(Cover by Pinterest)
“Arka kau di mana? Kau tak mungkin lupa ‘kan kalau hari ini hari pernikahan kita,” gumam Amey yang merupakan calon pengantin wanita.
Suara riuh menggelegar di gedung besar itu. Pasalnya sudah lebih dari satu jam Amey bersama dengan orang-orang terdekatnya berada di Gereja. Pendeta pun sudah lama menunggu kedatangan calon mempelai pria. “Nona Amey, berapa lama lagi Tuan Arka tiba?” tanya Pendeta.
“Sedikit lagi Pak pendeta. Saya sudah beberapa kali menghubunginya namun tak ada jawaban. Mungkin dia sedang dalam perjalanan,” ujar Amey tak enak hati.
Sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan Gereja. Seorang pria blasteran bertubuh tinggi, tegap dan atletis, memiliki hidung yang mancung, dagu yang lancip, alis yang tegas, memasuki ruangan itu bersama kedua orangtuanya. Dialah Arsen, pria asing yang akan menjadi suami Amey, tanpa diketahui wanita itu. Arsen berjalan sambil mengunci setelannya. Mimik Arsen begitu dingin dan datar. Matanya memerah karena habis menangis.
Amey yang melihat calon suaminya yang berjalan ke arahnya pun memasang senyum semringah. Jantungnya berdebar-debar tak karuan. Senyum lebar di lemparkannya pada Arsen yang menatapnya tanpa ekspresi. Ketika Arsen hendak mendekati Amey, gadis itu langsung menarik lengan Arsen menuju altar tempat Pendeta bertumpu. “Aku menunggumu begitu lama! Pak Pendeta pun sudah lama menunggumu,” rengek Amey.
Arsen yang menerima perlakuan Amey sontak kaget, ia sempat menepis tangan Amey, namum seketika itu ia menyadari bahwa saat ini ia sedang melakoni peran menjadi Arka, kembarannya yang telah wafat. Arsen mendengus dan terpaksa membiarkan Amey menarik lengannya.
“Tuan Arka dan Nona Amey, apa kalian telah siap?” tanya Pendeta.
Amey mengangguk dengan sangat cepat, sedangkan Arsen masih dengan ekspresinya yang datar. Amey menyenggol lengan Arsen memberi kode bahwa pria itu harus menjawab pertanyaan Pendeta. Arsen pun mengangguk dengan kaku.
Acara Pemberkatan Nikah yang kudus pun dimulai. Para hadirin yang berada dalam ruangan itu tersenyum bahagia. Namun tidak untuk kedua orang tua Arsen. Tentu saja mereka tidak dapat tersenyum setelah mengalami kehilangan anak yang sangat mereka sayangi. Helen dan Michael yang melihat Arsen dan Amey berada di altar, meneteskan cairan di pupil mata mereka. “Seharusnya yang mendampingi Amey di pelaminan adalah Arka, bukan Arsen. Tapi bagaimana pun juga ini adalah permintaan terakhir Arka,” gumam Helen tersedu.
Jika bukan karena permintaan Arka, maka Arsen tidak akan berdiri mendampingi Amey. Jika Arka tidak meninggal maka, Arsen tidak akan terjebak dalam pernikahan yang sama sekali tidak diingininya. Demi memenuhi permintaan terakhir kembarannya, maka Arsen pun pasrah bahwa dirinya menikahi gadis yang tidak dicintainya.
***
Pengenalan Karekter
Arsen dan Arka. Si kembar tampan yang memiliki darah campuran Indonesia – Amerika Serikat, alias blasteran. Ayah dari Arsen dan Arka asli berasal dari negara yang dijuluki sebagai Negeri Paman Sam, sedangkan ibu dari kembar itu asli berasal dari negara yang dijuluki sebagai Zamrud Khatulistiwa, alias Indonesia.
Mereka lahir tiga puluh dua tahun yang lalu. Arsen yang lebih dulu keluar dari rahim ibunya sehingga ia yang lebih tua dari Arka. Wajah kedua pun sangatlah mirip sehingga sangat susah dibedakan. Sebuah tanda lahirlah yang dapat membedakan keduanya. Arsen memiliki bercak Mongolia berwarna coklat dibagian bokong sebelah kanan, sedangkan Arka berwarna abu-abu dibagian bokong sebelah kiri. Hanya Helen dan Michael yang dapat membedakan anak kembar mereka.
Seiring berjalannya waktu sifat mereka mulai tampak berbeda, sehingga orang dapat membedakan mana Arsen dan mana Arka. Ketika keduanya berumur lima tahun, keluarga Winston pindah di Indonesia. Michael mulai mendirikan perusahaan cabang di Indonesia. Perusahaan itu berkembang pesat setelah insiden pernikahan Arsen dan Amey.
Pernikahan itu membawa keberuntungan bagi WS Group cabang Indonesia, apa lagi saat Arsen yang mulai menanganinya, sehingga Michael memutuskan untuk menjadikan perusahaan WS Group yang ada di Indonesia sebagai induk perusahaan, yang sebelumnya terletak di Kota New York, tempat kelahiran Keluarga Winston.
Arsen Winston
Pria tampan perfeksionis yang menuntut segala sesuatu harus sempurna. Orang-orang mengenal ia sebagai pria yang kejam, kaku dan dingin. Ia bisa berlaku kasar terhadap siapa pun tak terkecuali wanita yang membuatnya naik pitam. Walaupun sifatnya seperti itu, banyak wanita yang berbondong-bondong mendekatinya. Tentu saja karena ia bule tampan dan bergelimang harta. Namun sama sekali pria ini tak tertarik dengan wanita mana pun. Dia membutuhkan wanita hanya sebatas pemuas ***** belaka. Arsen tidak mengenal cinta. Ia memiliki hati yang beku bagai es balok. Karena pada saat ia berumur dua puluh tahun, ia mulai mengambil alih perusahaan WS Group yang ada di Kota New York. Sehingga membuat ia terpisah dari keluarganya. Itulah salah satu alasan mengapa sifatnya begitu dingin.
Arka Winston
Kembaran Arsen. Di mata wanita, Arka bagaikan malaikat yang tak bersayap. Selain tampan dan berkarisma ia memiliki sifat yang ramah, sopan dan lembut sehingga membuat wanita mana pun yang dekat dengannya merasa nyaman dan ingin memiliki pria bule itu seutuhnya. Tapi sayangnya Arka telah memilih seorang wanita yang akan mendampinginya di pelaminan. Dialah Amey. Namun kerena sebuah peristiwa, maka Arka menyuruh Arsen untuk menggantikannya mendampingi Amey di pelaminan.
Amey Agatha
Gadis yatim piatu yang hanya memiliki seorang Nenek dari latar belakang keluarga yang berkecukupan. Amey berasal dari panti asuhan dan ketika ia berumur lima tahun ia di adopsi oleh seorang wanita paruh baya berumur lima puluh tahun. Saat ia menyelesaikan pendidikan strata satunya, ia memutuskan untuk bekerja di hotel milik keluarga Winston dengan jabatan sebagai Manajer Umum. Amey memiliki perawakan yang cantik dan mempesona. Tak hanya itu ia wanita cerdas, tegas, periang murah senyum dan sedikit keras kepala. Karena sifatnya itu, maka CEO WS Group, Arka Winston menaruh hati padanya. Selama satu tahun mereka menjalin hubungan dan pada tahun dua ribu dua puluh tepatnya bulan yang kedua mereka memutuskan untuk menghalalkan hubungan mereka dengan menikah.
Sinopsis Singkat
Siapa yang dapat menyangka kalau di hari spesial itu terjadi sebuah peristiwa yang mengejutkan. Di mana calon mempelai pria, Arka Winston harus mengakhiri hidupnya karena menderita penyakit kanker otak stadium empat, tanpa diketahui calon istrinya, Amey Agatha. Karena kejadian pahit itu sehingga menyeret Arsen, kembaran Arka terjebak dipernikahan tanpa cinta.
Karena pesan terakhir Arka sebelum ia memejamkan mata untuk selama-lamanya, membuat Arsen tidak enak hati dan terpaksa memenuhi permintaan Arka untuk menggantikannya menikahi Amey. Walaupun awalnya Arsen menolak, tapi melihat keadaan Arka yang kritis sehingga membuat Arsen mengiyakannya dengan terpaksa.
Gadis itu tidak tahu jika calon suaminya telah meninggal dunia. Lebih parahnya lagi gadis itu menyangka bahwa laki-laki yang mendampinginya di pelaminan adalah Arka, lelaki yang sangat dicintainya. Tapi nyatanya tidak seperti itu. Yang menikahinya adalah Arsen kembaran Arka. Pria kasar, kaku dan dingin yang akan hidup berdampingan dengannya seumur hidup.
To be continued …
LIKE, KOMEN, VOTE 😘
Visual by Pinterest 👇👇
(Arsen Winston)
(Arka Winston)
(Amey Agatha)
(Kaisar Stoner)
(Jayden Smith)
(Mark Asisten pribadi Arsen)
Maafkan author jika visualnya gk sesuai dengan keinginan readerrssss 🙏🏼 karena author sukanya halu pria bule-bule gitooooh wkwk 😍😍😍 readerss juga bisa ngehalu pria idaman kalian hehehhe ❤️❤️
Hayy readerssss ❤️ Sebelum lanjut jangan lupa RATE, LIKE, KOMEN dan VOTE 🤗 Author bukan apa-apa tanpa dukungan kalian 🙏🏼
Selamat membaca 😘
__________________________________________________
(Dua jam sebelum pernikahan)
Hari pernikahan merupakan hari yang sangat berbahagia bagi dua insan yang saling mencintai. Di sebuah gedung yang sangat mewah milik keluarga Winston telah dihias dengan kembang berwarna putih dan merah disertai dengan lampu sorot LED warna-warni yang menghasilkan pencahayaan yang begitu indah dan mengagumkan jika di pandang mata.
Hari Minggu, tanggal dua bulan Februari tahun dua ribu dua puluh adalah hari pernikahan Arka dan Amey. Sengaja keduanya memilih tanggal dua karena itu juga merupakan tanggal lahir Amey. Dan hari ini pukul empat sore akan diteguhkan dalam nikah yang kudus sepasang kekasih yang saling mencintai di Gereja Katedral, Jakarta pusat.
Dua hari sebelum menikah, Arka dan Amey tidak lagi bertemu. Karena itu merupakan suatu adat keluarga Winston, di mana dua hari sebelum melepas lajang, sepasang kekasih di berikan kesempatan untuk menginstrospeksi diri, merenungi akan suci dan kudusnya sebuah pernikahan yang bukan merupakan suatu permainan belaka.
Arka sangat mencintai gadis yang sering disapa Amey, sehingga apa pun keinginan Amey pasti dipenuhi Arka. Saking sayangnya Arka pada calon isterinya itu maka ia tidak ingin Amey terluka ataupun mengeluarkan air mata satu tetes pun. Sehingga Arka memutuskan untuk menyembunyikan penyakit kanker otak stadium akhir yang dideritanya.
Siang itu di kediaman keluarga Winston, telah berkumpul Arka, Michael dan Helen. Mereka sedang menunggu seseorang yang tak kalah penting dalam keluarga Winston. Dia adalah Arsen Winston, kembaran Arka. Arsen sedang berada dalam perjalanan dari New York, Amerika Serikat menuju Jakarta menggunakan jet pribadi miliknya sehingga hanya memerlukan waktu dua belas jam saja.
“Pa, Ma?” panggil Arka.
“Ada apa Sayang?” tanya Helen.
“Bagaimana perasaan kalian di saat mendekati hari pernikahan kalian?” tanya Arka gugup.
Michael dan Helen saling menatap dan terkekeh. “Arka, apa yang kau rasakan, hah?” tanya Michael.
“Aku gugup Pa,” tutur Arka memerah.
Mereka bertiga saling pandang sembari terbahak. Tak lama kemudian Arka mulai memegang kepalanya yang mulai berdenyut perlahan. Ia menggelengkan kepalanya dengan cepat, berharap nyeri yang ia rasakan akan menghilang. Arka melihat kedua orangtuanya yang sedang tertawa gembira, sehingga membuat ia tak enak hati mengatakan kalau kepalanya kembali merasakan nyeri.
Arka tidak memperdulikan rasa sakit yang ia rasakan saat ini. Ia ikut terbahak bersama kedua orangtuanya. Namun tiba-tiba, Michael dan Helen berhenti tertawa dan memasang wajah panik saat melihat wajah Arka. “Sayang, hidungmu berdarah,” ketus Helen kawatir.
Dengan segera Arka menyekanya dengan sapu tangan yang ditarik dari saku celananya. “Tidak apa Ma, ini hanya mimisan biasa,” tutur Arka menenangkan Helen. “Sebentar, Arka bersihkan dulu,” beranjak dari duduknya dan segera menuju lantai dua di mana kamarnya berada. Ketika Arka mulai menaiki anak tangga satu persatu, tiba-tiba pandangannya menjadi dua alias berbayang-bayang.
Helen dan Michael yang memandangi dari belakang punggungnya, terlihat sangat kawatir. “Pa, Mama takut dengan kondisi Arka saat ini. Mama rasa penyakitnya mulai bertambah parah,” ucap Helen dengan pias.
“Kapan terakhir Arka kontrol ke Dokter Ma?” tanya Michael.
“Kalau tidak salah dua bulan lalu Pa.”
“Itu sudah sangat lama Sayang. Papa juga kawatir dengan kondisi Arka.”
Sementara keduanya berbincang mengenai kondisi anak mereka, sebuah suara seperti benda jatuh yang sangat keras terdengar dari lantai dua rumah Winston. Michael dan Helen saling menatap dengan terbelalak. “Ma, Arka!” teriak Michael dengan lantang.
Tanpa berpikir panjang lagi keduanya langsung berlari menuju kamar Arka. Badan Helen terasa lemas sehingga dia berjalan pontang-panting menyusul Michael yang telah lebih dahulu berlari mendapatkan Arka. Betapa terkejutnya Michael saat melihat Arka telah tergeletak di lantai dengan lumuran darah di hidungnya. Michael segera menghubungi dokter keluarga Winston untuk menjemput Arka yang sudah tak sadarkan diri.
***
Di rumah sakit
“Ma, apa kau sudah menghubungi Arsen?” tanya Michael.
“Sudah Pa. Arsen sudah berada di Jakarta. Mungkin sedikit lagi dia tiba di rumah sakit ini,” jelas Helen.
Kedua orangtua Arka, menunggu di ruang tunggu sambil berpelukan. Helen sedari tadi tak berhenti mengeluarkan air matanya. Michael yang melihat isterinya yang bersedih kini mengeratkan pelukan sembari mengusap lembut punggung Helen. Wanita paruh baya itu menyandarkan kepala di dada suaminya dengan terisak.
Seorang pria tampan berdarah blasteran, tinggi dan memiliki postur tubuh atletis, belari dengan terengah-engah menuju Michael dan Helen yang sedang duduk di ruangan tunggu.
“Papa, Mama,” panggil Arsen yang merupakan saudara kembar Arka.
“Arsen, Sayangku,” beranjak dari duduk dan mencium pipi Arsen. Di susul Michael mengecup pipi Arsen.
“Ada apa dengan Arka, Ma?” tanya Arsen tak kalah kawatir.
“Penyakit adikmu kambuh Nak,” ucap Helen terisak.
Arsen terperanjat. Mimik wajahnya memperlihatkan kalau pria blasteran itu sedang bersedih. Sesaat kemudian, seorang Dokter bersama tenaga medis lainnya, menghampiri keluarga Winston. “Pak Mic, bersama keluarga. Arka sudah siuman, tapi…”
Ketiganya langsung menyambar Dokter itu dan segera masuk ke dalam ruangan ICU tanpa mendengarkan kalimat selanjutnya dari Dokter tersebut. Para tenaga medis yang melihat itu hanya menunduk tak bergeming. Dokter itu menarik nafasnya panjang dan menghembuskan dengan kasar. “Semoga kalian mengiklaskannya,” gumam Pedro yang merupakan Dokter keluarga Winston.
Di dalam ruangan ICU.
“Arka sayang, apa kau tidak apa-apa Nak?” tanya Helen memegang tangan Arka.
Arka tak menjawab pertanyaan Helen dan malah melemparkan pertanyaan. “Mama, di mana Arsen, saudara kembarku?”
Arsen melangkah lebih dekat sehingga Arka bisa melihat wajah Arsen dengan jelas. “Ars, aku kira kau tak akan datang di hari spesialku,” goda Arka.
“Jika aku tahu kau akan sakit seperti ini, aku tak akan datang,” ucap Arsen dingin.
Arka tersenyum dan kemudian disusul Arsen. Keduanya saling pandang dan tersenyum.
Arsen dan Arka adalah saudara kembar yang saling menyayangi. Walaupun Arsen memiliki sifat yang dingin dan cuek, tapi jika pada Arka kembarannya, ia pasti akan bersifat hangat.
“Sebentar lagi kau akan menjadi om-om,” tutur Arsen terkekeh pelan.
Mendengar itu senyuman Arka perlahan memudar, ia manatap Arsen lekat. “Arsen, kau tahu kalau aku sangat menyukaimu,” ucap Arka. “Menikahlah dengan Amey. Maka aku akan pergi dengan tenang,” kata Arka lagi.
“Peffftt bwuhahaha,” terbahak. “Arka, apa yang sebenarnya ingin kau katakan, hah?” tanya Arsen penasaran.
Arka memegang tangan Arsen, “Gereja Katedral, Jakarta pusat pukul empat sore, adalah waktu pemberkatan nikahku bersama Amey. Ku mohon datanglah, dan gantikan aku,” ucap Arka meneteskan air mata.
Mendengar ucapan Arka, Arsen melempar tangannya dengan sangat keras, “Kau mulai bicara omong kosong, Arka,” ketus Arsen geram.
Arka memegang kepalanya kembali karena mulai merasakan nyeri yang teramat sakit. Kali ini nyeri itu merambat sampai pada organ tubuhnya yang lain, sehingga membuat badannya menggeliang hebat. Melihat tingkah Arka, keluarganya pun mulai kawatir dan panik.
“Arka, sadarkan dirimu!” teriak Arsen.
“Ars, saudara kembarku, dengarkan aku. Aku mohon. Menikahlah dengan Amey. Jagalah dia dengan sepenuh hatimu, lindungilah dia seperti kau melindungi dirimu sendiri. Aku akan pergi dengan tenang dan bahagia, jika kau menerima permintaan terakhirku ini,” ucap Arka dengan nafas yang mulai menghilang secara perlahan.
“Arka! Jangan bicara yang tidak masuk akal! Gadis itu adalah milikmu. Kau yang harus bersamanya di pelaminan. Membangun keluarga dan hidup bahagia bersamanya,” ucap Arsen dengan geram dan mulai menitikan air mata.
“Sayangilah dia, melebihi dirimu sen--” tak dapat lagi menyelesaikan kalimatnya. Nafas Arka berhembus untuk terakhir kalinya. Ia telah mengakhiri pertandingan hidupnya.
Michael, Helen dan Arsen berteriak memanggil nama Arka dan menggoncang tubuh Arka yang sudah tak bernyawa. Arsen mengepalkan tangannya dengan erat. Wajahnya memerah sehingga mengeluarkan urat-urat berwarna hijau di leher putih miliknya.
To be continued ...
LIKE, KOMEN, VOTE 😘
“Tuan Arka Winston, apakah Anda bersedia menjadikan Nona Amey Agatha sebagai istri sah Anda, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit, setia menemaninya, dan senantiasa mencintainya sampai akhir hayat?”
Arsen terdiam saat Pendeta mulai bertanya. Lagi-lagi Amey menyenggol lengannya. Arsen tersadar dari lamunannya. “Aku bersedia,” ucapnya ragu.
Pertanyaan pun beralih pada pengantin mempelai wanita. “Nona Amey Agatha, apakah Anda bersedia menjadikan Tuan Arka Winston sebagai suami sah Anda, baik dalam keadaan kaya ataupun miskin, sehat maupun sakit, setia menemaninya, dan senantiasa mencintainya sampai akhir hayat?”
“Aku bersedia,” ketus Amey dengan suara yang bergetar menahan tangis haru.
Keduanya mulai bertukar cincin. Setelahnya mereka diarahkan Pendeta untuk berlutut menerima tumpangan tangan sambil Pendeta mengucapkan berkat.
Keduanya kembali berdiri dan saling menghadap. Pendeta kembali mengarahkan keduanya untuk saling memberikan ciuman tanda kasih sayang. “Tuan Winston dan Nyonya Winston, sekarang kalian telah sah menjadi keluarga. Jemaat sebagai saksi pernikahan kalian. Silahkan Tuan Winston memberikan ciuman tulus untuk istri Anda.”
Wajah tanpa ekspresi Arsen menatap wajah Amey yang tersenyum bahagia dengan cairan kecil yang berjatuhan di pipi Amey. Arsen memaut dagu Amey dan mulai menancapkan ciuman di bibir tipis itu. Hanya beberapa detik saja Arsen langsung menarik wajahnya menjauh dari wajah Amey. Ia mengusap bibirnya dan kembali memasang raut datar.
Amey yang menerima ciuman kasar dari Arsen kini mencibir. Ia memasang raut kecewa karena tidak biasanya lelaki itu melakukan ciuman yang tidak lemah lembut.
Kini pria yang telah sah menjadi suaminya, bukanlah pria yang dikenal Amey. Wajahnya saja yang terlihat mirip tapi sifatnya jauh berbeda. Arsen bukanlah Arka yang hangat. Tapi lelaki yang teramat dingin dan cuek.
Ketika ciuman itu berakhir, semuanya bertepuk tangan dengan bahagia. Arsen dan Amey kini menatap para khalayak yang sedang bertepuk tangan ikut turut bergembira atas pernikahan pasangan itu.
Arsen merasa kaku dan jengkel saat Amey kembali menyentuhnya dengan sesuka hati. Karena yang Amey tahu pria yang digandengnya adalah pria yang sangat mencintai Amey. Jadi ia bebas dan sesuka hati menyentuh Arsen yang dikiranya Arka.
“Arka aku sangat bahagia. Akhirnya kita sah menjadi suami istri,” memeluk Arsen erat.
Arsen melemparkan tubuh mungil Amey, “Acaranya telah usai. Aku harus pergi,” ucap Arsen dingin.
Amey yang menerima perlakuan kasar Arsen mengerutkan kening dengan perasaan kecewa. “Apa maksudmu, Arka? Kau mau pergi ke mana?” tanya Amey menaikan nada.
Arsen tak menggubris dan pergi meninggalkan Amey di altar sendirian.
“Arka!” teriak Amey.
Helen dan Michael menghalangi langkah Arsen saat hendak keluar dari Gereja itu, “Arsen, mama mohon, bersikap baiklah pada istrimu,” ringis Helen.
“Dia bukan istriku!” celutuk Arsen, geram.
“Mama mohon sayang, hanya hari ini,” ucap Helen dengan bibir gemetar. “Hari ini saja, Arsen. Apa kau tidak kasihan melihat wanita itu yang tidak tahu apa-apa?” ucap Helen kembali.
Arsen terdiam. Ia mengepalkan tangan dengan erat.
Dengan setengah berlari Amey mengangkat gaun mewah berwarna putih yang tengah menyapu lantai dan menghampiri Arsen. “Arka! Kau sangat kasar padaku,” ketus Amey.
Arsen menarik nafas panjang sembari memejamkan matanya. “Maaf,” ucapnya datar.
Helen yang memperhatikan tingkah Arsen yang dingin pun berinisiatif untuk mencairkan suasana. “Selamat ya Sayang. Selamat datang di keluarga Winston,” memeluk Amey dengan hangat.
“Terima kasih Mama,” ucap Amey membalas pelukan Helen.
“Selamat datang di keluarga Winston,” sambung Michael memberi selamat. Amey pun memeluk Michael. “Trima kasih Papa.”
Amey sangatlah dekat dengan keluarga Winston. Helen dan Michael sangat menyayangi Amey, karena wanita itu mampu membuat Arka bahagia di hari-hari terkahir Arka.
Arsen yang melihat kedekatan wanita itu dengan kedua orangtuanya hanya melirik dan melangkahkan kakinya beranjak dari tempat itu. Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat tepat di bokong Arsen.
Plakkkk!
Arsen melonjak kaget. Ia memandangi wanita tua yang berani menyentuhnya. Arsen menaikan alis setengahnya, tanda tak senang. “Apa yang kau lakukan!” pekiknya.
“Hey Anak Muda! Selamat atas pernikahanmu,” ucap seorang nenek.
Arsen mengepalkan tanganya. Tiba-tiba Amey menghampiri Arsen yang sedang beradu pandang dengan neneknya. “Nenek!” panggil Amey sembari memeluknya hangat.
“Banyak selamat cucuku. Akhirnya kau melepas lajangmu,” ucap Soffy yang merupakan nenek Amey.
“Trima kasih banyak Nenek. Aku akan sangat merindukan Nenek,” mencium pipi Soffy.
“Nenek juga akan merindukanmu. Jangan lupa untuk selalu mampir di rumah Nenek.”
“Pasti Nek,” ketus Amey.
“Hey Anak Muda, awas jika kau menyakiti cucu kesayanganku! Aku botakin pala kau!” ancam Soffy melebarkan mata.
Amey terbahak melihat tingkah Soffy. Sedangkan Arsen menatap Nenek itu dengan tatapan dingin. Nyali juga Nenek ini! ketus batin Arsen.
Soffy mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. “Ayo Amey, ajak juga suamimu. Mari kita mengabadikan momen. Kita selpiii ehh ralat, maksud Nenek grupiii,” ajak Nenek yang tak kalah narsis dengan generasi micin.
Amey mendengus, “ahhh Nenek, jangan malu-maluin Amey dong. Apa Nenek tidak puas berfoto denganku tadi?”
“Dasar cucu luckknutt! Nurut dikit napee?” cibir Soffy.
“Baiklah,” mengangguk malas.
Amey menarik lengan Arsen dan menggandengnya. Tubuh laki-laki itu sontak tertarik mendekati Amey.
“Cisssss,” ucap Soffy sembari mengeluarkan senyum termanisnya.
Amey dan soffy tersenyum lebar, sedangkan raut Arsen tampak kaku dan tegang. Soffy yang melihat gambar diri mereka di ponselnya mengerucutkan bibir. “Heh Anak Muda! Kiapa ngana pe muka nyanda tre dang?” (Hey Anak Muda, kenapa wajahmu tidak lurus?) tanya Soffy menggunakan bahasa Manado. Karena Soffy memanglah asli Manado.
Arsen tak menggubris dan menepis tangan Amey yang menggandengnya. “Aku tak punya waktu berlama-lama di sini! Aku memiliki urusan yang lebih penting.” tegas Arsen.
Plakkk!
“Awww.” Arsen memekik.
Lagi-lagi sebuah pukulan mendarat di bokong Arsen. “Dasar tidak sopan! Apa begitu sikapmu terhadap mertuamu, hah?” teriak Soffy naik pitam.
“Nenek, berhentilah memukulnya! Kau menyakiti suamiku yang tampan,” bela Amey. “Kamu lagi!” mengalihkan pandangannya ke wajah Arsen. “Kenapa sih kamu ngebet banget mau pergi? Memangnya ada urusan mendesak apa yang lebih penting dari pernikahan kita?” tukas Amey.
Helen dan Michael yang menyaksikan perdebatan singkat mereka pun menengahi. “Maafkan anak saya Nek. Arka sudah tidak sabar menuju gedung pusat tempat resepsi Amey dan Arka. Jadi maklumi sifatnya yang dingin tak sabaran,” jelas Helen bersandiwara.
“Benar Nek. Arka sudah tidak sabar. Benarkan Sayang?” tanya Michael dengan penuh harap bahwa Arsen akan mengiyakannya.
Beberapa detik kemudian tak ada jawaban dari Arsen. Ia melihat wajah kedua orangtuanya menatap ia dengan penuh harapan. Arsen pun mengangguk kaku sembari memutar bola matanya dengan malas.
“Baiklah kalo bagitu, marijo torang pigi ka gedung tampa resepsi.” (Baiklah kalau begitu mari kita menuju gedung tempat resepsi) ajak Soffy tak sabar.
To be continued …
LIKE, KOMEN, VOTE 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!