"Ahhh..."
Suara des*han dan lenguhan bersahutan memenuhi ruangan sebuah apartemen mewah di kawasan ibu kota.
Seorang pria mengulum dada seorang wanita cantik dengan begitu rakusnya, jari jemari pria itu bergerak dengan liar di area sensitif sang wanita yang masih terlihat cantik nan sexy walau pakaian yang ia kenakan sudah berantakan akibat ulah sang kekasih.
"Ahhh..." Des*han panjang lolos begitu saja ketika wanita cantik itu mendapat pelepasannya.
"Sekarang giliran kau yang memuaskan aku sayang." Ucap pria itu dengan suara serak dan beratnya.
Sang wanita menganggukan kepalanya, lalu mulai bekerja untuk memuaskan hasrat pria itu dengan cara mengulum junior milik sang kekasih.
Sepasang kekasih itu saling memuaskan hasrat mereka tanpa melakukan penyatuan.
"Kau memang yang terbaik sayang." Ucap pria itu setelah hasratnya terpuaskan.
"Bagaimana kalau kita bercinta saja sayang?" Ajak wanita cantik itu dengan suara yang menggoda.
"No. Kita akan bercinta setelah kita menikah nanti." Balas pria itu sembari mengacak rambut sang kekasih dengan gemas.
"Tapi sampai kapan kita akan seperti ini sayang? Kapan kau akan menikahiku?" Tanya wanita cantik itu sembari membenarkan pakaiannya yang berantakan agar rapih kembali.
"Sabar sayang, aku akan menikahimu setelah kedua orang tua kita merestuinya." Balas pria tampan itu dengan suara datarnya.
"Bagaimana mereka akan merestui kita jika kau saja tak pernah memperjuangkan hubungan kita?" Kesal Wanita cantik itu dengan bibirnya yang mengerucut.
Bagaimana ia tidak merasa kesal karna sudah 3 tahun mereka menjalin kasih, tapi hubungan mereka tidak pernah ada kemajuan.
Cup!
Pria itu mencium bibir sang kekasih untuk menenangkan wanita itu.
Zalina mendorong dada bidang Betrand, lalu berjalan ke arah jendela. Menatap pemandangan malam ibu kota yang terlihat indah dengan dihiasi lampu yang terlihat seperti bintang.
"Zalina, aku minta bersabarlah sedikit lagi." Ucap pria tampan itu sembari memeluk sang kekasih dari belakang.
"Tapi sampai kapan sayang?" Tanya Zalina seraya membalikan badannya hingga kini mereka jadi saling berhadapan.
"Bulan depan daddy akan menikahkan aku dengan anak rekan bisnisnya." Lirih Zalina dengan wajah sendunya.
"Whatt! Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" Tanya Betrand dengan rahangnya yang mengeras.
"Aku juga baru mengetahuinya hari ini, kalau kau tidak bergerak untuk memperjuangkan hubungan kita. Maka aku akan menikah dengan pria pilihan daddyku, walaupun aku sendiri tidak menginginkannya." Ucap Zalina dengan air matanya yang berderai.
"Kau tenang saja ya, aku pasti akan memperjuangkan cinta kita." Betrand menarik pinggang Zalina dan membawa wanita cantik itu ke dalam dekapannya.
Betrand sangat mencintai Zalina, terlebih wanita itu datang di saat kondisinya sedang terpuruk karna ditinggal menikah oleh sang mantan kekasih.
Namun hubungan mereka ditentang oleh orang tua masing-masing, karna papa Betrand dan daddy Zalina adalah rival bisnis sedari dulu.
***
Satu bulan kemudian...
Semua usaha yang Betrand lakukan untuk mempertahankan Zalina tidaklah membuahkan hasil. Hari ini wanita yang dicintainya itu sudah resmi menjadi istri pengusaha sukses keturunan arab.
Pria 35 tahun yang patah hati untuk kesekian kalinya itu hanya bisa meratapi nasibnya dengan ditemani beberapa botol minuman beralkohol.
"Sudah cukup tuan, jangan minum lagi. Kau sudah mabuk." Peringati seorang gadis cantik seraya menjauhkan minuman-minuman itu dari sang bos.
Jam memang sudah menunjukan pukul 22.00 malam, dan jam kerja gadis cantik itu sebagai sekretaris Betrand sudah lama berakhir. Namun gadis cantik itu enggan untuk pulang meninggalkan sang bos yang tengah mabuk berat akibat patah hati.
"Zalina! Berani sekali kau mencampakan aku hanya demi pria jelek dan gendut itu." Racau Betrand sembari mencengkram rahang gadis cantik berusia 25 tahun itu.
Kesadaran Betrand sudah dikuasai sepenuhnya oleh minuman beralkohol, hingga ia tidak bisa mengenali siapapun.
"Lepaskan aku tuan, aku Vania bukan Zalina!" Pekik Vania sembari menahan rasa sakit di rahangnya karna cengkraman pria yang sedang mabuk berat itu.
Sedari dulu Vania selalu ada di sisi Betrand, berharap pria itu akan membalas cintanya. Namun hingga kini Betrand tak pernah menganggap Vania ada. Betrand sudah menganggap Vania seperti adiknya sendiri karna Vania memang adik dari mantan kekasihnya.
"Dasar wanita jahanam! Harusnya kau menolak perjodohan itu!" Betrand menghempaskan tubuh Vania ke atas sofa yang ada di ruang kerjanya.
"Jangan tuan!" Pekik Vania saat Betrand menindih tubuhnya dan mulai menciumnya dengan kasar.
"Kau pantas menerima ini Zalina, bukankah ini yang kau inginkan sedari dulu!" Ucap Betrand sembari membuka kemeja Vania denga paksa.
Srek! Kemeja itu sobek dan kancingnya berhamburan kesegala arah, hingga membuat dada sintal Vania kini terpampang nyata di hadapan Betrand yang tengah diselimuti kabut hawa n*fsu.
"Jangan kak, aku mohon hentikan!" Lirih Vania saat melihat Betrand melucuti seluruh pakaiannya dan pakaian yang ia kenakan.
"Diam kau Zalina! Bukankah ini yang kau inginkan dari dulu." Racau Betrand dengan seringai di bibir tipisnya.
"Jangan kak! Aku bukan Zalina." Vania mencoba melawan dan menghindar dari Betrand. Namun tenaganya kalah jauh dengan tenaga pria itu.
Tangis Vania pecah kala Betrand melakukan penyatuan diantara mereka dengan cara paksa.
Rasa sakit di hati dan inti tubuhnya Vania rasakan secara bersamaan. Walaupun Vania sangat mencintai Betrand, namun bukan dengan cara seperti ini dia akan menyerahkan dirinya pada pria itu.
Bukan disaat pria itu mabuk dan menganggap dirinya adalah wanita lain.
Bersambung.
"Ini pasti hanya mimpi buruk!" Vania mengusap air matanya dengan kasar seraya menatap ke arah Betrand yang tengah tertidur pulas di sebelahnya.
Cukup lama gadis yang kini sudah tak lagi gadis itu termenung meratapi nasibnya, rasa sakit disekujur tubuh terutama inti tubuhnya membuat Vania yakin kalau yang baru saja terjadi kepadanya bukanlah mimpi.
"Ini pasti karna mama yang selalu mendoakan aku agar seperti kak Khanza, hingga sekarang aku bernasib malang seperti kakakku." Lirih Vania seraya bangkit dari duduknya.
Dengan langkah terseok-seok, Vania memunguti seluruh pakaiannya yang berserakan di atas lantai. Karna kemejanya sudah tidak bisa di pakai lagi, wanita itu menggunakan jas milik sang presdir untuk menutupi tubuh polosnya. Kemudian Vania berlalu dari ruangan sang presdir begitu saja, meninggalkan kak Betrandnya yang masih polos tanpa sehelai benangpun.
Ketika sampai di ambang pintu Vania diam sejenak, wanita cantik yang kini tampak menyedihkan dengan make up dan rambut acak-acakan itu menatap ke arah pria yang baru saja merenggut kesuciannya dengan tatapan nanar.
***
Setelah 10 menit menanti, akhirnya taksi online yang dipesan Vania tiba juga.
"Dengan nona Vania Sarasvati?" Driver taksi online itu tersenyum ramah ke arah wanita cantik di hadapannya.
Vania menganggukan kepalanya sembari tersenyum tipis ke arah driver taksi online yang ia perkirakan usianya sebaya dengannya, kemudian wanita cantik dengan rambut panjang sebatas pinggang itu masuk ke dalam mobil avanza berwarna hitam yang berhenti tepat di hadapannya.
"Anda baik-baik saja nona?" Cemas Driver taksi online itu sembari menatap lekat ke arah sang penumpang yang duduk tepat di samping kursi kemudi.
"Iya, ayo jalan mas!" Titah Vania tanpa menatap ke arah pria itu.
Sepanjang perjalanan Vania lebih banyak merenung sembari menatapi jalanan ibu kota yang sudah nampak lengang karna malam memang kian larut.
Vania memutuskan untuk pulang ke apartemennya, walaupun Sarah sang mama sudah mewanti-wanti dirinya agar pulang ke rumah mereka di kawasan depok. Karna rencananya 2 hari lagi Vania akan di kenalkan dengan pria yang akan dijodohkan dengannya. Namun menyadari kondisinya sekarang, wanita itu merasa tidak pantas untuk menikah dengan siapapun.
"Kita sudah sampai nona." Beritahu supir taksi online itu setelah sampai di tempat tujuan.
"Terima kasih." Vania menyerahkan selembar uang seratus ribuan kepada pria itu, kemudian Vania berjalan menuju gedung apartemennya dengan langkah gontai.
"Tunggu nona." Ucap driver taksi itu seraya memegang bahu Vania.
Plak!
Reflex saja Vania menampar pria kurang ajar yang berani menyentuhnya itu. Vania masih merasa trauma dengan apa yang baru saja kak Betrand lakukan kepadanya.
"Maaf nona, saya hanya ingin memberikan uang kembalian." Ucap pria itu sembari mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan Vania.
"Maaf saya tidak bermaksud untuk---" Ucapan wanita cantik itu menggantung di udara karna pria itu kembali berbicara.
"Tidak papa nona, ini uang kembaliannya." Pria itu menyerahkan beberapa lembar uang ke arah Vania.
"Tidak usah, ambil saja kembaliannya." Vania menolak uang tersebut.
"Benarkah terima kasih nona." Bergegas pria itu kembali ke arah mobilnya, meninggalkan wanita cantik dan galak yang baru saja menampar pipinya dengan keras.
"Alhamdulillah, buat modal nikah." Seru pria itu sembari memasukan lembaran uang ke saku celananya. Ia rela bekerja sebagai driver taksi online sampai larut malam seperti ini karna rencananya ia akan melamar seorang wanita 2 hari lagi.
***
Sesampainya di apartemen, Vania langsung berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Tangis wanita itu pecah lagi, ia merasa begitu kotor karna tak bisa menjaga kehormatannya.
Sebenarnya Vania sudah mengikhlaskan Betrand dan akan berhenti mengharapkan cinta dari pria yang dicintainya selama 5 tahun terakhir ini, hingga Vania menyetujui perjodohan yang sudah diatur sang mama untuk dirinya. Namun yang terjadi sekarang sungguh di luar kendalinya.
"Maafkan aku mah." Lirih Vania yang kini berada di bawah guyuran air dingin yang terpancar dari shower. Air mata dan air mandi bercampur menjadi satu, sampai tak terasa sudah 2 jam lamanya Vania berada di sana.
Vania menghentikan aktifitas mandinya setelah memastikan sisa-sisa sentuhan Betrand benar-benar menghilang dari tubuhnya.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Lirih Vania sembari bersandar di head board tempat tidurnya. Vania terus merenung sampai akhirnya ia tertidur karna merasa lelah.
***
Keesokan paginya.
Pagi-pagi sekali 2 orang office gril berjalan menuju ruang sang presdir sembari bersenda gurau seperti biasanya.
"Kau tahu tidak, nona Zalina kekasih tuan Betrand baru saja menikah kemarin." Bisik seorang wanita pada rekan seprofesinya.
"Iya, kasihan ya tuan Betrand. Dia selalu ditinggalkan oleh wanita yang dicintainya, padahal tuan Betrand orang yang baik, tampan dan kaya raya pula. Seandainya aku punya anak gadis, aku pasti akan menjodohkan putriku dengan tuan Betrand." Seloroh wanita paruh baya yang sudah puluhan tahun bekerja di perusahaan Giant group.
Wanita itu menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri kisah cinta sang presdir yang selalu berakhir dengan kegagalan.
"Ia sepertinya tuan Betrand harus di sucikan agar nasib sialnya menghilang." Balas Wanita yang terlihat lebih muda dari rekan seprofesinya sembari tertawa renyah.
"Ssttt, sudah-sudah jangan berisik. Bagaimana kalau tuan Roy melihat kita bergosip seperti ini." Ucap wanita paruh baya itu sembari mengedarkan pandangannya kesekitar. Namun hening tak ada siapapun karna jam baru menunjukan pukul 06.00 pagi.
Para office boy dan office girl di perusahaan itu memang memulai pekerjaan mereka lebih awal sebelum karyawan yang lainnya datang.
Cek lek
"Emhhh. Bau apa ini?" Pekik office girl itu seraya menutup hidungnya.
Bau tidak sedap menyeruak dari ruangan sang presdir yang biasanya selalu wangi setiap saat.
Kedua wanita itu mengedarkan pandangannya kesekitar untuk mencari sumber bau tersebut.
"Aakkkkk!" Teriak kedua wanita itu saat melihat sang presdir sedang tertidur lelap tanpa sehelai benangpun yang menutupi tubuh polosnya.
Bersambung
"Ck. Mereka itu selalu saja berisik saat sedang bekerja."
Gumam Roy yang sedang membuat kopi untuk dirinya sendiri di pantry, pria itu sampai menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengar suara tawa yang dapat ia pastikan bersumber dari para office girl yang akan membersihkan ruangan tuan Betrand.
Namun beberapa menit kemudian suara tawa itu berubah menjadi suara jeritan.
"Apa lagi yang mereka lakukan?!" Umpat Roy dengan rahangnya yang mengeras.
Bergegas pria 35 tahunan itu meninggalkan kopi yang baru saja di buatnya di atas meja, kemudian berlari menuju ruangan sang presdir.
"Ada apa?" Tanya Roy dengan wajah paniknya.
"I-itu tuan." Ucap office girl yang lebih tua, seraya menunjuk ke arah sang presdir.
"Astaga! Tutup mata kalian dan cepat keluar dari ruangan ini!" Titah Roy dan langsung dipatuhi oleh kedua office girl tersebut.
"Tunggu! Tunggu!" Kedua langkah kaki wanita itu terhenti saat mendengar ucapan Roy.
"I-iya tuan." Kedua office girl itu nampak gemetar ketakutan.
"Lupakan apa yang baru saja kalian lihat! Dan jangan sampai hal ini bocor keluar. Kalau tidak!" Roy menatap kedua karyawan itu dengan tatapan tajamnya.
"Kalian berdua akan dipecat dengan tidak hormat dan aku pastikan kalian tidak akan di terima di perusahaan manapun lagi!" Ancam Roy.
"B-baik tuan! Kami akan tutup mulut." Jawab kedua office girl itu serentak, kemudian mengambil langkah seribu meninggalkan ruangan sang presdir.
"Huhf...Kau itu menyedihkan sekali kawan." Roy menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menatap nanar pada sang sahabat. Roy dapat menebak jika pria itu habis mabuk-mabukan semalam.
Roy merasa prihatin melihat kondisi sang sahabat yang kisah percintaannya selalu berakhir menyedihkan. Dan lagi-lagi pria itu di campakkan oleh wanita yang dicintainya.
"Ternyata punya wajah tampan dan kaya saja tidak menjamin akan mudah mendapatkan jodoh." Roy merasa beruntung menjadi dirinya sendiri, walaupun ia kalah tampan dan kaya dari sang sahabat. Tapi setidaknya Roy sudah menikah sebanyak 3 kali dan memiliki 3 orang anak dari masing-masing mantan istrinya.
"Tuan, bangun tuan." Roy membangunkan pria menyedihkan itu seraya mengguncang bahu polos sang presdir.
Setelah 5 menit lamanya Roy mencoba membangunkan Betrand, akhirnya pria itu mengerjapkan matanya juga.
"Roy? Apa yang kau lakukan di kamarku?" Tanya Betrand karna saat ia membuka mata, wajah sang asisten lah yang ada di hadapannya.
"Ini di kantor, bukan di kamar anda tuan." Beritahu Roy dengan sabar.
"Apa? Kenapa aku tidur di kantor? Apa yang terjadi padaku?" Tanya Betrand dengan wajah bingungnya.
"Ck. Kau saja tidak tahu, apalagi aku!" Gumam Roy dalam hatinya.
"Pakailah pakaian anda dulu tuan." Ucap Roy seraya memberikan pakaian pada sang bos.
Betrand mengerutkan dahinya karna belum mengerti dengan apa yang terjadi, tapi tak lama kemudian kebingungannya berubah menjadi kecemasan saat mendapati dirinya dalam keadaan polos tanpa memakai sehelai benangpun.
"Kurang ajar! Apa yang kau lakukan padaku hah!" Betrand menarik kerah kemeja sang asisten disertai rahangnya yang mengeras.
Aroma Alkohol yang kuat menyengat menyeruak dari mulut pria yang sedang marah itu.
"Aku tidak melakukan apapun tuan, sepertinya anda mabuk semalam." Balas Roy dengan wajah datarnya.
Roy merasa jengah dengan kebiasaan sang bos yang hobi mabuk-mabukan tiap ada masalah. Tapi Roy merasa sedikit lega karna Betrand mengikuti sarannya untuk tidak mabuk-mabukan di club malam lagi.
Karna terakhir kali pria itu melakukannya, Betrand di jebak oleh seorang wanita yang menuduh Betrand telah meruda paksa dirinya dan menuntut tanggung jawab dari pria itu.
Skandal tentang Betrand dan wanita itu berlangsung cukup alot, apalagi wanita itu sudah dalam keadaan hamil. Hingga saham perusahaan Giant group merosot tajam kala itu.
Namun berkat kekuasaan yang dimiliki keluarga Fernandez, akhirnya kebohongan wanita jalang itu terbongkar dan hasil tes DNA membuktikan kalau janin yang di kandung wanita itu terbukti bukanlah benih dari Betrand.
Karna itulah Roy menyediakan begitu banyak minuman beralkohol di lemari pendingin sang sahabat agar Betrand tidak pergi ke club malam lagi, mengingat sang sahabat sedang patah hati karna di tinggalkan untuk yang ke 3 kalinya oleh wanita yang dicintainya.
Roy merasa usahanya tidak sia-sia, karna berkat ide cemerlangnya, Betrand tidak membuat ulah lagi saat dirinya sedang mabuk.
"Tuan apa anda terluka?" Tanya Roy saat melihat ada bercak darah di sofa mahal berwarna abu terang itu.
"Tidak aku baik-baik saja." Balas Betrand yang kini sudah memakai pakaiannya kembali.
"Lalu darah siapa ini?" Roy mengerutkan dahinya. Roy merasa sangat familiar dengan bercak darah tersebut, sama persis dengan darah perawan dari para gadis yang berhasil ia gagahi.
Namun pria itu segera membuang pikiran negatifnya mengingat tidak ada seorang wanita pun yang menemani sang sahabat semalam.
Roy bisa yakin, karna ia adalah orang yang terakhir pulang dari kantor ini semalam. Meninggalkan sang presdir yang tengah galau seorang diri di ruang kerjanya.
"Buang sofa itu dan belikan aku sofa yang baru!" Titah Betrand tanpa peduli dari mana asal bercak darah itu.
"Baik tuan." Balas Roy.
"Aku akan pulang sebentar, sebelum aku kembali kau handel dulu semua pekerjaanku." Kata Betrand sembari berjalan sempoyongan menuju pintu keluar.
"Apa anda mau aku antar pulang tuan?" Roy mencemaskan kondisi sang bos.
"Tidak usah!" Balas Betrand sembari terus melanjutkan langkahnya.
langkah Betrand terhenti saat tiba di meja Vania.
"Ck. Dia itu ceroboh sekali, kenapa dia meninggalkan ponselnya disini? Kalau ada yang mengambilnya bagaimana?" Ucap Betrand sembari mengambil ponsel milik sang sekretaris, lalu memasukannya ke dalam saku celananya.
***
Sesampainya di apartemen, Betrand langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang terasa lengket.
"Akh, kenapa rasanya perih sekali?" Tanya Betrand sembari menatap si juniornya yang terasa seperti habis kejepit sesuatu.
Namun tak ia hiraukan mengingat jam 08.00 nanti ada meeting penting dengan rekan bisnisnya yang berasal dari Malaysia.
Pria tampan itu segera menyelesaikan aktifitas mandinya, kemudian bersiap untuk kembali ke kantor.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!