Matahari yang tepat di atas kepala. Musim ini memang musim kemarau. Matahari yang itu terik dan memancarkan sinar yang sangat panas. Angin yang juga cukup berhembus dengan kencang. Pepohonan yang bergoyang-goyang seolah ingin tumbang.
Tetapi ternyata tiupan angin itu justru menguntungkan untuk pasangan calon pengantin yang sekarang sedang melakukan photo prewedding .
Berfoto di taman di dekat danau. Wanita cantik yang memakai gaun putih yang lurus memanjang mengikuti lekuk tubuhnya dengan tambahan selayar yang terikat di kepala yang bersama seorang pria tampan yang mengenakan jas putih. Angin itu sangat membantu untuk menciptakan foto yang lebih estetik.
"Nona Maura tangannya bisa di letakkan di dada tuan Bian!" titah sang fotografer yang memberikan arahan.
Wanita yang berkulit putih bernama Maura itu mengangguk dan melaksanakan perintah dari fotografer tersebut. Dia dan pasangannya terlihat lebih romantis dengan mata yang saling menatap dalam dan jarak yang sangat begitu dekat. fotografer dan beberapa staf kembali melanjutkan pekerjaan mereka dan mengambil beberapa foto dengan spot yang berbeda-beda.
"Oke finish," sahut fotografer tersebut memberikan arahan yang akhirnya mereka semua selesai mengambil foto prewedding tersebut.
Maura tersenyum yang merasa lega dengan pengambilan foto tersebut.
"Akhirnya selesai," ucap Maura merasa lega. Bian hanya mengangguk dengan datar.
"Aku lihat hasilnya sebentar," ucap Maura dan Bian menganggukkan kepala.
Maura yang begitu semangat melihat layar monitor untuk melihat hasil foto prewedding mereka. Wajah Maura yang tersenyum begitu lebar yang begitu bahagia, sangat berbeda dengan Bian yang lebih acuh dan fokus pada ponsel dengan jari yang mengetik.
Mata Maura melihat ke arah Bian yang tersenyum sembari jari yang sangat lincah itu mengetik. Entah apa yang membuat pria itu lebih bahagia saat membalas pesan di bandingkan untuk berkomentar atas foto prewedding mereka. Maura menghela nafas dan menghampiri Bian.
"Kamu tidak mau melihat hasil foto kita?" kedatangan Maura membuat Bian kaget dan refleks menyimpan ponsel itu.
"Tidak perlu," jawab Bian singkat. Tatapan Maura tampak aneh yang masih melihat ekspresi Bian.
"Oh, maksud ku, nanti saja," jawab Bian yang merubah jawaban itu dengan cepat ketika melihat tatapan Maura.
"Begitu," sahut Maura mengangguk saja.
"Kita langsung pulang saja. Bukankah akan ada makan siang dengan keluargamu," ucap Bian mengingatkan.
"Iya. Ayo pulang," sahut Maura yang pergi terlebih dahulu dan disusul oleh Bian.
Mobil pasangan itu yang akhirnya sampai di kediaman rumah mewah milik Maura. Mobil mereka yang berhenti tepat di depan mobil yang juga baru berhenti dan sang pengemudi keluar dari mobil tersebut ternyata juga seorang wanita cantik yang terlihat elegan dengan rambut yang diikat satu agak meninggi dengan kedua tangan yang sejak tadi memegang paper bag kecil.
Begitu Maura dan Bian keluar dari mobil dan wanita itu juga menyadari hal itu dan menunggu pasangan itu.
"Kak Maura!" sapa wanita itu tersenyum.
"Jesslyn," sahut Maura dengan tersenyum. Mata Jesslyn melihat ke arah Bian yang ada di samping Maura dengan Jesslyn yang terlihat tersenyum dan di balas Bian.
"Bagaimana? Apa foto prewedding kalian lancar?" tanya Jesslyn.
"Semuanya lancar," jawab Maura.
"Aku terbahagia mendengarnya," sahut Jesslyn.
"Kamu mau lihat tidak. Hasil foto-fotonya?" tanya Maura.
"Boleh!" Jesslyn yang terlihat tampak setuju dan Maura langsung memperlihatkan yang memang sudah ada di ponselnya.
"Wau keren sekali. Kalian berdua terlihat seperti orang yang saling mencintai," puji Jesslyn.
"Terlihat seperti?" sahut Maura yang merasa ada sesuatu dengan kata-kata Jesslyn.
"Apa selama ini kamu bukan orang yang saling mencintai?" tanya Maura melihat ke arah Bian.
Jesslyn tersenyum menanggapi perkataan sang kakak dan melihat ke arah Bian.
"Aku hanya berpikir saja jika dalam hubungan kalian berdua Kakak yang lebih banyak memberikan cinta kepada Kak Bian," ucap Jesslyn tanpa melepas tatapan mata itu dari Bian.
Bian malah tersenyum dan juga tidak lepas menatap Jesslyn. Dia bahkan seperti tidak menggap ada Maura di sana. Maura bahkan pergantian melihat Jesslyn dan Bian yang masih sibuk dengan dunia mereka masing-masing.
"Kalian sudah tiba!" tiba-tiba terdengar suara yang membuat arah pandangan mereka semua teralihkan ke suara tersebut yang muncul seorang wanita yang tanpa elegan menggunakan dress panjang dengan rambut yang disanggul. Wanita berwajah tegas dan memiliki tatapan mata yang tajam yang menakutkan itu.
"Mama!" sahut Jesslyn.
"Bagaimana Jesslyn apa pertemuan kamu dengan Rafa lancar dan apakah dia akan ikut makan bersama kita?" tanya Jessica.
"Kak Rafa sebentar lagi akan tiba. Kami memang tidak bisa pergi bersama karena dia ada urusan. Tetapi semuanya lancar," jawab Jesslyn.
"Baguslah! Ayo masuk!" ajak Jessica. Jesslyn mengangguk dan mereka berdua yang hendak pergi.
"Mah!" Maura tiba-tiba menghentikan Jessica.
"Ada apa?" tanya Jessica.
"Mama lihat dulu hasil foto prewedding aku dan Bian. Siapa tahu ada pendapat dari mama yang tidak Mama sukai," ucap Maura yang menyodorkan diri karena sejak tadi dia tidak ditanya.
"Nanti saja. Lagi pula fotografer itu bukan fotografer sembarangan dan pasti hasilnya juga bagus dan tidak ada yang perlu dikomentari," sahut Jessica dengan singkat dan langsung pergi yang dirangkul lengannya oleh Jesslyn dengan Jesslyn yang tersenyum.
Maura hanya bisa terdiam. Bian menghela nafas yang juga tidak mengatakan apa-apa dan menyusul Jessica dan Jesslyn melewati Maura begitu saja.
Maura menghela nafas melihat orang-orang itu pergi begitu saja dan tanpa mengajak dirinya atau berbicara sebentar padanya dan termasuk juga Bian mengabaikan Maura.
********
Meja makan di kediaman Darius suami dari Jessica orang tua Maura dan Jesslyn yang sekarang dihidangkan dengan begitu banyak makanan. Para pelayan yang masih terlihat menata makanan itu.
"Terima kasih Rafa kamu memenuhi undangan makan malam kami!" ucap Darius yang berjalan menuju meja makan berbicara dengan seorang pria dan diikuti Jessica dan yang lainnya dari belakang.
Pelayan itu yang sudah menyelesaikan pekerjaan mereka langsung bergegas yang meninggalkan meja makan yang sudah terhidang dengan banyak jenis makanan.
"Saya yang berterima kasih diundang makan malam di rumah ini," sahut pria itu bernama Rafa.
"Ayo silahkan duduk!" titah Darius yang duduk di kursi utama.
Maura, Jessica, Jesslyn, Bian yang juga menghampiri meja makan dan mengambil tempat duduk masing-masing. Namun ada yang membuat tatapan Maura salah fokus dengan Bian yang menarik kursi dan mempersilahkan Jesslyn untuk duduk.
"Makasih!" ucap Jesslyn dengan pelan yang memberikan senyuman. Bian mengangguk yang langsung duduk di samping Maura.
Bukan hanya Maura yang melihat pemandangan itu tetapi juga, Rafa, lalu tatapan Rafa berpindah kepada Maura yang memperlihatkan ekspresi datar wanita yang duduk tepat di hadapannya itu.
Pria tampan dengan tinggi 180 derajat itu yang berkulit putih yang memiliki bola mata yang sangat indah lautan dalam hanya terus memperhatikan wajah wanita yang tampak berpikir itu. Entahlah kenapa Rafa ingin melihat ekspresi wanita itu yang ternyata memperlihatkan wajah datar yang seperti seolah merasa tidak ada apa-apa.
"Mari, Nak, Rafa kita nikmati makanan ini!" tegur Darius yang membuat Rafa mengalihkan pandangannya. Rafa menganggukkan kepalanya.
"Rafa ini adalah masakan rumah kami dan kami mempunyai koki khusus di rumah ini yang selalu memanjakan lidah kami. Semoga kamu suka," sahut Jessica dengan ramah. Rafa hanya menanggapi dengan menganggukkan kepala.
Bersambung.
...Selamat datang di karya terbaru baku. Semoga kalian menyukai karya terbaru aku. Jangan lupa untuk like, koment, subscribe dan like. Mohon dukungannya ya....
Mereka yang mulai mengambil makanan mereka masing-masing.
"Kak Rafa biar Jesslyn ambilkan!" sahut Jesslyn dengan tiba-tiba mengambil alih saat Rafa ingin mengambil nasi.
"Saya bisa sendiri," sahut Rafa menolak dan hal itu tidak biasa bagi Rafa.
"Tidak apa-apa kak Rafa," sahut Jesslyn yang tetap mengambilkan nasi tersebut.
Jessica tampak tersenyum melihat kemanisan tersebut. Tetapi berbeda dengan Bian yang malah datar seperti tidak suka melihat kedekatan Jesslyn dan Rafa. Untung saja ekspresi Bian yang seperti itu tidak diperhatikan oleh Maura yang sekarang sudah fokus makan.
"Kak Rafa mau lauk apa?" tanya Jesslyn.
"Aku akan ambil sendiri," jawab Rafa.
"Baiklah," sahut Jesslyn.
"Maura apa hari ini acara kamu berjalan dengan lancar?" tanya Darius.
"Iya pah, semua lancar," jawab Maura.
"Lalu bagaimana selanjutnya?" tanya Darius.
"Aku sama Bian akan melanjutkan atau fitting baju pengantin setelah acara pembukaan galeri," jawab Maura.
"Pah, sangat tidak etis membicarakan hal lain saat ada tamu seperti ini," sahut Jessica menegur suaminya.
"Tidak apa-apa Mah!" sahut Jesslyn yang memotong pembicaraan itu.
"Lagi pula biar sekalian kita undang Kak Rafa ke acara pernikahan Kak Maura dan Kak Bian," sahut Jesslyn dengan tersenyum yang melihat ke arah Rafa dengan Jesslyn yang tersenyum seolah mengagumi pria yang duduk di sampingnya itu.
"Kak Rafa tidak masalah kan mendapatkan undangan dari kami?" tanya Jesslyn memastikan.
"Mereka akan menikah?" tanya Rafa yang bergantian melihat Bian dan Maura.
"Iya benar. Kak Maura akan melangsungkan pernikahan dalam bulan ini dan biasanya setelah kakak pertama menikah maka adik akan cepat menyusul," sahut Jesslyn dengan tersenyum yang seperti memberikan kode dan membuat Jessica ikut tersenyum.
"By the way. Kenapa Kakak mempertanyakan mereka akan menikah. Apa Mereka terlihat bukan seperti pasangan?" tanya Jesslyn yang membuat pandangan Maura melihat ke arah Jesslyn.
"Maksud kamu?" Rafa kembali bertanya.
"Memang banyak yang mengatakan jika mereka berdua bukan seperti pasangan. Kata orang-orang jika Kak Maura memiliki cinta yang lebih besar daripada kak Bian. Kak Maura aku masih merasa lucu dengan cerita kamu yang mengejar-ngejar Kak Bian sejak dulu," ucap Jesslyn yang punya dunianya sendiri untuk berbicara.
"Benarkah Maura kamu mengejar-ngejar Bian. Atau kamu juga yang melamar Bian," Jessica ikut-ikutan dalam pembicaraan anak muda itu.
"Kak Rafa bagaimana tanggapan kakak dengan seorang wanita yang memiliki cinta lebih besar dibandingkan seorang pria?" hanya Jesslyn yang melempar kepada Rafa.
"Tidak ada masalah wanita dan pria mempunyai hak masing-masing untuk mencintai atau dicintai. Jadi itu bukan suatu hal yang aneh," sahut Rafa menjawab dengan singkat.
"Oh iya begitu. Tapi aku belum pernah mendengar Kak Maura bercerita jika Kak Bian mengungkapkan rasa cintanya kepada kakak atau bagaimana cara melamar Kakak," sahut Jesslyn. Entah apa maksud Jesslyn membahas hal itu di meja makan.
Maura hanya memperhatikan adiknya itu yang sangat tenang bicara. Namun kata-kata itu memiliki makna tersendiri yang membuat perasaan Maura jadi aneh.
"Bagaimana Kak Maura?" tanya Jesslyn lagi.
"Jesslyn cinta itu tidak perlu diucapkan. Yang merasakan cinta itu hanya diri sendiri dan kita tahu pria itu mencintai kita atau tidak," sahut Maura dengan simple yang membuat mata Rafa melihat ke arahnya.
"Hmmm, aku setuju. Memang di zaman sekarang ini tidak perlu dengan ucapan cinta. Tetapi kita akan tahu pria itu mencintai kita atau tidak dari cara dia menatap kita dengan sangat dalam dan mengeluarkan senyum dan maka kita akan bisa melihat seberapa besar cinta seseorang dari tatapan matanya," sahut Jesslyn dengan tersenyum yang memberikan tanggapannya.
Mata Bian ternyata sejak tadi tidak lepas menatap Jesslyn. Bian bahkan sampai tersenyum seolah kagum dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jesslyn. Saat Maura ingin minum pandangan mata itu tertuju pada Bian dan masih memperlihatkan ekspresi yang sama.
"Apa pendapatku bisa diterima," sahut Jesslyn.
"Aku setuju dengan pendapat kamu. Menatap orang yang dicintai juga satu hal yang sangat indah," saut Bian yang berbicara tidak lepas menatap Jesslyn. Maura melihat hal itu menelan salivanya yang tiba-tiba perasaannya berdebar yang tidak mengerti apa yang dia rasakan.
Rafa yang sudah makan melihat ekspresi dari dari Bian yang melihat Jesslyn yang tersenyum-senyum dan juga melihat wajah Maura yang sangat datar. Rafa mendengus kasar melihat eksperesi itu dan kembali melanjutkan makannya.
"Sudah-sudah kita lanjutkan saja makan. Apapun itu semoga semua diberi kelancaran dan untuk pasangan yang akan menikah semoga bisa saling mencintai," sahut Darius.
Jesslyn mengangguk dan juga mengambil nasi ke dalam piringnya yang tadi memang sangat sibuk berbicara sampai tidak sempat makan. Tangan Jesslyn mengambil salah satu jenis lauk.
"Jangan dimakan Jesslyn!" tiba-tiba Bian mencegah Jesslyn yang kembali membuat perhatian orang-orang melihat ke arah Jesslyn dan Bian.
"Aku sudah mencobanya dan ada campuran ikan giling di dalamnya dan itu bisa membuat kulit kamu merah-merah," sahut Bian
"Oh benarkah!" sahut Jesslyn yang tidak jadi mengambil makanan itu.
"Kenapa Bibi sembarangan sekali memasak. Apa dia tidak tahu jika kamu alergi dengan ikan," sahut Jessica tampak kesal.
"Kamu banyak tahu sekali tentang Jesslyn!" sahut Rafa tiba-tiba.
"Kak Rafa jelas sangat banyak tahu. Kami berdua tumbuh sejak kecil," sahut yang menjawab pertanyaan itu.
"Begitu rupanya," sahut Rafa dengan mengangguk-angguk saja.
Maura menghela nafas yang kembali minum dan entah mengapa tenggorokannya begitu sangat kering.
*********
Acara makan malam yang akhirnya sudah selesai dan Maura yang mengantarkan Bian keluar rumah menuju mobil.
"Kamu langsung pulang?" tanya Maura.
"Iya!" jawab Bian yang membuka pintu mobil dan hendak masuk tetapi tiba-tiba tidak jadi.
"Maura!" ucap Bian.
"Ada apa?" tanya Maura.
"Rafa, tamu yang tadi ikut makan malam. Apa dia CEO dari Perusahaan Unity?" tanya Bian yang terlihat penasaran.
"Iya kamu benar," jawab Maura.
"Apa ada hal besar dengan kedatangan dia ke rumah ini dan sampai diajak makan malam. Atau menyusun kerjasama bersama papa kamu?" tanya Bian yang seperti ingin mengetahui sesuatu.
"Entahlah aku juga tidak tahu. Aku mendengar Jesslyn dan dia menjalin kedekatan dan juga berencana untuk bertunangan," jawab Maura.
"Bertunangan!" pekik Bian yang terlihat begitu kaget.
Maura memperhatikan ekspresi sang kekasih yang ada rasa ketidaksukaan dalam mendengar hal tersebut yang membuat Maura bingung.
"Kenapa?" Tanya Maura
"Tidak apa-apa!" jawab Bian dengan mengeluarkan senyum tampak terpaksa.
"Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu," sahut Bian. Maura menganggukkan kepala yang melihat kepulangan Bian yang sudah memasuki mobil dan melajukan mobil itu yang keluar dari pekarangan rumah mereka.
Maura tiba-tiba mengingat pembicaraan di meja makan tadi bagaimana perkataan Jesslyn yang membicarakan tentang seorang pria yang mencintai dari tatapan mata.
Huhhhhhh
Maura membuang nafas begitu panjang dan membalikkan tubuhnya dengan melangkah memasuki rumah. Namun langkah Maura berhenti ketika berpapasan dengan Rafa yang tampaknya juga ingin pulang.
Langkah mereka berdua sama-sama berhenti dengan mereka berdua yang saling melihat satu sama lain. Tetapi tidak lama hal itu dengan Maura menundukkan kepala dan langsung pergi dari hadapan Rafa.
Tetapi hal itu membuat kepala Rafa menoleh ke belakang yang melihat kepergian wanita itu yang memasuki rumah sampai tidak terlihat lagi. Rafa hanya menghela nafas yang tidak tahu apa yang telah dia pikirkan dan langsung pergi meninggalkan kediaman Maura.
Bersambung.
Maura beberapa kali harus membuang nafasnya dan melangkah menaiki anak tangga.
"Makasih ya mah! sudah memberikan aku kesempatan untuk membuat pameran perhiasan. Aku sudah tidak sabar untuk berada di acara itu," ucap Jesslyn yang duduk di samping Jessica tanpa senang yang sejak tadi memeluk manja Jessica.
"Jesslyn Mama akan terus mendukung apapun yang kamu inginkan. Karena kamu memang pantas berada dalam posisi itu," ucap Jessika.
Maura tetap diam di tempatnya tanpa mengatakan apapun yang mendengarkan pembicaraan Jessica dan Jesslyn.
"Mama memang wanita the best yang selalu memberikan tempat terbaik untuk Jesslyn dan termasuk untuk acara makan malam bersama kak Rafa malam ini. Jesslyn sangat bahagia dengan kedatangan kak Rafa ke rumah kita dan tidak tahu apa yang Mama lakukan sehingga kak Rafa mau datang ke rumah kita," ucap Jesslyn.
"Mama akan melakukan apa saja untuk kamu," sahut Jessica.
Mata Jessica tiba-tiba tertuju pada Maura yang berdiri mematung dengan ekspresi wajah sendu.
"Dan untuk pameran itu kamu memang pantas berada di posisi itu. Karena Maura tidak bisa melakukan apa yang kamu lakukan. Jadi kesempatan ini pertama untuk kamu dan papa kamu juga setuju," sahut Jessika dengan nada sindiran.
"Kamu tidak masalah kan Maura jika Jesslyn berada dalam posisi ini?" tanya Jessica yang melempar pada Maura yang sejak tadi hanya diam. Mendengar nama Maura membuat Jesslyn beralih dari pelukan sang Mama yang memang tidak menyadari kehadiran Maura.
"Tidak apa-apa Mah. Seperti Apa yang mama katakan jika Jesslyn memang lebih pantas dan mungkin suatu saat nanti aku punya kesempatan untuk memperlihatkan karyaku," Maura dengan santai dan sangat tenang menanggapi hal itu.
"Aku akan terus mendukung Kakak dan jika pameran ini berhasil. Pelan-pelan kakak harus memasukkan karya kakak. Tetapi harus karya yang bagus. Masa iya pameran yang sudah aku impikan selama ini jangan sampai tercoreng," ucap Jesslyn dengan tersenyum.
"Pasti Jesslyn, terima kasih untuk kesempatan yang kamu berikan," sahut Maura. Jesslyn mengangguk dan Maura yang menundukkan kepala langsung pergi.
********
Maura memasuki kamar yang duduk di pinggir ranjang dengan mengusap wajahnya menggunakan kedua tangan. Lalu mata Maura menoleh ke arah nakas yang terdapat kota kaca dengan ukuran balok persegi.
Langkah Maura berjalan menghampiri nakas yang melihat di dalam isi kotak kaca tersebut sebuah gelang perhiasan.
"Mungkin setelah menikah aku akan lebih mengembangkan karyaku. Agar suatu saat nanti desain kau akan dilihat oleh orang banyak," batin Maura dengan tersenyum yang memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
Maura dan Jesslyn adalah saudara satu ayah dengan ibu yang berbeda. Ibu kandung Maura yang sudah berpisah dari sang ayah sejak usianya masih 2 tahun dan ayahnya Darius menikah dengan Jessica dan mereka berdua memiliki anak yaitu Jesslyn. Jarak Jesslyn dan Maura memang hanya sedikit saja.
Seperti biasa dalam kehidupan keluarga yang memang bukan anak kandung akan mendapatkan perbedaan sedikit. Tetapi Maura yang memang anaknya santai dan memang tidak pernah memperbesarkan masalah selalu menerima apapun perbedaan dari perilaku Jessica kepada dirinya dan juga Jesslyn.
Maura gadis polos yang berhati lembut yang memang tidak pernah ingin ribet dan menjadi anak yang sangat penurut kecil. Dia juga tidak pernah iri dengan saudaranya yang mungkin lebih baik dalam karir dibandingkan dirinya. Bagaimana tidak naik kesempatan lebih banyak didapatkan Jesslyn dibandingkan Maura.
***********
Acara pameran perhiasan.
Acara yang di hadiri para pengusaha dan dari kalangan hebat. Pameran perhiasan yang cukup besar. Acara untuk Jesslyn adalah seorang desainer perhiasan dengan desain yang sudah dikenal di negara dan juga di mancanegara.
Sama dengan Maura yang juga sangat suka mendesain. Tetapi bakat Maura tidak dikembangkan karena tidak mendapatkan banyak kesempatan atau hasil dari apa yang telah dia buat sama sekali masih terkurung dan belum bisa dipublikasikan.
Maura yang terlihat begitu cantik dan anggun yang menggunakan dress pink di atas mata kaki dengan menggunakan heels setinggi 10 cm. hair stylist rambut Maura yang membuat dirinya sangat anggun dengan bagian kiri dan kanan yang diikat di tengah dan terlihat sangat cantik dan elegan.
Maura berdiri di salah satu pajangan perhiasan yang dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari kaca. Berupa gelang cantik berwarna putih.
"Maura!" tegur Bian berdiri di belakang Maura.
"Bian! Lihatlah!" Maura yang tersenyum lebar terlihat sangat excited.
"Kamu terlihat begitu bahagia. Apa ini adalah salah satu karya kamu?" tanya Bian.
"Kamu benar. Aku bicara dengan papa tadi malam dan Jesslyn memberiku kesempatan untuk memperlihatkan karya ku pada orang-orang dan aku berharap akan banyak orang yang menyukainya," jawab Maura.
"Begitu rupanya," sahut Bian dengan singkat dan datar.
Maura menoleh ke arah sang kekasih setelah memberikan tanggapan itu. Bian dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam sakunya yang kepala berkeliling seperti mencari-cari sesuatu.
Tiba-tiba terukir senyum lebar yang sangat sumringah di wajah Bian yang membuat arah pandang mata Maura menoleh ke arah sorot mata sang kekasih.
Bian yang ternyata melihat ke arah Jesslyn yang berbicara dengan salah satu tamu. Jesslyn tanpa tertawa-tawa dalam pembicaraan itu yang membuat perasaan Maura tiba-tiba tidak enak.
"Aku kesana sebentar!" ucap Bian yang langsung pergi begitu saja dan tanpa mempedulikan Maura sejak tadi memperhatikan dirinya dan bahkan sampai memperhatikan Bian yang sudah menghampiri Maura.
Orang yang tadi berbicara dengan Jesslyn sudah pergi. Mereka berdua yang terlihat berbicara sangat akrab sembari tertawa-tawa. Hal itu kembali membuat perasaan Maura merasa aneh.
"Biasanya setiap desain memiliki makna sendiri. Apa makna dari desain ini?" suara seorang pria yang terdengar sangat hangat membuat Maura terkejut dan menoleh ke arah pria tersebut yang tak lain Rafa.
"Apa ini hanya sebuah desain tanpa makna?" tanya Rafa melihat ke arah Maura yang masih melihat dirinya.
"Maaf tuan Rafa!" Maura menundukkan kepala.
"Pertanyaan ku belum di jawab," ucap Rafa.
"Menurutku gelang itu sebuah lambang untuk menjadi pengikat. Jadi selama aku membuat gelang ini aku mengingat jika dalam keberhasilan ada ikatan yang menjadi penguat dalam segala sesuatu yang dikerjakan," jawab Maura.
"Ikatan apa?" tanya Rafa.
"Keluarga," jawab Maura.
Hal itu membuat Rafa mendengus tersenyum.
"Kamu seperti seseorang yang sepertinya selalu nomor satukan keluarga dan apa-apa harus keluarga. Sehingga kamu menjadikan semua itu ikatan yang besar," ucap Rafa.
"Maksudnya?" tanya Maura heran yang tidak mengerti arah pembicaraan pria itu.
"Kak Rafa!" tiba-tiba Jesslyn menghampiri Rafa dengan raut wajah Jesslyn yang tampak sumringah dan ternyata Bian juga ikut.
"Terima kasih Kak Rafa sudah memenuhi undanganku," ucap Jesslyn yang tampak sangat senang.
"Tapi aku sama sekali tidak bisa lama dan hanya butuh waktu sebentar," jawab Rafa
"Tidak masalah. Bagiku dengan kedatangan kakak jauh lebih baik," sahut Jesslyn. Rafa hanya mengangguk saja.
"Kak Rafa, bagaimana suasana dalam acara ini. Aku masih pemula dan masih merasa banyak yang kurang," tanya Jesslyn yang membutuhkan validasi.
"Jesslyn bagaimana mungkin kamu mengatakan hal itu. Ini sudah sangat terbaik dan kamu sudah melakukan banyak hal dan juga sudah berusaha," sahut Bian yang malah mengambil alih untuk bicara.
Tatapan Maura kembali melihat Bian yang selalu saja ingin ikut-ikutan dan seolah memberikan semangat yang besar kepada Jesslyn.
"Perasaan aku datang ke tempat ini tanpa membawa juru bicara," sahut Rafa dengan sedikit menyindir.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!