NovelToon NovelToon

Kembalinya Sang Penguasa: Pembalasan Seorang Ibu

BAB 1

Negara Gumi sangat unik. Negara ini masih menggunakan sistem monarki di mana raja merupakan penguasa utama. Begitu digdayanya kekuasaan raja, bahkan presiden dan pejabat negara yang paling tinggi pun tunduk pada kerajaan. Parade-parade kerajaan setiap tahun ditampilkan dan diarak di ibu kota, dengan keluarga kerajaan yang selalu tampil megah di sana.

Pada masa lalu, Negara Gumi dimerdekakan oleh Raja Leonor yang membangun sebuah sistem kerajaan yang bertahan hingga saat ini. Negara ini dipimpin oleh garis keturunan kerajaan Leonor.

Meskipun aturan dunia berubah, peran presiden di negara ini lebih merupakan sebuah formalitas karena garis keturunan Raja Leonor yang mengatur semuanya di balik layar pemerintahan.

Negara Gumi terbagi dalam dua wilayah kekuasaan: wilayah kerajaan dan wilayah pemerintahan sipil. Wilayah kerajaan, yang mencakup ibu kota dan daerah sekitarnya, berada di bawah kekuasaan langsung Raja Leonor. Wilayah ini memegang pusat kekuasaan tradisional dan adat istiadat. Raja memiliki kewenangan penuh atas hukum adat, kebijakan kebudayaan, dan acara-acara kenegaraan.

Di sisi lain, wilayah pemerintahan sipil dikelola oleh presiden yang dipilih melalui pemilihan umum. Presiden bertanggung jawab atas urusan pemerintahan sehari-hari, termasuk ekonomi, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur.

Namun, setiap keputusan besar tetap memerlukan persetujuan dari kerajaan. Ini menunjukkan bahwa meskipun presiden memiliki kekuasaan administratif, raja tetap memiliki pengaruh dominan dalam segala aspek kehidupan bernegara.

Raja Leonor X, yang saat itu bertahta, hanya memiliki seorang putri mahkota bernama Briela. Briela sangat cerdas dan piawai dalam segala hal. Usianya sudah memasuki usia pernikahan, dan kerajaan menyambut meriah ketika putra perdana menteri negara tersebut melamar Briela.

Semua orang tahu bagaimana watak putra perdana menteri yang baik hati dan tegas. Pernikahan berlangsung meriah, namun tidak berselang lama, kerajaan bergejolak karena persaingan intrik politik dan kekuasaan.

Beberapa menteri, pejabat negara, dan bahkan presiden bersekongkol melawan sistem kerajaan. Mereka bekerja sama dengan beberapa negara lain untuk meruntuhkan sistem monarki itu. Kesetiaan manusia menjadi samar, baik di hadapan keluarga kerajaan maupun di antara sesama pejabat. Entah mereka adalah lawan atau kawan, semuanya begitu sulit dibedakan.

Briela bersama suaminya berusaha mencari cara agar pemerintahan kembali tunduk kepada kerajaan. Kaspian, suami Briela, berusaha sekuat tenaga menyatukan semua pihak, namun takdir berkata lain. Dia gugur di medan pertempuran politik dalam sebuah kecelakaan yang menurut Briela sudah direncanakan dengan baik.

Geram dengan situasi ini, Briela meminta hak kuasa kepada Raja Leonor X, yang sudah sakit-sakitan, untuk memimpin strategi perlawanan. Permintaan ini disetujui. Dalam keadaan mengandung, Briela sibuk menyelidiki para pejabat dan anggota keluarga kerajaan yang berencana menggulingkan kekuasaan keluarganya.

Beberapa di antara mereka tidak menyetujui jika pemimpin mereka adalah seorang perempuan karena selama ini, laki-lakilah yang berhak memimpin Istana Leonor. Satu per satu bandit dan pengkhianat negara dibantai oleh Briela. Meski beberapa meloloskan diri dari penyelidikan dan hukuman kerajaan, negara Gumi kembali aman, dan itu sudah cukup.

Briela melahirkan seorang putri cantik yang diberi nama Xaviera. Dia memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Leonor demi melindungi putrinya dari hiruk pikuk dunia kerajaan yang harus dipikulnya.

Menjadi garis keturunan kerajaan sangat berat, dengan tugas yang bisa menghabiskan banyak waktu tanpa menikmati perubahan masa dan musim.

Briela ingin anaknya menikmati kehidupan seperti manusia pada umumnya. Bersekolah, bermain tanpa harus mengikuti aturan tertentu. Dia diam-diam meninggalkan istana tanpa diketahui siapa pun.

Kerajaan mulai berkecamuk tanpa seorang pemimpin, hingga akhirnya Permaisuri Leonor, ibu dari Briela, mengambil alih kekuasaan untuk menjaga pondasi kerajaan agar tidak hilang.

Briela hanya menitipkan sebuah surat, menyatakan bahwa dia akan memantau kerajaan dari kejauhan dan akan membantu permaisuri mengatasi setiap masalah kerajaan jika diperlukan. Briela membawa beberapa pengawal setianya dan memberikan perintah untuk mengawasinya dari jauh tanpa menimbulkan kecurigaan.

Waktu berlalu begitu cepat, saat usia Xaviera sepulu tahun, dia sudah masuk sekolah menengah pertama. Dia memiliki banyak teman, namun Briela tidak menyangka bahwa di sekolah, ada beberapa siswa yang membully Xaviera hingga hampir mencelakainya.

Jika bukan karena bantuan seorang pria asing saat itu, Briela mungkin tidak akan tahu bahwa Xaviera mendapatkan bully di sekolah.

Briela segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak sekolah dan pihak berwenang setempat agar memberikan efek jera kepada siswa-siswa yang mencelakai anaknya.

"Siapa nama Anda? Terima kasih karena telah menolong anak saya," ucap Briela kepada pria yang wajahnya menunjukkan bahwa mereka mungkin seumuran.

"Tidak masalah, aku hanya kebetulan melintas dan melihat anak Anda sedang dikeroyok oleh teman-temannya," jelas pria itu yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Hartono.

Briela memperhatikan penampilan pria tersebut yang tampak asing di matanya. Ternyata, Hartono baru menetap beberapa bulan di kota Riga. Dia menjelaskan bahwa dia sedang bekerja untuk menghidupi anaknya yang berada di negara lain.

Briela merasa iba mendengarnya. Dia mengundang Hartono ke kedainya esok hari untuk sekadar mampir dan menerima kebaikan hatinya.

"Kau bisa makan sepuasnya di kedaiku, jika kau tidak memiliki apa pun untuk dimakan," ucap Briela.

"Terima kasih, tapi aku masih sanggup untuk bekerja," jawab Hartono dengan tegas.

Briela tersenyum mengerti. Beberapa hari kemudian, Briela bertemu lagi dengannya. Hartono bekerja serabutan, sehingga Briela memanggilnya ke kedai miliknya untuk sekadar berbincang. Dari situ, Briela mengetahui bahwa Hartono adalah pria pekerja keras dan memiliki banyak ide cemerlang untuk masa depan.

"Jadi, kau masih memiliki sisa saham di negara itu tapi tidak bisa mengaksesnya karena jalanmu tertutup oleh pimpinan negara tersebut?" tanya Briela dengan wajah serius.

Hartono mengangguk. Sudah lima tahun dia mencari cara agar bisa mengambil saham yang tersisa dan membawa anaknya pergi dari negara itu, namun dia tidak menemukan jalan.

Hartono mengeluarkan foto bayi mungil yang disimpannya di dompet. Dia tersenyum dan menunjukkan foto itu kepada Briela. "Saat ini usianya sudah lima tahun. Aku berpindah-pindah tempat bekerja demi dia. Aku..."

"Siapa namanya?" tanya Briela.

"Lily," jawab Hartono, matanya berbinar-binar saat menyebut nama putrinya.

Briela diam sejenak, lalu tersenyum. Dia meminta Hartono menemuinya di alamat yang ditulisnya di secarik kertas. Hartono terlihat bingung.

"Aku akan membantumu," ucap Briela tegas.

"Bantu? Tapi bagaimana caranya?" Hartono masih bingung dan bertanya-tanya.

Briela pergi begitu saja, meninggalkan Hartono dengan wajah penuh tanda tanya. Di balik langkahnya yang mantap, Briela memiliki rencana yang mungkin bisa mengubah nasib Hartono dan putrinya.

BAB 2

Jl. Massachusetts Ave NW, Riga.

Hartono berjalan di jalanan yang sepi. Setiap langkahnya terasa berat, dipenuhi kegelisahan yang terus menghantui pikirannya. Dia sesekali melirik secarik kertas yang berisi alamat yang ditulis oleh Briela.

Kertas itu sudah agak kusut di genggamannya karena gugup. Setiap kali dia melihatnya, hatinya berdegup kencang, seperti genderang perang yang menghantam dada.

Tiba-tiba, dua orang pria mendekatinya dengan langkah cepat dan pasti. Tanpa peringatan, salah satu dari mereka menutup wajah Hartono dengan kain hitam tebal, sementara yang lain dengan cekatan memegang tangannya dengan kuat. Perasaan panik langsung menyergapnya, keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.

"Hei! Apa yang kalian lakukan? Siapa kalian? Lepaskan!" teriak Hartono sambil meronta-ronta, suaranya menggema di jalanan yang sepi.

Kedua pria itu memiliki kekuatan yang tidak tertandingi. Mereka dengan mudah mengangkat tubuh Hartono dan memasukkannya ke dalam mobil hitam yang menunggu di pinggir jalan.

Sepanjang perjalanan, Hartono terus berteriak dan meminta untuk dilepaskan, namun tidak ada tanggapan. Setiap detik yang berlalu terasa seperti seabad, rasa takut dan ketidakpastian menghimpitnya.

Setelah beberapa menit yang terasa tak berkesudahan, mobil itu akhirnya berhenti. Hartono merasa dirinya ditarik keluar dari mobil dengan kasar. Dia berjalan dengan paksaan, tarikan tangan yang kuat membuat langkahnya terseret-seret di atas lantai berbatu. Setiap injakan terasa menyakitkan, menambah penderitaan yang sudah dia rasakan.

"Lepaskan dia," terdengar suara tegas namun lembut yang familiar di telinga Hartono.

Dua pria tersebut segera melepaskan penutup kepala Hartono. Begitu kain hitam itu terlepas, Hartono mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya ruangan. Pandangannya kabur sejenak sebelum akhirnya fokus pada sosok yang duduk di depannya.

"Kau?!" seru Hartono terkejut melihat siapa yang duduk di depannya.

Briela tersenyum. Dia duduk di sebuah kursi megah dengan sandaran tinggi, terbuat dari kayu berukir halus dan dihiasi kain beludru merah. Ruangan itu sendiri tampak sangat mewah.

Lampu gantung kristal berkilauan di langit-langit tinggi, memantulkan cahaya ke seluruh ruangan. Ornamen patung klasik berdiri di sudut-sudut, dan rak buku yang menjulang tinggi penuh dengan buku-buku tua berkulit tebal menghiasi dinding-dindingnya.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya Hartono dengan bingung, suaranya terdengar gemetar.

Salah satu pria yang berada di belakang Hartono menendang tekuk kakinya hingga dia berlutut di lantai marmer dingin.

"Jangan tidak sopan. Di hadapanmu saat ini adalah Putri Mahkota Briela Leonor," ucap pria itu dengan suara yang penuh hormat, kemudian membungkuk memberi hormat.

Mata Hartono membulat sempurna. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan salah satu anggota keluarga kerajaan, apalagi dengan putri mahkota yang memiliki garis keturunan langsung.

Hartono memang tahu banyak tentang kerajaan karena tujuan utamanya adalah membangun relasi dengan keluarga kerajaan. Hanya dengan begitu dia bisa meminjam kekuasaan mereka untuk membangkitkan kembali perusahaannya yang sedang terpuruk.

"Maafkan saya, Tuan Putri, saya...," Hartono tergagap, mencoba menyusun kata-kata.

"Tidak usah minta maaf. Kau telah menolong anakku, maka aku akan membantumu," jelas

Briela dengan suara tegas namun penuh rasa terima kasih. Dia menatap Hartono dengan mata biru tajamnya yang menunjukkan kekuatan dan ketegasan seorang pemimpin.

Mata Hartono berbinar. Dia berjanji dalam hati akan membalas semua kebaikan dan bantuan Briela di masa depan.

"Tidak perlu. Aku hanya menginginkan anakmu untuk tinggal bersamaku, menemani putriku," ucap Briela dengan suara yang tenang namun penuh makna.

Hartono terdiam sejenak, merenungkan permintaan itu. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan besar untuk anaknya mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Setelah beberapa saat, dia mengangguk dan berjanji akan segera kembali ke kampung halamannya untuk menjemput Lily dan membawanya ke hadapan Briela.

Mendengar itu, Briela melirik salah satu orang kepercayaannya, seorang pria berjas hitam dengan wajah keras. Pria itu kemudian menjelaskan kepada Hartono bahwa dia akan ikut bersama Hartono untuk membantu mengatasi masalahnya di negara tersebut.

"Terima kasih, Yang Mulia. Terima kasih banyak," ucap Hartono dengan penuh rasa syukur, hampir tidak percaya dengan keberuntungannya.

Briela hanya mengangguk dengan anggun. Sebelum Hartono benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, Briela memintanya untuk merahasiakan semuanya. Apa yang dia lihat dan dengar saat itu harus disimpan rapat-rapat. Jika setitik informasi bocor keluar dari mulutnya, Briela berjanji akan menghukumnya dengan menghilangkan kepalanya.

"Mengerti, Yang Mulia," ucap Hartono dengan serius, memberi hormat dengan meletakkan tangannya di dada dan sedikit membungkukkan tubuhnya.

Hartono kemudian dibimbing keluar dari ruangan mewah itu, masih dalam keadaan terkejut namun penuh harapan untuk masa depan yang lebih baik bagi dirinya dan putrinya.

Seminggu kemudian, Hartono kembali ke bangunan megah tempat pertemuan Briela dengannya. Dia datang bersama seorang anak perempuan kecil yang menggemaskan. Lily, putrinya, terlihat bingung dan memegang tangan ayahnya erat-erat.

Matanya melirik setiap sudut ruangan dan memperhatikan setiap benda yang berada di dalamnya. Briela tersenyum dan mengusap pucuk kepala Lily.

“Kau mau ikut Bibi?” tanya Briela lembut.

Lily melirik Hartono dan mendapatkan anggukan. Dengan sedikit ragu namun penuh rasa ingin tahu, Lily mengangguk dan sedikit tersenyum. Beberapa saat yang lalu, Hartono sudah memberikan banyak wejangan kepada Lily tentang apa yang akan dia hadapi. Hartono menjelaskan bahwa Lily akan memiliki kakak perempuan dan teman bermain baru, membuatnya bersemangat untuk ikut.

“Panggil aku Bibi Ela,” ucap Briela.

Lily didudukkan di sebuah kursi, sementara Hartono melanjutkan perbincangan dengan Briela. Lily kecil hanya bisa memahami satu hal dalam perbincangan tersebut, bahwa ada rahasia yang harus dia sembunyikan. Rumah yang dia kunjungi saat itu dan juga Bibi Ela, yang ternyata sebagai tuan rumahnya, adalah sesuatu yang tidak boleh dia ceritakan kepada siapa pun.

“Lily mengerti?” tanya Hartono dengan lembut.

Lily kecil mengangguk, "Lily tidak boleh memberitahu siapa pun tentang rumah ini dan juga bibi pemilik rumah," ucap Lily dengan cadelnya.

Hartono mengangguk dan mengusap kepala anaknya dengan penuh kasih sayang. Dia berjanji akan kembali menjemput Lily saat waktunya tiba. Lily melambaikan tangannya, kemudian memegang tangan Briela saat mereka meninggalkan rumah megah tersebut dan menaiki sebuah taksi.

Sepanjang perjalanan, Lily melihat ke luar dari jendela taksi, memperhatikan orang-orang yang berjalan, keramaian, dan lampu warna-warni yang bersinar.

Beberapa menit berlalu, dan jalanan mulai semakin sunyi. Hanya ada lampu pendar di sekitar jalan serta pemandangan rumah-rumah yang berubah bentuk. Rumah-rumah megah yang berjejer kini berganti menjadi bangunan sederhana.

Taksi berhenti tepat di hadapan sebuah rumah dengan halaman yang tidak begitu luas, namun dipenuhi tanaman bunga yang indah. Di sana, seorang wanita remaja berlari memeluk Briela dengan ceria.

“Xaviera, kenalkan, dia Lily,” ucap Briela.

“Lily? Hai…” timpal Xaviera dengan ramah.

Lily kecil mengangguk dan sedikit tersenyum.

“Mulai saat ini, dia akan tinggal bersama kita,” jelas Briela.

Dengan mata berbinar, Xaviera memegang tangan Lily dan tersenyum kepada Briela.

“Mama tidak bohong, kan?”

“Iya sayang,” timpal Briela lembut.

Briela kemudian menjelaskan kepada Xaviera bahwa Lily adalah anak jalanan yang baik hati dan jujur di temuinya, dan mulai saat itu Briela yang akan merawatnya. Xaviera tersenyum bahagia karena akhirnya dia akan memiliki teman bermain, memiliki adik yang dia impikan.

BAB 3

Hari-hari berlalu. Lily yang terlihat pendiam mulai menerima dan berbaur dengan baik bersama dengan Xaviera. Canda tawa terdengar begitu jelas dan suara teriakan yang riang di rumah sederhana kini terdengar setiap harinya.

Kebiasaan Xaviera yang sering menjemput kepulangan ibunya dengan pelukan kini berubah dengan bermain di ruangan tamu berlarian bersama dengan Lily.

Briela hanya menggelengkan kepalanya jika dia berada dalam situasi tersebut dan memakluminya. Bahkan hal yang sangat membahagiakan adalah, ketika kepulangan di sambut oleh Xaviera dan Lily berlomba untuk memeluknya. Dia benar-benar sudah merasa menjadi masyarakat biasa pada umumnya.

Berjalannya waktu, rumah yang sederhana kini terdengar tawa dua anak gadis yang sering bersenda gurau, nonton bersama dan juga berbelanja bersama. Lily pun perlahan memanggil Bibi Ela berubah menjadi sebutan mama, sama dengan Xaviera memanggil Briela.

Sudah sepuluh tahun Lily meninggalkan negaranya dan ikut bersama Briela, usianya sudah remaja dan tubuhnya begitu kuat. Lily memiliki banyak keterampilan, termasuk bela diri karena secara diam-diam Briela mengajar Lily saat Xaviera tidak berada di rumah.

Xaviera anak yang pintar. Setiap harinya waktu Xaviera digunakan untuk belajar dan sekolah kursus. Malam hari dia akan berbincang dan menghabiskan waktu bersama dengan Ela dan juga Lily di rumah.

Saat usianya sudah memasuki dewasa, dia kuliah di sebuah universitas terbaik di kota Riga karena mendapatkan beasiswa, sedangkan Lily yang seharusnya masuk jenjang usia sekolah menengah pertama, hanya mengikuti kursus dan belajar mandiri di rumah karena permintaannya sendiri.

Hari berat pun tiba saat Hartono datang meminta kepada Briela untuk mengembalikan Lily. Dia ingin membawa Lily kembali ke negaranya dan mengajarkan tentang dunia perusahaan yang saat itu dirintisnya telah mengalami perkembangan pesat.

“Bukan aku yang memutuskannya tapi biarkan Lily sendiri yang memutuskannya, bersama dengan keputusan Xaviera,” jelas Briela.

Esok hari, di kedai Briela, mata Lily membulat sempurna. Pria yang dipanggilnya ‘papa’ kini berada di hadapannya, dengan penuh haru mereka berpelukan erat dan saling berbincang. Lily terlihat beberapa kali mengangguk paham di hadapan ayahnya itu.

“Pah, Lily akan mengikuti apa yang Papa inginkan, jika kak Xaviera setuju, bagimana?” tanya Lily.

Hartono mengusap pucuk kepala anaknya itu, dia menunggu Lily di kedai jika semuanya setuju, Hartono akan kembali menjemput Lily tiga hari lagi. Lily setuju.

Di rumah sederhana, Lily berusaha memikirkan beberapa alasan untuk membuat Xaviera menerima keputusannya. Briela pun menyerahkan sepenuhnya kepada Lily.

“Ma, apa Lily boleh bertanya sesuatu?” tanya Lily dengan duduk di hadapan Briela, saat mereka menunggu kepulangan Xaviera.

“Boleh,” ucap Briela anggun.

“Ma… sebenarnya identitas mama yang sebenarnya siapa?”

Mendengar pertanyaan itu, Briela tersenyum. Dia meneguk teh hangat yang berada di tangannya itu. Dia meminta Lily bersabar, suatu hari nanti dia akan tahu sendiri, atau mungkin saja jika dia berhasil membujuk ayahnya untuk berbincang mengenai dirinya. Lily akan tahu saat itu juga.

“Hmm, papa pun bukan orang yang mudah berbincang tentang rahasia,” gumam Lily.

Tiba-tiba teriakan ceria dan nyaring kini menggema di depan halaman rumah mereka. Briela tersenyum dan menyambut putri tercintanya itu. Dia memeluknya dengan hangat dan menanyakan tentang kabar dan hari-harinya.

“Duduk dulu,” ucap Briela.

“Iya Ma.”

“Lily, kenapa kau diam saja, tidak seperti biasanya. Ada masalah? Cerita sama kakak, ada yang menindasmu di kedai mama ya?” ucap Xaviera dengan melirik ibunya mengedipkan mata.

“Siapa yang berani menindasnya di kedai mama, itu tidak mungkin,” ucap Briela, berusaha menetralkan suasana.

Lily berusaha berpikir untuk mencari kalimat yang tepat agar Xaviera tidak sedih saat mendengar ucapan Lily. Matanya melirik ke arahan Briela dan mendapatkan syarat untuk dia mengatakan apa yang membuatnya resah.

“Kakak, aku ingin mengikuti turnamen game,” ucap Lily mulai gugup.

“Itu bagus, apa masalahnya?”

“Turnamennya di luar negeri dan….”

“Wah, luar biasa. Kau memang tidak bisa disepelekan, kau memiliki niat ikut kompetisi di negara lain,” jelas Xaviera masih tersenyum.

Lily memegang tangan Xaviera. Dia menjelaskan jika dua hari lagi dia akan berangkat dan mungkin saja dia tidak akan kembali lagi ke negaranya dalam beberapa tahun, Xaviera terdiam dan meminta Lily mengulang kalimatnya kembali.

“Kakak, cita-cita Lily, sangat ingin menjadi gamers di masa depan, ingin mengembangkan beberapa permainan dan aku bisa melakukan itu di negara itu. Alasan lainnya, aku ingin mencari kerabat yang tersisa,” jelas Lily.

Xaviera memeluk Lily. Dia mengangguk dan memberikan izin. Dengan syarat Lily harus sering memberinya informasi kapan pun dan di mana pun tentang dirinya, jika dia kesusahan Xaviera berjanji akan berkunjung segera.

Lily mengangguk.

“Bagaimana kalau aku menemanimu?” ucap Xaviera.

“Tidak kakak, karir kakak sudah akan dimulai. Tidak akan lama lagi, kakak menyelesaikan kuliah kakak dan setelah itu kakak bisa mulai semuanya, aku yakin kakak akan sukses di masa depan,” jelas Lily.

Xaviera hanya terdiam melihat keyakinan penuh di mata Lily. Wanita remaja seperti dirinya sangat terlihat teguh dan kuat. Dia pun mengangguk dan tersenyum.

Briela berjanji akan menyiapkan semua keperluan Lily untuk keberangkatannya. Lily awalnya menolak, tapi Xaviera memaksa Lily menerima kebaikan Briela.

“Mama memiliki banyak tabungan, kau tenang saja,” ucap Xaviera yang mulai bercanda.

“Aku sudah meliha tabungan mama, itu cukup untuk dipakai liburan dan juga berfoya-foya sementara waktu,” bisik Xaviera kembali.

Mereka berdua tertawa membuat Briela menggelengkan kepalanya.

"Kau akan selamanya menjadi adikku," ucap Xaviera dengan memeluk Lily.

"Kakak, aku pasti akan kembali di hari pernikahan kakak," timpal Lily.

Xaviera hanya mengangguk.

Beberapa hari kemudian, Xaviera dan Lily saling berpelukan kembali di bandara dan mereka saling melepaskan saat Lily sudah tidak sanggup lagi menahan tangisnya. Tidak jauh dari mereka ada Hartono yang berdiri menunggu Lily memasuki bandara.

Lambaian tangan Lily dan Xaviera sebagai petanda perpisahan mereka. Sepuluh tahun bersama, sudah seharusnya mereka merasakan ikatan batin layaknya saudara sedarah.

“Ma, apakah Lily bisa sendiri?”

“Kau tenang saja, dia pasti bisa. Saat ini sangat canggih dan negara yang dia kunjungi adalah negara yang aman, kita bisa bertemu dengannya lagi, kau harus percaya itu,” jelas Briela mengusap kepala Xaviera.

Mereka berdua akhirnya kembali ke rumah.

...----------------...

Di tempat lain, sepanjang perjalanan bersama dengan Hartono, Lily lebih banyak terdiam. Dia masih merindukan suasana rumah dan Xaviera di dalam hatinya. Dia benar-benar mendapatkan kehangatan keluarga bersama mereka.

Hartono yang melihat putrinya lebih banyak terdiam, sangat paham jika tidak mudah memulai rutinitas yang baru dan bertemu dengan lingkungan dan orang-orang yang baru, tapi keadaan harus memaksanya membawa Lily, karena dia adalah harapan Hartono satu-satunya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!