NovelToon NovelToon

Oh My Boss (Transmigrasi)

OMB! (1)

...Selamat Membaca...

...*****...

Kelopak mata indah yang sudah tertutup beberapa hari ini akhirnya terbuka perlahan-lahan. Sorot mata penuh kebingungan sangat terlihat jelas di matanya. Matanya terlihat mengerjap menyesuaikan cahaya.

"Nona? Anda dengar saya? Nona?"

Suara yang terdengar samar-samar membuatnya melihat sekeliling. Ruangan yang terlihat mewah dengan nuansa navy-gold. Barang-barang mewah terlihat begitu banyak di ruangan itu.

"Siapa? Siapa kalian?"

Terlihat begitu asing. Orang-orang yang berada di sekelilingnya, ruangannya, bahkan suasana pun terasa amat aneh.

Orang-orang di sana saling menatap satu sama lain. Seorang dokter langsung memasang stetoskop di telinganya dan langsung memeriksanya.

"Siapa kalian?"

Dokter itu menghela napas ringan, "Saya adalah dokter pribadi keluarga Dirgantara."

Kerutan tipis seketika terlihat di wajah gadis itu. "Dirgantara? Maksudnya?"

"Maaf tuan, nyonya. Sepertinya Nona Auris mengalami amnesia." Dokter itu membungkukkan tubuhnya.

Orang yang dipanggil tuan dan nyonya itu mengangguk datar. Kemudian menyuruh dokter tadi pergi dari kamar.

Sementara sang gadis masih dalam keadaan bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi di sini.

"Biarkan dia di sini, jangan ada yang masuk ke kamar ini tanpa seizinku." Setelah mengucapkan itu dia pergi diikuti beberapa orang lainnya.

Beberapa orang tersenyum miring dan yang lain bersedih melihatnya.

Setelah berada sendiri di dalam kamar. Barulah ia bangkit dan Menuju cermin besar yang ada di sana.

"Fuck! Ini muka siapa?" Dia Azalea. Dia terduduk di bibir kasur memikirkan apa yang terjadi. "Kenapa aku bisa di sini?"

Azalea mencari sesuatu untuk mengetahui siapa dirinya. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah buku diary bertuliskan 'Auristella Melonika Dirgantara's Diary'. Seketika matanya terbelalak.

Itu adalah nama tokoh antagonis novel yang baru ia baca.

"Tidak! Tidak mungkin! Aku pasti lagi mimpi!" Azalea menampar pipinya sendiri beberapa kali. "Bangun Lea! Ayo bangun! Plis, bangun sekarang!"

Namun usaha yang dilakukannya sama sekali tidak menghasilkan apapun. Dia tetap berada di sini.

"Fuck! Sial! Bisa-bisanya Aku masuk ke dalam novel? Dan lagi kenapa aku bisa masuk ke tokoh antagonis sialan kaya kamu Auris!" Azalea menjambak rambutnya sendiri merasa frustasi.

Tiba-tiba Saja Azalea merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Kepalanya terasa berputar begitu hebat. Sekelebat memori masuk bertubi-tubi membuatnya memukul kepalanya kuat.

"Hah.. hah.. Itu.. itu.. ingatan Auris? Hahaha.. " Azalea tanpa sadar meneteskan air matanya. Ia memukul dadanya beberapa kali karena terasa sesak. "Sakit.. kenapa rasanya sesak banget? Hidup kamu semenyedihkan itu Auris?"

Azalea mengingat wajah orang-orang yang tadi berada di dalam kamarnya tadi. Orang yang berbicara tadi, itu ayahnya. Sementara di sebelahnya adalah sang ibu. Orang yang menatapnya tersenyum miring adalah bibi dan sepupunya, sang protagonis di novel ini. Anak perempuan kesayangan semua orang. Berbeda dengan tubuh ia tempati, Dibenci, dicaci, diasingkan, bahkan tidak diakui oleh ibunya.

"Auris aku tidak sebaik yang kamu pikir. Karena kamu sudah memberikan tubuh kamu untuk aku, maka lihatlah seorang Azalea akan menempatkan semuanya kembali pada tampat semula."

"Kalian menyebut Auris antagonis?" Azalea terkekeh kecil. "Maka lihat bagaimana antagonis sebenarnya."

"Sekarang aku adalah Auris, sang antagonis yang sebenarnya."

Auris bangkit dan Melihat penampilan tubuhnya. Ia tersenyum melihat wajahnya yang terlihat begitu cantik. "Sempurna."

Auris melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7.30 malam. Yang artinya sebentar lagi semua anggota keluarga akan turun makan malam.

Auris menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan bathrobe yang melilit tubuhnya.

Auris memilih pakaian simple namun elegan. Ia menggunakan dress putih dengan tali tipis di bahunya. Kemudian mencepol rambutnya ke atas dengan membiarkan anak rambutnya tersisa.

Auris duduk di bibir kasur. "Sekarang mari kita ingat bagaimana alurnya."

Novel "Queen Of Antagonist" adalah novel yang alurnya terbilang cukup klise. Dimana Caramel sang protagonis wanita yang akan bahagia dengan Reynold sang protagonis pria. Tapi kebahagiaan mereka tentu saja terhalang oleh sang antagonis yang tidak lain adalah Auristella.

"Seingat ku, saat makan malam nanti Caramel sengaja menyenggol mangkuk sop yang dibawa pelayan sehingga mengenai tangannya. Dimana saat itu Auris berdiri tepat di dekat pelayan itu dan berakhir tertuduh lagi."

"Kita lihat apakah rencanamu akan berhasil Caramel," Auris berdiri kemudian keluar dari kamarnya.

Wajah datar tanpa senyum membuat Auris terlihat begitu anggun layaknya seorang bangsawan. Pelayan yang berlalu lalang mendadak berhenti melihat nona muda mereka. Auranya terasa sangat berbeda. Apalagi aura mengintimidasi yang dikeluarkan Auris begitu kental.

Auris menuruni tangga dengan anggun. Langkah kakinya menari perhatian beberapa orang yang saat itu ingin menuju meja makan.

Kedatangan Auris membuat meja makan menjadi hening.

"Siapa yang menyuruh kamu turun?" Auris menatap pria itu. Dia Alex, Papa nya Auris. Seseorang yang harusnya menjadi pelindung tapi kini menjadi penyebab luka terbesar bagi Auris.

Auris tersenyum, "Tidak ada."

"Terus kenapa ke sini? " Itu Zendra, abang ketiganya. Manusia yang seperti mempunyai dendam pribadi pada Auris. Orang yang selalu memprovokasi Auris.

Auris beralih menatap Zendra, "Pertanyaan bodoh. Anak kecil pun tahu kenapa kita ke meja makan. Iyakan pa?" tanya Auris menatap Alex yang hanya diam.

Zendra terkejut melihat Auris. Pembawaan yang begitu tenang. Jika biasanya Auris akan marah padanya, kali ini perempuan itu begitu tenang. "Bukankah kau amnesia? Lagipula Tidak ada yang menerima mu disini."

"Benar Auris. Ingatan mu belum. pulih kan? Daripada kamu membuat keributan, lebih baik kamu ke kamar. Nanti tante yang akan mengantarkan makanan pada mu." Auris memutar bola matanya malas. Itu Sofia, bibinya. Ibu Dari Caramel sang protagonis wanita.

Auris tersenyum, "Aunty tidak perlu repot mengantarkan makanan ke kamar ku. Karena mulai hari ini aku akan makan bersama kalian di. sini. Ingatan ku memang hilang, tapi memori tentang kalian masih membekas jelas di kepalaku." Auris sengaja menekankan ucapannya di akhir. "Aku akan duduk di sebelah Kak Aron,"

Auris berjalan ke sebelah Aron, kakak keduanya. Dimana ia juga melewati Caramel. Bibirnya tersenyum ketika melihat seorang pelayan membawa mangkuk sop ke arah mereka. "Plot di mulai."

Auris terus berjalan hingga tiba-tiba;

"Auuh!" Itu suara Caramel. Semua orang spontan berdiri dan meneriaki Caramel.

"Sshh.. " Auris meniup tangannya yang terasa panas. Ia sedikit menjauh dari sana membiarkan mereka melihat Caramel. "It's okey Auris. Kemenangan memang butuh pengorbanan bukan?"

"Tanganmu hanya terciprat sedikit Car, kenapa berteriak seperti itu?" tanya Zendra.

Caramel menunduk, "Maaf kakak, aku terkejut saat Auris menyenggol mangkuk sop nya."

Sekarang semua orang memperhatikan Auris. Alex yang tadinya akan menampar Auris kini terdiam ketika melihat gadis itu sibuk meniup tangannya yang mulai memerah.

Auris mendongak melihat semuanya, "Ada apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu?"

Aron yang tadinya diam langsung mengambil tangan Auris. "Apa sangat sakit?"

Auris menarik tangannya dan menggeleng. "Tidak. Luka cambukan papa lebih sakit dari ini. Kakak tidak perlu khawatir."

"Itu pantas kau dapatkan! Salahmu kenapa menyenggol Mangkuk sop itu! Kau sengaja ingin melukai Caramel kan?" cecar Zendra menatap sinis Auris. "Dasar jal-,"

"Auris tidak menyenggol mangkuknya Zendra. Caramel yang menyenggolnya bukan Auris. Aku melihatnya," potong Aron.

Caramel menegang mendengar ucapan Aron. "Sial! Kenapa kak Aron membela Auris?"

Zendra berdecak, "Tidak mungkin kak? Untuk apa Caramel melukai dirinya sendiri? Ini pasti ulah Auris! Dasar pembuat onar!"

"Kak Zendra, untuk apa aku melakukan sesuatu yang melukai dirimu sendiri? Lagi pula ini luka ini tidak seberapa, Aku permisi ke kamar ya."

"Tunggu,"

Auris berbalik. Ia menatap Aron tanda bertanya. "Ada apa kak?"

"Kakak akan mengoba--,"

"Tidak perlu kak. Aku bisa melakukannya sendiri." Auris menundukkan kepalanya sejenak kemudian pergi dari sana. Ia tersenyum miring melirik keluarganya. "Tarik ulur.."

Sesampainya di kamar Auris segera mengunci kamarnya. "Fuck! perih sekali! Huh! Tenang Auris, tenang ini udah permulaan yang bagus."

Auris duduk di kasurnya dan mengambil kotak obat di laci. Ia mengeluarkan kain kasa dan pembersih luka. Baru saja akan memulainya, ketikan pintu terpaksa menghentikannya.

"Siapa?" tanya Auris sedikit berteriak.

"Bibi non,"

"Iya sebentar bi." Auris membukakan pintu dan membiarkan seorang pelayan masuk.

"Ya ampun non, sampe merah begitu tangannya. Bibi bantu bersihin ya?" Dia bi asih. Satu-satunya orang yang peduli dengan Auris di sini.

Bi asih fokus membersihkan tangan Auris dan mengobatinya.

"Bibi," panggil Auris.

"Ya non?"

"Bibi, bi Asih kan? Orang yang selalu membantuku?"

Wajah bi Asih terlihat begitu senang, "Non ingat bibi?"

"Tentu saja, memori ku hanya hilang beberapa bagian bibi."

"Syukurlah,"

"Boleh aku memanggil mu ibu?"

Bi asih seketika berhenti dan menatap Auris. "Jangan non. Saya takut nyonya marah."

Auris terkekeh kecil, "Gak mungkin bi, Mama kan gak peduli sama aku. Lagipula hanya bibi yang menyayangiku disini."

"Non, ada-ada aja. Nyonya dan tuan sayang sama non Auris."

"Kalau sayang papa tidak akan mencambuk ku bi, mama tidak mungkin diam saat aku di pukul sama kak Zendra." Auris tersenyum. "Mau ya bibi? Pokoknya harus mau, aku maksa."

Bi asih menghela napas, "Terserah non saja."

Auris tersenyum kemudian memeluk bi Asih. Ia tersenyum miring melihat mamanya yang ternyata mengintip "Perlahan-lahan semuanya akan berpihak sama gue." "Makasii ibu!"

...*****...

"Pertama-tama, mari merusak alurnya dan buat Caramel menunjukkan kedok aslinya. Kedua batalkan pertunangan dengan Reynold bajingan itu! Dan ketiga mencari pria tampan dan kaya raya. And then, aku akan hidup bahagia!" Auris menulis semua hal yang harus ia lakukan selama di sini.

Setelah itu ia mengganti dress putihnya dengan piyama tidur satin berwarna hitam. Lalu membaringkan tubuhnya dan segera tidur.

...*****...

OMB! (2)

...Selamat Membaca...

...*****...

Pagi ini Auris masih berada di kamarnya. Ia memilih sarapan di kamar daripada sarapan bersama mereka. Kemudian membersihkan tubuhnya. Auris memilih kemeja berwarna baby blue dengan hot pants sebagai bawahannya. Setelah itu Auris mulai mengobati tangannya kembali.

"Ternyata perih juga, gue kira gak bakal separah ini," Dengan hati-hati Auris mengoleskan tangannya dengan salep yang di bawa Bi Asih semalam.

Braak!

Auris terkejut karena pintu kamarnya terbuka secara kasar. Ia heran melihat beberapa anggota keluarganya yang masuk ke kamarnya. Alex tiba-tiba menariknya secara kasar keluar dari kamar diikuti semua orang.

"Papa! Lepas! Tangan Auris sakit pa!" Auris berusaha melepas tangannya dari Alex. Sungguh ia tidak bohong, ini benar-benar sakit. Genggaman Alex mengenai luka di tangannya.

Alex tidak peduli. Ia terus menarik Auris hingga ke bawah dan mencampakkannya di hadapan semua orang.

Plaak!

Sebuah tamparan mendarat di pipi Auris membuat sudut bibir gadis itu berdarah. Alex mencengkram kuat dagunya, "Sudah saya katakan jangan membuat masalah Auris!" Alex menghempaskan wajah Auris dengan kasar.

Auris perlahan berdiri sambil memegang pipinya yang terasa panas. Belum lagi dengan tangannya yang terasa cukup perih. "Masalah apa papa? Auris bahkan belum keluar kamar sejak tadi."

"Cukup Auris. Aunty tahu kamu tidak menyukai Caramel. Tapi kenapa harus menyakitinya seperti ini?" kata Sofia dengan nada sedih. "Teganya kamu menampar Caramel hanya karena kejadian semalam? Caramel tidak sengaja Auris."

Auris terkekeh pelan, "Aku? Menamparnya?" Auris menatap datar semua orang. Ia maju ke hadapan Caramel dan;

Plaak!

"Auris!" pekik semua orang.

"Kenapa? Bukankah kalian bilang aku menamparnya? Sudah ku lakukan. Aku tidak suka jika dituduh melakukan sesuatu yang bahkan tidak aku lakukan!" tekan Auris menatap tajam semua orang.

"Kau!" tunjuk Auris pada Caramel, "Kapan? Kapan aku menamparmu sialan?!" pekik Auris menatap Caramel yang berada di pelukan Sofia.

Caramel mengangkat wajahnya perlahan-lahan seolah takut pada Auris, "K-kau menamparku saat aku selesai sarapan. Saat aku berada di kamarku Auris."

"Kau dengar itu? Jangan berbohong lagi Auris! Kenapa kau selalu membuat masalah?" sentak Darren kakak pertamanya. Orang yang sangat menyayangi Caramel tapi tidak dengan Auris.

"Kau dengar itu? Jangan berbohong lagi Auris! Kenapa kau selalu membuat masalah?"

Zanna diam. Ia sama sekali tidak menjawab, bahkan tidak menatap Auris. Ia lebih memilih menatap ke arah lain.

"Jangan berbohong Auris!" bentak Alex menatap tajam putrinya itu. "Minta maaf pada Caramel sekarang!"

Auris menggeleng, "Untuk apa? Untuk kesalahan yang tidak aku lakukan? Cih! Aku tidak sudi meminta maaf padanya." Auris menatap Alex, "Kenapa papa tidak menyuruhnya meminta maaf setelah membuat tanganku terluka seperti ini?!"

"Auris, minta maaf lah pada Caramel."

Auris benar-benar tidak percaya. Zanna yang nota bene nya tahu kebenarannya bahkan malah ikut melakukan ini padanya.

Auris mengangguk. "Baik. Caramel aku minta maaf, kalian puas? Dan untuk mama." Auris menatap Zanna penuh kekecewaan. "Terimakasih, hari ini mama telah menunjukkan padaku bahwa bi Asih lebih baik dari pada ibu kandung ku sendiri." Auris menghapus kasar air matanya kemudian pergi menuju kamarnya.

Ia tidak memedulikan panggilan Alex yang meneriaki namanya. Auris benar-benar menulikan pendengarannya.

...*****...

Di kamarnya Auris membanting semua barang yang ada.

"Caramel sialan! Fuck you Caramel! Gara-gara kamu wajah paripurnaku harus jadi jelek seperti ini!"

Auris membersihkan darah di sudut bibirnya. Kemudian mengompres pipinya yang terasa sedikit sakit akibat tamparan keras dari Alex.

Kekesalannya semakin bertambah mengingat Zanna yang hanya diam saja saat dia diperlakukan seperti itu. Bahkan wanita itu tidak mau menatapnya.

"Mama mu gila Auris! Dia gila! Tidak waras! Ibu paling jahat sedunia!"

Auris membenarkan penampilannya yang terlihat berantakan. Kemudian kembali mengobati tangannya yang belum sempat ia obati tadi.

"Keluarga sialan! Awas kalian semua! Aku akan bales kalian satu persatu!"

...*****...

"Sssh.. pelan-pelan ma. Pipi aku sakit." Caramel meringis saat Sofia mengompres pipinya akibat tamparan Auris.

"Maaf sayang. Mama akan lebih pelan lagi."

"Auris mulai berani ma. Dia bahkan tidak takut sama papanya sendiri," kata Caramel menatap Sofia.

"It's ok sayang. Setidaknya hari ini kita berhasil lagi. Walau pipi kamu harus jadi korbannya," balas Sofia dengan kekehan kecil di akhir ucapannya.

Caramel tampak cemberut, "Kita harus membalasnya lagi ma. Wajahku jadi lebam karena dia! Padahal rencana awal hanya untuk membuatnya dimarahi tapi tidak menamparku!"

Sofia tersenyum, "Tentu sayang. Gara-gara dia pipi kamu jadi seperti ini." Sofia membersihkan pipi sebelahnya yang berbalut make up. Sebuah Make yang seolah-olah terlihat seperti habis di tampar. "Oh ya Car, bagaimana hubunganmu dengan Reynold?"

Caramel seketika tersipu malu. "Sudah sangat dekat ma. Aku tinggal meyakinkan Reynold untuk membatalkan pertunangannya dengan Auris."

"Bagus sayang, karena hanya kamu yang pantas menjadi nyonya muda Arkatama."

"Mama," panggil Caramel.

"Ada apa sayang?"

"Sore ini Reynold ada janji pergi bersama Auris. Mama bisa tolong lakukan sesuatu agar Auris tidak bisa pergi dan aku menggantikannya?" pinta Caramel dengan wajah memelas.

Sofia tersenyum mengusap kepala putrinya, "Tentu sayang, apapun untuk mu."

"Lihat Auris. Perlahan-lahan semua akan menjadi milikku. Bahkan jika itu Reynold sekali pun."

...*****...

...Terimakasih sudah membaca...

OMB! (3)

...Selamat Membaca...

...*****...

Sekarang Auris tengah berada di taman belakang. Berkebun bersama beberapa pelayan karena suruhan Alex. Hal itu sebagai hukuman Alex karena Auris berani melawannya tadi.

Tidak jauh dari tempatnya Auris dapat melihat Sofia yang tersenyum penuh kemenangan. Auris hanya membalasnya dengan tatapan datar. "Hari ini gue harus berterima kasih sama aunty. Karena dengan ini gue gak harus bertemu sama Reynold."

Diam-diam Auris tersenyum miring. Ia tentu tahu maksud dari senyum Sofia. Auris tentu ingat plot yang berjalan sekarang. Dimana seharusnya ia pergi dengan Reynold tapi karena Sofia jadilah Caramel yang pergi dengan Reynold.

Beberapa pelayan tampak heran melihat Auris yang terlihat sukarela mengerjakan kegiatannya. Biasanya gadis itu akan marah-marah dan melampiaskannya pada mereka.

"Auris!"

Suara itu membuat Auris menoleh. Seorang gadis berambut pirang menghampirinya dengan senyum lebar. Ia berlari dan langsung memeluk Auris.

"Aku merindukanmu. Kenapa kau di sini? Bukankah seharusnya kau bersama Reynold?"

Auris diam tidak menjawab. Kerutan bingung tercetak jelas di dahinya. "Siapa kau?"

"Astaga?! Kau tidak ingat aku?!" Gadis itu menutup mulutnya, "Kau bercandakan? Tidak mungkin kau tidak ingat aku Auris!"

Auris menggaruk lehernya yang tidak gatal, "Maaf, aku memang tidak tahu siapa kau."

Gadis itu memegang kedua lengan Auris, "Apa yang terjadi denganmu?"

"Aku amnesia," singkat Auris.

"Ya ampun! Kenapa tidak ada yang memberitahuku?!" Gadis itu menatap semua pelayan dengan tajam. "Kenapa kalian tidak memberitahuku jika terjadi sesuatu pada Auris. Kenapa kalian ti-,"

Ucapan Gracella terhenti saat Auris menariknya ke sebuah kursi panjang yang tersedia di sana.

"Jangan marah-marah. Lebih jelaskan padaku siapa kau dan apa hubunganmu dengan ku?"

Gracella menghela napas pelan, "Jadi namaku adalah Gracella Arunnea Alessandro. Aku sepupu nya Reynold dan sahabatmu."

Auris diam tampak berpikir, "Sahabat? Dia? Sejak kapan? Seingat gue gak ada nama Gracella di dalam novel."

...*****...

Caramel tidak berhenti tersenyum sedari tadi. Apalagi karena Reynold menggandeng tangannya.

"Rey, apa kau mencintai Auris?"

Reynold menoleh dan menggeleng. Ia tersenyum lembut mengusap surai Caramel. "Tidak car, Aku tidak mungkin menyukai jalang murahan itu!"

"Lalu kapan kau akan memutuskan pertunanganmu dengannya?"

"Secepatnya Car, aku juga muak dengan segala tingkah Auris yang menjijikkan." Reynold masih ingat betul bagaimana Auris yang selalu menempel padanya. Suara manja dan make up tebal Auris benar-benar membuat Reynold jijik setengah mati.

"Bagaimana jika malam ini? Lagipula tante Ari juga tidak menyukai nya kan?" usul Caramel.

"Mama memang tidak menyukai nya Car, Tapi papa? Dia sangat menyayangi Auris seperti putrinya sendiri," balas Reynold.

Caramel mendesah kecewa, "Tidak bisakah kau membujuk papa mu Rey? Atau minta tolong pada mama mu Rey. Papa mu selalu menurut pada mama mu kan?"

Senyum Reynold langsung merekah. Caramel benar, ia harus segera membicarakan ini dengan mamanya agar ia terbebas dari Auris.

"Ayo ke rumah Car, mama merindukan mu." Reynold menarik tangan Caramel kembali menuju Mobil. Mereka pergi dari tempat itu menuju ke kediaman Arkatama.

Tidak butuh waktu lama, Reynold dan Caramel sampai di sana. Ariana selalu mamanya Reynold menyambut Caramel dengan pelukan hangat. Berbeda ketika Auris berkunjung, Ariana pasti selalu menyindir Auris dengan pedas.

"Apa kabar sayang?"

Caramel tersenyum, "Aku baik tante. Tante sendiri bagaimana?"

"Tante baik. Sudah lama sekali Reynold tidak membawamu kemari, tante merindukan mu." Ariana tersenyum begitu ceria membuat Reynold juga ikut tersenyum.

"Eem, tante ada yang aku dan Reynold ingin bicarakan pada tante," kata Caramel ragu.

"Ada apa? Katakan saja nak."

"Bisakah tante membujuk om Satria agar membatalkan pertunangan Auris dengan Reynold?"

"Benar ma. Aku dan Caramel saling mencintai. Aku tidak mencintai Auris ma. Mama mau aku tidak bahagia?" tambah Reynold.

Ariana diam sejenak. Ia menghela napas pelan kemudian menggenggam tangan Caramel, "Akan tante usahakan."

Reynold san Caramel saling pandang kemudian tersenyum.

...*****...

"Apa?! Jadi kau ingin membatalkan pertunangan mu dengan Reynold?! Seriously??" Gracella tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Seorang Auris yang terkenal bucin setengah mati pada Reynold kini berniat membatalkan pertunangannya.

"Ya, tapi aku masih bingung bagaimana caranya," kata Auris.

"Kau benar-benar yakin Au?"

Auris mengangguk tegas, "Iya Grace. Biarlah dua sampah itu bersatu dan berakhir bahagia."

Gracella tersenyum senang mendengarnya. Ia memeluk Auris seakan begitu bangga pada sahabatnya ini. "Akhirnya pikiranmu terbuka lebar Au."

"Tapi bagaimana caranya Grace? Tidak mungkin aku membatalkan semuanya tanpa alasan yang jelas," kata Auris.

"Benar juga. Bagaimana ya? Biarpun Tante Ari tidak menyukaimu, tapi om Satria sangat menyayangimu Au. Dia pasti tidak rela membiarkan kau memutuskan pertunangannya."

"Grace," panggil Auris.

"Ya?"

"Kau punya teman laki-laki? Atau mungkin seseorang yang bisa membantu ku?"

"Membantu apa?"

Auris tersenyum miring, "Membantu ku lepas dari pertunangan itu."

"Caranya?"

"Aku akan mengatakan jika aku punya pacar dan kami saling mencintai. Dengan begitu uncle Satria pasti akan menerima keputusan ku."

"Big no! Itu rencana yang sangat jelek Au. Om Satria sangat tahu kau sebucin apa pada Reynold. Tidak mungkin kau tiba-tiba bisa mencintai pria lain," jelas Gracella.

Kedua perempuan itu akhirnya sama-sama diam. Tapi setelahnya Gracella tersenyum penuh arti menatap Auris.

"Aku tahu bagaimana caranya Au."

"Bagaimana?" Auris memperbaiki posisinya. Ia duduk tegak menatap Gracella bersemangat.

"Kau pura-pura hamil dengan pria lain, dengan begitu pertunanganmu dengan Reynold pasti batal."

Auris menatap datar Gracella. "Rencanamu juga buruk Grace. Setelah itu kau pikir aku akan benar-benar bebas? Yang ada aku akan dinikahkan dengan laki-laki itu!" Auris mendengus kasar. "Lagipula siapa yang mau membantuku untuk hal seperti itu?"

"Kita gunakan papaku."

...*****...

...Terimakasih sudah membaca...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!