Matahari sore menyinari jendela kedalam toko barang antik yang dihias dengan cantik dan mewah oleh dedaunan emas palsu dan bunga-bunga peony putih.
Hisa sang pemilik toko duduk dengan tenang di sofa kulit mewah sambil menyesap teh hangat yang dibuatnya dengan penuh ketelatenan, mengigit biskuit manis renyah dengan kenikmatan yang tiada tara nya.
Sinar matahari yang redup sedikit menyinari sosok pemuda itu, rambutnya yang hitam panjang sebahu sedikit memerah karena bias cahaya yang datang.
Telinga lancipnya bergerak, mendengarkan detak jam yang terdengar nyaring di toko kecilnya. Tidak ada yang datang pada waktu ini, sangat sepi hingga debu transparan pun bisa terlihat.
"melihatmu bersantai seperti ikan asin yang di jemur, aku khawatir kau akan jadi orang pertama yang mati kelaparan karena tidak bekerja."
Ejekan itu seketika membuat gerakan anggun Hisa dalam menggigit biskuit favoritnya terhenti. Suasana santai seketika rusak karena ucapan itu.
Hisa berkedip lalu melemparkan setengah biskuitnya dengan keras kesebelah kiri nya dimana ada seekor kucing putih dengan telinga hitam yang segera mengelak menghindari lemparan itu.
Kucing itu melompat-lompat dengan lincahnya sebelum duduk di atas lemari tua sambil menjilat bulunya, sesekali mata birunya memberikan ejekan dan tatapan merendahkan kearah pemiliknya.
"tidak ada pelanggan, itu berarti tidak ada uang, tidak ada uang sama saja tidak ada makanan. Seharusnya kau bersyukur aku masih bisa memberi mu ikan sungai di banding tulang ikan dari tempat sampah caramel sayang," Ujar Hisa dengan cibiran,
Caramel si kucing hanya mendengus kasar tanpa menjawab. Dia dengan anggun berjalan dengan elok seperti model diatas panggung lalu turun dari atas lemari menuju meja kasir sebelum duduk dengan gaya roti.
Hisa melihatnya dengan cibiran sebelum melanjutkan teh sore nya yang tertunda. saat dia akan meminum air teh didalam cangkir, suara bel berbunyi nyaring saat pintu terdorong pelan menampakkan seorang wanita tua dengan wajah kuyu dan mata lelah dibaliknya.
"Selamat datang, produk apa yang diminati tamu ini?" Hisa seketika energik dia meletakkan cangkirnya di atas meja lalu tersenyum sopan tanpa berdiri dari kursinya.
Wanita itu awalnya ragu namun segera mendekati meja kasir dan bertanya dengan nada lirih pada pemuda dihadapannya.
"apakah benar segala pekerjaan apapun dan permintaan apapun bisa kau kabulkan disini?"
Mendengar kata-kata itu Hisa tersenyum semakin lebar, dia menjentikkan jarinya yang seketika sebuah kursi muncul dibelakang wanita itu.
"ya, besar kecil atau mudah sulitnya permintaan mu maka bisa di kabulkan disini asal harga yang dibayarkan sesuai. Duduklah nona dan katakan permintaan apa yang kau inginkan."
Tangannya tidak menganggur dia segera memberikan secangkir air dingin dengan taburan kelopak bunga pada wanita itu.
"air Glester suci dari pegunungan azba, baik untuk kecantikan, menopang kehidupan"
"um, terima kasih untuk air glester suci dari pegunungan azba. Nama ku Blair panggil saja nona Blair." dia duduk dengan pelan, sedikit cahaya keraguan dia tuangkan saat melihat cangkir air itu namun segera menghilang saat merasakan rasa manis pada air yang dia minum.
"jadi?"
Nona blair sedikit tercekat nafasnya mendengar ucapan singkat itu, mengeluh dalam hati karena pemilik toko sungguh tidak toleran terhadap wanita sebelum menjawab dengan sedih.
"Anjingku hilang, aku sangat menyayanginya karena itu adalah memberian ayah ku. Dia sangat penakut dan tidak mungkin pergi jauh jika tidak ditemani oleh ku. Aku masih mendengar suara lonceng kalungnya pada saat dia menghilang mungkin tidak cukup jauh dari rumah ku. Aku ingin kau mencarinya."
Mata Hisa sedikit menutup, telinganya bergerak pelan mendengar ucapan wanita itu.
"Sebagian toko serupa tutup dan hanya toko mu yang menjadi harapan ku, berikan sedikit harapan agar aku bisa tidur nyenyak"
ada sedikit ancaman pada kata-kata nya yang disertai dengan keluhan singkat. Nona Blair mengeluarkan sebuah kotak kecil dan segera membuka nya, didalam kotak terdapat batu giok hijau bulat yang telah di poles, kilaunya memantul dari dalam kotak seperti sebuah karya seni yang diukir oleh pengukir handal.
Hisa mengambil sarung tangan kain, memakainya di tangan kirinya sebelum mengambil batu bulat itu. Dia meletakkannya didepan matanya dengan gerakan lambat sebelum meletakkan kembali batu itu kekotak asalnya.
"baik, permintaan di terima tunggu besok pagi dan kau akan melihat kembali anjing kesayangan mu nona" Kata nya dengan sopan.
Nona Blair tersenyum lebar penuh arti, entah merasa gembira atau apa namun yang pasti mata nya berbinar terang hingga wajahnya nampak berseri.
"terima kasih Tuan, aku akan menunggu kabar baikmu" dia segera berdiri dan membungkuk tanda terima kasih, setelah itu dia berjalan sangat cepat dan segera keluar dari toko dengan perasaan senang.
Suara merdu bel pintu berdering di telinganya, dia segera membereskan meja kasir, mengelapnya dengan telaten sambil menyenandungkan lagu.
"kau berbau busuk..." suara endusan hidung dan kata yang terdengar jijik mengenai Hisa dengan ringan. Caramel membersihkan ujung hidungnya dengan lidah kembali memberikan kata jijik.
Pemuda tampan itu hanya memutar matanya lalu mencibir.
"dasar kucing sialan!" dia melempar kain lap dengan kesal dan mendengus kearah caramel.
Tidak ingin bertingkah bodoh dihadapan kucingnya, dia kembali kesikap santainya. Mengambil koper kayu tua di atas lemari, meletakkannya kelantai dan segera membuka nya segala barang berantakan segera terlihat dihadapannya, pisau dengan jenis ukuran berbeda, tabung aneh, pen bulu, gulungan kertas hingga segala jenis barang sihir beragam bentuk. Dia merapikannya sesuai kategori yang dia inginkan, seolah mengingat sesuatu yang terlupa dia kembali membuka lemari dan mengambil dua mantel pakaian sebelum memasukkannya ke koper yang segera ia tutup.
Caramel melihatnya terlihat sibuk lalu mendekatinya.
"kau akan membawa ini? Bukankah akan menjadi beban?" dia bertanya dengan nada heran sebab segala jenis barang didalam koper penyimpanan ajaib itu sungguh banyak hingga di luar kapasitas.
Hisa segera menggelengkan kepala, dia menunjuk tas selempang kecil di dalam lemari dan berkata pada caramel dengan nada mengejek.
"bodoh, aku akan membawa yang itu. aku tidak mungkin membawa benda besar seperti ini jika perjalanannya tidak memakan waktu lama, dan juga aku punya cincin ajaib yang bisa menampung barang sebesar apapun mengapa repot-repot...koper ini hanya untuk bergaya kau tahu"
Sudah hidup selama tiga tahun dengan Hisa, caramel merasa dia ikut bodoh bersama tuannya. Dia seharusnya tidak bertanya pertanyaan naif seperti itu jika ujung-jungnya mendapatkan kata-kata ejekan. melihat tuannya yang sangat kaya dalam mengoleksi barang apapun seharusnya benda seperti cincin penyimpanan bukan barang langka bagi pemiliknya.
setelah mengejek caramel, Hisa bangkit dari berjongkok lalu mengambil tas selempang dan menyampirkannya di bahunya. Sebelum pergi dia berkata pada caramel dengan nada yang sangat sombong dan memerintah.
"oh...taruh kembali koper itu di atas lemari, juga berikan botol nomor 3 di rak padanya, dia akan mengambilnya nanti. Aku pergi dulu sampai jumpa~"
Hisa pergi dengan gembira tanpa peduli dengan suara makian dan desisan kucing miliknya yang bergema di dalam toko.
Beberapa menit kemudian setelah dia pergi seseorang berjubah tertutup datang ke toko, caramel segera berhenti bersikap marah. Dia melompat ke meja kasir lalu melompat ke atas rak mengambil botol yang Hisa pesankan padanya.
"totalnya tiga puluh keping perak, agak mahal karena ada tambahan bahan lain" setelah berkata caramel memberikan botol itu pada manusia berjubah di depannya dengan ekornya yang dengan lihai membungkus badan botol.
Manusia berjubah tidak menjawab hanya memberikan uang sesuai intruksi dan segera pergi setelah mengambil apa yang dia inginkan, caramel tidak memperdulikannya dia menguap lebar lalu memasukkan kepingan uang itu dalam toples.
Hari sudah agak gelap ketika Hisa keluar menyelusuri jalan setapak. Lampu jalan berisi batu mineral yang dapat bercahaya segera mendapatkan kebebasannya dan mengeluarkan sinarnya dengan gila-gilaan menerangi sekitarnya dengan usahanya.
Pada sore menjelang malam kota tempat tinggal Hisa agak sepi, rumor akan adanya makhluk aneh yang berkeliaran beberapa waktu lalu dan beberapa warga yang hilang secara tiba-tiba memicu keributan masa hingga beberapa warga tidak berani berkeliaran saat malam hari.
Mahkluk aneh yang di sebutkan adalah sebuah kabut hitam yang bukan dari dunia ini, mereka dapat memiliki bentuk yang berbeda dan tidak menentu hingga tidak bisa di katakan apa sebenarnya itu mereka diberi nama Dabael oleh .
Selama ribuan tahun setelah daratan azba terbelah dan menjadi lima benua makhluk ini tercipta dan melahap makhluk yang hidup di sekitarnya. Banyak organisasi hingga bangsa terkuat berbondong-bondong mencoba mencari akar sumber mereka namun pemicu sebenarnya masih belum di temukan hingga kini anomali tersebut masih ada dan dunia masih belum damai.
Hisa adalah salah satunya, klan cabang dari klan elf tertua di dunia ikut andil dalam membantai anomali ini namun hingga zaman ayahnya anomali tersebut masih belum terpecahkan.
tidak ingin memikirkan apapun Hisa dengan langkah ringan kembali berjalan menuju lokasi yang telah diberikan oleh nona blair tempat hilangnya anjing wanita itu.
Sebuah taman luas dibelakang villa mewah. Lokasinya sangat tersembunyi hingga nampak terpencil, taman ini kadang ramai oleh anak kecil pada siang hari namun kini terlihat sepi hingga ayunan kayu yang digantung di pohon besar didalam bergoyang kesepian karena angin, Hisa berjalan masuk dan mendekati bangunan kecil berlantai dua yang dihias oleh goresan batu kapur, nampak tua dan kurang terawat namun sering di gunakan oleh anak-anak dan orangtua untuk berteduh atau mengadakan teh sore.
hisa masuk dengan gerakan ringan setelah membuka pintu, saat dia menuju kedalaman dan berdiri di ruang tamu, pintu dibelakangnya tertutup pelan dengan bunyi klik kunci yang membosankan.
Dia masih merasa berada didalam bangunan itu beberapa saat, namun saat pintu tertutup ruangan yang terasa bukan milik dunia ini muncul.
Karena terlalu gelap dia mengeluarkan mutiara malam yang segera menerangi secara redup disekitarnya mengusir kegelapan yang seakan-akan ingin menelan dan mengunyahnya.
gesekan sepatu boot dengan lantai kayu yang berdebu mengeluarkan suara berdecit. Ada pergerakan aneh didepannya membuat telinganya bergerak.
bayangan hitam lewat secepat kedipan mata, bayangan itu berhenti, nampak tertegun mengapa ada manusia gelap-gelap hari ini disini sebelum menariknya kesudut ruangan dengan cepat.
Terlalu cepat hingga dia sedikit terseret.
"apa yang kau lakukan disini?!"
Desakan dan teguran terdengar pada kata-kata itu, seorang pria kekar dengan pakaian hitam dan berbalut topeng menatapnya dengan marah. Tangan kanannya mencengkram bahu Hisa sedangkan tangannya yang lain mencengkram tombak dengan mata pisau berbahan batu yang sedikit berkilauan diruang gelap bangunan.
"mencari sesuatu yang hilang, pesanan orang. dan kau?" suaranya terdengar ceria seperti pemuda yang baru mengenal dunia. Pria itu tertegun saat melihat mata yang nampak berkilau karena kilatan cahaya dari mutiara malam, terlihat polos hingga hati nuraninya ingin melindunginya.
Dia mempererat genggamannya pada tombak.
"anggota pemburu bayaran dari guild lokal, Aruba. Aku mendapat pemberitahuan bahwa ada anomali di sekitar sini. Beberapa warga yang tidak sempat pulang pada malam hari melihat bayangan aneh muncul disini." Gerakannya sedikit waspada, dia berbicara dengan suara rendah seolah takut akan ada orang ketiga yang mendengar ucapannya.
Pemuda didepannya memiringkan kepala lalu berseru seperti murid yang baru mengerti akan materi yang diberikan guru.
"woow....lalu apa kau menemukannya?"
Dia bertepuk tangan dengan ringan lalu dia ikut bertanya dengan suara berbisik.
Aruba merasa bertemu dengan seorang anak nakal yang terlalu menjengkelkan.
"tidak...."
"apa yang tidak?"
"diam!"
Pemuda itu segera berdiri tegak setelah dimarahi oleh Aruba, namun mata pemuda dihadapannya yang sedikit menyipit dengan kegembiraan karena melihat seseorang menderita tanpa adanya rasa bersalah, membuatnya ingin memukul dan mengajaknya keasosiasi anak agar di ceramahi.
"pulanglah, tidak ada yang bisa kau cari disini...kau bisa mencari sesuatu itu besok ketika hari sudah cerah." Ujar Aruba dengan nada tegas, dia tidak ingin main-main hari ini. Terlalu berbahaya ketika malam sudah datang.
"aku akan mengambil ini juga, ini milikku mulai sekarang" setelah berkata dengan nada tegas Aruba merampok mutiara malam milik Hisa dan mengatasnamakan atas namanya.
Namun sebelum mengantar pemuda nakal itu kedepan pintu, suara deritan kayu dan hentakan kaki yang lambat dari anak tangga menghentikannya, dia segera mendorong Hisa kebelakang punggungnya dan berpose waspada, tombaknya yang tajam mengarah kearah tangga itu.
"Maa....Arrrrghmm" suara kasar yang tumpah tindih seketika memekakkan telinga, suaranya sangat tidak beraturan seperti jeritan anak kecil dan erangan kucing yang berkelahi. Ada dentingan lonceng ringan yang bergema bersama suara jelek itu.
Aruba mengambil posisi, dia sedikit mengangkat lengannya lebar agar memudahkannya dalam bertindak. Saat akan mencari tahu asal suara itu, Sebuah kepala berbulu dengan rambut hitam muncul di balik lengannya yang segera mengambil mutiara malam dari kantong celananya.
"apakah itu anjing? Atau kucing?"
Aruba tersentak, jantungnya berdebar terlalu kencang hingga nafasnya terasa tersumbat. Kepala yang tiba-tiba muncul itu menakutinya.
"hm? Ada apa?"
Tanya kepala hitam itu, pemuda sialan yang nakal itu bertanya tanpa dosa, dia memutar mutiara malam ditelapak tangannya dan mengarahkannya tinggi-tinggi keatas setelah dia bergerak kesamping dan berdiri tegak disebelah kiri Aruba.
Aruba meliriknya dengan mata tajam sebelum kembali waspada dengan mahkluk didepannya yang berdiri di anak tangga yang telah disinari lembut oleh cahaya mutiara malam.
Seekor hewan, tidak itu tidak bisa dikatakan hewan lagi. Disekujur tubuhnya penuh dengan mata dan gigi tajam yang bergerak liar seolah ditanam paksa oleh seorang penyihir gila. Tubuhnya membengkak seperti balon yang ditiup terlalu kencang hingga kulitnya robek dan darah serta nanah keluar terus menerus. Ada sebuah kalung anjing dengan tiga lonceng kecil tersangkut di salah satu daging yang tumbuh yang berbunyi setiap kali makhluk itu bergerak.
"Dabael?!" Hisa berseru dengan gembira, dia melirik penuh ketelitian pada gumpalan daging di depannya yang berjarak beberapa meter darinya. Cahaya dari mutiara memudahkannya untuk melihat lebih jelas warna dan wujud makhluk itu.
Apa dia gila!
Siapa yang bersemangat melihat makhluk menyeramkan seperti itu???
Aruba merasa pandangan dunianya telah berubah, apakah dia bertemu orang gila mesum???
Makhluk didepan mereka sepertinya sudah terlalu lapar melihat mangsanya, karena ruangan yang terbilang tidak terlalu besar, dengan sedikit getaran dari langkahnya makhluk aneh itu dengan kedipan mata segera berdiri didepan mereka.
Bau busuk yang kuat dan amis ketika dia mendekat membuat perut siapapun akan mual, anomali membuka mulutnya ingin melahap kedua orang tersebut dalam satu gigitan. Tapi, dia dinyatakan gagal sebab kedua orang tersebut segera menghindar kearah yang berlawanan.
Aruba berhenti pada jarak aman, dia berbalik dan melemparkan tombak miliknya dengan kuat pada anomali tersebut. Mata tombak miliknya adalah batu khusus yang digunakan untuk melawan para anomali namun bahkan menggunakan senjata khusus membuatnya benar-benar mati belum tentu bisa.
"ARRRHMM!!"
makhluk jelek itu marah ketika mata tombak mengenainya, dengan anggota tubuh lain yang lebih fleksibel dia menjentikkan sepasang tentakel daging penuh darah kearah Aruba, menjerat kakinya dan menyeretnya hingga bisa diremukkan.
pria kekar itu seketika terjatuh telungkup sangat keras seperti sepotong kayu lapuk. Matanya melebar ngeri, dia berusaha sebaik mungkin mengeluarkan apapun yang dapat menundanya dimakan.
"wah...menyedihkan sekali"
Suara pemuda tadi terdengar di Telinganya, ternyata dia belum mati!
sebelum dia mengeluarkan suara untuk memastikan desiran angin dengan suara dentingan besi dan dentuman keras melewatinya. gumpalan daging itu terlempar kedinding dengan keras. Ada sebuah parang bulan sabit besar yang menancap kuat disana memakunya kedinding tanpa bisa melepaskan diri.
Tapi, dia ikut terlempar kearah dinding mengingat kakinya masih diikat erat oleh anomali tersebut membuat punggungnya terasa patah. Erangan sakit terdengar dari bibirnya.
Aah, sepertinya dia melupakan orang lain selain dirinya dan makhluk menyeramkan itu disini.
jeda singkat karena dilempar tidak membuatnya lengah.
Dia menggoyangkan kakinya yang terjerat dengan putus asa sambil berteriak pada pemuda didepannya yang masih asik meneliti tubuh anomali.
"Hei, makhluk tersebut tidak akan bertahan lama jika tidak dibantai dengan senjata khusus!"
pria kekar itu sepertinya tidak terlalu memperhatikan senjata yang memaku tubuh anomali hingga tidak bisa membedakan sabit sebesar itu dengan senjata biasa.
Hisa menatapnya sambil mengangkat alis, dia menatap Aruba dengan pandangan geli sebelum menarik kembali pedang bulan sabit itu dari tubuh Dabael. Namun, jeda waktunya tidak lama sebelum dia menancapkannya kembali diatas kepala Dabael dan membelahnya menjadi dua bagian.
"AARRRRHHMM!!" teriakan terakhir melengking hingga bisa memecahkan gendang telinga sebelum gumpalan daging itu meleleh seperti lilin yang terbakar. Sebuah kepingan kristal terjatuh dan mengeluarkan suara renyah saat jatuh ke lantai, memiliki warna merah muda dengan kilatan hijau yang mungkin bagian dari anomali.
"uuu, cantiknya. baru kali aku melihat kristal berwarna merah muda seperti ini" Hisa berseru sambil berjongkok untuk mengagumi keindahan kristal tersebut.
Aruba sedikit tercengang melihat betapa mudahnya pemuda didepannya membunuh anomali hanya dengan sekali tebasan.
Dan juga kapan senjata sebesar itu muncul!, apakah itu senjata khusus. Darimana asal pemuda ini?!
"kau?...."
Hisa meliriknya dengan bingung seolah bertanya ada apa.
"siapa kau?" pertanyaan yang ragu dia ucapkan akhirnya terucap. Bagaimana tidak, melihat sosok mungil pemuda itu yang hanya setinggi bahunya begitu kuat dan tanpa rasa takut saat pertama kali melihat anomali. Awalnya dia mengira hanya anak nakal yang sengaja kabur dari rumah malam-malam.
Hisa akhirnya tersandar, dia menyadari bahwa dia lupa memperkenalkan diri.
Dengan senyuman sopan dan jentikan jari senjatanya menghilang diudara lalu dia berkata.
"oh! maafkan aku karena lupa memperkenalkan diri, halo aku Hisa elf dari Klan Zyum cabang dari klan elf tertua Bait. aku adalah pemilik toko barang antik di ujung jalan ini, profesi kedua ku adalah pemburu Dabael."
Senyumnya sangat manis hingga mata dengan pupil biru itu melengkung. Lihat...lihat siapa yang akan percaya pria semuda ini bisa seberani itu, walau dia tahu bahwa setiap cabang ras elf adalah bangsa terkuat setelah ras naga namun sudah rahasia umum kalau ras elf itu acuh tidak acuh bahkan terkesan dingin. Mereka tidak akan membantu bahkan jika teman mereka sedang sekarat.
Namun, melihat sifat ceria hingga terasa menyilaukan yang terpancar dari aura Hisa membuatnya meragukan apakah dia benar-benar ras elf yang dingin dan berdarah dingin menurut rumor.
Seolah melihat keraguan Aruba, Hisa hanya hanya menyibakkan rambut hitam tebalnya yang sedikit panjang memperlihatkan telinga lancipnya. Telinganya tidak terlalu panjang seperti telinga elf lain namun masih terlihat lancip dan runcing.
Seolah ingin lebih meyakinkan orang didepannya dia melambaikan tangannya dengan lembut, cahaya hijau dengan bintik kecil cahaya menyelimuti tangannya disertai gemuruh retak lantai yang ditembus oleh semacam akar tanaman.
Dia melambai-lambai dan memanipulasi tanaman tersebut dan menjerat kaki Aruba lalu mengangkatnya terbalik sebelum melepaskannya.
"percaya sekarang? Walau aku tidak sekuat Klan utama elf Bait namun Klan zyum juga memiliki kelebihan, mereka bisa memanipulasi tamanan apapun tergantung ketahanan fisik dan mental elf tersebut dan juga jangan terlalu percaya rumor yang beredar, bangsa elf tidak sedingin itu."
Hisa tersenyum lagi. Namun segera dia menunjukkan ekspresi terkejut, mulutnya terbuka dan matanya melebar.
"Ah....apa kau dari daerah lain? Seharusnya warga didaerah sini mengenal ku. Haaah pantas saja kau nampak terkejut melihat ku rupanya berasal dari tempat yang jauh" Hisa menyentuh dagu dengan tangannya berpose seperti detektif handal seolah dia telah menemukan petunjuk yang mengejutkan.
Terjadi keheningan singkat pada saat Hisa selesai berbicara.
"ah, membosankan....karena tidak ada yang aku temukan disini maka aku pergi dulu. Sampai jumpa paman!"
Paman!!
Dia baru berumur dua puluh lima tahun!! Belum tua bahkan masih lajang!!
"kemana kau pergi?" Aruba bertanya setelah berdiri dari lantai, dia menghapus debu yang tidak ada dan menatap tajam Hisa.
"pulang, memangnya apa lagi?"
Setelah mengucapkan kalimat pendek itu dia segera berlalu, saat akan membuka pintu tiba-tiba dobrakan kuat dari luar menghantam pintu yang membuat pintu terbanting dan terbentur dinding hingga mengeluarkan suara keras.
Seorang wanita yang akrab terlihat didepannya, wajahnya tidak lagi kuyu seperti tadi sore malahan digelap malam wajah itu nampak bengis dan jahat.
Matanya berputar dan melihat sekilas kristal merah muda dilantai, tiba-tiba matanya melebar dan memerah seolah ada yang membuatnya gila dia berteriak dan hendak memukul Hisa yang segera menghindarinya.
"mati! Mati kau!! Kau membunuhnya aaah!!" perilakunya semakin tidak jelas hingga nampak gila Aruba segera membantu dan menahan wanita gila itu kelantai.
"ada apa dengan dia?" Aruba bertanya pada Hisa dengan nada kebingungan.
Pemuda itu menunduk hidungnya lalu berkata dengan wajah ceria.
"kontaminasi energi anomali, tubuhnya berbau busuk seperti bangkai yang menandakan dia telah berhubungan dengan Dabael yang berupa kabut setidaknya seminggu ini."
Hisa sedikit menjeda ucapannya, lalu dia menggoreskan kukunya kelantai yang berdebu dengan linglung.
"Mungkin energi gelap pada Dabael kali ini lebih terkonsentrasi hingga bisa melahap tubuh anjingnya namun anjing tersebut tidak sepenuhnya mati dan malah membuat energi yang ada di tubuh anjing tersebut masuk pada wanita itu. Lalu Dabael akan memerintahkannya untuk mengirim korban padanya untuk dijadikan makanan.
Awalnya aku ingin segera membunuhnya di toko ku namun saat itu masih sore dan masih banyak orang yang berlalu lalang di depan toko ku.
Apakah kau masih ingin menahannya atau aku bisa segera membunuhnya?"
Hisa segera menjentikkan jari dan segera sabit besar muncul ditangannya yang berkilau dengan cahaya dingin.
Aruba segera menghentikannya.
"aku akan membawanya pada asosiasi penyihir, mungkin mereka bisa mengeluarkan energi jahat yang ada di tubuhnya. Dan kita bisa menyelidiki kejadian ini darinya"
Hisa segera mengangguk setuju dan melepaskan senjatanya.
"baiklah namun harap hati-hati, bahkan jika dia bukan seorang penyalur energi utama dia tetap terkontaminasi yang kemungkinan dapat menyalurkan energi jahatnya pada mu"
Setelah berkata begitu dia segera pergi dan menghilang dijalan.
Aruba menatapnya sebelum segera pergi sambil membawa wanita gila yang meronta itu.
Tidak ada bintang dilangit malam itu, bahkan angin yang bertiup terasa lebih dingin mematikan. Hisa menyenandungkan lagu asal-asalan dan sesekali melompat dengan lompatan kecil di jalan. Namun, dia segera berhenti dan mengeluarkan ekspresi menyakitkan.
Dia melupakan kristal itu!! Dan itu sangat cantik hingga ingin memajangnya di sekitar koleksi kristal lain yang dia peroleh.
Tamannya masih terlihat dari kejauhan namun dia terlalu malas untuk berbalik bahkan perutnya berbunyi nyaring, memprotesnya karena tidak diberi makan.
Antara memilih berbalik mengambil kristal itu atau pulang untuk makan, Hisa memilih untuk pulang. Bahkan jika dia tidak dapat mengoleksinya dia masih bisa mencarinya pada anomali lain.
seharusnya pria yang katanya dari guild lokal itu sudah mengambilnya.
"uuu, aku tidak terlalu suka bayaran yang diberikan wanita itu. Seharusnya aku meminta lebih."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!