Di ujung Utara tempat paling dingin di bumi. Tanah, air dan pepohonan telah membeku dengan lapisan es yang sangat tebal. Di langit senja hari itu terdapat empat warna membaur menjadi satu. Warna merah, warna Kuning, warna orange, dan warna ungu. Saat Matahari mulai menghilang perlahan, sebuah kekuatan membentang menyelimuti gunungan es tebal. Hanya selang beberapa detik saja kekuatan itu membentuk seutas benang melaju cepat menuju ke dalam lapisan es.
Krekek...
Lapisan es mulai retak sejalur dengan lintasan yang di lalui seutas benang kekuatan. Benang kekuatan melaju kuat hingga menembus kedasar samudra. Berbagai jenis ikan purba terlihat masih berenang dengan bebas di dalam sana tanpa terjamah manusia. Benang kekuatan terus melaju menuju ke salah satu gua yang ada di dasar samudra. Hingga...
Bumm...
Benang kekuatan masuk ke tubuh seorang pemuda dengan kedua tangan terikat kuat besi baja yang berlapis kekuatan emas. Getaran kekuatan membuat gelombang besar hingga menghancurkan lapisan es tebal yang ada di permukaan. Saat kedua mata pemuda itu terbuka.
Bummmm...
Ledakan kedua terdengar semakin kuat bahkan getarannya terasa hingga ratusan ribu mil jauhnya.
"Aku ada dimana?" ujarnya dalam hati melihat kesegala arah. Pemuda itu mencoba untuk memberontak namun rantai baja yang mengikat dirinya terlalu kuat. "Siapa aku? Bagiamana aku bisa ada di sini?" semua pertanyaan mulai membelanggu pikirannya.
"Lie Daoming, waktu yang telah di tentukan sudah tiba. Jalani kehidupan selayaknya manusia biasa. Kamu akan melewati takdir baru, merasakan kebahagiaan, penghianatan, rasa sakit dan keputusasaan. Segalanya telah tergaris dalam lingkaran takdir," terdengar suara menggema di telinga pemuda itu. Dia tidak bisa melihat wujudnya namun suara itu hampir memekakkan telinganya.
Ttiiiiiiiiiiiiiiiiiii.....
Dengingan terdengar semakin kencang. Dan saat dia dapat mendengar lagi, gelombang air membentuk pusaran mengelilingi tubuhnya yang masih mengambang di dasar air. Tali pengikat terputus menjadi buih dan menghilang bersama dengan air yang terus berputar.
"Aaaaaaa...." teriakan rasa sakit menggetarkan dasar samudra. Rasa panas membakar saat setiap urat di tubuhnya terputus secara bersamaan. Kekuatan besar datang dari setiap arah menyelimuti tubuh yang sudah hampir mati. Saat kekuatan itu berputar searah pusaran air, tubuh pemuda itu langsung hilang membentuk kekuatan baru bercampur menjadi satu. Kekutan itu seperti tali memanjang yang terombang-ambing kehilangan arah tujuan. Dan samudra kembali tenang.
"Pergilah," sesaat setelah suara itu terdengar kembali. Kekuatan itu langsung melaju menuju ke permukaan hingga sampai ke dunia luar. Tali kekuatan melayang searah tiupan angin. Setelah ratusan ribu mil terombang-ambing mengikuti arah angin. Kekuatan turun menuju kesalahan satu pohon yang telah membeku. Dengan perlahan tali kekuatan membentuk tubuh bayi kecil yang sangat manis. Tubuh putih, halus dan lembut itu tergeletak begitu saja tanpa sehelai kain yang menempel di tubuh mungilnya.
Bayi itu terlihat tidak kedinginan ataupun ketakutan. Dia justru sesekali menggerakkan tangan dan kaki mungilnya. "Aauuaaemnmn..." suara kicau kecil terdengar disaat kedua bola matanya memandang langit malam penuh bintang.
"Apa ayah mendengar suara bayi?" kata anak laki-laki dengan jaket kulit tebal menyelimuti tubuhnya. Sarung tangan baru yang di belikan ayahnya beberapa waktu lalu juga telah ia pakai. Busur panah menjadi kalung di tubuhnya dengan beberapa anak panah berada di wadah yang ia bawa di punggungnya begitu pula dengan ayahnya.
Pria berusia tiga puluh tahunan menghentikan langkahnya. "Diam," ujarnya pelan menghentikan langkah anaknya. Dia hanya ingin mendengarkan lebih jelas lagi jika dia juga mendengar suara bayi kecil di hutan es.
"Aauuaaaaeeemmnn..." suara bayi itu terdengar kembali.
"Ayah benar-benar ada bayi," ujar anak laki-laki itu yang langsung berlari menuju arah suara.
"Ying An tunggu, kita harus hati-hati. Bagiamana jika suara itu jebakan?" teriak kuat pria itu setelah melihat anaknya berlari tanpa memikirkan bahaya.
Setelah beberapa saat mengikuti arah suara, mereka mendapati bayi laki-laki kecil tergeletak di bawah pohon tanpa sehelai kain menutupi tubuh mungilnya.
"Ayah. Lihat," anak laki-laki itu berlutut di hadapannya bayi kecil. Dia tidak berani memegangnya namun dia juga tidak tega melihat bayi itu kedinginan. Dia ingin melepaskan syal yang melingkar di lehernya.
"Biar ayah saja," pria itu menghentikan anaknya. Dengan cepat dia langsung melepaskan syal tebal yang ada di lehernya lalu menyelimutkan ketubuh bayi kecil itu. Pria itu menggendongnya dengan perlahan. Kedua mata cerah bayi itu seperti berlian yang sangat indah.
"Apa ayah akan membawanya pulang?"
"Jika kita tidak membawanya, serigala akan datang dan memakannya. Karena kita yang telah melihatnya terlebih dulu. Bayi kecil ini akan ikut kembali bersama kita kerumah," saut pria itu dengan senyuman di wajahnya.
"Apa dia akan menjadi adik ku?"
"Ying An, apa kamu ingin menjadi kakaknya?" pria itu tidak menjawab pertanyaan dari anaknya. Justru dia bertanya kembali kepada anaknya.
"Ingin. Tentu aku ingin memiliki adik. Yey...aku sudah memiliki adik sendiri. Teman-teman ku tidak akan bisa menggejek ku lagi," anak laki-laki itu terlihat sangat senang dan bangga dengan dirinya karena telah menjadi seorang kakak.
"Jika begitu. Kita harus membawa adik mu kembali kerumah. Suhu akan semakin turun saat malam hari. Kita harus segera menghangatkannya," ujar pria itu yang langsung berjalan kembali bersama anaknya. Niat awalnya untuk berburu binatang untuk di jual. Kini harus ia akhiri, karena telah menemukan bayi kecil yang terlantar.
"Kita harus memberi nama untuk adik ku? Ayah, nama apa yang bagus untuk adik kecil ku?" Ying An menatap ayahnya dengan senyum bahagia.
Sebelum pria itu mengatakan sebuah nama yang terlintas di benaknya. "Lie Daoming," suara angin dengan jelas menyapa telinganya dan menyebutkan sebuah nama. "Lie Daoming," ujarnya memperjelas sebuah nama.
"Lie Daoming? Nama yang bagus. Tapi kenapa bukan mengikuti nama kita?" ujar Ying An dengan binggung.
"Apa Ying An tidak suka dengan nama ini?" pria itu menatap anaknya yang tengah berjalan mendampingi dirinya.
"Tidak. Nama ini juga bagus. Kita panggil Lie Daoming saja," saut Ying An senang.
"Iya. Kita panggil Lie Daoming saja," ujar pria itu menatap wajah imut bayi kecil yang ada di pelukannya.
Ying An terus berbicara dan mengungkapkan kebahagiaannya di sepanjang perjalanan kembali. Dia seperti kakak laki-laki yang sangat menyayangi adiknya. Dia bahkan sudah membayangkan apa saja yang akan dirinya lakukan bersama dengan adiknya di waktu mendatang.
"Saat Lie Daoming berusia empat tahun. Aku akan melatihnya ilmu bela diri dan mengajaknya berburu," ujar Ying An.
"Ying An, saat adik mu berusia empat tahun dia masih belum bisa kamu ajak berlatih ilmu bela diri atau berburu. Dia masih sangat kecil untuk melakukan semua itu," ujar pria itu menasehati anak laki-lakinya.
"Ayah, lalu kapan aku bisa mengajak adik ku berlatih bela diri dan berburu?" Ying An terlihat kecewa.
"Saat usianya sudah mencapai delapan atau sembilan tahun. Kamu bisa mengajarkan semua itu," kata pria itu dengan lembut.
Ying An menghela nafas, "Ternyata masih sangat lama. Tapi tidak masalah, saat usianya empat tahun aku akan mengajari dia bermain bola salju dan membuat tempat persembunyiannya dari salju," ujarnya dengan senang.
"Iya. Kamu bisa melakukannya bersama adik kecil mu," kata pria itu dengan senang.
Perjalanan yang membutuhkan waktu satu jam lebih itu terasa sangat cepat dan menyenangkan untuk mereka berdua lalui.
Sesampainya di rumah, pria dan anaknya itu langsung menambah baju tebal ke tubuh bayi mungil yang mereka temukan. Di luar kediaman, badai salju menerpa dengan sangat kuat. Suara gemuruh di luar terdengar cukup menakutkan.
"Ying er, tolong nyalakan api. Kita harus menghangatkannya dengan lebih baik lagi," memandang anaknya yang ada di sebelahnya.
"Iya," anak laki-laki itu dengan cekatan menumpuk beberapa kayu di tungku api. Dengan sekali percobaan dia bisa dengan mudah menyalakan api. Dia melepas sarung tangan tebal lalu menghangatkan kedua tangannya. "Ayah, apinya sudah menyala."
Pria itu langsung menggendong bayi kecilnya mendekat kearah api. Kehangatan mulai menyebar memenuhi ruangan.
Ying Gui pria yang harus kehilangan istrinya saat melahirkan anak pertamanya. Anak pertamanya saat ini telah berusia sepuluh tahun dan selalu mengikutinya kemanapun dia pergi. Selama sepuluh tahun terkahir, dia dengan kesabaran penuh harus menjadi ayah dan ibu untuk membesarkan putra satu-satunya. Tentu dia cukup mahir mengurus semua keperluan bayi mungil yang akan menjadi bagian dari keluarga kecil mereka.
Ying An mengambil beberapa daging beku yang tergantung rapi di ubin rumah mereka. Potongan daging yang telah mereka persiapkan untuk beberapa hari kedepan. Setelah mengambil satu potong daging, Ying An langsung memotong menjadi dua bagian. Dia mengambil dua batang besi ukuran kecil dengan ujung yang runcing. Saat ini dia hanya ingin makan daging bakar. Dengan ketelatenannya dia bisa menusukkan dua potong daging di masing-masing besi tanpa melukai tangannya. Dalam hal ini dia sudah cukup ahli, ayahnya telah mengajarinya memasak, berburu, dan menjual hasil buruan di pasar terdekat. Semua keahlian rumah tangga telah ia kuasai dengan sangat baik.
Setelah semua siap dia langsung meletakkan tusukan daging kearah api yang membara cukup kuat. Ia taburkan lada dan garam secukupnya untuk menambah kenikmatan pada rasa.
"Ying er, tolong ambilkan susu lalu hangatkan sebentar. Daoming mungkin sudah lapar," ujar Ying Gui dengan pelan.
"Baik," Ying An berjalan kembali ke tempat penyimpanan susu sapi yang telah mereka penuhi dua hari lalu. Setelah mengambil secukupnya dan menuangkannya ke wadah untuk merebus air, Ying An langsung berjalan kembali mendekat kearah ayahnya. Ia letakkan wadah itu untuk beberapa saat sampai susu menjadi hangat di atas tungku. Setelah dia mendapatkan rasa hangat yang sesuai, Ying An langsung mengangkatnya dan menuangkannya ke cangkir minum. "Ayah, susunya sudah cukup hangat," ujarnya menyodorkan cangkir yang berisi susu hangat. Tidak lupa dia juga mengambilkan sendok yang berukuran lebih kecil.
"Terima kasih," kata Ying Gui mengambil cangkir dari tangan anaknya. Pria itu dengan perlahan menyuapkan susu ke mulut bayi kecilnya. Bayi mungil itu dengan cepat menghabiskan susu dan tertidur setelah kenyang. Melihat itu Ying Gui terlihat senang dan lebih tenang. "Daoming sangat tenang dan mudah tertidur," menatap bayi kecil yang ada di pangkuannya.
Ying An sembari menunggu daging panggangnya matang dia mendekat kearah ayahnya dan adiknya. Dia melihat adiknya yang masih memiliki kulit yang lembut dan kenyal. "Ayah, Daoming sangat manis. Aku tidak sabar ingin bermain bersamanya," mengelus pelan ujung jari kecil yang keluar dari kain yang melilit tubuh adiknya. "Tangannya sangat kecil," membandingkan kedua tangan yang sangat jauh berbeda. "Lihat, bulu matanya sangat lentik dan panjang. Berbeda dengan bulu mata ku yang pendek," menjentikkan tangannya sepelan mungkin kearah bulu mata adik kecilnya.
"Dia masih sangat kecil. Saat Daoming berusia dua tahun. Kita bisa mengajaknya bermain di luar. Untuk saat ini kita hanya bisa membiarkannya tetap hangat di dalam rumah. Jangan khawatir, dia akan tubuh dengan sangat baik. Dan menjadi laki-laki hebat seperti kakaknya," ujar Ying Gui dengan senyuman.
"Em," Ying An mengangguk dengan semangat. Kebahagiannya terasa lengkap dengan kehadiran adik barunya. "Dewa sangat baik dengan keluarga kita. Aku hanya berdoa sekali dan langsung di kabulkan," ujarnya dengan senang.
Ying Gui hanya bisa tersenyum mendengar apa yang di katakan anaknya. Lalu dia berkata, "Benar. Dewa sangat menyayangi kita."
Keesokan paginya, cuaca cukup cerah dengan matahari bersinar dengan cukup hangat. Ying Gui terbangun setelah mencium bau yang cukup menyengat. Saat dia mencari sumber bau. Dia mendapati bayi kecilnya telah buang kotoran yang tersimpan di perutnya semalaman. "Tidak apa-apa, aku akan mengganti popok mu," ujarnya yang mulai bangkit perlahan.
"Aaauuuauaa..." bayi kecil itu terus menendangkan kaki kecilnya.
"Tunggu sebentar. Aku akan mengambilkan gantinya," dia berjalan kearah lemari yang menyimpan banyak popok bekas anak pertamanya. Popok itu terbuat dari kain yang berlapis-lapis dan di jahit menjadi satu. Tentu hal ini akan lebih mudah di cuci dan di gunakan kembali.
"Auuauaauu..." suara kecil itu terus terdengar. Namun di dalam hati bayi kecil itu dia tidak ingin di perlakukan seperti bayi. 'Bagaimana aku bisa memberitahunya? Jika aku bukan bayi biasa. Ini sangat memalukan,' ujarnya dalam hati setelah merasakan pantatnya di seka dengan kain cukup lembut. 'Aahhh...ini tidak masuk akal,' dia terus bergumam dengan kepasrahan.
"Sebentar lagi akan selesai. Anak pintar," ujar Ying Gui setelah selesai mengganti popok yang baru. "Tunggu sebentar. Ayah akan mencuci popok kotor ini. Kamu disini dulu dengan kakak mu," katanya yang langsung berjalan keluar rumah.
Ying An bangun dengan mengelap air liur yang sudah membasahi pipinya. "Ayah," ujarnya lirih mencari keberadaan ayahnya. Hingga dia menemukan adik kecilnya tengah berbaring memainkan kedua tangan dan kakinya dengan cukup semangat. "Daoming," bangkit perlahan. Dia langsung menggeser tubuhnya agar berada di dekat adiknya. "Apa kamu tahu ayah pergi kemana? Seharusnya ayah membangunkan ku agar aku bisa menjaga mu," ujarnya dengan membiarkan telunjuk tangannya di ganggam kuat adik kecilnya.
'Kenapa dia terus menatap ku tanpa berkedip?' gumam bayi kecil itu di dalam hatinya. Dia benar-benar tidak menyangka jika dirinya harus menjadi bayi kembali. Di dalam ingatannya, dia hanya bisa menginggat momen saat dirinya terbangun di dasar laut dengan rantai besar yang mengikat kedua tangannya. Hingga dia mendengar sebuah suara. Saat suara itu menghilang, sebuah kekuatan besar melucuti setiap urat yang ada di tubuhnya hingga dirinya harus merasakan rasa sakit yang mengerikan. Dan dirinya kehilangan kesadaran. Saat dia tersadar kambali, dia sudah ada di bawah pohon beku dengan tubuh bayi kecil tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh kecilnya. Namun meskipun demikian dia tidak merasakan dingin. Hingga seorang pria bersama dengan anak laki-lakinya menemukannya dan membawanya pulang.
Dia tidak mengetahui jati dirinya. Tidak mengerti mengapa dirinya bisa terkurung di dasar lautan. Dia juga ingin mencaritahu suara yang ia dengar pada saat itu. Namun saat ini dia telah menjadi bayi kecil tanpa tenaga ataupun suara yang bisa di mengerti orang lain selain dirinya sendiri.
567 kilometer jauhnya dari tempat terdingin di Utara. Sebuah kota dengan penduduk yang mendiami berkisar 984.896 jiwa memenuhi setiap sudut kota. Di antara bangunan rumah yang hampir setara keseluruhannya. Sebuah bangunan megah di himpit dua bukit besar dengan satu lonceng raksasa tergantung kokoh di samping kanan halaman depan. Lima tingkat menjulang tinggi dengan lima bangunan memiliki keunikannya sendiri. Sekte Kiang Wu adalah sekte terbesar di ujung Utara tepatnya di kota Hajing. Walikota Hajing sendiri sangat menghormati ketua utama sekte Kiang Wu yang telah membuat dirinya menjadi walikota.
Di ujung bangunan tertinggi, terdapat sebuah ruangan sederhana dengan rak buku tertata sangat rapi. Pria cukup tua berjalan keluar menuju balkon kecil yang langsung menghadap tempat yang ada di belakang bangunan. Jurang dalam penuh kabut membentang di sepanjang mata memandang. "Apa kamu sudah menemukan penyebab dari getaran kuat itu?" ujarnya dengan kening yang mulai penuh kerutan.
Pria usia empat puluhan berjalan menghampiri, "Guru, aku belum menemukan penyebab dari getaran hebat itu. Tapi, ada keanehan di bagian terdingin di ujung Utara kemarin sore saat matahari sudah hampir tenggelam. Cahaya emas membentang memenuhi langit dan menghilang beberapa saat setelah menyebar. Tidak lama suara ledakan kuat yang pertama terdengar. Lalu di ikuti suara dentuman kuat untuk yang kedua kalinya. Dentuman kedua terdengar hingga ratusan ribu mil jauhnya. Negara luar bahkan bisa merasakan getaran itu," ujarnya dengan kecemasan yang mulai terasa menekan hatinya.
"Hem," menghela nafas dalam. "fenomena pertama telah terjadi. Apa dia telah kembali?" menatap langit cerah tanpa awan.
"Siapa yang Guru maksudkan?"
"Pemuda yang telah menghilang setelah membelah langit," suara teriakan kuat masih terdengar di telinganya. Padahal waktu sudah hampir menguburkan ingatan tentang dirinya, "Waktu itu ribuan kilatan terdengar menghujam langit dan dunia. Langit murka, namun pemuda itu masih saja tidak terima dengan takdirnya. Dia tidak ingin mengaku kalah hingga pada akhirnya dia tetap tidak sanggup mengalahkan para Dewa," ingatan itu kembali jelas.
"Guru, bagiamana mungkin ada manusia yang berani menantang langit?"
Pria tua itu tersenyum dengan kedua mata menyipit. "Ada. Meski pada akhirnya dia gagal dalam misinya. Dia pemuda bodoh namun sangat tenang dan ramah. Sifatnya selalu bisa membuat orang lain merasa tenang ada di dekatnya."
"Apa guru mengenalnya?"
"Dia penyelamat hidup ku," ujar pria tua itu dengan menekan kuat hatinya.
Ratusan burung kecil berterbangan melintasi celah bukit yang ada di belakang bangunan. Suara misterius yang selalu terdengar satu tahun sekali juga menggema dengan kuat. Tidak ada yang tahu atau berani mencari tahu mahluk apa yang telah mengeluarkan suara cukup kuat dan menakutkan di dasar jurang.
Pria tua itu berjalan masuk ke dalam ruangan, "Tidak perlu mencari tahu lagi. Jika memang dia telah kembali. Saat waktunya telah tiba, tentu semuanya memiliki jawaban."
"Baik," saut murid itu mengikuti langkah gurunya.
...................
Dua tahun kemudian,
Suara riang terdengar memutari gunungan kecil salju yang telah di buat menjadi bentuk bulatan besar. Ying An dan adiknya Daoming terlihat sangat bahagia bermain di halaman depan rumah mereka. Beberapa anak seusia mereka juga ikut meramaikan suasana di halaman masing-masing.
"Daoming ayo, jangan sampai kalah dengan Ping Yuan. Tangkap ini," Ying An melemparkan bulatan bola salju kecil kearah adiknya dengan perlahan.
Saat Daoming menangkapnya dia terlihat sangat bahagia. Dia berlari lincah mengejar Ping Yuan yang saat itu berusia tiga tahun. Ia lemparkan bola salju kearah tubuh Ping Yuan hingga membuat anak kecil itu terjatuh di tumpukan salju. Daoming berhenti dan tidak bergerak. 'Apa dia akan menangis?' ujarnya di dalam hati.
"Ahahahah..." tawa terdengar saat Ping Yuan bangkit perlahan.
'Huh,' menghela nafas lega. 'Untung dia tidak menangis,' ujarnya dengan lega. Setelah melihat keadaan masih baik-baik saja. Daoming langsung berlari kembali untuk menghindar dari kejaran teman sebayanya itu.
"Ying er, tolong bantu ayah sebentar. Biarkan adik mu dan Ping Yuan bermain," ujar Ying Gui dengan membuat tiang jemuran untuk baju mereka. Tiang jemuran yang lama telah roboh karena terkena badai semalam. Dan mereka harus membuat yang baru.
"Baik," Ying An langsung pergi membantu ayahnya.
Sedangkan Daoming dan Ping Yuan sudah mulai menghentikan permainan kejar-kejaran mereka. Mereka merubah permainan menjadi berlomba membuat binatang dengan salju yang ada di halaman depan. Ping Yuan masih sama seperti anak kecil pada umumnya hanya menurut dan mengikuti semua yang di inginkan Daoming. Berbeda dengan Daoming yang memiliki jiwa laki-laki dewasa. Namun dengan tebuh anak kecil yang masih belum bisa melakukan segalanya sendirian.
"Kak Ayuan, kamu harus membuat seperti ini. Jangan seperti itu," ujarnya dengan suara yang sangat manis. Dia membantu anak kecil di sampingnya agar bisa membuat kepala serigala dari tumpukan salju.
"Daoming, ini sangat sulit. Aku ingin membuat bola," saut Ping Yuan yang mulai membuat lingkaran tidak beraturan dari salju.
"Lihat ini," Daoming mengarahkan pandangan Ping Yuan kearah salju yang telah membentuk serigala. Bentuk serigala itu sangat mirip dengan aslinya. Dengan sangat mendetail dan bagus. "Seperti ini."
"Daoming, bagiamana kamu bisa membuat serigala salju yang bagus?" ujar Ping Yuan dengan terbata-bata namun masih cukup jelas dan bisa di mengerti.
"Ini sangat mudah. Ayo kita buat bersama serigala yang lainnya," kata Daoming dengan semangat. Untuk saat ini dia hanya bisa berperan sebagai anak kecil yang senang bermain. Ini bukanlah masalah besar. Dan dia juga cukup senang dengan perannya itu.
"Baik," jawab Ping Yuan senang.
Mereka berdua membentuk beberapa serigala dengan tumpukan salju dengan sangat baik. Saat Ying An selesai membantu ayahnya. Dia kembali dan terkejut melihat dua anak kecil yang membentuk salju menjadi serigala yang cukup nyata.
"Ayah lihat. Daoming dan Ping Yuan membuat serigala dari salju dengan sangat baik," terikat kuat Ying An.
Ying Gui mendengar hal itu langsung membiarkan pekerjaannya untuk sementara waktu. Dia berjalan mendekat kearah anaknya. Melihat hal itu tentu dirinya juga terkejut dan takjub. Anak kecil yang baru berusia dua tahun dan tiga tahun sudah bisa membuat patung serigala dengan salju yang terlihat sangat nyata. Ying Gui tahu jika Daoming sangat cepat dalam belajar dan mempelajari suatu hal. Namun dia tidak pernah menyangka jika anaknya bisa melakukan hal seperti ini. Orang dewasa bahkan akan sangat kesulitan jika tanpa seorang ahli yang mendampingi. "Ying An bawa adik mu kedalam rumah. Aku akan mengantar Ping Yuan untuk kembali kerumahnya," ujar Ying Gui dengan raut wajah yang mulai berubah.
Ying An meskipun binggung dengan tingkah ayahnya. Namun dia tetap patuh dengan apa yang ayahnya perintahkan. Dia langsung menggendong adiknya masuk ke dalam rumah.
Setelah Ying Gui mengantarkan Ping Yuan pulang. Dia langsung menghancurkan semua salju yang telah di rubah menjadi bentuk serigala yang sangat bagus. Setelah dia selesai menghancurkan semua itu, Ying Gui langsung masuk kedalam rumah dengan cemas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!