melalui mulut.
Glen melongok lagi ke belakang.
"Kita turun, Cok! Kita cek!" Ucap pemuda itu yang kemudian berbalik badan, menggerakkan tangannya hendak menyentuh handle pintu dan berniat turun dari mobil mahal itu, namun Nathan dengan cepat mencegahnya.
"Lu mau ngapain, tol*l?!" Gertak Nathan.
"Gue mau lihat ke belakang!"
"Nggak usah!!"
"Kita nabrak orang, Tan! Kalau dia mati gimana?!"
"Alaahhh! Berisik, lu! Udah, lu ikut gue aja!!" Ucap laki laki itu yang kemudian tanpa pikir panjang segera tancap gas, pergi meninggalkan tempat tersebut. Ia bahkan mengabaikan kala mobilnya dengan sangat jelas melindas sesuatu di bawah sana. Entah itu tubuh manusia, atau kendaraannya. Tak ada yang tahu.
"Nathan, lu gila, ya!! Kita nabrak orang!!" Ucap Glen protes.
"Bac*t, lu!" Ucap Nathan.
"Dia bisa mati!" Ucap Glen.
"Terus lu mau ngapain? Lu mau nolongin dia? Ya gila aja, lu! Yang ada kita yang bakal di tangkap polisi, setan! Lu mau masuk penjara?!" Ucap pemuda tampan itu.
"Tapi dia....."
"Ya udahlah! Entar juga ada yang nolongin! Yang penting nggak ada yang tahu kalau kita yang nabrak dia!!" Ucap Nathan sembari terus melajukan mobilnya sekencang mungkin
Glen nampak membuang nafasnya kasar. Antara panik, pasrah, takut, bingung, dan entahlah. Semua berbaur jadi satu. Sedangkan Nathan, laki-laki itu terus melajukan kendaraannya tanpa memperdulikan sang sahabat yang nampak bingung.
.....
Selang beberapa menit kemudian.
Ketika kendaraan itu sudah mulai menjauh dari tempat kejadian. Nathan menghentikan laju kendaraannya tepat di depan sebuah warung kelontong yang buka dua puluh empat jam.
Pemuda itu melepas sitbelt nya.
"Turun!" Ucapnya pada sang sahabat. Sepasang pemuda itu lantas turun dari tunggangan mereka. Glen yang masih kacau itu nampak duduk di sebuah kursi kayu yang berada di depan toko. Sedangkan Nathan, laki laki itu nampak mengitari mobilnya. Dilihatnya disana, mobil bagian depannya nampak penyok. Lampu sebelah kiri pecah, serta percikan darah nampak menempel di salah satu bagian depan mobil mahal itu.
Lagi lagi Nathan mencoba tetap tenang. Ia berjalan mendekati toko. Membeli tiga botol air mineral ukuran tanggung serta sebungkus rokok. Dinyalakan nya benda ber nikotin tersebut sembari mendekati Glen.
"Hmmh..." Ucap Nathan sembari menyodorkan sebotol air mineral untuk sang sahabat.
Glen mendongak. Ditatapnya botol itu serta Nathan secara bergantian. Ia lantas menggerakkan tangannya, menerima air mineral itu, membukanya, lalu menenggaknya.
Nathan kembali mengayunkan kakinya. Kini mendekati mobil barunya yang penyok. Dengan rokok terapit bibir, pemuda tampan berparas kebarat-baratan itu lantas mengguyur noda darah di mobilnya dengan air mineral yang baru saja ia beli. Mungkin maksudnya untuk menghilangkan jejak.
"Cok, lu ngapain?" Tanya Glen yang tiba tiba datang mendekati sahabatnya.
Nathan tak menjawab ataupun menoleh. Ia melepaskan rokok dari mulutnya, sembari menggerakkan dagunya menunjuk ke arah bodi mobilnya yang basah bekas guyuran air mineral.
"Gimana kalau ada yang lihat kita nabrak orang tadi? Kita bisa masuk penjara, Cok!" Ucap Glen masih panik.
"Nggak ada yang lihat! Dan nggak ada yang akan dipenjara!" Ucap Nathan yakin.
"Tapi kan......"
"Selama lo tenang dan tutup mulut, kita bakal aman. Tapi kalau lo bac*t, kita akan benar benar masuk penjara!" Ucap Nathan.
"Jadi sekarang mending lu diem. Kita pulang. Dan anggap nggak pernah terjadi apa apa malam ini!" Tambah pemuda itu.
"Yuk! Pulang!" Ajaknya kemudian sembari melempar asal botol kosong di tangannya sebelum masuk kembali ke dalam mobilnya.
...****************...
Visual 👇🏻👇🏻
Hanya sesuai dengan imajinasi author. Kalau nggak cocok buat kalian, di skip aja😁
Nathan William Carson 👇🏻
Rengganis Ayu Kumala Ratri 👇🏻
Justin William Carson 👇🏻
Diaz Kinanti Fatma Suri👇🏻
...----------------...
Keesokan harinya...
Saat jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
"Mas! Tunggu, Mas! Pelan pelan banguninnya!" Ucap wanita paruh baya itu, Nyonya Tamara, sembari mengejar suaminya yang nampak murka.
"Diam kamu! Berhenti memanjakan dia! Anak itu sesekali harus dikasih pelajaran biar kapok! Biar dia belajar tanggung jawab! Biar dia juga bisa mikir sebelum bertindak!" Jawab sang suami, Tuan Willy, yang nampak begitu murka.
"Iya, tapi jangan pakai emosi dong, Mas. Ini masih pagi!" Ucap Nyonya Tamara.
"Ma, baru kemarin kamu belikan dia mobil baru. Tapi lihat sekarang, mobilnya udah penyok lagi. Dia pikir harga mobil itu murah?!"
"Jam berapa dia pulang semalam? Pasti dia mabuk lagi, kan? Dan kamu diemin aja! Kamu ngewajarin?! Nggak bener kamu, Ma!" Ucap Tuan Willy marah marah.
"Ya udah lah, Pa! Nanti aja ditegur kalau anaknya udah bangun! Sekarang kan dia masih tidur. Kasihan!" Ucap Nyonya Tamara mencoba melindungi putra kesayangannya.
Laki laki berperawakan tinggi besar dengan perut yang sedikit buncit itu tak peduli. Ia yang sudah dikuasai emosi itu terus mengayunkan kakinya cepat dan lebar menuju kamar salah satu putranya.
Ceklek....
Braakkk....
Pintu kamar terbuka dengan kasarnya. Laki laki paruh baya itu masuk ke dalam ruangan yang cukup berantakan itu diikuti sang istri di belakangnya.
"Nathan, bangun!!" Ucap Tuan Willy sembari mengayunkan kakinya mendekati sang putra yang masih tidur tengkurap di atas kasur hitamnya. Nathan tak bergerak. Sang ayah yang sepertinya tengah berada di puncak amarah itu lantas dengan cepat menarik sebuah guling yang sejak tadi dipeluk oleh putranya.
Ditariknya benda itu dengan kasar hingga mengusik tidur Nathan. Lalu tanpa aba aba, ia menghantamkan benda tersebut ke arah sang putra dengan kasarnya. Membuat pemuda tampan yang masih terlelap itu pun terjingkat kaget karenanya.
"Bangun, kamu!!" Bentak Tuan Willy.
Nathan terjingkat kaget. Ia reflek mendudukkan tubuhnya sembari mengucek matanya yang masih mengantuk. Ayahnya benar benar sudah berhasil mengacaukan mimpi indahnya.
"Apasih?!" Tanya Nathan yang masih setengah sadar itu. Laki laki yang kini terduduk di pojokan tempat tidur itu nampak bingung dan kesal.
"Ulah apa lagi yang kamu buat, ha? Kamu apain mobil kamu? Nabrak apa lagi kamu sampai mobil baru rusak begitu?! Jawab...!!!" Ucap Tuan Willy murka.
Nathan tak langsung menjawab. Ia yang baru bangun tidur dan masih terpengaruh alkohol yang semalam ditenggaknya itu seolah tengah memutar otak. Mencari cari jawaban yang tepat untuk pertanyaan sang ayah.
"Em, itu. Semalem nggak sengaja nabrak pohon," jawab Nathan berbohong. Ia tak mungkin mengatakan yang sebenarnya bahwa ia semalam baru saja menabrak pengendara motor.
"Yang jujur, kamu!" Ucap Tuan Willy sedikit sanksi. Pasalnya omongan pemuda itu memang selalu sulit untuk dipercaya.
"Ya aku udah jujur! Kalau udah dijawab masih nggak percaya ngapain nanya!" Jawab Nathan berani dan terkesan kurang sopan.
"Heh, yang sopan kamu sama orang tua!" Ucap Tuan Willy. "Apa begini mamamu mengajarkanmu cara menghormati orang tua?! Dasar anak kurang ajar!!"
Nathan yang masih setengah pusing itu nampak tersenyum sinis sembari mengangkat satu sudut bibirnya.
"Hormat? Emang Papa udah ngerasa pantes buat dihormatin?" Tanya Nathan.
"Nathan...." Lirih sang ibunda seolah meminta putranya untuk tidak meneruskan ucapannya.
"Tutup mulutmu!" Ucap Tuan dengan barisan gigi yang mengetat. Ia berucap sembari menatap tajam ke arah sang putra bungsu.
"Kenapa?" Tanya Nathan dibarengi dengan senyuman getir.
"Nggak usah terlalu banyak nuntut anak anak Papa buat jadi anak yang bener. Kalau bapaknya sendiri aja nggak bisa jadi contoh yang baik!"
"DIAM!!"
"APA?!!" Sergah Nathan dengan berani. Ketegangan kini terlihat di antara kedua pria beda usia itu.
"Gue masih mau manggil lu Papa aja itu udah untung buat lo!" Tambah Nathan makin berani.
"Nak, udah ..." Ucap Nyonya Tamara lagi.
"Kamu benar benar anak kurang ajar!" Ucap Tuan Willy menahan amarah.
Nathan berdecih. Ia nampak mengangkat satu sudut bibirnya kemudian bangkit dari tempat tidur itu.
"Siapa dulu dong bapaknya!" Ucap pemuda itu singkat sembari mengayunkan kakinya melangkah pergi meninggalkan kamar itu. Dia bahkan tak memperdulikan sang ayah yang terus memanggil-manggil namanya.
Tuan Willy mencoba mengejar pemuda tersebut namun Nyonya Tamara menahannya, seolah tak mau ada perdebatan lebih panjang lagi antara ayah dan anak tersebut.
Ya, namanya Nathan William Carson. Seorang pemuda dua puluh lima tahun yang dikenal liar, urakan, nakal, pembuat masalah, tak bisa diatur, dan semaunya sendiri.
Nathan adalah putra kedua dari pasangan Tuan William dan Nyonya Tamara. Keduanya adalah sepasang pengusaha kaya raya yang cukup dikenal di kota itu.
Nathan sendiri memiliki seorang kakak laki laki. Justin William Carson namanya. Seorang pria dewasa berparas tak kalah tampan berusia dua puluh tujuh tahun.
Kehidupan Nathan sangat terjamin. Bukan hanya terjamin, tapi juga mewah dan serba kelebihan. Kekayaan orang tuanya membuat Nathan mampu memiliki segalanya dengan hanya sekali tunjuk. Apa yang ia inginkan, pasti tersedia. Ditambah lagi Nyonya Tamara bisa dibilang begitu memanjakan putra keduanya itu. Mungkin hal itu jugalah yang sedikit banyak mempengaruhi gaya hidup Nathan hingga sedewasa ini.
Lalu apa pekerjaan Nathan?
Apakah ia masih kuliah? Atau sudah bekerja sebagai pengusaha seperti ayahnya?
Jawabnya adalah, tidak keduanya!
Nathan pengangguran kaya raya! Ia tidak bekerja. Ia juga bukan seorang mahasiswa. Nathan sudah dikeluarkan dari kampusnya sejak beberapa bulan yang lalu akibat ulahnya yang sempat memukul salah satu dosen di kampus tempatnya menuntut ilmu. Selain itu, Nathan juga dikenal sebagai mahasiswa yang paling jarang masuk kuliah. Hal itupun membuat pihak kampus tentu tidak berpikir dua kali untuk 'membuang' penghuni perguruan tinggi yang kurang berguna itu.
Nathan juga bukan seorang pengusaha. Hubungan yang kurang baik dengan sang ayah membuatnya sama sekali tak tertarik untuk meneruskan usaha keluarga mereka yang bergerak di bidang properti itu.
Ya, dulu keluarga mereka memang nyaris hancur akibat ulah orang ketiga dalam bahtera rumah tangga Tuan Willy dan Nyonya Tamara. Dulu, saat Justin dan Nathan masih berusia remaja, ayah mereka sempat tergoda wanita idaman lain hingga hampir membuang Nyonya Tamara. Tuan Willy bermain api dengan seorang wanita malam saat usia Nathan dan Justin beranjak remaja.
Meskipun pada akhirnya keduanya berhasil mempertahankan rumah tangga mereka, namun rupanya prahara yang sempat menimpa keluarga mereka itu sudah berhasil membuat luka di hati kedua putra mereka, terutama Nathan.
Ya, Nathan begitu membenci ayahnya. Tak seperti Justin yang masih bisa memaafkan sang ayah, Nathan justru begitu anti pati terhadap pria yang sudah ikut andil dalam membawanya ke dunia tersebut.
......
"Hoooaaaamm....." Nathan mengayunkan kakinya menuju meja makan sembari menguap lebar. Pemuda tampan berusia dua puluh lima tahun yang baru bangun itu lantas berjalan menuju lemari es yang berada di sana. Ia mengambil sebotol air putih dari dalam lemari pendingin itu kemudi..an menuangkannya ke dalam gelas dan menenggaknya hingga tandas.
"Harusnya lo nggak perlu ngladenin Papa kayak tadi," ucap seorang pria berjambang tipis yang terlihat sedikit lebih dewasa disana.
Nathan yang tengah meneguk air putihnya itu menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya di sana, Justin sang kakak nampak duduk di meja makan sembari menikmati sepotong sandwich telur kesukaannya.
"Bukan gue yang mulai!" Ucap Nathan cuek sembari mendekati sang kakak. Tangan celamitannya tergerak, hendak meraih sepotong sandwich yang sudah tak utuh lagi milik sang kakak itu, namun dengan cepat Justin menampik tangan adiknya. Tatapan tajam penuh intimidasi pun pria itu layangkan untuk Nathan.
"Minta dikit doang," ucap Nathan pada sang kakak yang dikenal dingin dan galak.
Justin tak menjawab. Nathan kemudian menarik sebuah kursi disana lalu mendudukkan tubuhnya. Seorang pelayan tanpa diperintah pun datang. Membawakan secangkir kopi serta sepotong sandwich telur yang masih utuh untuk si bungsu.
Justin menghela nafas panjang. "Gue tahu sampai saat ini lu belum bisa sepenuhnya maafin Papa. Tapi lo harus inget, biar gimanapun juga dia tetap orang tua lo," ucap pria dua puluh delapan tahun itu dengan mode cool dan tenang khas dirinya.
Nathan nampak acuh. "Pagi pagi nggak usah bahas hal yang nggak penting!" Ucapnya yang kemudian memasukkan sepotong sandwich ke dalam mulutnya.
Justin melirik ke arah sang adik. Laki laki itu nampak menarik sudut bibirnya sembari membuang nafas pendek.
"Anyway, lu apain tuh mobil baru ampe penyok gitu?" Tanya Justin dengan mode cool dan tenangnya. "Itu mobil baru datang kemarin, kan?"
Nathan mengangguk. "Nabrak pohon. Nggak sengaja!" Jawabnya dengan santai.
"Mabuk lagi?" Tanya Justin sinis.
"Namanya juga anak muda!" Jawab Nathan.
"Nggak semua anak muda doyan alkohol kayak lo!" Jawab Justin singkat.
"Tapi banyak yang suka!" Jawab Nathan tak mau kalah.
"Justin! Ayo kita berangkat!" Suara yang terdengar sedikit lantang itu berhasil membuat sepasang saudara kandung itu menoleh. Dilihatnya di sana, Tuan Willy sudah rapi. Siap untuk berangkat ke kantor bersama putra sulungnya yang kini sudah memiliki jabatan di perusahaan besar miliknya.
Justin mengangguk.
"Gue duluan, ya!" Ucap Justin sembari menepuk pundak adiknya.
"Hmmm..." Jawab Nathan singkat. Justin pun berlalu pergi meninggalkan tempat tersebut. Mengikuti langkah sang ayah untuk segera berangkat menuju kantor perusahaan milik keluarga besar mereka.
Sementara Nathan. Pemuda itu masih asyik menikmati santap paginya. Hingga tiba tiba...
"Pemirsa, sebuah peristiwa tabrak lari terjadi di jalan X. Korban yang merupakan seorang pengendara sepeda motor ditemukan tewas bersimbah darah................"
Nathan tersedak mendengar berita yang kini tengah ditayangkan di sebuah stasiun televisi itu. Sebuah stasiun tv kini tengah mengabarkan mengenai peristiwa tabrak lari yang terjadi malam tadi. Peristiwa terjadi di jalan X. Korban yang merupakan seorang pengendara sepeda motor dikabarkan tewas di tempat dengan luka parah di tubuhnya. Dan kasus tersebut kini tengah ditangani pihak kepolisian.
"Mampus!" Gumam Nathan pelan.
Laki laki itu nampak menegang. Lokasi itu adalah lokasi tempat dimana ia tak sengaja menabrak seseorang semalam.
Itu artinya, korban tewas yang dimaksud dalam berita itu adalah orang yang semalam ia tabrak.
Mati kau, Nathan!!
Laki laki itu kini tengah dalam masalah besar. Ia baru saja menghilangkan nyawa seseorang. Dan kini polisi pun tengah mendalami kasus ini.
Gawat! Bagaimana ini?!!
Drrrttt.... drrrttt....
Ponsel di atas nakas itu bergetar. Nathan yang baru saja mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang itu menoleh. Diraihnya benda pipih itu lalu menatap layarnya. Sebuah panggilan masuk dari Glen.
Nathan nampak diam beberapa saat. Ia tahu, ada perlu apa kawannya itu menelponnya pagi pagi begini.
Nathan kemudian mengusap tombol hijau di layar ponselnya, lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga sebelah kanannya.
"Hmmm..." Ucap Nathan.
"Tan, gawat! Lo harus nonton berita sekarang. Kece........."
"Gue udah tahu!" Sahut Nathan memotong ucapan Glen.
"Apa? Lo udah tahu?!" Tanya Glen.
"Hmmm..." Jawab pemuda itu sembari memasukkan sebatang rokok ke antara kedua belah bibirnya kemudian membakar ujungnya.
"Trus? Kok lo kedengarannya santai santai aja sih, C*k?!" Tanya Glen. "Kita lagi dalam masalah! Kalau polisi beneran nyari pelakunya, kita bisa masuk penjara!" Ucap Glen tak mengerti dengan Nathan yang sejak semalam dirasa begitu tenang. Padahal ialah pengemudi mobil maut itu. Ia yang sudah menyebabkan satu nyawa melayang karena ulah ugal ugalan nya.
"Lu aja yang dipenjara. Gue ogah!" Jawab Nathan sembari menikmati rokoknya.
"Lah! Terus? Kan elu yang nabrak. Elu yang bawa mobil! Kalau polisi bisa ngungkap kasus ini, otomatis ya elu duluan yang di tangkap, bego'!" Ucap Glen sedikit kesal.
"Gue nggak akan ketangkep! Karena gue bakal ngilangin barang bukti dan secepatnya pergi dari kota ini!" Ucap Nathan angkuh.
"Maksud lo?!" Tanya Glen kaget.
Nathan tak langsung menjawab. Ia nampak menghisap lagi benda bernikotin nya sembari menampilkan senyuman smirknya.
.........
Beberapa jam kemudian saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
Di sebuah ruang keluarga rumah megah kediaman keluarga Tuan Willy.
Tak...tak...tak....
Suara langkah kaki terdengar menuruni anak tangga rumah mewah berlantai tiga itu. Nyonya Tamara yang tengah duduk di ruangan itu bersama Justin pun nampak menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya di sana, Nathan nampak berjalan mendekati mereka.
"Tumben jam segini masih di rumah?" Tanya Justin tanpa menoleh. Pria itu berucap sembari asyik rebahan di atas sofa sambil memainkan ponselnya.
Ya, memang biasanya, Nathan tidak pernah ada di rumah jam segini. Pemuda itu selalu pergi setiap hari mulai gelap. Dan akan kembali ke rumah setiap matahari mulai naik.
Nathan tak peduli. Laki laki itu memilih untuk mendudukkan tubuhnya di sofa kosong di sana. Diraihnya satu bantal sofa, lalu dipangkunya.
"Ma, transferin Nathan, dong!" Ucap pemuda itu. Justin nampak berdecih mendengar permintaan adiknya itu. Duit lagi duit lagi. Kerja kagak, minta mulu. Batinnya.
"Transferin?" Tanya Nyonya Tamara. "Belum ada seminggu Mama transferin uang ke rekening kamu. Belum lagi kamu minta mobil baru sehari udah penyok. Sekarang minta uang lagi? Buat apa, Nak?!"
"Udah dong, Nathan. Jangan foya foya terus. Kamu udah gede!" Ucap wanita paruh baya itu.
"Apasih, Ma? Nathan minta duit buat pegangan. Besok Nathan mau pergi ke kampungnya Oma," ucap Nathan.
Nyonya Tamara nampak mengernyitkan dahinya mendengar ucapan putra bungsunya itu. Begitu juga dengan Justin yang reflek menoleh ke arah sang adik.
"Lu mau ke rumah Oma? Ngapain?" Tanya Justin.
"Gue mau liburan ke kampung. Gue butuh ketenangan. Capek gue di sini mulu. Gue butuh yang adem adem!" Jawab Nathan berbohong. Padahal tujuan utamanya memilih pergi ke rumah sang nenek adalah untuk sembunyi dari kasus yang mungkin akan menyeret namanya.
Justin nampak berdecih. Rumah sang Oma memang berada di salah satu kota kecil di kaki gunung. Diantara Justin dan Nathan, memang sang adik lah yang cukup dekat dengan kakek dan neneknya. Lantaran Nathan kecil hingga remaja sempat diasuh oleh orang tua dari Nyonya Tamara itu saat bahtera rumah tangga orang tua mereka tengah goyah dulu.
Nyonya Tamara nampak diam sejenak.
"Mau berapa lama kamu di rumah Oma?" Tanya wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.
"Ya...senyamannya Nathan aja!" Ucap Nathan santai sembari membaringkan tubuhnya di atas sofa. "Lagian Nathan juga udah lama nggak jenguk Oma, kan?"
Nyonya Tamara menghela nafas panjang.
"Ya udah, besok Mama antar kamu, ya," ucap wanita itu kemudian.
"Dih! Ngapain diantar? Emang aku bayi!" Ucap Nathan. "Nathan bisa pergi sendiri, Ma!"
"Jangan bilang lu pamitnya ke rumah Oma tapi tujuan lo ke tempat lain!" Ucap Justin berburuk sangka. Ia bahkan berucap dengan entengnya tanpa menoleh ke arah sang adik ataupun ibunya. Ia masih fokus dengan ponsel di tangannya.
"Apasih, lu!" Ucap Nathan sembari melempar bantal ke arah sang kakak.
"Eehh! Udah! Kalian ini! Udah gede masih aja suka berantem!" Ucap Nyonya Tamara pada kedua putranya yang memang jarang akur itu.
Ya, satu hal positif yang dimiliki Nathan. Meskipun ia urakan di luar sana, namun Nathan adalah sosok yang sangat sayang dan dekat dengan ibu dan kakak laki lakinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!