Seorang gadis remaja terus belari di sepanjang koridor sekolah ,air matanya terus berjatuhan membasahi wajannya tanpa mau berhenti. Gadis itu terus belari tanpa memperdulikan orang lain di sekelilingnya yang Ia tabrak. Seorang pemuda yang baru keluar dari dalam ruangan berteriak histris melihat gadis itu belari kencang kearahnya. Gadis itu tidak dapat menghentikan langkah kakinya, sehingga gadis itu menabrak pemuda yang berdiri dihadapannya. Pemuda itu mendengus kesal sambil membersihkan pakaiannya yang kotor menyentuh lantai koridor.
“Menyebalkan. Dimana matamu wanita bodoh.?Kau hampir saja membunuhku.”
Pemuda itu memarahi gadis yang ada dihadapannya ini. Gadis itu hanya diam saja saat pemuda itu memarahinya, pemuda itu berhenti memarahi gadis itu ketika dia melihat gadis itu menangis tersedu-sedu tanpa henti. Gadis itu segera bangkit dan pergi begitu saja meninggalkan pemuda itu seorang diri. Pemuda itu memperhatikan kepergian gadis itu, hingga gadis itu menghilang dari pandangan matanya. Gadis itu menghentikan langkahnya dihalaman belakang sekolah, dimana tidak ada orang lain disana selain gadis itu. Gadis itu berteriak mengeluarkan semua perasaan yang selama ini dipendam dalam hatinya. Sebuah penghianatan yang dilakukan
kekasihnya membuat hati gadis ini begitu hancur.
“Kenapa.?Hiks..Kenapa ini harus terjadi padaku.?Huh....Kenapa kau tega melakukan hal ini padaku.?Kenapa kau meninggalkanku untuk bersama wanita itu.?Kenapa harus dia yang kau pilih.?Kenapa.?”Gadis itu menangis tersedu-sedu mengingat penghianatan yang dilakukan sang kekasih padanya. ”Aku. Aku tidak bisa menerima Keputusanmu.”
“Berisik.!”
Gadis itu tersentak kaget ketika mendengar suara seorang pemuda. Seorang pemuda yang merupakan teman sekelasnya keluar dari balik pohon, Pemuda itu berjalan mendekati gadis itu. Gadis itu ketakutan ketika mata miliknya beradu dengan mata tajam milik pemuda itu.
“Kau.?Se..se..jak kapan kau ada disini.?”
“Sejak sebelum kau datang dan menganggu tidurku.”Trent melihat butiran air mata membasahi wajah gadis itu. Tiba-tiba Trent mengulurkan tangannya menghapus butiran air mata diwajah gadis itu.
“Rhivi.?”Teriak dua orang wanita seusianya.
Gadis yang menangis itu adalah Rhivi, seorang gadis remaja yang selalu tersenyum meski hatinya tersakiti. Seorang gadis remaja yang selalu memaafkan semua kesalahan orang lain yang menyakitinya. Seorang gadis remaja pemberani yang penuh ambisi untuk mendapatkan cinta sejatinya. Trent menyingkirkan tangannya
ketika melihat dua sahabat baik Rhivi mendekati mereka. Trent menatap tajam kearah Rhivi dan kedua sahabat itu secara bergantian, kemudian meninggalkan mereka bertiga.
“Ada apa dengannya.?Apa yang dilakukannya disini.?”Clarissa memandangi kepergian Trent dengan tatapan bingung.
“Rhivi apa kau baik-baik saja.?”Mozha membelai bahu sahabat baiknya itu.
“Tsk. Ada apa dengan wajah kalian.?Kalian tenang saja. Aku baik-baik saja, aku tidak apa-apa.”Rhivi tersenyum kecil memandangi wajah kedua sahabatnya.
“Bagaimana mungkin kau bisa mengatakan kalau kau baik-baik saja.”Mozha memegang wajah Rhivi sambil tersenyum kecil.”Kau tidak bisa membohongi kami.”
“Sudahlah, tidak perlu membahasnya sekarang.”Rhivi mengalihkan pembicaraan, saat ini Ia tidak ingin membahas masalah ini lagi.”Aku tahu kalian mengkhawatirkanku, tapi aku tidak apa-apa. Sebaiknya kita kembali kekelas, sebentar lagi waktu istirahat berakhir.”
Rhivi menarik tangan kedua sahabatnya meninggalkan tempat itu, Rhivi sadar meski bibirnya tersenyum namun Ia tidak bisa membohongi kedua sahabanya bahwa hatinya saat ini begitu terluka. Rhivi beruntung ditengah kesedihannya, Ia masih memiliki sahabat yang memahami persaannya, sahabat yang memberikan kehangatan untuknya ,sahabat yang selalu ada disampingnya, sahabat yang tidak pernah meninggalkannya meski dalam keadaan tersulit sekalipun. Berada didekat kedua sahabatnya membuat Rhivi dapat melupakan kesedihannya walau hanya sebentar. Hubungan mereka bertiga bukan hanya sebatas persahabatan, tapi sudah seperti saudara kandung. Mereka selalu melakukan segalanya bersama-sama, bahkan kekamar kecilpun mereka selalu
bersama-sama. Itulah persahabatan yang terjalin diantara mereka bertiga selama ini.
Sementara itu ditempat lain........
Seorang pemuda melamun seorang diri dipojok kelas, pemuda itu memilih menyendiri dibandingkan berkumpul bersama ketiga sahabatnya yang sibuk membicarakan wanita cantik yang ingin mereka kencani. Pemuda itu masih teringat kejadian yang dialaminya sejam yang lalu, saat Ia ditabrak oleh seorang gadis. Pemuda itu tersenyum kecil mengingat wajah gadis itu, wajah gadis itu sama seperti wajah gadis kecil yang dicintainya semasa kecil dulu.
“Hey, Apa malam ini kalian ada acara.?”Marcian menatap kedua sahabatnya satu persatu.
“Kalau aku tidak ada.”Ujar Alvian memainkan ponselnya”Bagaimana denganmu.?”
“Ah Aku juga tidak ada acara malam ini.”Sambung Devant yang sibuk memainkan bola basketnya.
“Bagus kalau begitu. Tidak ada alasan untuk kalian meninggalkan-ku. Malam ini kalian harus ikut denganku menemui teman wanita-ku.”Terang Marcian
“Eh. Apa teman wanita mu itu juga membawa temannya Marcian.?Aku tidak mau menjadi orang ketiga diantara kau dan kekasihmu.”Alvian mendekatkan wajahnya kewajah Marcian.
Marcian yang risih melihat wajah Alvian begitu dekat dengannya ,segera menyingkirkan wajah Alvian.”Ya. Kalian tenang saja, dia juga akan membawa teman-temannya.”
“Bagaimana denganmu, Leon.?Apa kau juga akan pergi bersama kami malam ini.?”Tanya Devant
Leon menatap ketiga sahabatnya dengan tatapan tajam seperti biasanya ,sebuah tatapan
pembunuh yang bisa membunuh siapa saja yang menatap kedalam matanya.
“Aku tidak akan pergi dengan kalian.”Cetus Leon dengan nada dingin seperti biasanya
Marcian berjalan menghampiri Leon yang menyendiri dipojok kelas sambil menatap keluar jendela.”Ayolah Leon. Kau harus pergi bersama kami. Aku ingin memperkenalkan teman wanita ku ini pada kalian.”
“Tidak. Aku tidak akan pergi dengan kalian.”
“Kau ingin membuat Marcian kecewa Hah.?Marcian hanya ingin memperkenalkan teman wanitanya pada kita. Kau sendiri tahu bahwa Marcian tidak akan memperkenalkan teman wanitanya pada kita, jika dia tidak benar-benar
serius pada wanita itu. Ayolah Leon, pergilah bersama kami malam ini. Sekali ini saja.?”Terang Devant
“Terserah kalian saja.”Leon beranjak dari tempatnya dan berjalan kearah pintu kelas, Leon menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya menatap ketiga sahabatnya yang masih berada ditempat mereka
masing-masing.”Beritahu saja dimana aku harus menemui kalian malam ini.”
Mereka bertiga tersenyum kecil mendengar ucapan Leon. Leon meneruskan langkahnya meninggalkan mereka disana. Leon.? Leon adalah seorang pemuda yang hidup dengan kemewahan dari kekayaan orang tuanya. Sejak pertama kali dilahirkan didunia ini, Leon tidak pernah melihat wajah wanita yang melahirkannya. Ibunya meninggal dunia setelah melahirkan Leon didunia ini, membuat Ayah dan Kakak prempuannya menyalahkan dirinya atas kematian sang Ibu. Seiring berjalannya waktu sang Ayah dan Kakak prempuannya bisa menerima kematian Ibunya dan berhenti menyalahkan Leon yang tidak bersalah. Meski sang Ayah dan Kakak telah menerima kehadirannya, namun dihati Leon tidak bisa menghilangkan perasaan bersalah atas kematian Ibunya. Karena itulah Leon tidak pernah bisa tidur saat malam tiba, Ia mengalami insonmia. Setiap kali matanya
terpenjam, Leon akan mengalami mimpi buruk mengenai Ibunya.
Leon berjalan menyusuri koridor sekolah, bibirnya tersenyum kecil mengingat wajah gadis yang Ia temui disekolah milik ayahnya tadi. Gadis itu adalah gadis yang sama yang pernah Leon cintai semasa kecilnya dulu. Karena gadis kecil itulah Leon mampu menghadapi kenyataan pahit atas kematian sang Ibu,karena gadis kecil itulah dia bisa diterima oleh ayah dan kakak prempuannya yang selama ini menyalahkan dirinya atas kematian sang Ibu. Perasaan bersalah karena membuat sang Ibu meninggal demi melahirkannya, Leon menutupi
dirinya dari semua orang.
Leon tidak memiliki teman selain kakak prempuannya dan ketiga sahabatnya. Sang ayah sibuk mengurusi bisnisnya, tidak memiliki waktu untuk menemaninya dan kakaknya dirumah. Leon menghabiskan masa kecilnya dengan bertengkar dengan teman-teman sekolahnya, Leon selalu melindungi orang yang lemah tanpa perduli apakah itu temannya atau orang lain. Setiap melihat ada orang lain yang terluka, Leon selalu membantunya. Orang lain menganggap bahwa Leon adalah seorang anak nakal yang bisanya hanya berkelahi, namun bagi mereka yang mengenalnya dengan baik, Leon adalah seorang pemuda yang baik.
“Akhirnya aku berhasil menemukan peri kecil ku.”Senyum kecil menghiasi wajahnya.”Aku tidak akan melepaskanmu lagi kali ini. Tidak akan pernah. Tidak akan pernah.”
.....*0o0*.....
Clarissa mendengus kesal disamping Mozha, kedua tangannya dimasukkan kedalam saku jaketnya. Udara malam ini begitu dingin dan semakin dingin berada ditempat terbuka seperti ini. Angin berhembus kencang
menebus tulang mereka.
“Dima..Dimana teman lelakimu itu.?Kenapa belum juga datang.?”
Mozha sibuk mengotak-atik handphonenya.”Dia sudah ada disini, sebentar lagi dia dan teman-temannya akan datang menemui kita.”
“Huhh...,Kenapa kau tidak memintanya untuk bertemu dikafe saja,Mozha.?Setidaknya disana lebih hangat dari pada ditempat terbuka seperti ini.”Clarissa merapikan rambutnya yang berantakan diterpa angin malam.
“Aku sudah memintanya bertemu dikafe, tapi dia menolaknya. Dia ingin bertemu ditaman hiburan ini sambil menikmati permainan disini. Sudahlah kau tidak perlu kesal seperti ini .Kita tunggu saja disini, lagi pula Rhivi juga
belum datang.”
“Mozha.?Clarissa.?”Teriak seorang wanita. Rhivi bergegas menemui kedua sahabatnya yang sudah mulai kedinginan diterpa angin malam.“Hos...Hos...Maaf aku terlambat. Aku harus membantu ayah-ku dulu sebelum kemari.”Rhivi mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Raut wajahnya merasa bersalah membiarkan kedua sahabatnya menunggunya terlalu lama.
“Tidak apa-apa. Lagi pula teman lelaki Mozha belum juga datang.”Clarissa memperhatikan Rhivi yang hanya mengunakan pakaian santai tanpa membawa jaket sama sekali.”Dimana jaketmu.?Kau tidak membawa jaket sama sekali. Udara malam ini sangat dingin.”
“Aku tidak sempat membawa jaketku. Tidak perlu khawatir, aku bisa meminjam jaket kalian jika aku kedinginan.”Rhivi tertawa kecil melihat wajah kedua sahabatnya yang mengerutu kesal.
Marcian dan ketiga sahabatnya menghampiri ketiga gadis yang tertawa riang. Marcian langsung memeluk Mozha. Para sahabat mereka hanya mengalihkan pandangan mereka melihat sepasang kekasih itu berpelukan.
“Owh iya, aku hampir saja lupa. Marcian perkenalkan ini kedua sahabat terbaik-ku. Clarissa dan ini Rhivi.”Mozha memperkenalkan kedua sahabatnya satu persatu.
“Hay. Senang berkenalan dengan kalian. Mozha sering membicarakan kalian. Kenalkan mereka ini adalah sahabatku.Ini Devant, Alvian dan Leon.”
Leon menatap tajam kearah ketiga gadis yang ada dihadapannya satu persatu, tatapan tajam Leon membuat ketiga gadis itu ketakutan. Alvian yang melihat ketiga gadis itu ketakutan langsung melayangkan cubitan di lengan Leon membuat Leon mengalihkan tatapan tajamnya kearah Alvian.
“Kau membuat mereka takut.”Bisik Alvian ditelinga Leon
“Baiklah kaerna kita sudah ada disini. Bagaimana kalau kita menikmati semua permainan yang ada disini.”Kata Devant mencairkan suasana diantara mereka
“Ah Aku rasa itu ide yang bagus,Devant. Sayang sekali kalau kita tidak menikmati permainan yang ada disini .Benarkan Rhivi,Clarissa.?”Tutur Mozha mendukung ide devant.
Mereka pergi dari tempat itu dan menikmati semua permainan yang ada disana. Mereka terlihat begitu dekat satu sama lain, meski mereka baru pertama kali bertemu. mereka begitu menikmati kebersamaan mereka. Satu satunya orang yang tidak ikut bermain bersama mereka adalah Leon.
Leon hanya memperhatikan mereka, Leon tidak menyukai keramaian. Terakhir kali Leon menikmati suasana seperti ini saat usianya lima tahun. Saat itu adalah saat-saat terindah untuk Leon karena Ia menghabiskan harinya bersama sang ayah dan kakak prempuannya. Setelah mereka lelah, mereka memutuskan untuk menikmati makan
malam disebuah kafe yang berada ditaman hiburan itu. Clarissa melihat keramaian diluar kafe, Clarissa menarik tangan Devant dan Alvian untuk menemaninya
menyaksikan pertunjukan diluar sana.
“Clarissa kalian mau kemana.?”Teriak Mozha
“Aku akan kembali. Kami hanya ingin melihat pertunjukan diluar sana.”Teriak Clarissa.
Rhivi dan Leon merasa bosan berada disana menyaksikan sepasang kekasih yang asyik bermesraan didepan mereka. Dimana mereka memandang, disana selalu ada sepasang kekasih yang bermesraan membuat
mereka berdua semakin bosan.
Rhivi beranjak dari tempat duduknya.”Aku permisi dulu. Aku ingin menikmati udara malam.”
“Baiklah. Hati-hati, diluar sana berbahaya.”Ujar Marcian
Rhivi bergegas meninggalkan mereka, leon memperhatikan kepergian Rhivi.“Biar aku yang menemaninya. Kalian nikmati saja acara kalian.”Cetuz Leon
-------------------------------------------------
-------------------------------------------------
Ketiga anak manusia ini menyatu dengan keramaian, mereka menikmati setiap pertunjukan sulap yang disajikan di hadapan mereka. Seorang penyulap separuh baya itu mengulurkan tangannya kearah Clarissa meminta Clarissa untuk membantunya. Clarissa tersenyum kecil menyambut uluran lelaki separuh baya itu. Lelaki tua itu mengambil topinya, memasukkan kertas yang telah dirobek-robek kedalam topi sulap miliknya. Kemudian lelaki tua itu mengambil setangkai bunga mawar yang ada didalam topi itu, para penonton bertepuk tangan. Lelaki tua itu memberikan bunga mawar itu pada Clarissa, Clarissa menerima bunga pemberian lelaki tua itu dan mencium lelaki tua itu sebagai ucapan terima kasih. Para penonton bersorak melihat Clarissa mencium lelaki tua itu, clarissa turun dari atas pangggung bergabung kembali bersama Devant dan Alvian.
“Kau membuatku Iri mencium paman itu.”Tutur Alvian.
“Apa kau juga ingin aku menciummu.?”Tanya Clarissa
Alvian terkejut mendengar pertanyaan Clarissa.”Bu...bukan seperti itu maksudku.?”
Clarissa tertawa melihat ekspresi diwajah Alvian. Clarissa memukul pundak Alvian.”Aku hanya bercanda. Kau terlihat lucu sekali.”
“Kau ini.?”
“Huh....Mana mungkin aku menciummu. Apa lagi kita ini baru saja bertemu. Hahaa.”Clarissa melangkah pergi meninggalkan mereka.
“Ayo. Kenapa kau masih berdiri disana.”Kata Devant
“Hey lihat disana.?”Tutur Clarissa.”Ada yang menjual kelinci disana .Aku ingin membelinya.”
Clarissa belari kearah penjual kelinci mungil itu. Devant dan Alvian hanya mengikutinya dibelakang, kedua pemuda itu seperti seorang pengawal saja. Seorang pengawal yang selalu siaga menjaga Tuan putri mereka.
“Apa menurut kalian kelinci ini lucu.”Clarissa meletakkan kelinci cantik itu dihadapan kedua pemuda itu, Devant mundur berapa langkah saat Clarissa menunjukkan kelinci cantik itu padanya.”Kau kenapa.?”
“Jauhi kelinci itu dariku.?”Teriak Devant mencengkram lengan Alvian
“Kau kenapa.?AH,,,Jangan-jangan kau.?”
“Devant takut dengan kelinci. Dia mempunyai masa lalu yang buruk dengan hewan cantik ini.”Tutur Alvian
Clarissa tidak dapat menahan tawanya mendengar penjelasaan Alvian. Seorang pemuda setampan Devant takut dengan seekor kelinci kecil.
“Berhenti tertawa.?Ini sama sekali tidak lucu.”Gerutu devant
“Benarkah.?”Clarissa menunjukkan kelinci itu diwajah Devant, membuat Devant berteriak ketakutan.”Ayolah Devant, kelinci ini tidak akan melukaimu.”
“Jauhi hewan itu dariku, bodoh.?Alvian lakukan sesuatu.”Teriak Devant yang terus menghindar dari kelinci itu
Alvian bukannya membantu sahabatnya yang ketakutan karena kelinci cantik itu, tapi justru menikmatinya bahkan Alvian membantu Clarissa menakuti Devant dengan kelinci itu.
“Berhenti.?Aku bilang berhenti.?”
Devant semakin kesal melihat mereka berdua tertawa melihat ketakutannya. Devant meninggalkan mereka berdua dengan kekesalan. Clarissa dan Alvian meletakkan kelinci itu kembali ketempatnya dan bergegas menyusul Devant.
“Hahaha...Tertawalah.Tertawa sepuas kalian.”Gerutu Devant
Clarissa merangkul lengan Devant dan berusaha menahan tawanya.”Baiklah. Maafkan kami. Kami tidak akan menertawakanmu lagi. Tapi Devant, ekspresimu tadi lucu sekali. Hahaha.”
“Kau.?Aeish.”Devant melepaskan tangan Clarissa dari lengannya dan pergi meninggalkan mereka berdua begitu saja.
“Temanmu aneh sekali.”
“Devant sama sekali tidak aneh. Kau yang membuatnya aneh dengan kelinci itu.”Ujar Alvian
---------------------------------------------
---------------------------------------------
Seorang anak prempuan menatapi anak-anak kecil yang belarian membeli ice cream, anak kecil itu hanya bisa menelan air ludahnya ketika melihat anak-anak itu menikmati es cream mereka. Anak kecil itu mendekati penjual es cream. Penjual es cream itu menatap anak kecil itu, anak kecil itu terlihat begitu kumuh membuat penjual es cream itu enggan melihatnya.
“Ada apa.?Apa kau mau membeli es cream.?”Tanya penjual es cream itu dengan ketus
“Ya,Ta..tapi aku tidak mempunyai uang paman. Bisakah paman memberikan es cream itu padaku tanpa harus membayarnya.”
“Apa.?”
Penjual es cream itu marah dan mendorong anak kecil itu menjauh darinya, Rhivi yang melihat perlakuan penjual es cream itu bergegas menolong anak kecil itu. Anak kecil itu menangis merasakan sakit akibat pukulan dari penjual es cream itu. Penjual es cream itu melayangkan tongkat kayu kearah anak kecil itu, namun sebuah
tangan menahannya.
“Jangan ikut campur nona.”
“Apa yang anda lakukan paman.?Anda ingin memukul anak kecil ini.?”
“Anak kumuh ini menginginkan es creamku tanpa mau membayarnya.”
“Aku yang akan membayarnya. Anda tidak perlu memukulinya karena ini.”Rhivi membantu anak kecil itu berdiri.”Berikan es cream itu pada anak itu. Ini uangnya.”
Leon yang dari tadi memperhatikan Rhivi hanya tersenyum kecil melihat kebaikan hati gadis itu. Leon menghampiri Rhivi yang memandangi kepergian anak kecil itu.
“Seharusnya kau tidak perlu berbaik hati pada anak itu.”
“Kau.?”
“Kau hanya akan membuat anak itu menjadi manja dan hidup dengan balas kasihan dari orang lain.”
Rhivi menatap mata tajam milik Leon.”Orang sepertimulah yang harus dikasihani orang lain. Kau tidak memiliki perasaan sama sekali. Aku tidak akan membiarkan orang lain menderita didepan mataku.”
Rhivi meninggalkan tempat itu. Leon melihat arlojinya, jam menunjukkan pukul dua belas malam dan sebentar lagi akan ada pertunjukan kembang api. Leon menarik tangan Rhivi membuat Rhivi terkejut. Rhivi tidak dapat melepaskan cengkraman Leon, Leon begitu kuat mencengkram lengannya dan menariknya seperti hewan
peliharaannya saja.
“Lepaskan aku.?Kau mau membawaku kemana.?”
“Sudah diam.”
Leon membawa Rhivi keatas bangunan, disana mereka bisa melihat kembang api dengan jelas. Semua orang yang berada disana menikmati pertunjukan kembang api itu termasuk sahabat-sahabat mereka. Rhivi melirik kearah Leon yang berdiri disampingnya, Wajah Leon terlihat begitu tenang tidak seperti tadi. Tatapannya begitu sejuk dan tenang seperti air, Leon yang sadar diperhatikan menatap tajam kearah Rhivi membuat Rhivi ketakutan.
“Kau tertarik padaku.?”
“Apa.?”
“Aku tanya apa kau tertarik padaku.?Apa aku begitu tampan sampai kau tidak bisa berkedip sama sekali menatap ku.?”
“Menyebalkan.”
Leon melangkah pergi meninggakannya, Leon menghentikan langkahnya melihat Rhivi tidak beranjak dari tempatnya.
“Mau sampai kapan kau berdiri disana.?”Cetus Leon
Rhivi mengutuk dirinya sendiri yang terjebak dengan pemuda dingin dan kejam seperti Leon .Lagi-lagi Leon menarik tangannya membawa Rhivi ikut bersamanya menaiki permainan yang sering dia naik saat usianya lima tahun. Melihat Leon tersenyum bahagia membuat Rhivi tersenyum kecil. Leon yang saat ini sedang bersamanya berbeda sekali dengan Leon yang tadi bersamanya, begitu tenang dan penuh kehangatan. Leon memperlakukannya dengan baik, tidak seperti tadi.
“Tsk. Pemuda ini memiliki dua kepribadian yang aneh.?Kadang dia begitu dingin, kejam dan kasar. Kadang juga dia begitu hangat, tenang dan bergitu pengertian.”Kata Rhivi dalam hati, kedua matanya tidak lepas dari Leon.
Leon tersenyum kecil, berjalan membelakang Rhivi memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu dengan teliti. Angin yang berhembus kencang membuat tubuh Rhivi menggigil kedinginan. Tiba-tiba saja seseorang meletakkan sebuah jaket ditubuhnya. Rhivi hanya diam mematung melihat Leon yang terus melangkah didepannya. Rhivi tersenyum kecil memegang jaket pemberian Leon. Awww..kepala rhivi terbentur tubuh Leon yang mendadak berhenti.
“Aduh.”Rhivi memegang keningnya yang terasa sakit, karena menghantam tubuh Leon.”Kenapa berhenti tiba-tiba sich.?”
“Kau harus berjalan disampingku. Mengerti.”Leon meneruskan langkahnya.
“Kau mau kemana.?Itu bukan jalan menuju kafe.”
“Tunggu aku disini dan jangan pergi kemana-mana sebelum aku kembali. Aku ingin membeli minuman.”
Tanpa menunggu jawaban Rhivi, Leon sudah pergi begitu saja. Rhivi mendengus kesal melihat Leon yang kembali dingin seperti semula. Rhivi menunggu Leon kembali ditemani hembusan angin yang kencang, membuatnya semakin menggigil kedinginan. Rhivi memperhatikan orang-orang yang berlalu lelang disana. Kedua
bola mata Rhivi melihat orang-orang belari kearah air mancur. Rhivi yang penasaran hendak melangkahkan kakinya untuk melihat apa yang terjadi disana, namun langkahnya tiba-tiba berhenti ketika teringat akan ucapan Leon padanya.
“Tunggu aku disini. Jangan kemana-mana sebelum aku kembali.”
“AH. Untuk apa aku mematuhi ucapannya .Aku harus pergi melihat apa yang terjadi disana.”
Rhivi belari kearah kerumunan orang-orang itu, Rhivi menerobos masuk kedalam kerumunan orang-orang itu. Betapa terkejutnya Rhivi melihat Leon berkelahi dengan tiga orang pemuda sekaligus. Leon terus memukuli mereka tanpa ampun. Rhivi menarik lengan Leon, menjauhi Leon dari orang itu.
“Cukup leon. Hentikan.Kau bisa membunuhnya.”
Rhivi membantu Pemuda yang dipukuli Leon berdiri, Rhivi mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan darah yang mengalir diwajah pemuda itu. Seorang pemuda yang mengenakan ikat kepala mengambil sebuah balok kayu yang ada didekatnya dan hendak menyerang Rhivi. Leon yang melihatnya langsung menarik tangan Rhivi kedalam pelukannya, sehingga pukulan itu menghantam bahunya.
“Kau.?Berani sekali kau menyentuhnya.”Leon menatap pemuda itu penuh amarah.
Leon memukuli pemuda itu sampai pemuda itu tidak memiliki tenaga untuk membalas serangan Leon. Rhivi mencengkram lengan Leon, membuat Leon berhenti memukuli pemuda itu
“Jadi gadis itu kekasihmu.?”Tutur Pemuda itu
“Ya. Wanita ini kekasihku. Aku tidak akan membiarkan kalian menyakitinya.”Leon menarik tangan Rhivi dengan paksa. Mereka meninggalkan tempat itu. Rhivi kesakitan, Leon begitu kuat mencengkram lengannya. Rhivi melihat sekelilingnya, Leon bukan membawanya kembali kekafe menemui sahabatnya, namun membawanya keparkiran.
“Naik.?”
Rhivi mendengus kesal memperhatikan Leon yang seenaknya saja merintahkannya untuk naik keatas motor. “Aku tidak mau.”
“Naik atau aku akan mengendongmu.?”
Seperti dihipnotis. Rhivi menuruti perintah Leon.“Bagaimana dengan teman-temanku.?”
“Aku akan menghubungi mereka.”
----------------------------------------------
----------------------------------------------
Mozha terus mencoba menghubungi ponsel miliki Rhivi.“Ponsel Rhivi tidak bisa dihubungi. Bagaimana ini.?Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu padanya.?”Mozha nampak cemas memikirkan sahabatnya yang belum juga kembali.
“Tidak perlu cemas. Leon akan menjaganya dengan baik.”Ujar Devant
“Tapi.?”
“Devant benar. Tidak ada yang perlu kalian cemaskan mengenainya. Rhivi akan baik-baik saja bersama Leon. Percayakan saja Rhivi pada Leon. Ayolah. Kalian tidak perlu khawatir seperti itu.”
“Apa kalian masih ingin pergi kesuatu tempat.?”Tanya Alvian
“Tidak. Sebaiknya kami pulang saja, kami butuh istirahat.”Jawab Clarissa
“Baiklah. Biar kami yang mengantar kalian pulang.”
Sepanjang perjalanan pulang, Mozha terus mengontak-atik ponselnya. Mozha terus berusaha menghubungi ponsel milik Rhivi. Marcian yang melihat kegelisahan sang kekasih mengenggam jemari Mozha memberi sedikit ketenangan.
“Kalian begitu mencemaskannya.?”Tutur Devant
“Itu karena Rhivi baru saja mengalami hari terburuk dalam hidupnya selama belasan tahun ini. Rhivi baru saja diputuskan kekasihnya.”Clarissa terlihat kesal mengingat mantan kekasih sahabatnya itu.”Aku bersumpah akan
menghajar bajingan itu jika aku bertemu dengannya lagi.”
Melihat wajah clarissa yang berubah seperti srigala yang mengerikan, membuat Devant dan Alvian yang berada didekatnya ketakutan.
“Aku akan mencakar wajah bajingan itu.”Clarissa mengarahkan kuku panjangnya kearah Devant dan Alvian bergantian.
Alvian menyingkirkan tangan Clarissa dari wajahnya.”Kau membuatku takut.”
.....0o0......
Leon menghentikan sepeda motornya disebuah danau...
“Untuk apa kau membawaku kemari.?”
“Apa kau tidak bisa berhenti bertanya.?”Cetus Leon dengan nada datarnya tanpa ekspresi.
Mereka berdua hanya diam membisu, tidak ada diantara mereka yang mengeluarkan satu katapun untuk mencairkan suasana yang terjadi diantara mereka.
“Sepertinya aku pernah melihatmu sebelumnya. Tapi dimana ya.?”
“Kau menabrakku tadi pagi disekolahmu gadis bodoh.”
Rhivi terkejut mendengar ucapan Leon, Ia hanya menelan air ludahnya mengingat kejadian tadi pagi disekolahnya. “It..Itu. Soal yang tadi pagi, aku minta maaf telah menabrakmu.”
“Jadilah Kekasihku.?”
“Apa.?”Kedua bola mata Rhivi seakan-akan mau keluar mendengar permintaan Leon.”Apa aku tidak salah dengar.?Kau memintaku untuk menjadi kekasihmu.?Apa kau sudah gila.?”
“Kau harus menjadi kekasihku.”
“Aku tidak mau. Kau tidak berhak memaksaku.”
“Mau ataupun tidak aku akan memaksamu untuk menerimaku .Orang-orang yang kau lihat tadi ditaman hiburan, mereka itu musuhku.”
Rhivi mendengus kesal menatap Leon.”Kenapa melibatkanku kedalam masalahmu.?”
“Aku tidak bermaksud untuk melibatkanmu. Mereka sudah melihatmu dan mengira kalau kau adalah kekasihku. Mereka pasti akan membalas dendam melaluimu. Saat ini nyawamu dalam bahaya, mereka mengenali wajahmu. Mereka pasti akan mencarimu. Apa kau ingin mati konyol.?”
Rhivi diam mematung mendengar penjelasan Leon, suaranya tertahan ditenggorokannya. Apa yang sebenarnya terjadi pada Leon. Seorang ketua gengster yang memiliki kekuasaan dikota ini mencemaskan seorang gadis biasa seperti Rhivi. Leon bisa saja pergi meninggalkan gadis itu, tapi kenapa Leon tidak bisa melakukannya.?Leon yang dikenal sebagai leon yang irit akan kata-kata kini berbicara lebih dari dua puluh kata ketika bersama gadis ini.Apa leon menyukainya.?
“Aku tidak akan membiarkanmu menolakku.”
Rhivi tidak bisa berbuat apa-apa untuk melindungi diri, saat ini yang bisa Ia lakukan hanyalah menerima tawaran Leon menjadi kekasihnya. Hanya Leon yang bisa menjaganya dari musuh-musuh Leon. Rhivi berjalan dibelakang Leon, kepalanya tertunduk, takut kalau matanya bertemu dengan mata tajam mliki Leon. SETIAP kali rhivi memperhatikan Leon, mata mereka berdua selalu bertemu.
Bruukkk....
“Aw..!!Apa yang kau lakukan.?”Rhivi mengeram kesakitan
“Menunggumu.”
“Kau tidak perlu menungguku.”
“Cih.Kau tidak dengar apa yang kukatakan padamu ketika ditaman Hah.?Kau harus berjalan disampingku.”Rhivi terkejut mendengar ucapan Leon. Leon terlihat begitu serius dan jauh lebih menyeramkan dari yang tadi.”Apa kau takut padaku.?”
“Ti-Tidak. Aku sama sekali tidak takut padamu.”
“Tsk. Bagus kalau begitu. Aku senang mendengarnya. Kau tidak perlu takut padaku meski aku seorang gengster. Aku ini kekasihmu.”
“Apa-apan dia. Mengatakan sesuatu yang membuatku muak. Tuhan dosa apa aku lakukan padamu sampai aku harus terjebak kedalam masalahnya.?”Batin Rhivi
“Maaf jika aku membuatmu tidak nyaman. Tapi aku harus melakukan ini. Hanya ini satu-satunya cara agar aku tidak kehilanganmu lagi peri kecil. Aku tidak akan melepaskanmu lagi. Tidak akan pernah.”Batin Leon
“Aku mau pulang.?”Leon menghentikan langkahnya,matanya menatap tajam kearah Rhivi. “Aku harus pulang. Ayahku pasti menunggu dirumah.”
“Baiklah. Aku akan mengantarmu pulang.”
.....0o0.....
Leon berjalan melewati ruang tengah menuju kamarnya yang ada dilantai atas. Leon bersiul senang bisa mendapatkan peri kecil yang selama ini dicarinya. Khania yang hendak turun kelantai bawah tidak sengaja berpapasan dengan adik kesayangannya ditangga. Khania heran melihat Leon yang terlihat begitu senang
tidak seperti biasanya.
“Ada apa denganmu.?Kau terlihat senang sekali malam ini. Apa karena kau menang balapan lagi.?”
Leon mencubit pipi kakak prempuannya, sambil tersenyum kecil.”Malam ini adalah malam yang terindah untukku kakak. Aku berhasil mendapatkan peri kecilku.”
“Peri kecil.?”
“Peri kecil yang selama ini aku cari. Aku berhasil mendapatkannya.”
Leon terus berteriak mengatakan itu membuat Khania bingung dan mengira kalau adikknya sudah gila. Leon mencium kakak prempuannya itu dan bergegas menunju kamarnya.
“Ada apa dengannya.?Peri kecil.?Apa dia sudah gila.?”Ujar Khania yang memperhatikan kepergian adik kesayangannya itu.
“Kakak.?”
Khania melihat adik lelakinya berdiri dilantai atas sambil tersenyum kearahnya. Ini adalah pertama kalinya khania melihat sang adaik begitu bahagia setelah dua tahun berlalu.
“Kakak. Aku sangat menyayangimu.”
Khania tersenyum kecil melihat sang adik.”Kakak tahu itu. Sudah malam istirahatlah. Jangan lupa untuk mengobati lukamu. Kau pasti berkelahi lagi.”
“Baik Yang mulia.”
Khania tertawa kecil mendengar jawaban sang adik. Leon masuk kedalam kamarnya, menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Kedua matanya memperhatikan langit-langit kamar, setiap sudut yang dia lihat hanyalah wajah gadis kecil yang tersenyum manis padanya. Leon mengambil bingkai foto seorang
wanita diatas meja yang ada disampingnya.
“Ibu apa kau bisa melihatku.?Aku sudah menemukan peri kecilku,Bu. Peri kecil yang aku sayangi setelah dirimu dan kakak. Aku yakin ibu pasti menyukainya. Dia terlihat mirip sekali denganmu. Begitu ceriah, hangat dan tenang. Apa ibu akan menyukainya.?Dia wanita yang baik,Bu. Apa aku akan bahagia bersamanya.?Ibu apa kau bisa mendengarkanku.?Aku sangat bahagia sekali hari ini,Bu.”Leon memeluk foto wanita itu.
Mata leon enggan terpejam,Leon tidak bisa memejamkan matanya. Setiap kali Ia memejamkan matanya, Ia akan mengalami mimpi buruk mengenai ibunya yang telah lama meninggal dunia. Semua orang mengenal Leon sebagai seorang yang kasar, dingin dan kuat, tapi sebenarnya Leon adalah seorang pemuda yang lemah, rapuh dan haus akan kasih sayang terutama kasih sayang seorang ibu.
Khania yang sejak tadi berdiri didepan pintu kamar adiknya, hanya dapat tersenyum kecil mendengar curahan hati sang adik kepada ibu mereka
.“Berikan peri kecil itu untuknya Bu. Aku mohon. Hanya peri itu yang bisa membuat Leon seperti ini. Selama delapan belas tahun Leon hidup didunianya sendiri, hidup dalam kesedihan. Tapi malam ini. Malam ini untuk pertama kalinya Leon hidup didunia orang lain. Dunia yang nyata. Lihatlah Putra mu,Bu.?Putramu sangat bahagia. Dia tersenyum dan itu semua karena peri kecilnya. Tolong berikan peri kecil itu untuknya,Bu. Aku mohon. Jadikan peri itu miliknya seuntuhnya. Jadikan peri itu pengobat luka dihati putramu.”Batin Khania
Rhivi menatap lurus kedepan, memperhatikan kupu-kupu yang bertebangan didekatnya. Diotaknya saat ini hanya ada satu nama yaitu Leon, pemuda asing yang baru ia kenal. Nampaknya gadis itu masih memikirkan permintaan konyol Leon yang memaksanya untuk menjadi kekasihnya. Clarissa dan Mozha menemui Rhivi ditaman
belakang sekolah, tempat biasa Rhivi mengisi waktu istirahatnya.
“Ini aku bawakan minuman untukmu.”Clarissa memberikan minuman dingin pada Rhivi
“Terima kasih.”
“Kau kenapa.?Kenapa wajahmu seperti itu.?Kau ada masalah.?”
“Ah ti-tidak ada. Aku baik-baik saja.”
Mozha memperhatikan setiap mimik yang terpacar dari wajah sahabatnya itu, Mozha tahu bahwa Rhivi sedang berbohong pada mereka.”Tapi sikapmu tidak menunjukkan kalau kau baik-baik saja. Apa yang sedang kau pikirkan.?Rhivi kau tidak bisa menyembuyikan sesuatu dari kami, katakan ada apa.?Apa terjadi sesuatu pada ayahmu.?”
Rhivi menelan ludahnya, Ia bingung harus bicara apa pada kedua sahabatnya ini. Rhivi menarik nafas panjang sebelum akhirnya Ia memutuskan untuk menceritakan masalahnya mengenai Leon pada Mereka berdua.
“Apa.?Leon memaksamu untuk menjadi kekasihnya.?”Teriak Mozha dan Clarissa serentak
Buru-buru Rhivi menutup mulut kedua sahabatnya itu, sebelum ada orang lain yang mendengar ucapan mereka berdua.Trent yang berada dibawah pohon tempat biasanya ia tidur terbangun dari tidur
siangnya mendengar suara teriakan mereka.
“Huh para wanita berisik itu lagi. Sejak kedatangan mereka ditempat ini, aku tidak bisa tidur dengan nyaman.”Cetuz Trent pelan
"Sttt jangan keras-keras bodoh. Nanti ada orang lain yang mendengarnya.”Gerutu Rhivi
Tiba-tiba ponsel milik Rhivi berdering kencang. Rhivi membaca pesan yang baru saja masuk diponselnya.
Matanya seakan-akan ingin keluar membaca pesan itu. Pesan itu dari Leon yang akan menjemputnya sepulang sekolah nanti.
“Pesan dari siapa.?”Tanya Clarissa
“Leon.?”Jawab Rhivi
Ponsel rhivi kembali berdering, namun kali ini bukan karena pesan yang masuk keponselnya malaikan telfon dari seseorang.“Ini pasti Leon. Bagaimana ini.”
“Sudah angkat saja, Aku khawatir jika kau tidak menerima panggilannya, aku takut dia marah dan langsung memukulimu.”Tutur Clarissa dengan wajah cemas.
Tangan Rhivi gemetar menerima panggilan telfon itu, sementara kedua sahabatnya itu hanya memperhatikannya dengan perasaan was-was.
“Ha-Hallo.!”
“Dari mana saja kau.?Kenapa pesanku tidak dibalas ah.?”Kata suara dari balik ponsel milik Rhivi
“I.-itu.Ta.-di aku dari toi-let.”
“Bisakah kau bicara secara normal.?Aku akan menjemputmu sepulang sekolah nanti, tunggu aku dan jangan coba-coba untuk kabur. Mengerti.”
“Ya. Aku mengerti.”Rhivi menutup ponselnya
“Apa yang dikatakannya.?”Tanya Mozha
“Argh. Aku bisa gila. Dia akan menjemputku sepulang sekolah nanti. Apa yang harus aku lakukan sekarang.?”Rhivi mondar mandir seperti strikaan.
“Sebaiknya kau turuti saja keinginannya. Aku heran dari mana Leon bisa mendapatkan nomor ponselmu.”Kata Clarissa
“Itu Anu. Aku yang memberikannya pada Marcian.”Tutur Mozha merasa bersalah
“Apa.?Dengar Mozha, kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Marcian secepatnya. Mereka itu anggota gengster, aku tidak mau kalian terlibat masalah dengan mereka.”Terang Clarissa
“Tapi.?”
“Ini untuk kebaikanmu. Kau akan mendapatkan masalah jika masih bersamanya. Percayalah padaku.”
Mozha memperhatikan kedua sahabatnya satu persatu.”Baiklah. Aku akan membicarakan hal ini pada Marcian.”
“Dengar mozha akhiri saja hubungan kalian secepatnya atau kau akan menyesalinya nanti.”Clarissa menegaskan Mozha untuk memutuskan hubungannya dengan Marcian.
“Baiklah.”Wajah Mozha terlihat begitu pasrah, tidak bisa menolak permintaan Clarissa.
“Clarissa, aku rasa mozha tidak perlu mengakhiri hubungannya dengan marcian. Mereka saling mencintai.”Rhivi melihat kesedihan diwajah mozha meski teman baiknya itu mencoba untuk menutupinya dari mereka berdua.
“Tidak perduli apakah mereka saling mencintai atau tidak, mereka tetap harus putus. Aku tidak ingin kedua sahabatku terseret dalam bahaya karena marcian dan teman-temannya. Dengar rhivi ini juga berlaku untukmu. Bagaimanapun caranya kau harus menjauh dari leon.”
“Clar, ini tidak adil untuk mozha. Permasalahanku dan leon tidak ada hubungannya dengan mereka.“Clarissa tidak perduli dengan semua perkataan rhivi, calarissa mempercepat langkahnya meninggal kedua sahabatnya.”Mozha, maafkan aku karena aku. Hubungan kalian jadi terancam.”
“Ini bukan salahmu, bodoh. Aku rasa clarissa ada benarnya, clarissa bersikap seperti ini karena dia khawatir sesuatu yang buruk menimpa kita. Aku akan melakukan hal yang sama seandainya aku menjadi clariss.”Mozha berusaha membuat rhivi tenang dan tidak merasa bersalah atas apa yang terjadi pada hubungannya dan mercian
nanti.
==================
Leon tersenyum kecil menutup ponselnya, ketiga sahabatnya merasa aneh dengan perubahan sikap Leon hari ini.
“Emmmh. Sepertinya kau senang sekali hari ini Leon.”Sindir Marcian
“Barusan kau bicara dengan siapa.?Tidak biasanya kau menghubungi seorang wanita selain kakakmu.”Kata Devant
“Rhivi.”Jawab Leon singkat seperti biasanya
“Rhivi.?Tunggu dulu. Bukankah dia temannya Mozha.?”Ujar Marcian
“Ya. Apa ada masalah.?”Leon menatap mereka satu persatu
“Ah tentu saja tidak. Tapi sejak kapan kalian berdua menjadi begitu dekat.?Hey apa kalian .?”Marcian menghentikan ucapannya
“Bukan urusan mu dan ini tidak ada hubungan sama sekali denganmu. Mengerti. Minggir kau menghalangi jalanku Brengsek.”Leon mendorong Marcian ketepi meninggalkan mereka yang masih dipenuhi kebingungan akan hubungan Leon dan Rhivi.
Flashback...
Seorang anak laki-laki berlutut didepan pagar rumahnya sendiri sambil memegang kedua telinganya, anak laki-laki itu mendapatkan hukuman dari sang ayah karena bocah itu berkelahi lagi disekolahnya. Seorang anak prempuan turun dari dalam mobil, melihat anak laki-laki itu terluka segera membuka tasnya mencari kotak obat yang selalu dibawanya kemana-mana. anak prempuan itu menghampiri anak laki-laki itu.
“Ini.”Anak prempuan itu memberikan kotak obat itu kepada anak laki-laki yang berlutut itu.”Kamu terluka, kamu harus mengobati lukamu.”
“Sayang, ayo masuk. Sebentar lagi akan turun hujan.”Teriak Seorang Wanita separuh baya
“Iya bu, aku akan kembali.”Teriak anak prempuan itu, anak prempuan itu menatap nanar kearah bocah laki-laki tersebut.”Maaf aku tidak bisa membantumu mengobati lukamu, ibuku sudah memanggilku. Cepat obati lukamu dan segera pulang kerumahmu, sebentar lagi akan turun hujan.”
Anak prempuan itu membuka tasnya, mengeluarkan dua buah roti dari dalam tasnya. Anak prempuan itu tersenyum melihat anak laki-laki itu yang masih terpaku dihadapannya. Anak prempuan itu memberikan roti itu kepadanya.
“Ini untukmu. Kau pasti belum makan siang. Aku permisi dulu, ibuku menungguku dirumah.”Anak prempuan itu berdiri.”Jangan lupa untuk mengobati lukamu.”
Anak prempuan itu bergegas pergi dan masuk kedalam rumahnya sendiri yang letaknya tidak jauh dari rumah anak laki-laki itu. Anak laki-laki itu terpesona dengan kebaikan anak prempuan itu, hidungnya bahkan sampai mengeluarkan darah.
“Peri kecil.”Tutur anak laki-laki itu.
Kejadian itu adalah kejadian Leon dan Rhivi berapa tahun silam, saat mereka masih kecil meski Rhivi tidak
mengingatnya lagi namun Leon masih mengingat setiap kejadian itu dengan baik. Sejak bertemu dengan peri kecil itu Leon selalu menunggu anak prempuan itu didepan rumahnya. Selama sebulan Leon menunggu malaikat kecil itu, namun anak prempuan itu tidak pernah mucul lagi. Leon berusaha mencari tahu keberadaannya sampai akhirnya Leon terpaksa ikut sang ayah keluar negeri.
End of flashback.......
Rhivi mengedap-ngendap keluar dari sekolahnya, Ia takut jika bertemu dengan Leon didepan gerbang
sekolah. Saat ini Rhivi bertingkah seperti seorang pencuri amatir yang mencoba kabur dari kejaran polisi.
“Sedang apa kau.?”
Rhivi tersontak kaget mendengar suara yang sangat tidak asing ditelingannya. Leon memperhatikan Rhivi penuh selidik dan curiga.“Tidak sedang apa-apa. Sejak kapan kau ada disini.?”
Leon mendekatkan wajahnya kewajah Rhivi.”Kau ingin kabur dariku.?”
“Tidak. Un-tuk apa aku harus kabur darimu. Kau ini ada-ada saja. Hahaha”
“Bagus jika kau tidak ada berniat kabur dariku. Tapi kenapa kau harus mengedap seperti pencuri.?”Leon melangkah kearah sepeda motor kesayangannya.”Cepat naik. Kau mau berdiri disana sampai kapan ah.?”
Melihat Rhivi yang masih tidak bergeming, membuat tension meter Leon naik satu tingkat. Leon turun dari motornya, kemudian mengangkat tubuh Rhivi yang cukup ringan baginya dan menaruhnya diatas motor seperti meletakkan boneka panjangan dietalase.
“Apa yang kau lakukan Brengsek”Rhivi meninggikan volume suaranya, tapi Leon sama sekali tidak menghiraukannya. Leon menutup kepala gadis itu dengan halm-nya, kemudian kembali menunggangi motor kesayangannya dan bersiap-siap memutar gas.”Tunggu dulu.!”
Leon mengurungi niatnya memutar gas motornya, saat tiba-tiba Rhivi menarik lengannya.
“Apa lagi sekarang.?Apa kau tidak bisa duduk manis tanpa membuatku marah.?”Tanya Leon kesal, biar bagaimanapun Leon bukan Tipe orang yang sabar mengahadapi prempuan.
“Bagaimana denganmu.?Kalau aku memakai helm ini, kau tidak bisa memakainya.”
“Aku tidak perlu memakainya.”Tiba-tiba saja Rhivi membuka helm-nya dan memasangnya dikepala Leon.
”Apa-apaan ini. Cepat lepaskan dan pakai kembali dikepalamu.”
“Aku tidak mau. Aku tidak akan memakainya, lagi pula helm itu milikmu.”
“Aeish. Gadis seperti apa kau ini Hah. cerewet sekali. Dengar aku ini laki-laki tubuhku jauh lebih kuat dari pada tubuhmu. Aku tidak membutuhkannya, cepat pakai.”
“Sudah aku katakan aku tidak ingin memakainya jika kau tidak memakainya juga. Kau juga manusia kau bisa terluka kapanpun.”
“Terserah kau saja.”
Rhivi terkejut, jantungnya berdetak kencang ketika Leon melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Kedua tangannya langsung melingkar dipinggang Leon, Leon tersenyum kecil Rhivi memeluknya. Andai saja dia tidak mengunakan helm, mungkin orang lain akan melihat wajahnya yang merah karena malu. Pelukan Rhivi semakin erat saat Leon menambah kecepatan motornya, Rhivi tidak ingin mati konyol karena ulah Leon.
Rhivi tidak ingin pegangannya terlepas dan tubuhnya terlempar kejalanan. Tanpa terlemparpun gadis ini sudah mati karena jantungan.
“Bedebah berengsek. Pelankan motormu, aku masih belum mau mati.”Teriakan Rhivi sama sekali tidak dihiraukan oleh leon, laki-laki itu mala menambah kecepatannya. Rhivi hanya bisa mengutuk leon dalam hatinya.
====================
Mozha meneguk habis minuman yang ada ditangannya, sambil menatap dingin kearah pemuda yang duduk dihadapannya. Pikirannya dipenuhi oleh Perkataan Clarissa disekolah yang memintanya untuk segera mengakhiri
hubungannya bersama Marcian.
“Dengar Mozha, kau harus mengakhiri hubunganmu dengan Marcian secepatnya. Mereka itu anggota gengster,aku tidak mau kalian terlibat masalah dengan mereka.”
“Bagaimana ini.?Apa yang harus kulakukan. Aku tidak mungkin memutuskan Marcian begitu saja. Huh aku sangat kecewa karena marcian membohongiku, menyembunyikan indentitasnya dariku. Tapi aku sangat mencintainya. Tuhan aku harus bagaimana.?”Batin Mozha
“Mozha, ada apa.?Kau terlihat tegang sekali dan kenapa menatapku seperti itu.?”Marcian nampak risih dengan tatapan Mozha padanya"Apa ada sesuatu diwajahku.?”
“Katakan padaku siapa kalian sebenarnya.?”
“Maksudmu.?Aku tidak mengerti.”
“Jangan pura-pura bodoh. Aku sudah tahu siapa kalian. Kalian adalah gengster.”
Marcian tertawa kecil ketika mendengar ucapan Mozha.”Jadi kamu sudah tahu siapa aku sebenarnya.?”
“Kenapa.?Kenapa kau harus membohongiku.?Kenapa kamu tidak pernah mengatakan hal ini padaku.?”
“Aku sama sekali tidak pernah membohongimu. Kamu tidak pernah bertanya padaku mengenai diriku.”Marcian menatap Mozha, kemudian tertawa kecil melihat raut ketakutan diwajah kekasihnya.”Apa sekarang kau takut padaku, Mozha.?Apa kau akan memutuskan hubungan ini dan pergi dengan laki-laki lain.?”
“Kamu.?Kamu sangat keterlaluan Marcian. Aku menceritakan semua masalahku, rahasiaku dan bahkan kehidupanku padamu. Tapi apa yang kau lakukan padaku. Kamu menyembunyikan indentitasmu dariku.”Mozha
menaikkan volume suaranya.
“Uhhh. Kamu tahu Mozha saat pertama kali kita bertemu dulu.?Saat itu aku sudah menyukaimu bahkan sampai sekarang aku masih menyukaimu. Tidak, aku sangat menyukaimu.”Marcian menggigit bibir bawahnya, mencoba
merangkai kata yang pas untuk Ia bicarakan pada Mozha.”Waktu itu aku pernah bertanya padamu bukan, apa kamu akan menyesal menjadi kekasihku.?Kamu mengatakan bahwa kamu tidak akan pernah menyesal sama sekali. Kamu tidak akan menyesal karna memilihku. Kau bilang kamu menyukaiku tanpa perduli siapa aku. Tanpa perduli latar belakangku. Tapi sekarang kenapa kamu mempermasalahkannya.?”
Mozha mengenggam jemari tangan Marcian, pemuda yang sangat berarti dalam hidupnya. Mozha tahu ucapannya sedikit menyinggung perasaan pemuda tampan ini.”Itu benar. Aku mencintaimu tanpa perduli siapa kamu, tanpa perduli statusmu, tanpa perduli kamu anggota gengster ataupun bukan. Jujur saja, aku sangat kecewa padamu mengenai ini. Tapi aku tidak mempermasalahkannya sama sekali, kamu tahu kenapa.?Karena aku mencintaimu bukan latar belakangmu sebagai seorang gengster. Hanya saja.?Hanya saja saat ini aku takut terjadi sesuatu yang buruk pada Rhivi.”
“Apa maksudmu.?Ada apa dengannya.?”
“Apa kamu tahu kalau Leon memaksa Rhivi untuk menjadi kekasihnya. Musuh kalian mengenali Rhivi sebagai kekasih Leon. Leon menyeret Rhivi kedalam masalahnya. Kalian membahayakan nyawanya.”
“Dengar Mozha.?Aku tahu kau mencemaskan keadaan sahabatmu. Tapi aku percaya bahwa Leon akan menjaganya dengan baik. Leon tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya. Aku tahu kamu tidak akan mungkin percaya dengan ucapanku, tapi yang jelas Leon akan menjaganya dengan baik. Leon tidak akan memaksa Rhivi untuk menjadi kekasihnya tanpa alasan. Leon bisa saja mengacuhkan Rhivi begitu saja ketika musuh-musuh kami mengenalinya, Tapi Leon tidak bisa melakukannya. Kamu tahu kenapa.?Itu karna Leon bukan laki-laki pencundang yang akan lari begitu saja dan membiarka orang lain terseret kedalam masalahnya tanpa melindunginya.”
“Tapi bagaimana jika.?”
“Kamu mencemaskan temanmu itu hal yang wajar, tapi aku melindungi temanku dari perkataanmu yang tidak benar mengenainya. Aku tidak suka kamu berbicara yang bukan-bukan mengenai Leon. Sebaiknya kita tidak perlu bertemu dulu untuk sementara waktu, kamu butuh waktu untuk berpikir. Aku tidak akan memaksamu
untuk tetap bersamaku. Permisi.” Marcian beranjak dari tempat duduknya dan pergi begitu saja meninggalkan Mozha.
“Marcian. Marcian Tunggu.?”Mozha menyesali perkataannya, marcian benar tidak seharusnya ia bicara
yang buruk mengenai leon. Apa lagi ia sendiri tidak begitu mengenal leon dengan baik.”Apa yang harus aku lakukan.?Aku menyesal, mercian tidak akan mau mendengarkan perkataanku.”
Leon menghentikan sepeda motornya disebuah bengkel yang letaknya jauh dari keramaian kota. Rhivi memperhatikan keadaan sekeliling bengkel itu, para pekerja dibengkel itu tersenyum ramah pada Leon. Rhivi mengikuti langkah kaki Leon memasuki bangkel itu. Seorang pemuda yang usianya lima tahun lebih tua dari Leon menyambut kedatangan mereka.
“Akhirnya kau datang juga Leon.”
“Aku tidak suka mengingkari janji.”
Pria itu menatap kearah Rhivi,rhivi merinding melihat tatapan pria itu. pria itu hanya tersenyum kecil melihat
ketakutan dimata Rhivi.”Apa wanita ini kekasihmu.?”
“Ya. Berhenti menatapnya seperti itu, kau membuatnya takut.”Leon memukul kepala pria itu, membuat pria itu mengeram kesakitan.”Tunjukkan padaku dimana motornya. Aku tidak suka menunggu terlalu lama. Cepat tunjukkan padaku.”
“Baiklah.” Pria itu membawa Leon kesebuah ruangan rahasia, dimana hanya pria itu, Leon dan sahabat mereka yang mengetahuinya.
Rhivi nampak ketakutan melihat sorotan mata pria dan wanita yang ada ditempat itu. Tempat itu seperti tempat kutukan untuk Rhivi.
“Leon.?”
“Ada apa.?”
“Bisakah aku menunggumu diluar saja.?Sepertinya mereka tidak menyukaiku”Rhivi menelan ludah memperhatikan
sorotan mata orang-orang yang ada didekatnya, mereka begitu menakutkan.
“Terserah kau saja. Tapi ingat jangan coba-coba untuk kabur dan jangan pergi terlalu jauh. Tempat ini terlalu bahaya
untuk gadis sepertimu.”
“Aku mengerti.”
Leon meninggalkan Rhivi dan kembali menyusul temannya. Rhivi nampak mulai bosan menunggu Leon diluar,
Rhivi memutuskan berkeliling disekitar tempat itu tanpa Leon untuk menghilangkan kebosanannya. Tiba-tiba saja seseorang yang tidak dikenal mendekap mulutnya dan membawanya pergi dari tempat itu. Leon yang baru saja keluar heran tidak melihat Rhivi disana.
“Kemana anak itu.?Apa dia kabur dariku.?”Mata Leon tertuju pada sebuah kertas yang diletakkan diatas
motornya.”Bajingan. Berani sekali kalian menyandera Wanitaku.”
Leon mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi dan bergegas menemui musuh-musuhnya.Leon
mendatangi sebuah bangunan tua bekas rumah sakit yang sudah lama dikosongkan, bangunan itu terlihat begitu mengerikan. Rumput liar tumbuh dimana-mana,cat dinding bangunan itu sudah memudar dan ditumbuhi lumut. Leon masuk kedalam bangunan itu.
“Ternyata kau datang seorang diri.”Ketus seorang pemuda yang pernah Leon pukuli sewaktu ditaman hiburan kemarin malam.
“Dimana Rhivi.?”Leon mencengkram kera baju pemuda itu.
“Tenang Leon. Wanitamu baik-baik saja selama kau menjadi anak yang baik.”
Brukk...bruk...Pemuda itu berserta tiga anak buahnya babak belur dihajar Leon.
“Dimana Rhivi.?”Bentak Leon penuh amarah.”Dimana Rhivi.?”
“Ada dilantai tiga bersama Vico.”
Leon belari menuju lantai tiga tempat dimana Rhivi disandera oleh mereka. Brakk...Leon mendobrak
salah satu pintu yang merupakan bekas ruang perawat. Leon mengumpal tangannya ketika melihat Rhivi bersama Vico dan anak buahnya dalam keadaan tidak sadar.
“Lepaskan dia.!:Teriak Leon
“Eh..Kau bisa semarah ini Leon.Ternyata kau begitu menyukai gadis ini.”Cetuz Vico
Vico membelai rambut Rhivi,membuat tingkat kemarahan Leon naik satu tingkat.
“Jauhkan tanganmu darinya atau aku akan mematahkan tanganmu.”Sorot mata Leon terlihat kebencian terhadap pemuda yang ada didepannya itu.
Vico berseringai lebar melihat ekspresi Leon. Vico memberi isyarat pada anak buahnya untuk mengantikan posisinya menjaga Rhivi.
“Sudah lama aku tidak melihatmu bersemangat seperti ini.”Vico melangkah maju mendekati Leon diikuti lima
pengikutnya. Mereka mengepung Leon yang saat itu esmosinya sedang tidak stabil.
”Aku dengar kau menghajar anak buahku.”
Leon tersenyum menyindir.”Anak-anakmu mengaduh padamu. Memalukan.”
“Rupanya kau masih memiliki kepercayaan diri yang tinggi, hingga kau masih bisa mencibir orang ya.?Aku tidak sabar untuk segera memulai permainan ini.”Leon mempertajam tatapannya kerah Vico yang sedang menghinanya dengan tatapannya.”Tapi lebih baik kita bangunkan gadis itu lebih dulu. Akan lebih asyik jika gadis itu diikut sertakan kedalam permainan kita.”
“Aku akan membunuhmu jika kau berani menyentuhnya.”
“Tenang Leon, aku hanya membutuhkannya sebagai umpan. Bangunkan dia.”
Seorang anak buah Vico menyiram air kearah wajah Rhivi,membuat gadis itu tersadar.
“Leon.?”
Brukkk.....Seseorang memukul Leon dengan kayu dari belakang.
“Leon.?”Teriak Rhivi histris
“Kau lengah Leon.”
Rhivi berusaha untuk berdiri hendak menghampiri Leon, namun keadaanya yang lemah membuatnya terjatuh
kelantai. Leon yang melihat keadaan Rhivi kembali tersulut emosi.
“Bajingan. Aku akan membunuh kalian semua.”
“Habisi dia secepatnya. Selesaikan ini dengan bersih tanpa jejak.”Vico bersama dua orang pengikutnya bergegas
meninggalkan mereka.
Leon kembali bangkit dan membalas serangan mereka padanya dengan brutal. Rhivi menatap Leon dengan penuh ketakutan, ekspresi wajah Leon terlihat begitu mengerikan. Ini baru pertama kalinya bagi Rhivi melihat perkelelahian antar gengster didepan matanya sendiri. Satu-satunya yang ingin Rhivi lakukan adalah
memeluk Leon dan menenagkannya.
“Leon.?”Rhivi menggigit bibir bawahnya yang terluka.
Rhivi menangis melihat leon yang begitu brutal menghajar musuh-musuhnya. Rhivi sadar kenapa Leon
begitu memaksanya untuk menjadikannya kekasihnya. Leon hanya ingin melindunginya dari musuh-musuhnya yang mencoba memanfaatkannya untuk memancing Leon keluar. Seorang pemuda hendak menyerang Leon dari belakang, melihat Leon dalam bahaya Rhivi berusaha bangkit sekuat tenaga. Brukkk...,pemuda itu menghantamkan pukulannya ketubuh Rhivi.
Melihat Rhivi mengeram kesakitan dan tergeletak tidak berdaya dilantai yang kotor, emosi Leon semakin meningkat .Leon semakin brutal menghajar mereka semua tanpa balas ampun. Leon mendekati Rhivi, gadis itu hanya tersenyum kecil menatap Leon. Terlihat jelas diraut wajah Leon bahwa Ia begitu mencemaskan keadaan
Rhivi. Leon mengendong Rhivi dan membawanya pergi dari tempat terkutuk itu.
“Kau terluka.?”
“Lukaku tidak sebanding dengan lukamu.Kau jangan mengkhawatirkan aku.”
“Leon. Apa kau pernah terluka sebelumnya.?”
“Berhenti bicara. Aku akan membawamu kerumah sakit.”
Rhivi mengenggam lengan Leon.”Aku tidak mau kerumah sakit. Aku benci rumah sakit. Aku mohon jangan bawa aku kerumah sakit.”
“Tapi.?”
“Aku mohon Leon. Bawa aku pergi ketempat lain saja. Aku tidak mau kerumah sakit, tempat itu sangat menakutkan untukku. Aku tidak mau pergi ketempat itu lagi. Aku mohon.?”
“Baiklah.Aku akan membawamu ketempatku.”
“Terima kasih.”
“Tidak perlu berterima kasih padaku. Aku yang menyebabkan mu terluka seperti ini. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan..”
Leon mengabulkan keinginan Rhivi yang tidak ingin pergi kerumah sakit. Leon membawa Rhivi ke basecamp miliknya dan teman-temannya.
-**** -**--**
Devant bergegas menuju lantai bawah untuk membuka pintu, Devant begitu terkejut melihat Leon dan Rhivi dalam keadaan terluka.
“Leon apa yang terjadi dengan kalian berdua.?”
Tanpa memperdulikan pertanyaan Devant, Leon membawa Rhivi masuk. Leon meletakkan tubuh Rhivi diatas tempat tidur. Alvian menghubungi dokter pribadi mereka untuk datang meriksa keadaan mereka berdua didalam. Leon masuk kedalam menemui Rhivi yang tertidur pulas, Leon mengenggam jemari tangan Rhivi. Leon teringat ucapannya lima menit yang lalu bersama dokter pribadi mereka.
“Bagaimana keadaannya dok.?”
“Saat ini dia sedang tertidur. Tulang rusuknya patah akibat pukulan yang begitu keras. Ini resep obatnya, pastikan ia meminumnya.”
Leon membelai wajah rhivi.“Maafkan aku.?”
.....*0o0*.....
“Rhivi tidak bersamaku. Ayahnya juga menghubungiku menanyakannya.?”Tutur Mozha
“Kemana perginya anak keras kepala itu.Tidak biasanya Rhivi meninggalkan ayahnya seperti ini tanpa memberi kabar pada ayahnya.”Clarissa menjatuhkan tubuhnya diatas tempat duduknya.”Atau jangan-jangan dia dalam bahaya. Bukankah kemarin dia pergi bersama Leon.?”
Mozha diam tanpa mengubris prasangka buruk Carissa terhadap Leon, sebenarnya Mozha juga memikirkan hal yang sama seperti Carissa,namun hal itu ia buang jauh-jauh dari pikirannya mengingat ucapan Marcian padanya dikafe kemarin siang.
“Dengar mozha. Aku tahu kau mencemaskan keadaanya.Tapi aku percaya bahwa Leon akan menjaganya dengan baik.Leon tidak akan membiarkan siapapun menyakitinya.Aku tahu kau tidak akan mungkin percaya dengan ucapanku,tapi yang jelas Leon akan menjaganya dengan baik.Leon tidak akan memaksa Rhivi untuk menjadi kekasihnya tanpa alasan.Leon bisa saja mengacuhkan Rhivi begitu saja ketika musuh-musuh kami mengenalinya,Tapi Leon tidak bisa melakukannya.Kau tahu kenapa.?Itu karna Leon bukan pemuda pencundang
yang akan lari begitu saja dan membiarka orang lain terseret kedalam masalahnya tanpa melindunginya.”
“Mozha.?”
“Ya. Ada apa.?”
“Kau tidak dengar apa yang ku bicarakan.?”
“Maaf.?”
“Apa hari ini Rhivi tidak masuk sekolah.?”Tanya seorang pemuda yang mereka kenal
“Trent.?”Ujar Clarissa dan Mozha serentak. mereka berdua tidak percaya Trent akan mencari Rhivi, pada hal hubungan mereka tidak begitu dekat
“Aku tidak melihat Rhivi hari ini, apa dia tidak masuk sekolah.?”Trent menatap mereka dengan sorot mata tajamnya
seperti biasanya.
“Rhivi tidak masuk sekolah hari ini, jangan tanyakan kenapa. Karena kami juga tidak tahu kenapa dia tidak masuk hari ini.”Mozha menghenyitkan dahi melihat Trent yang sedikit khawatir akan kondisi Rhivi.
“Berikan nomor ponselnya padaku.?”Trent merampas ponsel yang ada ditangan Carissa dan mengotak-atik ponsel milik Carissa, setelah mendapatkan apa yang dicarinya Trent langsung mengembalikan ponsel itu pada Carissa.”Beritahu aku kalau Rhivi menghubungi kalian.”
Trent meninggalkan kedua gadis itu, mereka menatap heran kepergian Trent. Untuk apa Trent menanyakan Rhivi, bukankah mereka tidak pernah saling bicara selama ini.
“Ada apa dengannya.?apa dia perduli dengan keadaan Rhivi.?”Ujar Mozha
“Kenapa tidak kau tanyakan langsung padanya.”Cetus carissa
“Aku tidak ingin berdebat denganmu. Saat ini keadaan Rhivi jauh lebih penting dari pada berdebat denganmu.”
“Hubungi terus ponselnya.”
“Aku sudah mencobanya lebih dari seribu kali.”
“Bagus.”
“Menyebalkan. Kemana sebenarnya anak itu, ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Argh terserah, aku tidak mau
memperhatikannya.”
-
-
Rhivi membuka matannya memperhatikan keadaan sekelilingnya, tempat yang belum pernah ia lihat bahkan didalam mimpi sekalipun.
“Dimana ini.?Ini bukan kamarku.?”Batin Rihivi
Rhivi melangkahkan kakinya keluar dari kamar, Rhivi memperhatikan sekelilingnya dia sama sekali tiak mengenal tempat ini. Rhivi menuruni anak tangga satu persatu. Marcian yang baru saja kembali dari belanja melihat Rhivi menuruni anak tangga satu persatu.
“Kau sudah sadar.?”
Ketiga sahabatnya membalikkan badan mereka.
“Kalian.?”Leon berdiri, menghampiri Rhivi dan membantu Rhivi berjalan. Rhivi tersenyum pada mereka.“Apa ini rumah kalian.?”
“Ya. Bisa dibilang begitu. Tempat ini sudah seperti rumah bagi kami. Kapanpun kau bisa kemari.”Terang Devant.”Bagaimana keadaanmu.?”
“Sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.”Rhivi menatap Leon.”Apa lukamu sudah diobati.?”
“Ya.”Jawab Leon datar
“Kau terlihat lelah, apa kau tidak tidur semalaman.?”
“Aku akan membuatkan makanan untuk mu.?”Leon beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan mereka, sebelum gadis itu mengetahui semuanya dan membuatnya malu.
“Kau tidak perlu mencemaskannya. Leon tidak pernah tidur dimalam hari tanpa bantuan obat tidur. Sejak kecil anak itu menderita insomnia angkut.”Kata Marcian.”Leon begitu mencemaskanmu. Aku harap kau tidak meninggalkan Leon walau apapun yang terjadi nanti. Leon sangat menyayangimu, entah bagaimana bisa itu terjadi, tapi yang jelas dia begitu perduli padamu. Ini pertama kalinya aku melihat Leon begitu mencemaskan seorang wanita selain kakak prempuannya.”
Rhivi menemui Leon yang sibuk menyiapkan makanan untuknya didapur.
“Leon.?”
“Untuk apa kau kemari.?Kau harus banyak istirahat.”Leon mengendong Rhivi dan meletakkannya diatas meja.
“Aku baik-baik saja, kau tidak perlu mencemaskanku.”Rhivi menahan tangan Leon ketika Leon hendak pergi.”Terima kasih karena sudah menolongku. Maaf sudah merepotkanmu.”
“Aku sama sekali tidak merasa direpotkan. Aku akan melakukan apapun demi melindungimu, aku tidak mau
kehilanganmu.”Wajah Rhivi mendadak berubah merah seperti tomat mendengar ucapan Leon. Leon mendekatkan wajahnya kewajah Rhivi, saat bibir mereka hendak bersentuhan tiba-tiba saja Marcian muncul.
“Uphs..maaf.aku tidak tahu kalau.?”Leon menatap Marcian dengan tatapan membunuh.“Baiklah. Aku keluar.”
Rhivi tertawa melihat tingkah mereka berdua, tiba-tiba Rhivi berteriak membuat semua orang menemuinya didapur. Mereka semua bingung melihat Rhivi yang terlihat begitu panik.
“Ada apa.?Apa Leon menyakitimu.?”Tanya Alvian
“Apa yang kau lakukan padanya.?Kau tidak lihat kondisinya masih belum pulih.?”Ujar Devant
“Aku tidak melakukan apapun padanya.”Kata Leon ketakutan
“Jika kau tidak melakukan apapun dengannya. Kenapa dia berteriak seperti itu. Leon kau tidak memintanya untuk.?Ah Leon, kau harus mengendalikan dirimu setidaknya sampai kondisinya pulih. Kenapa kau harus terburu-buru.”Tutur Marcian
Leon melempar sendok makan yang ada diatas meja kerah Marcian.”Singkirkan pikiran kotormu itu. Aku tidak melakukan apapun padanya.”
“Leon benar. Tidak terjadi apa-apa diantara kami.”Sambung Rhivi
“Lantas kenapa kau berteriak.?”Ujar Alvian bingung
“Ah. Itu karena. Karena aku tidak menghubungi ayahku. Ayahku pasti mencemaskanku sekarang. aku harus pulang sekarang juga.”
“Apa kau selalu berteriak seperti ini, jika kau teringat akan sesuatu.?”Tanya Alvian
“Ah kau ini.”Leon memukul pundak Rhivi, Rhivi meringis kesakitan.”Apa kau baik-baik saja.? Apa aku memukulmu terlalu kuat.?”
“Kau ingin membunuhku ah.?”Teriak Rhivi
“Kalian berdua ini sangat merepotkan.”Cetuz Devant.”Jika terus bersama kalian bersikap seperti ini, lama-lama aku bisa gila.”Devant melangkah pergi meninggalkan mereka berdua diikuti oleh Alvian dan Marcian.
"Apa yang kau lihat.?Berikan ponselku, aku harus menghubungi ayah."Rhivi mendesis kesal melihat Leon yang diam mematung, Rhivi tidak dapat membayangkan seperti apa kemarahan ayahnya nanti saat ia kembali kerumah, bisa-bisa sang ayah akan langsung mengorengnya hidup-hidup.
"Sepertinya keadaanmu sudah membaik, kau tidak perlu menghubungi ayahmu. aku yang akan mengantarmu pulang untuk menemuinya."Leon tersenyum kecil kemudian pergi meninggalkan Rhivi, Rhivi hanya berteriak melihat kepergian Leon.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!