"Saya harap kalian semua bisa bekerja dengan lebih baik lagi. Dan... mari kita semangat untuk projek besar ini."
Suara tepuk tangan dan sorak sorai peserta meeting pagi itu terdengar begitu menggelegar. Mereka sangat antusias untuk memulai projek besar yang tentunya akan menguntungkan mereka juga. Meeting hari itu di nyatakan selesai dan satu persatu peserta meeting pun meninggalkan ruangan tersebut.
"Gue senang bisa dapat tambahan uang jajan dari lembur, tapi badan yang hampir menua ini rasanya keberatan." Gumam Sean dengan wajah lesunya. Pria dewasa dengan tingkah yang sangat ke kanak-kanakan itu berjalan mengekori dua teman wanitanya.
Naureen tertawa lalu menggeleng pelan.
"Makanya sering-sering olahraga pak tua!" Celetuk Naureen.
"Lo aja enggak pernah olahraga!" Seru Fey, yang satu frekuensi dengan Sean, tingkahnya ke kanak-kanakan. Ia hampir berteriak di telinga Naureen.
Naureen kembali tertawa mengingat yang di katakan Fey ada betulnya juga.
"By the way, kita makan siang apa hari ini?" Tanya Sean mengubah topik.
Tanpa berkata apa pun, Naureen berjalan dengan penuh keyakinan, membawa kedua temannya melewati lobby perusahaan untuk segera ke rumah makan yang selalu menjadi pilihan mereka. Meskipun hampir setiap hari menyantap menu yang sama, tetapi sekali pun mereka tidak pernah merasa bosan. Sebab, selain rasanya yang enak harganya pun sangat cocok untuk mereka.
Sesampainya di rumah makan tersebut.
"Kayaknya gue harus memanfaatkan akhir pekan gue dengan sangat baik besok." Celetuk Fey tanpa memalingkan pandangannya dari layar ponsel.
"Gue ada janji sama cewek gue, jadi gue juga harus memanfaatkan waktu libur dengan bersenang-senang, sebelum akhirnya lembur dan lembur lagi." Seru Sean dengan senyum jahilnya yang mengarah kepada Naureen.
Naureen menatap Sean begitu tajam setelah dengan sengaja meledekinya.
"Lo pikir gue enggak bisa senang-senang, hah?!" Kata Naureen, berubah menjadi galak jika di singgung soal pasangan.
"Gue enggak bilang gitu Nauu. Jangan salah paham dulu." Ucap Sean membela diri. Lalu tertawa setelahnya. Sean memang agak menyebalkan.
Sementara itu pandangan Fey beralih ke Naureen dan Sean yang tengah berselisih.
"Apa Fey? Lo mau mojokin gue juga?" Naureen segera menyela Fey yang baru saja membuka mulutnya. Fey belum benar-benar bicara tapi Naureen sudah menghentikannya.
Sean tertawa dan Fey ikut serta, sementara Naureen terlihat cemberut dengan bibir yang hampir maju beberapa centi. Meskipun begitu, wajah cantiknya tetap tak terusik.
"Tunggu aja. Tunggu sampai gue bisa lebih bucin dari kalian. Camkan!" Naureen menggerutu tidak terima. Ia memang selalu menjadi sasaran empuk bagi kedua temannya jika menyangkut masalah percintaan.
Wajar saja, ia jomblo bertahun-tahun dan masih belum ingin memulai hubungan dengan siapa pun. Meski banyak yang mendekatinya, Naureen tetap tidak mau. Sebab, yang Naureen mau hanya lelaki seperti dia. Atau jika memungkinkan, dia saja.
...***...
Akhir pekan yang di tunggu-tunggu kebanyakan orang adalah hari yang biasa dan sama saja bagi Naureen. Siang ini, Naureen terlihat tengah asyik dengan ponselnya. Ia menggulirkan layar beberapa kali sambil tersenyum bahkan tertawa.
"Astagaaa!" Suara berat itu tiba-tiba terdengar hingga membuat Naureen terkejut.
"Ish! Kamu tuh kebiasaan ya senang banget kagetin orang!" Seru Naureen tidak terima.
"Siapa yang kagetin, kakaknya aja yang terlalu fokus sampai senyum-senyum sendiri." Ucap Nico, pria bertubuh tinggi yang berstatus mahasiswa semester 4 itu merupakan adik bungsu Naureen.
Naureen hanya menghela nafas kasar melihat adiknya tidak merasa bersalah setelah membuatnya terkejut.
"Kakak cari pacar sana, sikap kakak udah mulai aneh." Celetuk Nico yang tengah asyik bersandar di sofa sambil menatap layar televisi di hadapannya.
Mendengar perkataan adiknya, Naureen yang tersinggung langsung menoleh dan menusuk adiknya dengan tatapan yang tajam, seperti ingin menelannya hidup-hidup.
"Sikap kakak aneh? Aneh gimana maksudnya? tolong jelaskan dengan detail kenapa kamu bisa bilang sikap kakak aneh!" Cerocos Naureen.
Bukannya takut, Nico malah tertawa melihat reaksi sang kakak yang sangat kesal karena biasanya Naureen akan meresponnya dengan santai.
"Santai aja kak, enggak usah sok seram gitu lah." Ucap Nico sambil tertawa.
"Kamu sama aja kayak Fey dan Sean! Nyebelin banget." Gumam Naureen, cemberut.
"Tapi kak, aku serius deh. Kakak tuh emang enggak mau ya punya pasangan kayak teman-teman kakak? Secara ya, usia kakak udah enggak muda lagi." Ucap Nico sangat hati-hati.
Naureen terdiam, ia hanya menatap televisi seraya memikirkan sesuatu sebelum menjawab pertanyaan sang adik.
"Siapa yang enggak mau sih dek punya pasangan apa lagi di usia kayak kakak gini." Sahut Naureen lembut.
"Terus kenapa kakak masih asyik sendiri? Padahal kan banyak tuh cowok-cowok yang deketin kakak, malah ada yang sampai datang ke rumah juga." Tanya Nico penasaran.
"Kakak masih..."
"Eh... Kakak cuma belum ketemu sama orang yang benar-benar cocok aja." Sahut Naureen, tersenyum kikuk.
"Aku enggak paham gimana tipe cowok kakak. Yang jelas aku cuma bisa berharap, kelak kakak akan di pertemukan dengan pasangan yang bisa menjaga kakak dengan baik." Tutur Nico membuat suasana seketika menjadi sendu.
Naureen menoleh, ia heran dengan sikap dewasa sang adik yang jarang sekali di tunjukkan. Karena selama ini Nico hanya memperlihatkan sisi humorisnya dan sangat susah untuk serius jika keluarga tengah membahas sesuatu.
"Dengan begitu aku dan ayah bisa tenang setelah kakak menikah dan tinggal sama suami kakak nanti." Sambungnya sambil memberikan senyum yang terlihat sangat tulus.
Naureen menghela nafas panjang, ia masih memikirkan bagaimana bisa seorang Nico berkata sedalam itu. Selain itu perkataan Nico juga sangat menyentuh hatinya. Dan ketulusan Nico mengenai harapannya untuk sang kakak terasa begitu tulus.
"Kamu enggak perlu khawatir, pasangan kakak nanti pasti orang yang sangat perduli dengan kakak dan juga kamu sama ayah." Sahut Naureen meyakinkan sang adik.
"Masih banyak waktu kok, kakak belum tua-tua banget lah." Sambungnya sambil tertawa.
"Kamu doain kakak terus ya." Tutup Naureen sambil menepuk bahu adiknya.
Nico hanya tersenyum dan mengangguk.
"Enggak terasa ya ternyata kamu udah se dewasa ini. Kakak enggak tahu ada sisi bijak di balik tingkah kamu yang konyol." Ucap Naureen yang kemudian beranjak dari sofa meninggalkan Nico.
Nico tertawa lalu kembali bersandar di sofa dan memfokuskan pandangannya pada layar televisi lagi.
Sedangkan Naureen, ia sudah berbaring di ranjang dengan ponsel yang hampir tidak terlepas sedetik pun dari tangannya. Hal itu sudah menjadi kebiasaan Naureen ketika sedang libur bekerja.
By the way, saat ini Naureen bekerja di salah satu perusahaan bonafit di Jakarta. Sudah 3 tahun lamanya ia mengabdikan diri di perusahaan tersebut sebagai staff.
Naureen, ia salah satu pekerja keras yang sangat senang jika di minta untuk over time. Kenapa? Ya apa lagi jika bukan karena gaji yang akan ia terima bisa menjadi lebih besar. Bukan hanya Naureen, hampir semua pekerja juga seperti itu bukan?
Tetapi bukan tanpa alasan Naureen senang jika bisa lembur, dengan gaji yang semakin besar ia bisa membantu ayahnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari juga biaya kuliah Nico, adiknya.
Setelah ibu nya tiada dua tahun yang lalu, Naureen semakin menekankan tekadnya untuk bekerja lebih keras. Sebagai anak pertama ia merasa punya tanggung jawab terhadap ayah dan adiknya. Dan tanggung jawab yang paling berat baginya adalah ketika ia harus menggantikan sosok ibu untuk sang adik.
...***...
Akhir pekan yang sangat istimewa bagi sebagian orang kini telah usai. Kenyataan pahit yang harus di hadapi setelah berlibur adalah kembali bekerja. Di hari itu rasanya kaki sangat berat melangkah dan semangat terasa mengendur.
Tapi sekali lagi, hal itu hanya di rasakan oleh sebagian orang. Berbeda dengan Naureen, sepertinya hanya dia yang sangat antusias memulai hari senin dengan semangat yang membara.
Pagi itu Naureen yang baru saja memarkir vespa matic kesayangannya di baseman, terlihat sedang berjalan ke arah cafe yang berada di seberang perusahaan. Seperti biasa ia membeli kopi dan roti lapis sebagai pembuka hari dan persiapan untuk bertempur dengan tumpukan berkas.
Setelah mendapatkan sesuatu yang menjadi keharusan, ia pun kembali ke kantor.
Namun saat akan memasuki lobby, langkahnya terhenti setelah seseorang memanggilnya dari kejauhan.
"Naureen!"
...***...
"Naureen!"
Mendengar seseorang memanggilnya, Naureen pun menoleh ke arah suara yang asing itu berasal. Ia mengamati dengan baik bagaimana seorang pria bertubuh tinggi itu perlahan mulai mendekatinya.
Naureen membelalakkan matanya, ia sangat terkejut setelah pria itu benar-benar ada di hadapannya. Ia tertawa lalu menggelengkan kepalanya seakan tidak percaya.
"Nauu!" Sapa pria di hadapannya. Pria dewasa itu terdiam namun senyumnya terlihat jelas. Ia kebingungan, kenapa bisa bertemu Naureen disini.
"Aku enggak salah lihat kan?" Kata Naureen menganga, ia masih berusaha mengartikan situasinya saat ini.
"Kamu... Kamu sedang apa disini?" Tanya pria bertubuh kekar itu.
"Aku kerja disini, kak Jeno sendiri kenapa bisa ada disini?"
Ya, pria yang sejak tadi kebingungan dengan pertemuan yang tidak terduga ini bernama Jeno. Tubuhnya tinggi, badannya kekar, wajahnya pun indah sekali di pandang, tidak akan merasa bosan meskipun memandanginya terus menerus.
Jeno tertawa lalu menghela nafas dan tersenyum. Tatapannya yang teduh tak pernah terlepas dari Naureen.
"Kita bukan lagi di kampus, panggil aja Jeno." Kata Jeno, lembut.
Kampus? Ada apa dengan kampus.
"Jeno? Rasanya jadi canggung." Ucap Naureen tersenyum.
"Enggak apa-apa. Aku lebih senang kalau kita bisa jauh lebih santai." Jelas Jeno, tatapannya semakin dalam.
Naureen merasa panas, tiba-tiba saja ia jadi salah tingkah. Tersenyum lalu membuang pandangannya ke arah lain. Wajahnya pun memerah, ia benar-benar tersipu saat ini.
"Em, by the way. Kenapa kamu ada disini?" Tanya Naureen mengubah topik.
"Ah, iya. Ini hari pertama ku kerja disini. Jadi sekarang kita kolega." Sahut Jeno masih dengan senyumnya. Ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Naureen.
Naureen pun langsung meraih tangan Jeno tanpa ragu. Senyumannya juga merekah.
"Selamat bergabung dan semoga betah ya." Kata Naureen menyambut Jeno sebagai rekan kerja barunya.
"Sudah jelas aku akan betah disini, terlebih ada kamu." Mereka baru bertemu tetapi kenapa Jeno bisa se-manis ini. Dan Naureen pun terlihat sangat senang dengan pertemuan tak terduga ini.
"Ah... Kamu masih Jeno yang sama rupanya." Naureen mengangguk-anggukkan kepalanya selagi menatap Jeno yang tidak henti-hentinya tersenyum.
Selagi mereka saling melempar senyum, Jeno merogoh saku Jas-nya dan mengeluarkan ponsel. Lalu benda pipih itu di berikan kepada Naureen. Naureen yang kebingungan hanya mengangkat alisnya seraya bertanya apa maksud pria itu.
"Simpan nomor-mu." Katanya. Naureen mengangguk dan menurutinya.
"Aku mau ke ruangan Bu Mira. Bisa tolong bantu aku kesana?" Tanya Jeno.
"Ayo." Sahut Naureen. Mereka pun berjalan beriringan.
Membicarakan banyak hal dengan Naureen di pertemuan pertamanya, membuat Jeno terlihat tidak pernah melepaskan senyumannya. Begitu juga dengan Naureen, bahagianya terlihat jelas. Ia tidak pernah menyambut pria dengan se-antusias ini.
___
"Nauuu, Naureen!" Panggil Sean sambil tergesa-gesa menghampirinya dengan membawa beberapa lembar kertas.
"Kenapa? Masih pagi udah heboh banget." Tanya Naureen heran.
"Berkas yang kemarin gue kasih ke bu Novi, katanya ada beberapa yang enggak sesuai. Terus gue di suruh perbaiki tapi beliau enggak kasih tahu mana yang salah." Jelas Sean yang terlihat sangat panik hingga beberapa kali menggigit bibirnya.
"Lagi?" Seru Naureen membelalakkan matanya.
"Bu Novi ada masalah apa sih sama lo? kayaknya sering banget deh minta revisi tanpa penjelasan apa pun." Sambungnya sambil tertawa, lalu mengambil berkas yang di pegang Sean.
"Gue ada kopi tuh, tapi sandwich-nya jangan. Gue cek sebentar." Sambungnya sambil menyodorkan kopi yang baru saja ia beli.
"Enggak Nauu, makasih." Tolak Sean dengan wajah serius.
"Panik banget lo? Biasanya tanpa di tawari pun lo langsung aja tuh, minum layaknya pemilik kopi itu sendiri." Naureen mengerutkan keningnya, heran.
"Bukan, tapi gue udah ngopi tadi. kalau sandwich-nya sih boleh." Ucap Sean yang kemudian terenyum jahil.
"Ish! Gue pikir lo enggak nafsu minum kopi karena panik di suruh revisi berkas. Dasar lo!" Naureen menggerutu dengan wajah cemberutnya sementara Sean mentertawainya.
Naureen dan Sean masih dalam keheningan sebab mereka berdua tengah fokus merevisi berkas. Tatapan mereka sama sekali tidak teralihkan oleh apa pun, sampai pada saat...
"HAI GUYS!"
Teriakan maut Fey yang tidak ada tandingannya itu seketika menghancurkan fokus Naureen dan Sean.
"Ah!" Seru Sean hampir mengangkat kursi yang semula ia duduki.
"FEY!" Teriak Naureen dengan mata yang membulat.
Sementara kedua temannya tengah kesal sebab terkejut dengan teriakannya, Fey justru tertawa puas setelah melihat reaksi Naureen dan Sean. Di kantor bahkan dimana pun mereka bertemu, pasti ada saja tingkah konyol yang selalu mengisi pertemuan mereka.
"Lagian ngapain sih lo berdua serius banget?" Tanya Fey setelah meletakkan tasnya di meja kerja dan menghampiri kedua temannya yang kembali serius.
"Biasalah bu Novi." Sahut Sean singkat tanpa melihat Fey yang berdiri di belakangnya.
"Dia cinta banget kayaknya sama lo Sen, sampai tiap hari dia selalu cari cara biar bisa ketemu lo terus." Celetuk Fey yang langsung mendapatkan cubitan dari Sean.
"Ahh! Sakit Seaaannn!" Teriak Fey yang terkejut sekaligus kesakitan. Staff lain yang kebetulan ada di ruangan tersebut pun terkejut dengan teriakan Fey.
"Makanya jangan sembarangan kalau ngomong!" Gumam Sean.
Naureen tidak terganggu sama sekali meskipun kedua temannya tengah bertengkar. Ia hanya terus memaku pandangannya pada layar monitor, jari jemarinya terus menari di atas keyboard tanpa sedikit pun terusik dengan pembicaraan mereka.
"Kenapa juga ya cuma departemen sebelah aja yang kepala tim-nya di ganti, kenapa enggak sekalian aja ganti bu Novi." Gumam Fey seperti tidak takut kalau-kalau yang bersangkutan mendengar perkataannya.
"Sshhhttt. Jangan berisik ngomongnya, kalau sampai bu Novi dengar bisa di cabik-cabik lo!" Seru Sean memberi peringatan kepada Fey yang memang suka ceplas-ceplos.
"Eh bentar, lo udah tahu siapa pengganti pak Robby?" Tanya Sean.
"Gue belum lihat orangnya sih,, tapi gue dengar tadi namanya pak Jeno." Sahut Fey.
Naureen yang semula fokus menatap layar monitor seketika menoleh ke arah Fey. Naureen tampaknya sangat terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Lo bilang apa barusan? Siapa kepala departemen baru nya?" Tanya Naureen, matanya melebar.
"Pak Jeno." Sahut Fey.
"Jeno Mahendra?" Kata Naureen lagi, memastikan.
"Mungkin. Yang jelas namanya Jeno."
Naureen terkekeh.
"What? Astaga, dia enggak mau gue panggil kak tapi gue harus panggil dia pak?"
Melihat Naureen yang tiba-tiba tertawa, Sean dan Fey bertukar pandang. Mereka heran.
"Lo kenal?" Tanya Sean.
"Jadi..." Naureen menarik nafas dalam-dalam.
"Jeno tuh kating gue dulu di kampus. Gue sama dia dekat banget, sampai dia sering antar jemput gue kalau kita ada jam kuliah yang sama." Jelas Naureen sambil tersenyum.
"Tadi juga enggak sengaja ketemu di halaman, tapi dia enggak bilang di posisi apa." Sambungnya.
"Oh... Jadi dia kating lo?" Tanya Sean memastikan.
"Dan lo berdua kenal dekat?" Tanya Fey.
Sean dan Fey menjadi penasaran tentang bagaimana kedekatan yang di maksud oleh Naureen. Kedua temannya sangat antusias untuk mendengarkan penjelasan yang lebih rinci dari Naureen. Pasalnya Naureen sudah cukup lama sendiri tanpa pasangan. Jadi hal tersebut seperti sebuah harapan bagi kedua temannya untuk Naureen.
"Hm. Kita dekat banget deh pokoknya. Cuma ya kita udah lama loss contact, enggak tahu kabar masing-masing. Karena terakhir ketemu pun udah lama banget." Jelas Naureen.
"Dua orang dewasa kayak kalian, sedekat itu?"
"Yakin, kedekatan lo cuma sebatas kating dan antar jemput kuliah aja atau...?"
...***...
"Yakin kedekatan lo cuma sebatas kating dan antar jemput kuliah aja atau ada kisah lain?" Tatapan Fey yang setajam silet itu seperti tengah menginterogasi Naureen yang baru saja menjelaskan tentang kedekatannya dengan Jeno.
"Jangan tutupi apa pun Nauu. Mending lo jujur aja." Seru Sean yang saat ini ada di pihak Fey.
"Maksud lo tadi gue ngarang gitu? Gue sama Jeno emang dekat dari jaman kuliah, terus masalahnya dimana? Lo berdua juga pasti pernah kan dekat sama teman semasa kuliah dulu?" Gerutu Naureen.
"Kok lo berdua kayak enggak percaya gitu sama gue?" Tanya Naureen sedikit meninggikan suaranya.
"Gimana mau percaya, secara kalian itu orang dewasa yang katanya pernah dekat banget. Bohong banget sih kalau enggak melibatkan perasaan apa pun." Tutur Sean.
"Yap! Kali ini gue setuju sama lo, Sen!" Seru Fey
Naureen menarik nafas panjang, lalu ia menatap tajam mata Sean yang tengah asyik menginterogasinya.
"Lo mau balik ke meja kerja lo dan selesain berkas ini sendiri?" Kata Naureen sambil memberikan lembaran kertas kepada Sean.
"Eh enggak enggak. Gue enggak bermak... Eh, maafin gue ya Nauu."
"Naureen kan baik hati dan tidak sombong. Maaf ya." Ucap Sean cengengesan sebab takut dengan ancaman Naureen.
"Jadi, bisa diam dan fokus kerja lagi?" Tegas Naureen dengan senyum jahilnya dan Sean hanya mengangguk.
"Alah, jangan coba-coba mengalih..."
"Lo enggak balik ke meja lo buat kerja?" Naureen dengan cepat memotong perkataan Fey sambil mengetuk jam tangan dengan jarinya.
Naureen tersenyum jahil kepada Fey dan Sean yang memang selalu bertingkah konyol dan mengganggunya, mereka berdua sangat kekanak-kanakan. Sepertinya memang hanya Naureen yang sedikit lebih dewasa dari mereka, tak heran jika Naureen selalu menjadi penengah jika keduanya berseteru.
Tetapi se-sengit apa pun perseteruan mereka, pada akhirnya mereka tetap akur dan tidak pernah menganggap kesalah pahaman mereka sebagai masalah yang serius.
___
Siang harinya di jam istirahat kerja, Naureen Sean dan Fey sudah berada di rooftop. Seperti biasa saat mereka malas untuk makan siang, ketiganya hanya akan menikmati kopi dan bersantai dengan obrolan ringan.
"Departemen sebelah lagi heboh-hebohnya nih setelah dapat kepala tim baru." Ucap Fey mengawali pembicaraan. Fey ini memang paling update jika menyangkut gosip atau berita-berita hangat lainnya tentang perusahaan.
"Se-ganteng apa sih kepala departemen mereka? Gue penasaran deh. Kenapa sampai se-heboh itu?" Ujar Sean selagi memandangi langit yang cukup terik saat itu.
"Lo tanya aja sama yang paling tahu tentang si Pak Jeno itu." Sahut Fey, ia menunjuk Naureen dengan memanyunkan bibirnya.
"Gue?" Naureen terkejut.
"Lebih ganteng gue atau pak Jeno?" Tanya Sean tanpa basa-basi.
"Astaga. Jelas lebih ganteng Jeno lah, dia itu manis. Enggak kayak lo, kecut!" Sahut Naureen sambil tertawa.
"Ehem. Jadi menurut lo pak Jeno manis?" Tanya Fey bersiap untuk meledeki Naureen.
"Ah salah jawab gue." Kata Naureen sambil membuang pandangannya ke arah lain. Lalu...
"Oh!" Ucap Naureen terkejut lalu tersenyum.
Sean dan Fey kebingungan setelah melihat Naureen yang tiba-tiba tersenyum.
"Halo." Sapa seseorang yang tiba-tiba menghampiri mereka.
"Ha... Halo. Siang." Sahut Fey sedikit ragu untuk menjawab sapaannya.
"Siapa?" Tanya Sean berbisik kepada Fey.
"Enggak tahu." Bisik Fey.
"Ish!" Sean bersiap untuk mengetuk kening Fey dengan tangannya. Namun tidak enak jika ada orang lain yang melihatnya. Sean pun mengurungkan niatnya.
Sementara Fey dan Sean yang terus bertanya-tanya tentang kedatangan orang yang sangat asing bagi mereka. Naureen terlihat tersenyum menyambutnya dan memepersilahkan orang itu duduk di sampingnya.
"Nauu." Panggil Sean dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Naureen menoleh tetapi Sean hanya diam, lalu ia pun peka dan mengangguk.
"Ini Jeno."
"Eh, maaf. Pak Jeno maksudnya." Kata Naureen memperkenalkan seseorang yang ternyata adalah Jeno.
"Oh..." Seru Fey dan Sean bersamaan.
"Halo pak, saya Sean. Saya teman baiknya Naureen. Baik banget pokoknya, sampai Naureen enggak pernah bosan main sama saya." Tutur Sean, tingkah konyolnya tidak ketinggalan.
Jeno tertawa, begitu juga dengan Naureen dan Fey.
"Maaf ya pak, orang ini memang agak aneh." Kata Fey sambil menepuk-nepuk punggung Sean.
"Kalau saya, Fey." Sambungnya.
Jeno mengangguk.
"Saya Jeno. Salam kenal ya." Kata Jeno masih dengan senyumnya.
Setelah mengakhiri sesi perkenalannya, Jeno menoleh ke arah Naureen. Lelaki itu terus tersenyum dan menatap Naureen dalam-dalam. Tatapannya teduh, tidak heran jika Naureen sampai salah tingkah.
"Kamu udah makan siang?" Tanya Jeno.
"Eh... Kita lagi malas makan siang, jadi cuma ngopi-ngopi aja." Sahut Naureen tersenyum.
"Malas makan? Eh, gimana kalau kita makan bareng? Biar saya yang traktir." Ucap Jeno kepada Fey dan Sean yang masih melongo mengetahui keberadaan Jeno.
"Wah, tawaran yang bagus tuh pak." Celetuk Sean sambil cengengesan.
"Enggak tahu malu lo ya!" Ucap Fey setelah menyenggol lengan Sean.
"Sean mana tahu malu sih Fey. Apalagi soal traktiran, enggak mungkin dia nolak. Mustahil." Kata Naureen.
"Maafin temanku ya. Yang satu ini memang agak..." Kata Naureen tanpa melanjutkan perkataannya, lalu tertawa. Fey pun ikut serta.
"Enggak apa-apa. Ayo, kalian mau makan dimana. Biar saya juga bisa lebih mengenal lingkungan disini." Jelas Jeno yang sangat ramah.
"Kita bukan anak buah pak Jeno, tapi kenapa kita yang di traktir? Nanti anak-anaknya marah loh." Ucap Naureen khawatir terjadi kesalah pahaman dengan departemen sebelah.
"Mereka udah aku traktir kopi dan makanan lain. Udah yuk, kamu juga belum makan siang kan? Kamu harus makan meskipun cuma sedikit. Jangan sampai kamu sakit karena kebiasaan kecil kayak gini." Kata-kata Jeno seperti memiliki arti tertentu.
Saat Jeno tengah menatap Naureen, Sean dan Fey tak melepaskan pandangannya kepada mereka berdua. Tatapan Jeno yang sangat dalam dan penuh perhatian juga Naureen yang terlihat sangat nyaman berbincang dengan Jeno, menjadi fokus utama bagi mereka untuk memecahkan teka-teki ini. Mereka berdua memang suka sekali dengan hal-hal random seperti itu.
"Udah yuk, kita makan dimana?" Ucap Jeno masih berusaha mengajak Naureen dan kawan-kawan untuk makan siang bersama.
"Kalian gimana?" Tanya Nauren kepada kedua temannya.
"Boleh, kita juga bisa sambil kenalan. Iya kan pak?" Sahut Sean, wajahnya sumringah.
"Beneran enggak apa-apa pak?" Tanya Fey.
"Enggak apa-apa. Yuk!" Sahut Jeno yang kemudian bangkit dari duduknya dan bersiap untuk mengikuti mereka.
Sejak dulu Jeno memang tidak pernah memfilter pertemanannya, ia mudah berbaur dengan siapa pun. Jeno juga memiliki kepribadian yang baik dan sangat ramah dengan semua orang. Itu lah alasan Naureen sangat dekat dengan Jeno sejak dulu.
"Lo lihat kan tadi tatapan Pak Jeno kayak ada sesuatu." Ucap Fey berbisik kepada Sean, sedangkan mereka tengah berjalan tepat di belakang Jeno dan Naureen.
"Sebagai cowok, gue bisa ngerasain sih tatapannya tulus banget." Seru Sean.
"Ada something kah?" Fey berpikir.
"Kayaknya sih..."
Naureen menoleh ke belakang di saat Sean belum menuntaskan perkataannya. Sontak saja Sean dan Fey terkejut, tetapi Fey tertawa setelahnya sedangkan Sean ia terlihat kikuk setelah terpergok membicarakan Naureen.
Naureen tertawa lalu kembali fokus berjalan.
Selama dalam perjalanan menuju rumah makan terdekat, Naureen menjadi pusat perhatian orang-orang yang berpapasan dengannya. Apa lagi kalau bukan karena dia berjalan beriringan dengan Jeno, si kepala departemen baru yang tinggi dan tampan serta tubuhnya yang cukup kekar.
Merasa menjadi pusat perhatian, Naureen pun menjadi sedikit tidak nyaman. Ia hanya beriringan dengan teman lamanya, apa salahnya. Namun setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dan mereka pun tidak tahu tentang kedekatannya dengan Jeno, jadi wajar saja jika mereka beranggapan lain.
Sesampainya di rumah makan.
"Tadi orang-orang kok kaya aneh ya lihat kita jalan beriringan gitu?" Kata Naureen kepada Jeno.
"Mungkin karena ini hari pertama pak Jeno dan kalian kelihatan cukup dekat. Lo tahu sendiri kan cewek-cewek di kantor kita tuh gimana." Jelas Fey.
"Ini memang hari pertamanya, tapi mereka tahu apa." Kata Naureen sambil memanyunkan bibirnya.
Tawa kecil Jeno terlihat, ia kembali menoleh ke arah Naureen yang duduk tepat di sampingnya. Lagi-lagi tatapan itu amat mematikan, Naureen yang melihat tatapan itu menjadi salah tingkah dan berusaha dengan keras untuk bersikap biasa saja.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!