Devano Arian, seorang pria berusia 35 tahun yang mengalami kekacauan dalam keluarganya. Hidup dalam lingkungan keluarga yang tidak baik-baik saja. Hingga dia tumbuh menjadi seorang pria pemain wanita. Pria yang tidak pernah percaya akan cinta. Hingga suatu saat, dia telah melakukan kesalahan besar. Menodai seorang gadis yang dia temui di jalan saat dia sedang mabuk. Seorang gadis SMA yang masih menggunakan seragam sekolahnya.
Dan beberapa tahun kemudian, dia mengetahui jika gadis itu adalah adiknya sendiri. Sebuah kenyataan yang membuat hidupnya seketika semakin hancur dan kacau. Bagaimana Ayahnya dan Ibunya yang menikah karena sebuah perjodohan, dan ternyata saat itu Ayahnya sudah mempunyai kekasih dan terpaksa putus. Dan saat Devano sudah berusia 10 tahun, mereka di pertemukan kembali, hingga mereka menikah. Tapi semuanya tidak semudah itu, Ibunya yang mengetahui hal itu langsung mengusir wanita selingkuhan Ayah yang ternyata dalam keadaan hamil. Hingga akhirnya baru sekarang Ayah pun tahu jika dia mempunyai anak lain dari wanita yang dicintainya.
Hingga semuanya tidak bisa dibiarkan lagi, sebuah pernikahan tanpa cinta tidak akan pernah bisa berjalan bahagia. Devan yang selama ini selalu menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya. Bahkan dari kedua orang tuanya itu, hampir tidak pernah ada yang memperhatikan Devan dan tahu apa saja yang dilalui anaknya. Setiap berada di rumah, hanya merasakan situasi yang hening dan dingin. Tidak seperti keluarga yang semestinya.
Dan akhirnya semua tetap kembali pada cinta sejati. Cinta lama yang memenangkan semuanya. Ayah dan Ibunya bercerai, dan beberapa bulan kemudian, dia menikahi Ibu dari adiknya. Devan tidak marah dengan Ayahnya. Karena dia tahu jika Ayahnya hanya sedang memperjuangkan sebuah keluarga yang harmonis bersama wanita yang dicintainya.
Namun, sekarang justru Devan bisa merasakan keluarga yang harmonis seperti biasanya. Bagaimana sekarang dia yang bahagia karena Ibu adiknya itu, juga menyayanginya. Ibunya juga terlihat lebih bahagia dengan hidupnya sendiri dan kariernya.
Dari semua hal yang dia lewati ini, Devan bisa mengerti jika memaksakan sesuatu yang seharusnya bukan takdirnya, memang tidak akan selamanya mulus. Cepat atau lambat akan kembali pada pemiliknya dan takdirnya sendiri.
Devan tersenyum sambil dia menatap ke arah pantai di hari yang sudah senja ini. Menatap bagaimana indahnya matahari terbenam yang membawa cahaya indahnya itu dengan menjanjikan dia akan kembali besok pagi. Semilir angin menerpa wajah tampannya. Devan sedang mengadakan liburan dengan teman dan saudaranya. Adiknya yang menikah dengan teman dekatnya yang ternyata keluarganya juga teman Ayahnya.
"Kak Devan, cepat kesini. Kenapa malah diam saja disitu. Kita mau barbeque nih" teriak Rena, adik perempuannya yang sekarang sangat Devan sayangi.
Devan tersenyum dan langsung berjalan menghampiri adiknya itu. Devan mengelus kepala adiknya dengan lembut. "Mana yang lainnya?"
"Sudah ada di Villa, ayo sekarang kita kesana. Kakak malah diam saja disini"
Devan tersenyum, dia merangkul bahu adiknya itu. "Cuma sedang menikmati senja saja. Lagian kalian 'kan sudah punya pasangan, nanti Kakak cuma jadi nyamuk aja disana"
Rena tertawa mendengar itu, sebenarnya semua hal yang pernah terjadi diantara mereka ini, mungkin hanya akan membuat dirinya menjadi lebih baik. Kakaknya yang dulunya seorang pemain wanita saja, kini benar-benar berubah menjadi pria yang baik dan tidak lagi mempermainkan wanita mana pun.
"Sang Cassanova yang tobat, memang seperti ini ya. Sekarang malah jadi jomblo" ucap Rena dengan terkekeh.
Devan hanya mengacak rambut adiknya dengan gemas. Bahkan dia juga tidak pernah mengerti saat dia bisa berubah drastis seperti ini. Dia memang tidak pernah merasakan kebahagiaan sebelumnya, meski dia bermain dengan banyak wanita. Tapi sekarang, dia bisa merasakan kebahagiaan itu saat keluarganya yang baik-baik saja. Ketika Ibunya yang juga terlihat lebih bahagia dengan kariernya dan Ayahnya yang juga bahagia bersama wanita yang dicintainya. Lebih terasa lengkap ketika Devan bisa mempunyai seorang adik perempuan di usianya yang sudah dewasa.
Semuanya terlihat bahagia, dengan acara barbeque yang di rencanakan. Devan hanya tersenyum melihat adiknya dan teman-temannya bahagia saat ini. Sementara dirinya hanya bisa berdiam diri di dekat pohon di halaman Villa itu. Sebenarnya hidupnya terasa sepi saat ini. Meski sebenarnya dia juga tidak mengerti akan melakukan hal apa saat ini untuk hidupnya. Sekarang, Devan malah menjadi pria yang tidak mempunyai arah tujuan dalam hidupnya.
"Kak, kenapa diam saja disini?" ucap Rena yang datang menghampirinya dan duduk disamping Devan.
Devan hanya tersenyum, tatapannya lurus dengan membiarkan angin menerpa wajahnya. "Tidak papa, hanya senang saja melihat kalian bahagia. Kamu juga jangan terlalu banyak gerak sampe kecapean, kamu harus ingat kalau sekarang sedang hamil"
Rena tersenyum saja, memang dirinya yang sekarang sedang hamil muda. Dan Rena sangat bahagia karena mempunyai suami dan juga Kakak yang begitu perhatian padanya.
"Kak, sebaiknya cari pasangan yang serius mau sama Kakak dan ingin menjalani pernikahan dengan Kakak. Jangan terus sendiri seperti ini" ucap Rena.
Devan hanya tersenyum saja, entahlah semuanya seolah berhenti begitu saja. Kebiasaan Devan yang selalu bergonta-ganti pasangan, kini malah membuatnya tidak ingin terlibat dengan wanita mana pun lagi. Seolah dia sudah lelah dengan semua kebiasaan buruk itu.
*
Seorang gadis yang baru saja lulus kuliah dengan susah payah, dia yang bekerja mati-matian dan mengejar beasiswa untuk bisa lulus kuliah seperti ini. Namun, bersyukur karena dia bisa lulus sekarang dan mungkin tinggal mencari pekerjaan yang lebih baik lagi.
"Leava"
Panggilan itu membuatnya langsung menoleh dan tersenyum melihat sahabatnya yang berlari ke arahnya. "Ayo foto bersama keluarga gue. Bukannya gak ada yang hadir di acara wisuda lo"
Lea hanya tertawa mendengar itu, tahu jika yang di ucapkan oleh sahabatnya itu hanya untuk menghiburnya saja. "Yah, gimana lagi dong? Orang tua gue jauh, mereka gak bisa datang kesini karena biaya transportasi yang mahal. Kan lo tahu sendiri kalau keluarga gue cuma punya toko kecil-kecilan disana. Kalo gue gak dapat beasiswa juga gak mungkin bisa lulus kuliah"
Sahabatnya yang bernama Kirana itu langsung merangkulnya. "Udah lo tenang aja, ada gue yang akan selalu jadi teman lo. Pokoknya gue bakal tunggu sampai lo sukses deh. Siapa tahu dapetin om-om kaya raya"
Lea tertawa mendengar itu dengan sedikit menoyor kepala sahabatnya itu. "Dih, emangnya kalo gue dapat om-om kaya raya, lo mau apa?"
"Ya 'kan gue bangga aja karena sahabat gue bisa kaya dalam waktu yang singkat dan mudah. Haha"
Keduanya tertawa sambil berjalan, seperti ini kehidupan dua orang yang berbeda keadaan sosial, tapi bisa hidup bersama dengan segala perbedaan dalam hidup mereka. Kirana yang selalu menerima apa adanya Lea sebagai sahabatnya. Karena mau bagaimana pun, Lea adalah orang pertama yang membantunya saat dia di bully ketika masih SMA dulu. Jadi, Kirana begitu menganggap Lea sebagai seorang pahlawan dalam hidupnya. Karena sejatinya hidupnya tidak seberani Lea yang bisa menjalani semua hal dalam hidupnya seorang diri.
"Lea, Nyokap gue ajak lo datang ke rumah sekarang. Kita rayain kelulusan kita ini. Ah, gue sedih banget karena bakalan pisah sama lo setelah ini. Gue juga gak bisa nolak permintaan orang tua gue, mereka ingin gue lanjutin S2 di Luar Negeri"
Lea hanya tersenyum saja dengan memeluk sahabatnya itu. "Tenang aja, kan masih bisa saling mengabari. Pokoknya lo harus belajar yang rajin supaya cepet selesai dan cepet kembali deh kesini"
Kirana hanya tersenyum dengan memeluknya.
Bersambung
Setelah kelulusan, adalah hidup yang sebenarnya. Leava harus mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya. Dia memasukan beberapa lamaran ke beberapa Perusahaan, tapi masih belum ada panggilan kerja sampai sekarang. Akhirnya dia memilih untuk pulang ke Kota orang tuanya. Sebenarnya dia sudah sangat merindukan orang tuanya.
Sudah dua hari dia berada disini, rumah orang tuanya yang berada di Pemukiman sederhana disini, Ibu dan Ayahnya membuka toko oleh-oleh dekat pantai disini, wisata yang cukup banyak pengunjung. Toko kecil sederhana yang tak bisa dibandingkan dengan toko oleh-oleh besar lainnya. Tapi dari hasil ini, mereka bisa membantu anaknya untuk kuliah. Meski Leava juga bekerja paruh waktu, tapi orang tuanya tetap mengirimnya uang meski tidak banyak. Karena biaya adiknya juga semakin besar.
"Lea, ada pesanan yang harus kamu antar ke Villa disana. Bisa 'kan?" ucap Ibu.
Lea yang sedang duduk diam di kursi yang berada di luar toko, langsung menoleh pada Ibunya. "Siap Bu"
Leava langsung menghampiri Ibunya, menatap barang yang cukup banyak yang harus dibawa. "Banyak banget Bu, mereka kapan pesannya? Yang liburan disini ya?"
"Kemarin sudah datang kesini, dan karena dia hanya berjalan berdua saja. Jadi minta di antarkan saja. Pesannya juga cukup banyak. Makanya kamu pergi sama adik kamu biar gampang bawanya. Pakai motor Bapak saja"
Leava mengangguk saja, dia langsung menoyor kepala adiknya yang duduk di kursi sambil main game di ponselnya. "Ayo cepat, main game mulu"
"Iya iya, sabar napa Kak"
Adik laki-lakinya yang baru lulus SMA sekarang, dan sedang daftar kuliah. Tentu Leava sedang memikirkan biaya sekolah adiknya sekarang. Dia harus segera mendapatkan pekerjaan untuk membantu orang tuanya.
Leava dan Dika, langsung menyalami Ibu mereka. Pergi dengan Dika yang mengendarai motornya dan Lea yang memegang dua kantong plastik besar. Belum satu kantong lagi berada di bagian depan motor.
"Benar-benar rezeki nih, Dik. Pesanan banyak banget ya. Kayaknya pertama kali deh ada yang pesan sebanyak ini dari toko kita" ucap Leava.
"Iya Kak, kayaknya memang yang liburan di Villa itu orang kaya semua deh. Gayanya aja beda. Makanya beli oleh-oleh segini mah gak akan kerasa buat mereka"
Leava tertawa pelan, memang berada di tempat wisata. Kebanyakan adalah orang berada dan terpandang yang memiliki Villa pribadi disini. Sungguh kehidupan yang sangat jauh berbeda dengan mereka yang sederhana.
"Kalau orang biasa-biasa, pastinya harus sewa penginapan. Kalau sudah tinggal di Villa, pastinya Villa pribadi ini. Apalagi Villa ini 'kan memang tidak pernah di sewakan" ucap Lea.
Mereka baru saja sampai di depan Villa mewah ini. Diantara banyaknya Villa disini, memang Villa ini yang paling mewah dan tidak pernah disewakan. Mungkin memang hanya disediakan untuk keluarga liburan.
Mereka turun dari motor dengan membawa kantung plastik besar itu. Dika menekan bell. Menunggu beberapa saat sampai pintu dibuka. Seorang wanita cantik keluar dengan senyum manisnya.
"Permisi Kak, ini mau antar pesanan dari Toko Oleh-oleh Rendika" ucap Leava.
Rena yang menerima tamu itu, langsung tersenyum. "Bawa masuk saja ya sekalian, aku belum bayar juga sisanya"
"Baik Kak"
Dika menatap Kakaknya, sebelum mereka masuk. "Wah, kita masuk juga ke Villa ini Kak. Keren, gue penasaran banget sama dalemnya gimana"
"Hust.. Diem lo, jangan banyak ngomong. Malu!"
Setelah mereka masuk ke dalam, Leava melihat ada beberapa orang di ruang tengah. Tiga orang pria dan satu wanita. Benar-benar sedang liburan keluarga.
"Siapa Sayang?" tanya Tio, suaminya Rena.
"Ini yang antar pesanan oleh-oleh kita" ucap Rena. Dia menoleh pada dua orang itu. "Tunggu disini sebentar ya, aku ambil uangnya dulu"
Dika hanya mengangguk saja sambil terkesima dengan isi dari Villa ini. Benar-benar mewah dan semua barangnya juga bukan barang biasa. Mengumpulkan puluhan tahun pun, sepertinya dia tidak akan pernah bisa membeli satu barang pun yang ada disini.
Sementara Leava masih terfokus pada satu pria yang duduk di antara yang lainnya. Dia masih mengingat wajahnya. Perlahan Lea berjalan dengan menyimpan kantung plastik besar yang dia bawa itu di atas lantai.
"Lo pria bajingan itu 'kan? Heh, beneran lo"
"Kak" Dika yang panik dengan apa yang dilakukan Leava. Bahkan Kakaknya itu yang berkata kasar dan dengan menunjuk wajah salah satu pria tampan disana. Mungkin bukan hanya Dika yang terkejut, karena yang lainnya juga begitu terkejut.
Devano langsung terdiam dengan kaget, wajahnya berubah dingin. Dia tidak mengenal gadis ini, tapi tiba-tiba dia marah-marah tidak jelas padanya.
"Apa maksudmu? Aku tidak mengenalmu!" tekan Devano dengan suara rendah yang terdengar begitu dingin.
Leava menghembuskan nafas kasar, dia menatap kesal dan penuh amarah pada Devano. "Lo tuh cowok bajingan yang hampir merko*sa temen gue. Masa lo lupa sama kelakuan gila lo itu!"
Devano langsung terdiam, dia memang banyak meniduri wanita saat dulu. Tapi dia tidak ingat satu-satu dari wanita itu, mungkin karena terlalu banyak. Sampai Leava menyebutkan salah satu Club yang memang sering dia kunjungi. Dia mencoba mengingat-ngingat lagi.
"Jangan pura-pura amnesia deh lo. Gue tahu kalo lo itu emang pemain wanita. Ya tapi jangan temen gue juga" ketus Leava.
Dika mulai panik, dia langsung menghampiri Kakaknya. "Kak udah Kak, ngapain si marah-marah disini. Lo mungkin salah liat Kak. Masa pria seperti ini melakukan hal itu"
Leava menghempaskan tangan adiknya yang menariknya itu. "Eh, lo pikir gue buta apa. Gue masih inget wajah ini nih yang hampir per*kosa Kirana. Untung aja gue keburu dateng"
Devano menghembuskan nafas pelan, sepertinya dia juga tidak bisa marah. Karena pastinya banyak wanita yang dia tiduri tanpa dia kenali siapa. Sekarang mengelak pun tidak akan memperbaiki keadaan yang sudah pernah terjadi.
"Baiklah, mungkin saya lupa dan saya minta maaf karena melecehkan temanmu itu. Sekarang saya sudah berubah dan tidak ingin lagi melakukan hal seperti itu" ucap Devano.
"Tuh Kak, dia udah minta maaf. Udah, kita pulang aja sekarang. Jangan cari masalah" ucap Dika yang memegang tangan Kakaknya.
Leava berdecak pelan, dia menghempaskan kembali tangan adiknya. Lalu menunjuk wajah Devano dengan kesal. "Untung temen gue belum lo ambil kesuciannya. Kalo udah, lo gak bakal lepas dari gue. Ck, cowok kaya emang seenak jidat"
"Udah Kak, udah" Dika langsung menarik tangan Kakaknya untuk menjauh dari Devano.
Rena malah tersenyum melihat adegan ini, dia menghampiri Dika dan memberikan sisa uang pembayaran. "Terima kasih sudah antar pesanannya ya"
"Iya Kak sama-sama. Maaf ya karena Kakak saya buat keributan disini. Dia emang singa betina"
"Diam lo!" lirikan tajam dari Leava langsung membuat adiknya tersenyum masam.
Dika langsung membawa Leava keluar dari sana. Bisa bahaya jika Kakaknya berlama-lama berada disini.
Sementara Rena langsung menghampiri Kakaknya dan duduk disampingnya. "Kak, gadis itu berani sekali ya. Jarang-jarang ada yang berani bentak-bentak Kakakku yang tampan dan dingin ini. Kebanyakan malah terpesona sama Kakak. Menarik ya Kak"
Devano tidak menjawab, dia hanya terdiam dengan terus mencoba memikirkan tentang kejadian yang di maksudkan oleh gadis barusan. Terus mengingat setiap wanita yang pernah dia temui dan yang pernah menjadi teman tidurnya.
Gadis aneh.
Bersambung
"Kak, apaan si? Kalau sampai mereka marah dan menuntut kelakuan Kakak itu bagaimana? Ayolah Kak, hidup keluarga kita itu udah susah, jangan tambah beban Bapak sama Ibu"
Leava hanya terdiam, dia masih kesal karena tidak bisa melakukan apapun pada pria tadi. "Dia itu cowok bajingan, Dek. Gue cuma mau memberi dia pelajaran, karena udah hampir melecehkan Kirana saat itu"
Dika hanya menghembuskan nafas pelan, Kakaknya ini memang sangat keras kepala. Akhirnya dia langsung menarik tangannya untuk menuruni tangga dan segera pergi.
"Cepat naik! Kita harus kembali ke toko. Jangan buat onar ah. Gue males ngurusinnya"
Leava hanya cemberut saja, akhirnya dia naik ke atas jok motor adiknya. Sekali dia menoleh ke Villa itu saat motor sudah mulai melaju, masih cukup kesal karena dia melihat kembali pria itu.
Sementara di dalam sebuah kamar di Villa ini. Devano sedang berdiri di balkon kamar, dia menatap pemandangan Pantai yang indah. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Kedatangan gadis tadi, membuatnya terus mencoba mengingat siapa gadis tadi.
"Apa aku pernah bertemu dengannya? Tapi dimana ya? Dia bilang kalau aku hampir melecehkan temannya, kenapa aku sulit mengingatnya ya"
Wajar saja jika dia tidak mengingatnya, karena memang terlalu banyak wanita yang menjadi teman tidurnya semalam. Sebagian banyak adalah wanita bayaran, sementara ada juga yang rela begitu saja menjadi teman tidurnya. Sampai dia mulai mengingat satu kejadian.
Malam itu, di sebuah Club malam cukup terkenal di Ibu Kota. Devano sedang duduk sendirian dengan beberapa botol minuman di atas meja. Dia sudah cukup mabuk, dan sedang menunggu wanita bayaran yang dia panggil. Sampai seorang gadis yang juga sama-sama mabuk, berjalan ke arahnya dan terjatuh ke atas sofa yang dia duduki.
Kirana tersenyum dengan matanya yang menyipit, dia memang sudah mabuk berat sekarang. Bermaksud untuk berjalan keluar dan menunggu sahabatnya menjemput. Dia sudah meneleponnya tadi.
"Hay Om, ganteng banget sih" ucap Kirana dengan tersenyum.
Devano yang juga sudah terpengaruh alkohol, membuatnya langsung bergeser mendekat pada gadis itu. Memegang pipi merah gadis itu.
"Kau sudah cukup menggodaku, ayo segera kita pergi"
Kirana hanya tersenyum dengan mengangguk-ngangguk saja. Pria itu bahkan sudah mengecup pipinya. Devano membantu Kirana untuk bangun dan membawanya berjalan ke arah jejeran pintu kamar yang biasa di gunakan para tamu untuk kesenangan mereka jika tidak sempat pergi ke Hotel.
Mereka sudah berdiri di depan salah satu pintu kamar, seorang pekerja disana sudah memberikan kuncinya. Sebelum membuka pintu, Devano sudah mulai meraba dada Kirana. Sampai sebuah pukulan keras mendarat di pipinya, membuat dia mundur beberapa langkah dari Kirana.
"Heh! Siapa kau?! Berani sekali" teriak Devano, dia menyipitkan matanya dan melihat seorang gadis yang berambut panjang terikat, menatapnya dengan sangar. Tapi malah terlihat lucu dimata Devano.
"Lo gila ya! Kenapa mau di ajak ke kamar sama nih cowok bajingan!" kesal Leava pada sahabatnya ini. "Untung gue datang tepat waktu. Kalo gak, masa depan lo bakal hancur"
Leava menatap Devano dengan sangar. "Heh Lo! Awas ya kalau sampai lo berani melecehkan temen gue ini. Dasar cowok bajingan! Bakal gue inget muka lo ini, sampai kapan pun!"
Dan Leava langsung membawa Kirana pergi dari Club itu. Kesal juga pada sahabatnya yang datang ke tempat seperti ini.
"Kebiasaan buruk lo kalo lagi pusing, pasti datang ke tempat haram ini. Ngapain sih? Gimana kalau nanti gak ada gue? Lo pasti udah celaka" gerutu Leava.
Kirana hanya tersenyum saja, dia memeluk sahabatnya itu. "Aa.. Gue bakal kangen banget sama lo, kalau gue beneran jadi kuliah di Luar Negeri"
Leava menepuk punggung sahabatnya itu. "Makanya lo harus berubah, jangan sampe kayak gini lagi. Lo bisa celaka kalau sampe gue telat datang barusan"
Kirana melerai pelukannya, dia tersenyum dan mengecup pipi Leava. "Iya, iya. Gue bakal dengerin ucapan sahabat gue tersayang"
*
Devano tersenyum tipis mengingat kejadian itu. Sekarang dia ingat siapa gadis yang melabraknya itu. Bahkan sekarang dia bisa mengerti kenapa gadis itu begitu marah padanya.
"Aku sadar jika yang aku lakukan dulu, memang tidak baik. Tapi sekarang aku sudah tidak ingin melakukan hal seperti itu lagi"
Sejak dia yang meniduri seorang gadis SMA yang ternyata adalah adik kandungnya. Sekarang dia memilih untuk merubah hidupnya agar lebih baik lagi. Kini dia juga sudah merasakan bagaimana tentang kehidupan keluarga yang cukup harmonis. Meski Ibu dan Ayahnya tidak bersama lagi. Tapi mereka terlihat lebih bahagia sekarang.
"Kak, sedang apa disini?"
Devano langsung menoleh pada adiknya yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Devani melambaikan tangannya untuk dia datang menghampirinya. Lalu di mengelus kepala adiknya dengan lembut.
"Hanya menikmati angin sore"
Rena mengangguk, dia menyandarkan kepalanya di lengan Kakaknya. Memiliki Kakak laki-laki yang bisa melindunginya adalah mimpi semua anak perempuan sepertinya. Dan beruntungnya dia bisa memilikinya sekarang. Meski mereka dipertemukan setelah dewasa, bahkan harus melewati dulu kejadian yang tidak mengenakan. Tapi sekarang dia bahagia karena semuanya bisa menerima kesalahan masing-masing dan saling memaafkan.
"Besok pagi kita pulang, harus kembali bekerja lagi. Papa sudah terus menelepon, sepertinya dia lelah mengurus Perusahaan" ucap Devano.
Rena mengangguk sambil terkekeh. "Sekarang 'kan pemilik Perusahaan itu Kakak, bukan lagi Papa. Dia sudah malas sepertinya"
Devano mengangguk saja, karena dia adalah anak laki-laki pertama dan satu-satunya, jadi dia yang harus menjadi pengganti Ayahnya di Perusahaan.
"Em, Kak, gadis yang tadi lucu juga ya"
Devano hanya tersenyum, adiknya ini memang sering sekali menjodohkan dia dengan beberapa gadis yang tidak sengaja dia temui.
"Oh ya" Rena sedikit menjauhkan dirinya dari Kakaknya, lalu menatapnya dengan lekat. "Bukannya Kakak sedang butuh Sekretaris ya sekarang. Kenapa tidak kerjakan..."
"Jangan aneh-aneh Ren. Dia bukan kriteria Kakak untuk jadi Sekretaris. Lagian kita juga tidak kenal dia siapa" ucap Devano dengan memotong ucapan adiknya.
Rena hanya berdecak saja, karena dia ingin sekali melihat Kakaknya mulai memikirkan masa depan. Tidak terus sendiri seperti ini.
"Kak, sampai kapan si begini? Kakak bisa memulai hidup baru dengan mencoba membuka hati untuk wanita. Kakak harus mempunyai pendamping juga yang bisa menemani sampai tua nanti"
Devano hanya tersenyum sambil mengelus kepala adiknya. "Kalau sudah waktunya. Kakak pasti akan menemukannya"
Rena hanya menghela nafas saja, karena pasti Kakaknya akan menjawab seperti ini jika Rena sudah membahas pembahasan yang sama.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!