"Huff... huff... huff..."
Napas berat seorang pria menggema di tengah reruntuhan kota yang pernah megah. Tubuhnya yang lemah berlutut di tanah, menggigil oleh kelelahan yang tak tertahankan. Gedung-gedung pencakar langit kini menjadi puing-puing yang berserakan, menghiasi jalanan yang retak dan tidak beraturan. Tanah hancur, seperti habis diterjang tsunami, disusul gempa berkekuatan apokaliptik.
Api berkobar di setiap sudut kota, memakan sisa-sisa peradaban manusia. Namun, kehancuran ini bukan hanya milik kota itu. Dunia telah berubah menjadi neraka, kobaran api menyelimuti segalanya. Udara penuh dengan aroma kebinasaan, debu, dan kematian.
Mata pria itu tertunduk ke tanah. Tatapannya kosong, tanpa kilau. Sepasang mata hijau giok yang dulu bercahaya kini memudar menjadi pucat. Pandangannya tertuju pada sebuah busur panah yang tergeletak di dekatnya—busur yang pernah terlihat seperti buatan surga. Namun kini, kayu busur itu lapuk dan berkarat, tak lebih dari sekadar artefak usang yang kehilangan maknanya.
Tubuhnya porak-poranda. Lengan kanannya telah terputus, darah segar menetes tanpa henti, membasahi tanah di bawahnya. Mata kirinya tertutup oleh luka yang menganga, dan tubuhnya penuh dengan goresan serta luka dalam. Pria itu tidak jauh dari kematian; hanya nafas terakhir yang memisahkannya dari kehampaan.
"Dugaanmu benar, ini adalah akhirnya."
Sebuah suara menggema dari kabut hitam yang perlahan mendekat. Sosok itu berhenti di depan pria yang sekarat, berdiri seperti raja atas kehancuran. Ia adalah bayangan gelap dengan bentuk menyerupai manusia dewasa, namun tubuhnya sepenuhnya terdiri dari kabut hitam yang pekat. Sepasang mata merah menyala di balik kabut itu, seperti bara api di malam kelam.
"Busur panah itu... dan warisan keturunan nagamu... Aku akui, dengan itu kau berhasil mengalahkan bawahanku, Raja Naga. Tapi itu semua sia-sia, Nemesis Virgous."
Makhluk-makhluk lain bermunculan dari balik kabut, mengikuti sosok tersebut. Sebagian besar tampak seperti monster, dengan tubuh yang melampaui batas-batas akal manusia. Sebagian lainnya tampak seperti manusia, namun hawa jahat yang terpancar dari mereka jelas bukan milik dunia ini. Mereka adalah pasukan kehancuran, pengikut setia sang kabut hitam.
Virgous, pria yang berlutut itu, mengangkat kepalanya dengan susah payah. Tatapannya yang redup menatap langsung ke sumber segala bencana ini. Suaranya lemah, nyaris tenggelam di antara hiruk pikuk kobaran api.
"Jika memang ini akhirnya... bunuh saja aku. Tidak ada lagi yang bisa kuperjuangkan."
Makhluk kabut hitam itu menyeringai, senyumnya kejam. "Mengagumkan. Seorang fana sepertimu mampu mencapai titik ini... Namun, kau tetaplah manusia. Jika saja kau mampu mendorong kekuatan nagamu lebih jauh, hingga berevolusi menjadi Raja Naga, mungkin cerita ini akan berbeda. Tapi kau tahu? Itu pun tak akan mengubah hasil akhirnya."
Sosok kabut itu mengangkat tangannya. "Selamat tinggal, Nemesis Virgous, Aura Archer terkuat dari Bumi. Kau adalah prajurit terakhir."
Tangan kabut itu menembus dada Virgous, langsung menuju jantungnya. Rasa sakit luar biasa menjalar ke seluruh tubuh pria itu. Namun, ia tidak melawan. Sebuah kepasrahan yang dingin menyelimutinya.
"Dunia ini... sudah berakhir," pikirnya di saat-saat terakhir. Pandangannya mulai memudar, perlahan menyatu dengan kegelapan. "Seandainya... aku bisa mencapai Transcendent... Apakah semuanya akan berbeda?"
Namun, di tengah kehampaan yang mulai menelannya, sebuah suara bergema lembut.
"Virgous... Ini belum akhir segalanya."
Suara itu tidak jelas apakah berasal dari laki-laki atau perempuan. Suaranya seperti bisikan yang menyentuh jiwa, namun entah mengapa hanya Virgous yang dapat mendengarnya.
"Engkau akan kembali, Nemesis Virgous. Dunia yang kau kenal telah musnah, tetapi sebuah dunia lain menantimu. Dunia yang berbeda... dan lebih berbahaya."
Cahaya putih menyilaukan muncul di sekelilingnya. Tubuh Virgous terasa ringan, seperti melayang di udara tanpa arah.
***
"HAH!!"
Seorang anak kecil terbangun dengan napas tersengal-sengal. Tubuhnya yang mungil duduk di atas ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, keringat membasahi dahinya. Di luar, cahaya bulan menembus gorden yang sedikit terbuka, memberikan penerangan lembut ke dalam ruangan.
"Itu... hanya mimpi, bukan?" gumamnya, suara kecilnya bergetar. "Aku bukan Nemesis Virgous... Aku adalah Lynn..."
Namun, saat kata-kata itu meluncur dari bibirnya, kepalanya mendadak terasa sakit luar biasa.
"AARRGH!!"
Anak itu memegangi kepalanya erat-erat. Kilasan ingatan menyerbu pikirannya—memori seorang prajurit bernama Nemesis Virgous, dari pertarungan hidup dan mati hingga kehancuran dunia.
"Hah..." Setelah rasa sakit itu mereda, Lynn menurunkan tangannya perlahan. Tatapannya kosong, namun pikirannya mulai menyusun potongan-potongan ingatan itu. "Lynn... nama lamaku. Nama yang kutinggalkan... sebelum aku menjadi Nemesis Virgous."
Ia menatap ke arah jendela, melihat bulan yang perlahan menyelinap di balik awan. "Dunia ini... bukan Bumi yang kukenal."
Lynn menutup matanya, membiarkan pikirannya mencerna kenyataan. Tubuhnya kecil dan lemah, berbeda jauh dari tubuhnya sebagai Nemesis Virgous. Di masa kecilnya di Bumi yang asli, ia tidak pernah mengalami penyakit apa pun. Namun, di dunia ini, ia adalah seorang anak kecil yang menderita penyakit misterius, dan tubuhnya tidak bisa menyimpan Mana, energi yang menjadi dasar kekuatan di dunia ini.
Namun, suara yang ia dengar sebelum mati memberinya tujuan. "Aku tidak akan kalah. Kali ini... aku akan mengubah segalanya."
Keesokannya Lynn dibangunkan oleh Ibunya, dan bersiap-siap keluar dari rumah sakit ini.
Lynn telah menggunakan pakaian kasual, dan sedang serapan, seraya menunggu Ibunya menyelesaikan urusan administrasi rumah sakit ini. Alasan Lynn berada di rumah sakit ini, selain melakukan perjalanan ke Katedral, kondisi tubuh Lynn tiba-tiba memburuk, yang mana kemungkinan besar karena pengaruh ingatannya itu kembali, juga dalam perjalanan ini hanya Lynn dan Ibunya saja yang ada.
Lynn dan Ibunya, bersama beberapa pengawalnya kemudian melanjutkan perjalanan ke Katedral terbesar di kota ini.
Karena tubuh Lynn yang masih kecil, juga katanya perjalanan yang masih jauh, Lynn memutuskan untuk tidur lagi, tapi dalam tidurnya itu Lynn memeriksa kondisi tubuhnya, yang mana setahu Lynn kondisi tubuh yang lemah ini pasti disebabkan oleh hal lain.
Dalam pemeriksaan tubuh spesial masih sama persis dengan ia punya sebelumnya, hanya saja berada di level paling awal, yang berarti Lynn harus melatih tubuh spesial agar semua potensi kemampuan tubuhnya terwujud. Tapi yang jadi masalahnya adalah kondisi tubuhnya yang lemah, dilihat dari ingatan Lynn ini, dia seorang anak yang senang membaca, sedikit tertutup bahkan dengan keluarganya sendiri, juga menyukai belajar seni bela diri, dan ilmu berpedang, Lynn di anggap jenius dalam tiga hal tersebut, tapi pada akhirnya seorang penyihir tidak mungkin membutuhkan seni bela diri, dan ilmu berpedang, karena itu kedua hal tersebut di pandang sebelah mata, karena itu menggunakan senjata seperti pedang, tombak, dan lainya dianggap rendah, karena sering di gunakan oleh mereka yang berada di kelas bawah, Lynn juga pada di Bumi itu, dikatakan oleh teman-teman seperjuangannya memiliki bakat dalam ilmu pedang, tapi Lynn tidak mempelajari lebih lanjut, karena dari awal senjata utamanya pada saat itu adalah panah.
Setalah cukup lama Lynn akhirnya terbangun dari tidurnya itu, dan masih belum mengetahui kenapa kondisi tubuhnya lemah.
Lynn bersama Ibunya, dan pengawasan keluar dari kendaraan pribadinya, dan berjalan masuk ke Katedral yang sangat besar dan mencolok itu, dengan warna putih yang mendominasi, dan lanjutkan dengan warna emas.
Mereka berjalan mendekati gerbang masuk Katedral itu. Seorang pendeta menyambut mereka dan menuntun masuk ke dalam. Tidak lama kami memasuki lorong super besar, dengan lima patungan besar di samping lorong itu, dan empat patung besar lainya di bagian samping satunya.
Lynn yang tidak dapat melihat jelas wajah patung-patung tersebut, memutuskan untuk bertanya, “Tuan pendeta, patung-patung tersebut siapa?” tanya Lynn dengan nada polosnya.
Pendeta itu menjawab, “Ini adalah patung Dewa dan Dewi, Nak.”
Lynn yang mendengar itu terkejut, dan bergegas berlari menuju ke bagian yang terdapat lima patung terlebih dahulu, Lynn memutuskan untuk melihat lima patung tersebut karena yang ia tahu bahwa di Buminya hanya terdapat empat Dewa-Dewi saja.
Seperti yang Lynn kira, lima patung Dewa-Dewi tersebut, sama sekali tidak ada yang Lynn kenal, melihat itu Lynn kemudian bergegas ke sisi lainya.
Melihat tingkah lakunya Lynn yang aneh, membuat Ibunya khawatir, dan ingin menghampirinya, tapi dicegat oleh pendeta itu, karena hal itu juga membuat pengawal yang dibawanya memasang posisi siap.
“Tidak apa, bukannya wajar anak seusianya penasaran dengan hal seperti ini,” kata pendeta itu, untuk menjelaskan tindakannya itu.
Karena itu Ibunya Lynn memerintahkan pengawalnya untuk tidak melakukan hal yang tidak perlu, pengawal tersebut kembali ke posisi sebelumnya.
Disisi Lynn yang telah mendekati empat patung tersisa, ia melihat patung dengan harapan, bahwa empat patung Dewa-Dewi itu, adalah Dewa-Dewi di bumi yang seharusnya.
Harapan itu Lynn itu benar-benar terwujud, ke empat patung Dewa-Dewi itu, dan nama mereka yang tertulis di bawahnya, semuanya sama dengan apa yang Lynn tahu di Bumi itu, tidak kurang, dan tidak ada perbedaan sama sekali, hal tersebut membuat Lynn bersyukur karena ia bisa mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dengan mereka, dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya, Bumi ini, dan Bumi yang harus ia dari ingatannya itu.
“Apakah kamu sudah selesai melihatnya, Nak?” Pendeta itu bertanya padaku, seraya berjalan mendekat.
“Yah, terima kasih, dan maaf merepotkan tuan pendeta,” jawab Lynn menghadap, dengan perasaan lega karena melihat empat patung Dewa-Dewi tersebut.
“Hahaha, tidak merepotkan kok, kamu juga jangan panggil aku dengan tuan, ‘pak pendeta’ sudah cukup,” gurauan pendeta tersebut.
“Baik pak pendeta.”
Setalah semua itu mereka melanjutkan perjalanannya.
***
Setalah berjalan beberapa saat berjalan kami akhirnya sampai ke taman doa yang ukurannya tidak terlalu besar.
Taman doa itu terdapat altar berwarna putih, dengan sembilan patung Dewa-Dewi yang berukuran kecil, ukuran tidak lebih dari 20 cm, di sekitar altar tersebut.
Di sana terdapat pendeta, yang terlihat lebih tua, dan kata pendeta yang memandu kami, dia adalah salah satu dari pemegang posisi pendeta tertinggi di kota ini.
“Jika begitu saya izin pamit terlebih dahulu, di sana adalah Uskup yang akan membantu permasalahan tubuh anak ini,” ucap pendeta itu dan kemudian pergi dari tempatnya.
Lynn saat di jalan tadi menanyakan banyak hal ke pendeta tersebut untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
“Kesimpulannya, berati secara tidak langsung ada dua faksi di antara sembilan Dewa-Dewi. Pertama ada empat Dewa-Dewi yang aku kenal, dan menjadi pengikut mereka atau salah satu mereka, akan menggunakan ‘Kekuatan Suci’ juga pengikutnya tidak sebatas pendeta tapi juga ada kesatria suci. Pendeta dan kesatria suci, dan Kekuatan Suci, ini masih sama seperti yang aku tahu, walau dunia ini mengap rendah senjata seperti itu, tapi masih ada kesatria suci. Dan di sisi lain, faksi satunya, lima Dewa-Dewi lainya, yang mana pengikut menggunakan ‘Mana Suci’ dan hanya ada pendeta saja, kemungkinan besar lima Dewa-Dewi ini dari dunia yang menjadi satu dengan Bumi yang seharusnya, dan terbentuk Bumi saat ini,” pikir Lynn, dari informasi yang ia dapatkan itu.
Dan yang di depan Lynn ini, entah kenapa Lynn merasakan bahwa Uskup itu tidak memiliki ‘Kekuatan Suci’, berati Uskup ini menggunakan ‘Mana Suci’ jika hal ini benar maka menjadi kesempatan bagus untuk Lynn merasakan hal tersebut.
Karena telah diminta, Lynn mendekati Uskup itu sendirian, dan tidak jauh Ibunya beserta pengawalnya mengawasi mereka.
Uskup itu membelai kepala Lynn dengan tangan kanannya. Dari tangan Uskup itu muncul energi, Lynn yang sudah sering melihat ‘Kekuatan Suci’ di kehidupan lainya itu, ia tahu bahwa itu bukan Kekuatan Suci melainkan ‘Mana Suci’ yang disebut oleh pendeta tadi.
Melihat itu, Lynn menggunakan kemampuan tubuh spesialnya itu menghalangi Mana Suci itu ke tubuhnya, walau tubuh spesialnya berada di tahap awal yang mana belum memiliki kemampuan resistensi terhadap Mana, tetapi dengan menggunakan kemampuan awalnya yaitu resistensi sihir, ia bisa mengurangi efek atau menolak Mana sumber dari sihir, walau saat ini yang ada katanya adalah Mana Suci.
Karena tolakan dari tubuh spesial Lynn terhadap Mana Suci, Uskup itu yang merasa aneh perihal Mana Sucinya yang ditolak. Uskup itu memutuskan untuk memperbesar Mana Suci yang ia keluarkan, alhasil terjadi perlawanan hebat, dan tubuh Lynn tiba-tiba melemah, membuat ia batuk darah, Uskup yang melihat itu menarik kembali Mana Sucinya, dan menangkap Lynn yang tiba-tiba jatuh setelah batuk darah itu, dan membuat semua orang panik di tempat itu.
Hal ini di lakukan Lynn agar bertemu orang yang memiliki Kekuatan Suci, untuk melihat apakah Kekuatan Suci yang digunakan sama seperti ia kenal.
Usaha Lynn seperti membuahkan hasil, walau Lynn sempat pingsan, dan tidak sadar di bawah ke suatu tempat oleh Uskup tersebut. Tempat itu adalah ruang doa pribadi, yang sedang di gunakan uskup lainnya, karena kejadian tadi Uskup itu memutuskan membawa ke tempat itu karena di dalam sana adalah uskup yang menggunakan Kekuatan Suci.
Karena peminatnya Uskup yang menggendong Lynn untuk menunggu di luar ke Ibunya, membuat Ibunya tidak ada pilihan dan menunggu.
Uskup itu masuk, dan menjelaskan kondisi Lynn kepada Uskup di dalam ruangan itu, setelah itu ia menaruh Lynn yang dalam keadaan pingsan di bangku dalam posisi tidur, dan keluar dari ruangan, karena Lynn yang masih pingsan membuat Uskup itu melanjutkan doanya.
Entah berapa lama Lynn pingsan, tapi yang pasti saat Lynn sadar, Uskup itu sudah duduk di samping Lynn, ia telah menyelesaikan doanya.
Lynn yang telah bangun mengubah posisinya menjadi duduk, dan melihat sekitarnya.
Uskup yang melihat itu, tidak lama berbicara kepada Lynn, “Ini adalah ruang doa pribadi Nak, khusus untuk memuja empat Dewa-Dewi yang memberikan Kekuatan Suci,” seraya mengatakan itu mengarah tangannya ke arah empat patung Dewa dan Dewi yang berukuran kecil.
“Kamu tahu Nak, saat kamu datang, saat itu aku menerima pesan Ilahi dari Dewi Ariana, Dewi cahaya dan kebijaksanaan, salah satu dari empat Dewa-Dewi itu,” ia terdiam sebentar sebelum melihat ke arah Lynn, dengan amat penuh belas kasih, “pesan itu di sampaikan untukmu Nak, ‘tubuhmu yang lemah itu karena gabung kekuatan kami yang menjadi milikmu, karena itu kuasailah, juga engkau akan mencari kebenarannya, akan terungkap jika jalanmu yang masih sama Virgous’ itulah pesanya Nak, pesan yang datang dan ada untuk disampaikan untukmu.”
Lynn yang mendengar itu terkejut, dan karena itu ia semakin yakin bahwa empat Dewa-Dewi itu adalah yang ia kenal, selain itu ia juga kaget akan hal memiliki kekuatan dari Dewa yang berati Kekuatan Suci, kekuatan bukan hasil diberi pinjam, atau singkatnya didapat karena terikat dengan Dewa dan Dewi tersebut, Lynn merasa dia akan menjadi lebih kuat dari pada sebelumnya, dengan melatih tubuh sepesial dan Aura sama seperti sebelumnya yang ia fokuskan, dan ditambah lebih melatih kekuatan keturunan naga, serta Kekuatan Suci, bagi Lynn akan mempermudah ia untuk menjadi transcendent, dan mengalahkan musuh akhirnya itu, walaupun saat ini kemungkinan untuk bertemu teman seperjuangan akan sangat kecil, karena Bumi ini telah berubah.
“Pesan seperti ini pernah muncul sekali ke pada kami, bagi para pengikutnya, tapi ini menjadi rahasia, hanya pengikutnya di tingkat sejajar dengan uskup atau lebih tinggi yang mengetahuinya, bahkan pengikutnya kelima Dewa-Dewi tersebut tidak kami beritahukan, karena urusan pribadi. Pesan itu disampaikannya untuk kami selalu mendukung pilihan mereka, yaitu kamu Nak, jadi sekarang apa yang akan kami lakukan? Hal seperti ini bukan suatu yang bisa dibicarakan begitu saja bahkan jika itu keluargamu, kamu harus tahu apa yang harus kamu lakukan, karena kamu adalah pilihan yang dipilih oleh mereka,” lanjut kalimat Uskup itu.
Lynn tahu bahwa semua perkataan Uskup itu masuk akal, dan ia harus membuat rencananya, setelah berpikir sejak Lynn mengungkapkan langkah pertamanya itu ke Uskup tersebut, “Aku akan kabur dari rumahku, tidak lebih baik aku akan membuat insiden kematianku, dan adakah tempat khusus untuk para pengikutnya empat Dewa-Dewi, jika ada aku ingin tinggal sementara di sana dan melatih diriku, juga belajar lebih banyak tentang dunia ini.”
“Jika itu yang kamu inginkan baiklah akan kami bantu sebisa kami, walaupun ini sedikit melanggar ajaran tapi karena itu adalah keputusanmu maka Dewa dan Dewi pasti memaklumi kesalahan kami, yang bisa dibilang menculikmu,” gurau Uskup itu.
“Ini bukan menculik, aku yang memintanya, ini adalah keputusanku jadi jika berdosa maka hanya aku yang terkena,” protes Lynn yang mendengar itu dengan nada imut bergaya anak-anak.
Uskup itu tertawa, dan melanjutkan perkataannya, “Tentu saja aku juga tahu ini bukan menculik, tapi dari pada itu tempat yang kami sebutkan memang ada, tempat pelatihan kesatria suci, maupun untuk melatih Kekuatan Suci dari kesatria suci ataupun pendeta, juga bisa sebagai tempat pelantikan kenaikan pangkat untuk kesatria suci ataupun pendeta kami, maupun peresmian menjadi kesatria suci atau pendeta, juga tempat itu lebih besar dari Katedral ini, kamu akan ke sana?”
“Tentu itu menjadi tempat bagus, aku bisa melatih kemampuan berpedangku dan Kekuatan Suci ini, jadi bisakah dilakukan sekarang?”
“Akanku tanyakan terlebih dahulu,” setalah ia mengatakan itu, ia mengeluarkan ponsel pintar, dan mengetik kemudian mengirimkan pesan.
Tidak butuh waktu lama balasan dari pesan itu muncul, Uskup itu pun menyampaikannya ke Lynn, “Sayangnya tidak bisa hari ini, untuk menghilangkan jejakmu dengan sempurna alias kamu akan diketahui benar-benar mati kami membutuhkan waktu, tapi kami akan lakukan dengan secepatnya karena kamu adalah pilihan kami akan melakukan dalam setengah hari.”
Lynn yang mendengar itu merasa tidak enak karena membuat mereka bekerja sangat keras hanya karena ia pilihan mereka, tapi Lynn juga tidak mungkin menunggu selama setengah hari hanya di tempat ini, karena dari awal setalah semua ini sudah selesai Lynn dan Ibunya, akan sesegera pulang diikuti oleh pengawalnya juga.
“Tidak bukan aku tidak mau tapi aku tidak bisa berlama-lama di sini, juga perjalanan pulangku membutuhkan waktu kurang lebih sehari, jadi apakah ada usulan lain,” jelas Lynn, juga yang berpikir akan sulit kabur jika sudah sampai kediaman keluarganya.
Uskup itu berpikir sebentar, dan berjalan ke dekat meja yang berada tidak jauh dari tempat mereka, ia mengeluarkan Kekuatan Suci yang Lynn kenal, dan karena Kekuatan Suci itu laci di meja itu terbuka.
“Jadi laci itu pasti disegel,” pikir Lynn yang melihat harus dibuka dengan Kekuatan Suci.
Uskup itu memberikan sebuah kalung kecil kepadanya, yang berasal dari laci meja tersebut, “Ini untukmu Nak, kalung ini memiliki Kekuatan Suci yang bisa mewujudkan Kekuatan Ilahi, yang memungkinkan kamu berpindah tempat dengan instan ke tempat yang di tandai, atau bisa di sebut teleportasi.”
Lynn menerima barangnya dan sedikit terkejut akan benda sekecil ini bisa mewujudkan Kekuatan Ilahi.
Kekuatan Ilahi sendiri merupakan perwujudan tingkat lebih tinggi dari Kekuatan Suci, memang benar Kekuatan Suci bisa langsung di gunakan, tapi Kekuatan Ilahi ini mewujudkan Kekuatan Dewa atau Dewi yang ia layani, dan yang bisa digunakan normal harus setidaknya pada tingkat uskup juga yang sejajarnya, atau lebih tinggi.
“Ah, juga kalung itu untuk media komunikasi, jadi jika ada kabar baru kalung itu akan bercahaya sedikit, dan kamu cukup mengemamnya, maka akan bisa berkomunikasi lewat pikiran,” tambahan dari Uskup itu.
“Terima kasih, aku pasti akan mengingat kebaikan ini,” Lynn tersenyum, dan memakai kalung itu lalu memasukkan ke dalam pakaian untuk di sembunyikan dari Ibunya.
Kemudian Lynn berdiri, berjalan menghadap ke depan Uskup itu yang masih duduk, lalu membubukan badannya 90 derajat, untuk memberi hormat ke Uskup itu, Uskup itu hanya membalas dengan senyuman.
Setalah itu Lynn bergegas menuju pintu keluar. Sebelum ia membuka pintu itu, Lynn berbalik ke arah Uskup itu dan memperkenalkan dirinya walau ia tahu ini sudah sangat terlambat.
“Tuan Uskup lain kali jangan panggil aku ‘nak’ panggil aku Lynn, dan mungkin setelah kabur aku akan menjadi Lynn Virgous, sebagai identitasku.”
Uskup itu mengerakkan kepala ke arahnya, “Baiklah, jika begitu jangan panggil aku tuan Uskup lagi, itu juga terlalu kaku, kau bisa memanggilku Roma,” balas Uskup itu.
“Seorang yang terlihat berumur baru sampai pertengahan 20 tahunan bisa menjadi Uskup, Uskup yang pertama aku lihat saja terlihat seperti berumur 60 tahunan, melihat dari umurnya yang bisa jadi Uskup ia orang jenius, aku merasa akan cukup sering bertamunya nanti,” pikir Lynn yang tersenyum, dan kemudian membuka pintu tersebut.
Di depan Ibunya terlihat membawa belanjaan yang kemungkinan besar adalah makanan, bersama dua pengawalnya perempuan, dan di kedua bagian samping pintu luar terdapat dua penjaga laki-laki yang sedang menunggu Lynn, saat Lynn keluar tidak butuh lama mereka bergegas pulang setelah berpamitan ke beberapa orang di Katedral ini, termasuk Uskup yang pertama kali mereka temui
Dalam perjalanan pulang Lynn semua berjalan dengan normal dan nyaman, bagaimana tidak, kendaraan yang ditumpangi Lynn selain kendaraan pribadi, juga salah satu kendaraan yang memiliki tingkat kenyamanan tinggi, walaupun bagi Lynn ini adalah hal biasa, karena dahulu sejak ia terkenal ia sudah sering menggunakan berbagai macam kendaraan yang memiliki kenyamanan tertinggi dari antara yang tertinggi, tapi jika itu memang dahulu keluarganya tidak mungkin memiliki kendaraan yang seperti ini.
Selama sehari kurang lebih Lynn hanya di kendaraan tersebut, sebuah mobil mewah, dengan desain seperti mobil piknik agar di dalam nyaman di tempati.
Walaupun Bumi yang sekarang berlatar belakang sekitar abad pertengahan menuju modern, yang mana masih jarang bangun bertingkat, dan masih banyak rumah di buat dengan bahan tradisional, dan masih banyak lahan kosong, tapi sudah ada jalan penghubung antara kota yang berdekatan, yang didesain seaman mungkin, agar dapat digunakan oleh kendaraan seperti mobil.
Lynn hanya berdiam diri saja di kendaraan tersebut, karena Ibunya yang sudah membeli makanan, dan lainya membuat mereka tidak perlu berhenti untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Setelah perjalanan panjang akhirnya mereka sampai ke kediaman keluarga Lynn, di waktu subuh, karena masih subuh juga Lynn melanjutkan tidur di kamar pribadinya, tapi sebelum itu ia mengecek kalung yang ia sembunyikan, dan kalung itu masih belum ada perubahan, karena itu Lynn kembali tidur.
Sekitar jam sembilan lebih Lynn terbangun karena getaran dari kalungnya itu, ia menarik kalungnya dari balik bajunya itu. Di ruangan kamar tidur pribadi milik Lynn yang gelap itu, bersinar cahaya kuning seperti matahari dari kalungnya, Lynn yang melihat itu mengingat perkataan Uskup Roma itu tentang kalungnya, kemudian ia menggenggam kalung tersebut.
Dan secara tiba-tiba suara tidak asing terdengar, “Apakah kau sudah bisa mendengarnya, Nak Lynn,” suara itu bergema masuk langsung ke dalam pikiran Lynn.
“Ehm...” Lynn berusaha menjawabnya dengan pikirannya, setelah berusaha fokus akhirnya ia dapat melakukannya juga, “iya aku bisa mendengarnya, suara ini kamu Uskup Roma kan?”
“Oh, kamu sudah bisa melakukan dengan pikiranmu sendiri?! Seperti diharapkan, dan memang ini aku Lynn.”
“Baiklah jika begitu bagaimana persiapan di sana Uskup Roma?”
“Di sini semua sudah siap, dan karena keterbatasan jarak teleportasinya, kamu akan di pindahkan ke salah satu penginapan yang kami sewa di pelabuhan barat, yang berarti kamu akan berpindah benua, jadi apakah kamu yakin akan hal ini Lynn, hidup akan berubah mulai saat kamu pergi dari kediamanmu itu.”
“Hidupku telah berubah sejak aku pasti akan berubah karena aku tidak memiliki Mana walaupun berada di keluarga yang cukup terpandang, tapi bukan hanya itu saja sejak aku mendapat ingatanku yang mana sampai akhir aku mati sebagai Nemesis Virgous, keputusan aku tetap sama, kali ini, di kehidupan ini aku pasti akan berhasil, walaupun teman seperjuangan aku tidak mengingatnya atau malah tidak ada di Bumi ini tapi aku akan tetap mengingat hingga akhir,” pikir Lynn yang hanya ia yang tahu, juga sekaligus tekadnya.
“Ya, tentu saja aku sudah siap,” jawab Lynn dengan tekad kuatnya itu.
“Baiklah, aku tidak tahu rencanamu Lynn tapi aku akan percaya denganmu, jadi kapan kamu akan menjalankan rencana, dan berteleportasi?”
“Malam ini, aku akan melakukannya malam ini, tidak lebih tepatnya tengah malam ini, juga melihat kamu mengatakan semua itu seperti kamu akan menetap di benua ini ya Uskup Roma.”
“Yah, sebenarnya aku juga ingin lihat latihanmu, tapi mau bagaimana lagi, aku Uskup di sini, jadi yang bisa kulakukan hanya berdoa untukmu, semoga kau berhasil Lynn.”
“Terima kasih.”
Seketika cahaya dari kalung itu menghilang, dan komunikasi mereka berakhir.
Setalah itu Lynn menyalahkan lampu kamar tidur, setelah itu ia membuka lemari bajunya, ia mengambil handuk, dan satu set lengkap pakaiannya.
Jika itu Lynn dahulu mau itu Lynn di Bumi ini atau Bumi itu, pasti dia setelah bangun tidak langsung mandi dan membersihkan diri.
Hal tersebut membuat pelayan yang melihat tingkah laku Lynn terkejut dan melaporkan ke tuannya, yaitu orang tua Lynn.
Lynn yang baru selesai berpakaian, langsung di datangi oleh kedua orang tua, dan bertanya keadaan Lynn dengan panik, orang tua berpikir Lynn jadi seperti ini mungkin antara trauma akan tidak memiliki Mana, atau efek samping dari pemulihan kondisi lemah tubuh, tapi nyatanya itu semua karena ingatan dirinya di kehidupannya itu, membuat sikap Lynn berubah, dan bahkan terasa lebih dewasa oleh orang-orang di sekitarnya.
Setelah itu Lynn makan bersama dengan saudara dan kedua orang tuanya itu, kemudian untuk terakhir kalinya Lynn mengelilingi kediamannya itu seperti yang sering ia lakukan dahulu, tapi bedanya sekarang ia memiliki ingatan kehidupannya satunya itu, atau kehidupan sebelumnya, bagi Lynn jika itu kehidupan dulunya tidak mungkin keluarganya bisa memilih kediaman sebesar ini.
Kediaman itu sangat besar, memiliki halaman yang cukup besar dan lebih dari satu dan kolam ikan sebagai hiasannya, dan di bagian pusat kediaman itu ada bangunan yang mencolok, desain bagian luarnya seperti 'Si He Yuan’ atau rumah tradisional Cina, tapi memiliki ruang dalam yang modern seperti di hotel bintang lima, dan bangunan lainnya berdesain ‘Hanok’ atau rumah adat Korea, lalu bagaimana dalam bangunan itu seperti ruangan pada apartemen atau tidak beberapa seperti ‘Minka’ atau rumah adat tradisional Jepang.
Budaya dan tradisi yang ada bagian timur dari bumi itu, beberapa masih ada di Bumi ini, dan budaya dan tradisi itu memiliki nama Ayue, dan kediaman ini merupakan salah satu perwujudannya, dengan sedikit menambah gaya modern.
Lynn akhirnya sampai di tempat yang bisa ia belati seni bela diri, dan ilmu berpedang. Lynn bisa belajar sendiri, atau dari buku yang ia beli, dia tidak memiliki guru yang layak untuk mengajarinya, karena di bisa dianggap remeh ini Lynn adalah jeniusnya, yang layak bisa mengajarinya adalah di pelatihan kesatria suci, walaupun kesatria suci tidak hanya berfokus pada satu senjata seperti pedang, tapi itu masih layak di pelajari bagi Lynn, Lynn yang di kehidupan dahulunya hanya berfokus pada panah, yang mana bahkan kemampuan berpedangnya kalah dengan Lynn di kehidupan ini, walaupun Lynn berbakat dalam ilmu berpedang.
Lynn yang berkeliling tempat latihannya, dia menata kembali buku-buku berisi ilmu pedang, dan seni bala diri ke raknya, lalu berjalan ke rak pedang kayunya itu untuk latihan, selain di raknya, di sekitar raknya banyak sekali pedang kayu yang berserakan, Lynn belajar ilmu berpedang baru dua tahun lamanya, dan pedang kayu yang ia gunakan sudah lebih dari 500 pedang kayu, bahkan sekarang di raknya ada 50 pedang kayu, walau begitu banyak yang usang, dan juga ada yang telah patah, Lynn kemudian merapikan pedang kayunya yang berserakan itu.
Setalah itu Lynn kembali berjalan mengelilingi kediamannya lagi, karena bagi Lynn ini akan jadi yang terakhir kalinya ia di kediaman ini.
“Jika keluargaku dahulu seperti ini, mana mungkin aku berpikir untuk kabur, hidup yang memiliki kebutuhan lebih dari mencukupi, aku pasti akan melakukan banyak hal yang ingin aku lakukan, tanpa perlu khawatir dengan masalah keuangan, tapi aku yang sekarang tidak mungkin mengabaikan malapetaka itu, sangat tidak mungkin aku mengabaikannya,” pikir Lynn yang wajahnya menjadi muram, sambil kembali mengingat kematian orang-orang yang ia kenal, ia kasih, dan orang yang ia cintai yang meninggal karena para pengikutnya makhluk itu.
Selama perjalanannya walau Lynn bertemu banyak pelayan dan penjaga kediamannya, Lynn menghindari kontak dengan keluarganya, hal ini ia lakukan untuk menghindari kecurigaan perubahan sikapnya, walau Lynn ini memiliki sikap mirip dengan ia di waktu namanya Nemesis Virgous, tapi anak-anak tetaplah anak-anak ia masih memiliki beberapa sikap kekanak-kanakan, tapi sekarang sejak ingatannya masuk Lynn menjadi lebih dewasa, hal itu membuat ia kemungkinan di curigai, walaupun Lynn sendiri tidak tahu apa yang dipikirkan oleh mereka, tapi Lynn tetap melakukan sebagai rencana jaga-jaganya, agar ia tidak dapat masalah yang merepotkan.
Setelah menghabiskan berjam-jam untuk berkeliling kediaman, Lynn pergi ke perpustakaan kecil di kediaman untuk membaca, di perpustakaan itu tidak semua buku tidak berguna, tapi ada juga yang akan berguna untuk Lynn ke depannya.
Singkat cerita Lynn hanya berdiam diri di perpustakaan itu saja, saat waktunya makan ia kembali makan, dan karena dilarang latihan, ia hanya berdiam diri di perpustakaan seperti Lynn yang biasanya lakukan, sedangkan saudara-saudari Lynn bermain di luar , berbeda-beda dengan Lynn yang lebih suka di kediamannya.
Dengan begitu malam talah tiba, dan Lynn memutuskan untuk tidur sebelum menjalankan rencananya untuk kabur dari kediamannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!