Enjoy!
Menjelang sore kedua datangnya musim gugur di London, angin berhembus pelan menerbangkan dedaunan yang mulai mengering berguguran di jalanan, Hawa yang berhembus mulai terasa dingin menyapu kulit.
Mahasiswa yang berada di kelas sudah diizinkan untuk keluar dari ruangan oleh Profesor, ada yang langsung keluar membereskan buku dan ada juga yang masih duduk di kelas menulis materi di depan.
Seorang gadis berambut hitam ikal sepunggung tergesa menulis di iPad mengejar waktu Profesor yang sambil membereskan peralatan yang tadi dipakai mengajar, setelah selesai gadis tersebut langsung bangkit berpamitan dan keluar dari ruangan.
Dengan langkah kaki cepat segera dirinya berjalan melewati koridor yang mengarah ke asrama, beberapa ruang kelas dan kamar asrama dilewati hingga dirinya sampai di kamar besar yang berisi 8 ranjang yang melingkari ruangan.
"Telat keluar kelas lagi lu?" Neisha, gadis berambut lurus dan panjang tersebut melirik ke arah sahabatnya yang baru masuk kamar tersebut.
"Yaa kek biasa, gua nggak mau melewatkan satu materi apapun yang disampaikan," Desya berjalan pelan ke arah ranjangnya yang berada di dekat jendela, meletakkan tas dan buku pelajaran di atas rak samping ranjangnya. Sedetik kemudian menghempaskan tubuhnya di ranjang melepas lelah.
"Di mana yang lain?" tanya Desya mengangkat sedikit kepalanya ke arah Neisha.
"Ryah dan Meisie ke kantin mereka bilang, Danelyn dan Falisya sedang konsultasi dan sisanya mengantri untuk mandi," jawab Neisha singkat dan meneruskan kegiatannya membaca novel.
Desya menangguk mengerti dan hendak memejamkan matanya sebentar sebelum pergi mandi, kepalanya terasa sedikit pusing setelah menghadapi 3 kelas seharian ini.
Baru saja matanya dipejamkan dan terasa akan memasuki alam mimpi pintu kamar tiba-tiba terbuka terhempas dengan kuat dan suara teriakan dua orang gadis yang baginya tidak asing tersebut langsung memasuki pendengarannya.
"Hello selamat sore teman-teman." suara lantang tersebut berasal dari Danelyn, gadis ceria sedikit polos yang berperan sebagai matahari pencair suasana.
"Kalau Danelyn sudah bersuara artinya harus siap-siap tutup telinga," celetuk Falisya yang melenggang santai menuju ke ranjangnya di sebelah Desya. "Baru kelar kelas?"
"Yaa begitulah, lu kek gak tau aja." Setelah merasa cukup beristirahat Desya bangun dari ranjang dan berjalan meraih handuk lalu keluar kamar menuju ke kamar mandi.
Sampai di kamar mandi Desya mengetuk satu persatu ruangan mencari tempat di mana 2 sahabatnya yang lain mandi, hingga mendekat ke ujung akhirnya dirinya mendengar suara Lilyana yang menyahuti panggilannya.
Sementara di kamar Danelyn mengeluarkan sebuah buku usang dengan kulit luarnya yang tebal dan sedikit terkelupas, warna kertas halamannya sudah menguning dengan bercak kecoklatan menunjukkan buku tersebut sudah sangat tua.
"Dapat mana lagi lu tuh buku?" tanya Falisya menatap tangan Danelyn yang menggenggam erat buku tersebut.
"Gua ngambil di perpus tadi siang waktu jam istirahat covernya itu keliatan menarik gitu jadinya gua ambil," jelas Danelyn seadanya. Neisha meletakkan novel yang sedang dibacanya dan duduk menghampiri.
"Coba liat apa judulnya," suruh Neisha menelisik cover novel.
Danelyn mengangguk dan membalikkan bagian depan buku, cover yang menggambarkan sebuah Istana berwarna putih di atas awan sekeliling pojokan dari cover bergambar tanaman rambat yang terlihat sejenis dengan bunga mawar.
TREQUENIX, itulah tulisan besar yang tercetak tebal di tengah-tengah sampul, berwarna putih berbayang keemasan menambah kesan mewah dari buku meskipun visualnya sangat berdebu. Danelyn mengusap lagi buku tersebut hingga menyadari ada gambar siluet Naga berwarna putih yang melingkarkan tubuhnya pada salah satu menara Istana.
"Keren banget dah, mungkin ini buku novel." ucap Falisya mengambil alih buku tersebut dan membolak-balikkannya, di belakangnya hanya polos berwarna hitam. "Mau dibuka?" tanyanya menatap Danelyn dan Neisha bergantian.
"Tunggu yang lain aja gimana? Biar sama-sama penasaran," saran dari Neisha disetujui dan Falisya mengembalikan buku tersebut ke Danelyn untuk disimpan.
Leyna dan Lilyana yang sudah selesai mandi dan mengenakan pakaian santai sedang bercermin sambil menunggu Desya yang masih di dalam kamar mandi.
"Lil, temenin gua bentar ke halaman belakang yuk .... Liat tuh daun kering banyak gugur, kayaknya bagus kalau kita ke sana bentar liat-liat," ajak Leyna memecah keheningan di sekitar saat Lilyana sibuk sendiri menata wajah dan pakaian di depan cermin.
"Desya nya gimana?" tanya Lilyana melempar pandangan ke pintu tempat Desya yang belum juga kunjung keluar.
"Desy, kita ke taman belakang dulu bentar ya ntar balik lagi ke sini lu tunggu aja ya?" Tiba-tiba Leyna berteriak yang suaranya menggema di seluruh bagian ruangan apalagi suasana sedang sepi.
"Iya pergilah sana," Desya menyahut, Leyna dan Lilyana tersenyum lalu langsung meletakkan barang yang dipegangnya ke atas meja.
Berlari kecil melewati koridor dan menyapa beberapa mahasiswa yang berada di lingkungan asrama hingga akhirnya sampai di taman belakang gedung Universitas yang di mana ada sebuah pohon besar lebat dan rindang.
Leyna mengeluarkan ponsel miliknya dan memotret beberapa bagian bangunan yang sudah dipenuhi dedaunan, angin semilir berhembus menerbangkan daun di tanah. Lilyana sibuk sendiri memunguti berbagai bentuk dari daun berwarna coklat yang berserakan karena dia ingin menyimpannya, sebagai kenangan.
Setelah selesai memotret pemandangan Leyna menghirup dalam-dalam udara yang sangat segar dan terasa dingin tersebut sebelum menghembuskannya, saat melirik ke pohon besar pandangannya menangkap sesuatu yang berkilau dibalik semak-semak.
Tanpa memberitahu Lilyana dahulu Leyna langsung berjalan menghampiri semak-semak tersebut mencari tau benda berkilau apa yang tadi baru saja dilihatnya, suara langkah kaki Leyna yang menginjak daun kering membuat Lilyana tersadar kalau sahabatnya tersebut mendekat ke arah pohon.
Leyna menepikan beberapa batang semak dan membukanya lebar mencari benda tersebut memastikan kalau tadi dia tidak salah lihat, Lilyana menghampiri dan melihat benda berkilau tersebut juga.
Sebuah ranting kayu, terlihat biasa saja tapi Leyna terheran bagaimana sebuah ranting bisa berkilau. Tanpa pikir panjang langsung diambilnya ranting tersebut. Cahaya terang bersinar singkat dan ranting yang dipegangnya berubah menjadi sebuah tongkat yang dililiti oleh tanaman rambat dan ujung berkilau tersebut adalah sebuah berlian kecil.
"Lil ...." Tangan Leyna gemetar tidak percaya dengan apa yang dilihat dan dipegangnya saat ini, Lilyana menyuruhnya untuk menyembunyikan benda tersebut dibalik pakaian yang dikenakannya dan segera menarik gadis tersebut masuk ke gedung Universitas.
Sesuai ucapan Leyna tadi mereka berdua kembali ke kamar mandi untuk menjemput Desya. Sampai di sana Desya sedang merapikan rambutnya dan gadis itu terheran melihat ekspresi Leyna yang membeku.
"Lil? Kenapa ama Leyna?" tanya Desya bingung sampai dahinya bertaut sambil tetap menyisir rambutnya.
"Balik ke kamar cepat, Leyna nemuin sesuatu taman belakang. Lu mungkin gak bakalan percaya hal ini." Lilyana masuk mengemasi barang-barangnya dan milik Leyna. Desya tidak mengerti apapun dan hanya menuruti mengemas barang. Ketiganya keluar dari kamar mandi dengan bergegas berjalan menuju ke kamar asrama.
Continue.
Enjoy!
Sampai di kamar Desya membuka pintu cukup keras hingga semua sahabatnya yang lain berada di kamar kaget mendengar suara hantaman keras tersebut, Desya membelalakkan matanya dan menyengir tidak bersalah.
"Tolong wahai Bu Desya, tenaga anda itu seperti Hulk jadi mohon membuka pintu pelan sedikit sebelum ada kasus Mahasiswa yang di DO Universitas hanya karena merusak pintu asrama," Danelyn berucap sambil menyatukan kedua tangannya seolah memohon.
Sontak hal tersebut tentu saja menjadi bahan tertawaan oleh yang lain, candaan sederhana yang sudah biasa terucap saat mereka berkumpul. Lilyana masuk sambil membopong tubuh Leyna yang masih terdiam dari tadi.
Ryah yang duluan menyadari langsung bangkit dari ranjangnya dan mengambil alih Leyna dari tangan Lilyana, "Kenapa?" hanya itu yang diucapkannya karena ikutan khawatir dengan ekspresi datar dari Leyna.
Mereka semua berkumpul di ranjang Leyna, gadis itu tidak apa-apa kemungkinan hanya masih kaget dengan yang tadi dilihatnya. Lilyana menceritakan semua yang terjadi di halaman belakang. Falisya, Neisha, dan Meisie tidak percaya dan berpikir kalau itu hanyalah bohong belaka.
Saat Leyna mengeluarkan tongkat tersebut dari balik pakaiannya semua yang di sana menganga takjub. Tongkat tersebut masih bercahaya hanya saja tidak seterang saat Leyna menemukannya, Danelyn meminta tongkat tersebut dan melihatnya seksama.
"Imagine just imagine .... Gimana kalau tongkat ini memang tongkat ajaib yang membukakan pintu menuju dunia Fantasi? Kalian semua pasti tau kan tentang rumor bahwa di Universitas ini setiap tahunnya akan ada Mahasiswa yang pergi ke dunia Fantasy," Mereka semua saling berpandangan dan baru mengingat tentang hal tersebut mendengar ucapan Danelyn.
"Tapi itukan hanya rumor mana mungkin ada dunia Fantasi di dunia ini, mungkin juga itu adalah salah satu cara Oxford untuk mempromosikan Universitasnya dengan mengembangkan dan memberikan kegiatan berbau Fantasi," cela Desya, ucapannya lumayan masuk akal menurut Falisya karena selama ini kegiatan di Universitas tidak jauh-jauh dari sesuatu yang berbau Fantasi.
Danelyn menghela nafas pasrah, sebenarnya ingin memasuki dunia Fantasi adalah impiannya tapi apa boleh buat, inilah kenyataannya kalau dunia tersebut memanglah angan belaka. Leyna sudah sedikit tenang dan membenarkan posisi duduknya menyandar.
"alau kalian mau tau, tongkat itu tadi cuma sebatang ranting tercacak di tanah. Gua emang ngeliat ada benda berkilau dibalik semak-sema dan waktu gua hampiri itu tuh cuma ranting. Tapi waktu gua ambil ranting itu berubah jadi tongkat yang sekarang wujudnya Danelyn pegang, yang diceritain sama Lilyana itu benar," jelas Leyna.
"Gua jadi keingat sesuatu deh," Falisya berbalik pergi mengambil sesuatu dari lemari di samping ranjang Danelyn, buku yang tadi sempat dibicarakannya bersama dengan Neisha juga. "Jadi tadi Danelyn nemuin buku ini, covernya sih bagus banget gambar Istana di atas awan dan ada Naga putih juga, coba deh lu liat."
Desya menerima uluran buku tersebut dan memperhatikannya seluruh bagian buku dengan seksama, "TREQUENIX? Udah dibuka bukunya?"
Falisya dan Danelyn menggeleng kompak.
"Buka ajalah sekarang kok gua merasa aneh banget dengan cover depannya," Meisie menyahut, Desya mengangguk lalu meletakkan buku tersebut di atas ranjang Leyna agar semua yang di sana dapat melihat dan perlahan tangannya membuka buku tersebut.
Hal pertama yang mereka lihat adalah tongkat, gambar tongkat yang sama persis dengan yang saat ini ada di tangan Danelyn. Gadis itu tiba-tiba merasa merinding dan meletakkan tongkat tersebut begitu saja ke atas ranjang.
Mereka semua mundur sedikit menjauh dengan perasaan dan ekspresi yang sama, tegang dan bingung menjadi satu. Bagaimana bisa kebetulan ini terjadi, buku yang katanya diambil secara acak oleh Danelyn di perpustakan seolah terhubung dengan tongkat yang seolah ajaib yang ditemukan oleh Leyna dan Lilyana.
"Gak gak ini gak beres dan gak masuk akal banget, gua yakin ini pasti udah direncanain ama lu pada, kan?" Meisie menatap buku dan tongkat itu bergantian, lalu melirik ke Leyna dan Danelyn.
Lilyana dan Falisya menyangkal tuduhan Meisie tersebut, mereka merasa sangat tidak masuk akal kalau sampai seniat itu untuk menjahili yang lain. Neisha mengambil buku yang terbuka tersebut dan membaca tulisan di bawah gambar tongkat yang kemungkinan itu adalah sebuah penjelasan atau semacamnya.
"Tongkat ini adalah tongkat Ravuella, tongkat ini akan membuka dan menutup sebuah portal yang mengarah ke negeri TREQUENIX ...." ucapan Neisha menggantung saat mengingat judul yang tertulis di cover depan buku.
Desya meminta buku tersebut dan melihat apa yang baru saja dibaca oleh Neisha, "Ada sebuah mantra yang akan membuka portal tersebut, yakinkan diri untuk mempercayai semua ini dan saat merapalkan mantra portal tersebut akan muncul,"
"Mana mantra-nya?" tanya Danelyn yang sudah memegang kembali tongkat. Desya menghela nafasnya berat dan membalikkan halaman selanjutnya.
Terdapat tulisan dengan bahasa yang aneh tapi masih dapat dibaca di halaman tersebut, Desya mengulurkan buku tersebut berpindah ke Danelyn, "Tue equa la ravua zyuairla,"
Selesai membaca tersebut sebuah cahaya keluar dari tongkat dan mengarah ke jendela, dari sana muncul sebuah pintu berwana merah muda dengan gambar sebuah pemandangan. Mereka yang ada di ruangan membelalak tidak percaya, Desya menarik kembali buku tadi mencari mantra yang mungkin dapat menghilangkan pintu tersebut.
"Danelyn Danelyn, baca lagi mantra ini. Jangan sampai siapapun selain kita mengetahui tentang hal ini," Desya berhasil menemukan mantra lagi di halaman paling belakang dan mengguncang bahu Danelyn yang diam terpaku.
"Tue equa la ravua vluarilla," Walau bicaranya yang sedikit gemetar Danelyn berhasil membaca dan merapalkan mantra tersebut hingga cahaya muncul lagi dari tongkat mengarah ke pintu, pintu tersebut hilang dan Desya bernafas lega.
"I-itu beneran pintu menuju ke negeri TREQUENIX .... Iyakan?" Ryah meraih tangan Danelyn dan gadis itu mengangguk mengiyakan pertanyaannya.
"Gak salah lagi kita adalah Mahasiswa selanjutnya yang terpilih untuk pergi ke dunia Fantasi," ucap Lilyana lirih.
"Ini benar-benar menakjubkan, perjalanan menuju ke dunia Fantasi akan segera kita lakukan," Falisya tersenyum lebar menyadari maksud ucapan Lilyana.
"Kalau memang ini benar bagaimana kalau kita mengatakan hal ini kepada kepala Universitas? Gua yakin beliau tau tentang hal ini," usul Neisha mendapat anggukan setuju dari mereka semua.
Nanti malam setelah makan malam saat jam santai tiba mereka akan ke ruang kepala Universitas menanyakan tentang kebenaran hal ini, sekarang mereka berpencar kembali ke ranjang masing-masing. Danelyn mengambil buku dan Leyna mengambil tongkat menyimpannya di lemari yang ada di samping ranjang.
Tak lama kemudian bel jam makan malam berbunyi menggema di seluruh bangunan asrama, mereka berdelapan mengeluh kesal belum sempat membaringkan tubuh jam makan sudah berbunyi yang itu artinya mereka harus makan karena setelah makan malam biasanya Mahasiswa akan dilarang ke dapur atau ruang makan.
Dengan malasnya mereka bangkit dari ranjang mengambil ponsel dan berjalan bersama keluar asrama menuju ke ruang makan yang berada di gedung utama Universitas.
Continue.
Enjoy!
Ruang makan utama yang begitu besar dan luas mulai diisi oleh Mahasiswa yang tingal di asrama, menu makan malam sudah diletakkan di meja panjang di depan yang berada dekat dapur. Dan saat ini mereka berdelapan sedang mengantri mendapat giliran untuk mengambil makan.
Saat mereka berdiri berbaris, mereka tidak sengaja mendengar pembicaraan Mahasiswa lainnya yang duduk di meja makan panjang tidak jauh dari posisi mereka mengantri.
"Gua dengar katanya Mahasiswa dari semester 5 mendapat giliran ke dunia Fantasi, ada yang bilang kalau dia sama satu temannya berhasil membuka sebuah portal menuju sebuah Kerajaan .... Mereka berdua tadi siang mengumumkan hal tersebut besar-besaran, gua sampai iri dan rasanya ingin merampas kesempatan tersebut,"
"Ih iya gua juga ada dengar, gua awalnya gak percaya mungkin hanyalah khayalan mereka semata sekedar candaan tapi waktu gua liat salah satunya ngeluarin tongkat gitu gua kaget banget liatnya,"
"Bayangin aja setelah mereka mendapat giliran ke dunia Fantasi setelah itu kita yang mendapatkan giliran tersebut?"
"Kalau bisa kita mengambil giliran mereka yang dapat tahun ini kita akan pergi ke dunia Fantasi sekarang,"
Itu adalah beberapa ucapan yang terdengar dari percakapan beberapa gadis, mereka berdelapan saling berpandangan bergiliran mendengar ucapan tersebut.
Setelah selesai mengantri dan mengambil makan malam mereka duduk berhadapan di bagian pojok ruangan, Falisya melihat pemandangan sekitar memastikan tidak ada Mahasiswa lain yang berada di dekat mereka.
"Dengar kan omongan Mahasiswa tadi?" tanya Lilyana sambil menyuap cream sup.
"Kayaknya niat awal kita buat ke ruangan kepala Universitas gak jadi, kalau kita ke sana otomatis seluruh Mahasiswa yang saat ini ada di asrama pasti akan penasaran jadinya kabar ini akan menyebar ke seluruh Universitas," ucap Ryah mengecilkan volume suaranya.
"Dan jangan lupakan ucapan gadis tadi yang berniat untuk mengambil kesempatan orang lain tersebut .... Kita harus menutup rapat-rapat hal ini, dan jangan sampai juga Mahasiswa yang mengaku-ngaku mendapat giliran itu tau —" ucapan Delisya menggantung.
"Gua yakin dia bakalan jadi orang pertama yang mau merebut kesempatan ini untuk membuktikan kalau ucapannya adalah kebenaran," cela Falisya, tatapan matanya yang sinis melirik sekumpulan Mahasiswa pria yang berjalan mendekat.
"Hai girls .... Misuh-misuh mulu kalian," Damian — Mahasiswa yang satu jurusan dan kelas dengan Meisie duduk tidak jauh samping Falisya, sengaja memberikan sedikit jarak.
"Loh kalian, nginap di asrama?" tanya Neisha saat melihat empat orang yang beriringan dengan Damian.
"Lagi pengen nginap di asrama sih," jawab pria dengan warna rambut kecoklatan, Frederick Eddras.
"Kita gak misuh, Damian. Hanya melakukan percakapan seputar tata surya dan segala keanehannya termasuk kenapa ini anak tiba-tiba udah nempel di belakang gua," Desya hanya menghela nafas merasakan rambutnya ditarik-tarik pelan karena sudah tau pasti siapa pelaku tersebut.
Damian melirik pria berambut blonde dengan warna mata gemstone green yang berdiri di belakang Desya tanpa kejelasan, kepalanya menggeleng sesaat sebelum bangkit lagi dari kursinya dan menarik pria itu untuk duduk bergabung dengannya.
"Gimana dengan rencana kalian kemarin?" tanya Damian sambil menyuap makanan yang ada di nampan miliknya.
"Rencana yang mana?" tanya Meisie balik.
"Yang katanya kalian mau cari tau kebenaran tentang rumor yang setiap tahun di Universitas ini akan ada Mahasiswa pergi ke dunia Fantasi," jawab Damian melirik satu persatu teman gadisnya.
"Oh itu, sebenarnya kita gak jadi sih buat nyari tau ...." Desya sengaja menggantungkan nada bicaranya dan kemudian bangkit dari bangkunya membawa nampan menuju ke arah dapur.
"Kita udah dengar tentang mereka yang mendapat giliran ke Dunia Fantasi itu, kalian pasti taukan tentang Mahasiswa yang mengumumkan hal tersebut? Jadinya kita berdelapan sepakat buat gak nyari tau dan tinggal menungu perginya Mahasiswa tersebut," Falisya mengarang jawaban untuk menjelaskan ke Damian, ekspresi wajahnya sangat menyakinkan Lloyd, Frederick, dan pria satu lagi Alton.
"Oh mereka berdua, yang mereka umumkan itu hanyalah khayalan semata dan mereka tidak bisa membuktikan ucapannya .... Mereka disoraki oleh orang-orang yang satu mata kuliah, lalu keduanya pergi begitu saja," Alton yang sedari tadi diam akhirnya menyahut ke dalam obrolan.
"Buset disoraki gak tuh," celetuk Leyna.
"Serius, untungnya mereka hanya disoraki ada temen yang lain sampai mau melemparnya menggunakan telur dan tepung tapi tidak jadi," lanjut Alton lagi, mereka semua yang ada di sana tertawa bersama.
Desya terlihat berjalan mendekat tapi langkahnya pelan dan tatapan matanya seolah mengamati ruangan sekitar, saking tidak fokusnya berjalan gadis tersebut menabrak Lloyd yang untung saja sedang tidak memegang apapun di tangannya hanya sedang mengunyah.
"Eh Lloyd astaga sorry," tangan Desya dengan cepat mengusap punggung Lloyd khawatir kalau pria tersebut tersedak, hanya sesaat gadis tersebut mengusap lalu setelahnya Desya berjalan lagi menuju pintu masuk.
Mereka yang di sana saling berpandangan lalu sedetik kemudian menyudahi makan malam yang sudah tersisa sedikit tersebut dan bangkit mengejar Desya yang sudah keluar, Lloyd mengedarkan pandangannya sama sekali tidak melihat Desya, gadis itu sudah menghilang entah kemana.
Leyna melihat sahabatnya tersebut berjalan menuju tangga yang mengarah ke lantai 4, lantai yang katanya dilarang dimasuki para Mahasiswa karena tempat pribadi Kepala Universitas, mereka langsung mengejar Desya berharap gadis itu menyadari ke mana arahnya berjalan.
Lloyd duluan menghampiri dan menarik tangan Desya yang hendak membuka pintu tangga, "Lu kenapa Desya?"
"Gua tadi ngikutin sesuatu benda terbang kecil dan bercahaya," Desya mendongak mencari benda yang dimaksud tapi benda tersebut tidak ada.
"Kalau Lloyd telat narik tangan lu bisa-bisa besok dapat peringatan karena nekat masuk ke lantai 4," Lilyana mendengus mengatur nafasnya.
"Hah? Gua mau ke lantai 4?" Dahinya mengerut karena sama sekali tidak mengerti apapun, saat dirinya berbalik dan mendongak melihat tulisan di atas pintu langkah kakinya langsung mundur beberapa kali, "Kok bisa gua sampai di sini? Seingat gua tadi masih jalan di aula makan,"
Mereka semua bingung karena tadi Desya jelas-jelas keluar dari aula dan bahkan sempat menabrak Lloyd yang sedang makan.
"Oke ini mulai aneh, apa yang lu liat tadi sampai lu ikutin dan bahkan gak sadar dengan sekeliling lu berada di mana," Ryah menengahi dan melemparkan pandangan penasaran ke Desya.
"Mungkin kalian gak bakalan percaya ini, benda bercahaya itu sebenarnya berwujud peri .... Kecil banget sampai gua gak yakin dengan apa yang gua liat itu, gua awalnya liat dari dapur dia keluar dari balik lemari gitu, gua ikutin aja tapi karena bentuknya kecil dan terkesan gesit gua hampir kehilangannya," Desya menjelaskan dengan nada bicara yang berhati-hati sambil mengingat.
"Kita pisah di sini dulu, sampai bertemu besok pagi," Danelyn tiba-tiba menarik tangan Desya dan membawanya pergi, para gadis langsung mengikuti dan para pria ditinggalkan begitu saja.
Continue.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!