NovelToon NovelToon

Takdir Cinta Yang Salah

Masa lalu

Di bawah gelapnya langit malam, suasana hening menguasai sekeliling. Bintang-bintang menjadi saksi bisu kesendirian yang merayapi relung hati seorang wanita yang baru saja patah hati. Dua tahun lamanya ia menjalin hubungan, namun kini semua berakhir. Karina, begitu nama wanita itu, duduk di sebuah taman yang ramai oleh lalu lalang orang, namun kesibukan di sekelilingnya tak mampu menembus lamunannya. Dia tetap tenggelam dalam pikirannya, seolah terisolasi dari dunia luar.

Waktu berlalu, dan setelah tiga jam, lamunan Karina pecah oleh dering telepon yang tiba-tiba mengusik. Ia mengangkatnya, dan terdengar suara ibunya yang cemas, "Karin, kamu di mana, nak? Sudah larut malam, kenapa belum juga pulang?" Karina menarik napas panjang, mencoba menghilangkan sisa-sisa kesedihan dari suaranya.

"Iya, Bu. Karina mau pulang sekarang. Ibu mau titip apa buat makan malam? Martabak, donat, pizza?" Di seberang telepon, ibunya menolak dengan lembut. "Tidak perlu. Kamu cepat pulang saja, ini sudah malam. Hati-hati di jalan, ya."

Karina mengangguk meski tahu ibunya tak bisa melihat. "Baik, Karina akan pulang sekarang." Karina Farnisa, wanita muda itu, adalah anak tunggal dari Mira Pertiwi, seorang desainer fashion yang mapan. Hidup mereka cukup, hanya berdua, saling mengisi kesunyian dengan cinta yang sederhana namun hangat.

Ayah dan ibu Karina bercerai saat usianya baru menginjak tujuh tahun. Kini, di usianya yang ke-17, Karina belum pernah lagi bertemu dengan ayahnya. Kebencian yang ia simpan begitu mendalam, karena di masa kecilnya, ia menyaksikan ibunya kerap menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga. Perselingkuhan yang dilakukan ayahnya menorehkan luka yang dalam di hati Karina, membuatnya trauma dan tak lagi percaya pada laki-laki.

...****************...

Pagi harinya…

“Karina, ayo bangun, nak. Ini sudah jam tujuh, nanti kamu terlambat, sayang,” seru ibu Mira lembut sambil membuka jendela kamar, membiarkan cahaya pagi menyusup ke dalam ruangan.

Namun Karina hanya menggeliat dan menutupi wajahnya dengan selimut. “Tidak mau, Bu. Karina mau membolos hari ini, sehari saja,” gumamnya malas, tanpa membuka mata.

Ibu Mira menatap putrinya dengan alis terangkat, “Kenapa? Kamu sakit?” “Tidak, Bu. Karina cuma lagi malas. Nggak mau aja ke sekolah,” jawab Karina dengan suara memelas.

“Ya sudah, terserah kamu. Tapi besok harus sekolah, ya!” Ibu Mira memutuskan untuk membiarkan putrinya tinggal di rumah. Karina tak menjawab, hanya berguling di tempat tidur sementara ibunya keluar, bersiap berangkat ke butik tempat ia bekerja.

Ibu Mira memang tak pernah marah pada anak semata wayangnya. Baginya, Karina sudah cukup dewasa untuk membuat keputusan sendiri. Kasih sayang yang besar dan pengertian yang dalam membuat hubungan ibu dan anak ini sangat erat. Karina selalu terbuka pada ibunya, karena ibulah satu-satunya orang yang ia punya.

Setelah beberapa jam berlalu dalam keheningan, Karina mulai merasa bosan. Pikirannya masih dipenuhi oleh kekecewaan atas pria yang membuatnya patah hati semalam. Namun, tiba-tiba ia bangkit dari tempat tidur, seolah menemukan kembali kekuatannya.

“Pokoknya aku nggak boleh begini terus,” katanya pada dirinya sendiri. “Aku nggak boleh malas-malasan cuma gara-gara cowok selingkuh. Semangat, Karina! Kamu nggak butuh pria kayak Ricky yang berengsek itu!” Karina menguatkan dirinya, mengusir bayangan Ricky dari pikirannya, mencoba bangkit dari luka yang ia rasakan.

Ricky adalah teman sekolah Karina, cinta pertama yang datang saat mereka memasuki tahun pertama sekolah menengah. Dari sekian banyak pria yang mencoba mendekatinya, hanya Ricky yang berhasil menembus dinding hati Karina. Dia membuat Karina percaya bahwa cinta yang tulus bisa hadir, bahkan setelah trauma mendalam yang ditinggalkan oleh ayahnya. Ricky, dengan kelembutan dan perhatian yang selalu ia tunjukkan, berhasil mengubah pandangan Karina tentang laki-laki—meskipun pada akhirnya, dia tetap mengkhianati Karina dengan perselingkuhan yang menghancurkan hati gadis itu.

Tak ingin terperangkap dalam kesedihan lebih lama, Karina memutuskan untuk bersiap pergi ke butik ibunya. Tubuhnya yang tinggi dengan kulit seputih susu, ditambah tubuh ideal dan lesung pipit yang manis di pipi kanannya, membuat Karina selalu menarik perhatian. Sebagai putri seorang perancang busana terkenal di kotanya, Karina tentu sangat memperhatikan penampilan. Koleksi pakaian dari butik ibunya adalah andalannya, dan ia mulai sibuk memilih pakaian terbaik untuk dikenakan hari ini.

Sementara itu, di butik, ibu Mira sedang berdiskusi serius dengan dua klien prianya yang tengah mencoba pakaian untuk acara penghargaan. “Desain ini sudah saya perbaiki,” ujar Bu Mira, menunjukkan hasil karyanya.

“Ya, yang ini lebih elegan untuk acaranya,” sahut salah satu pria, mengangguk puas.“Bisa selesai dalam seminggu, Bu? Soalnya waktu kami sudah cukup mepet,” pria di sebelahnya menambahkan, tampak sedikit cemas.

Bu Mira tersenyum penuh keyakinan. “Tenang saja, lima hari sudah selesai. Sabtu bisa diambil.”

“Baik, terima kasih, Bu. Kami akan datang hari Sabtu,” pria itu menutup percakapan, kemudian keduanya bergegas pergi. Namun, saat membuka pintu, salah satu pria itu terkejut melihat seorang wanita berdiri di depan pintu, tampak seperti sedang menguping. “Permisi, Kak. Apa yang kamu lakukan?” tegur pria itu.

Karina, yang memang berada di sana, tersentak kaget. “Maaf, Pak! Eh, Kak! Eh, Pak!” ucapnya tergagap, wajahnya memerah. Pria itu hanya menggelengkan kepala, lalu berjalan pergi tanpa berkata apa-apa lagi. “Karina, apa yang kamu lakukan di sana?” suara tegas Bu Mira mengejutkan Karina yang masih berdiri canggung di depan pintu.

Flashback

Wanita yang berdiri di depan pintu itu tak lain adalah Karina. Ia baru saja tiba di butik ibunya dengan niat menemui sang ibu. Namun, begitu hendak masuk ke ruang kerja, langkahnya terhenti saat melihat bahwa ibunya masih berbicara dengan klien. Rasa penasaran segera menjalar di hatinya, apalagi saat ia melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan butik. Siapa gerangan yang datang menemui ibunya? Dengan rasa ingin tahu yang besar, Karina mendekatkan telinganya ke pintu, berharap bisa mendengar pembicaraan di dalam.

...****************...

Begitu kedua pria itu meninggalkan butik, Karina segera masuk ke dalam ruang kerja ibunya. “Bu, siapa itu tadi?” tanyanya, masih diliputi rasa penasaran.

Ibu Mira tersenyum jahil. “Oh, itu klien baru ibu. Kenapa, ganteng ya?” Karina mendengus, wajahnya sedikit memerah. “Bukan gitu, Bu. Tapi kayak nggak asing aja,” jawabnya, mencoba menyangkal meski rasa penasaran belum hilang.

Ibu Mira tertawa kecil. “Itu artis yang lagi naik daun. Mungkin kamu pernah lihat di TV.” Karina mengerutkan dahi, berpikir. “Hmm, iya kali. Ah, bodo amat. Karina mah cuma tahu artis K-pop doang.”

“Iya, iya... si paling pacarnya Jeno, ya?” goda Bu Mira sambil tersenyum lebar.

“Bukan, Bu! Jeno itu NCT, bukan EXO,” Karina cepat-cepat membenarkan, merasa lucu dengan kesalahan ibunya.Ibu Mira hanya terkekeh. “Ya sudah, terserah kamu. Tapi, kamu ngapain ke sini? Tumben.”

“Karina bosen di rumah terus, jadi ke sini aja,” jawab Karina sambil mengamati koleksi baju baru yang dipajang di butik ibunya.

Pria Brengsek

Ibu Mira menggelengkan kepala sambil tersenyum. “Bukannya ke sekolah, malah ke butik. Nggak malu?” sindirnya dengan nada bercanda.Karina hanya tersenyum tipis, mengalihkan perhatian dengan terus melihat-lihat pakaian.

Keesokan paginya, Karina bersiap untuk pergi ke sekolah meskipun suasana hatinya masih buruk akibat Ricky, mantan pacarnya. Dengan langkah yang lesu, ia menaiki bus kota dan menikmati keheningan pagi dari balik jendela. Pikirannya masih dipenuhi oleh rasa kecewa, namun ia berusaha tetap tenang.

Setibanya di sekolah, suasana masih sepi. “Mana ya Intan? Kok belum datang sih?” Karina mengomel sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Rasa gelisah karena tak ada teman untuk diajak bicara membuatnya memutuskan untuk pergi ke toilet. Saat di toilet, Karina tiba-tiba mendengar suara dua orang gadis yang sedang bergosip.

“Eh, tahu nggak? Si Karina dari kelas IPS 2 itu katanya diputusin sama Kak Ricky.” “Ih, pasti tuh Karina udah dipakai sama Ricky duluan,” bisik salah satu gadis dengan nada mencemooh.

Telinga Karina panas mendengar omongan mereka. Dengan emosi yang memuncak, ia membuka pintu bilik toilet dengan keras, hingga membuat para gadis yang sedang bergosip terkejut dan terdiam seketika. Tatapan tajam Karina membuat mereka bungkam, tak berani melanjutkan pembicaraan. Tanpa berkata apa-apa, Karina keluar dari toilet dengan langkah cepat.

“Bruuuk!” Karina menabrak seseorang saat keluar. Ternyata yang ditabraknya adalah Intan, sahabatnya. “Karina, lo kenapa?” tanya Intan, terkejut melihat Karina yang tampak kesal.“Lo ke mana aja sih, Tan? Kok telat?” Karina mulai menangis, emosi yang ia tahan tadi akhirnya meledak.

Intan melihat Karina menangis dan mengerutkan dahi. “Gue bangun kesiangan, tapi lo kenapa nangis?”

Tanpa menjawab, Karina hanya menggeleng dan Intan segera menarik tangannya, membawanya ke atap sekolah, tempat favorit mereka untuk berbicara tanpa gangguan.

“Karina, lo kenapa?” tanya Intan lagi, kali ini dengan nada lebih lembut sambil menggenggam tangan Karina.

“Gue... gue putus dari Ricky, Tan,” ucap Karina dengan suara bergetar, air matanya mengalir tanpa henti.

Mendengar itu, Intan langsung bereaksi.

“Putus? Akhirnya lo putus juga sama cowok bangsat itu,” umpat Intan tanpa ragu. Karina mendongak, merasa tersinggung. “Kok lo ngomongnya gitu sih, Tan?”

Intan mendesah frustrasi. “Lagian, gue udah kasih tahu dari bulan kemarin kalau Ricky itu brengsek. Tapi lo nggak mau dengerin, malah bilang gue terlalu mikir buruk tentang dia,” omel Intan dengan nada kesal, meskipun hatinya penuh simpati.

Karina terdiam, merasakan campuran antara rasa sakit hati dan kesadaran bahwa Intan benar selama ini. Sementara itu, Intan tetap di sampingnya, bersedia mendengarkan tanpa menghakimi lebih jauh, mencoba menenangkan sahabatnya yang patah hati.

Flashback - 1 Bulan yang Lalu

Intan berjalan dengan tergesa-gesa menuju kelas IPS 1, tempat Ricky berada. Wajahnya tegang, dan matanya sibuk mencari seseorang. "Karinaaa!" serunya dari depan pintu kelas Ricky. Karina, yang tengah berbincang dengan beberapa teman sekelas Ricky, menoleh, bingung melihat Intan yang datang tiba-tiba.

"Kenapa, Tan?" tanya Karina penasaran, saat Intan memanggilnya dengan nada mendesak."Sini dulu, deh," ucap Intan dengan nada serius, wajahnya menatap tajam ke arah Ricky yang sedang asyik mengobrol di dalam kelas. Karina merasa aneh, tapi dia menuruti permintaan Intan dan keluar dari kelas untuk menghampirinya.

"Ada apa, sih, Tan?" Karina bertanya lagi, bingung melihat sikap Intan yang tampak tak biasa.

Tanpa berkata apa-apa, Intan segera menarik tangan Karina dan membawanya ke taman sekolah, tempat yang lebih tenang. Sesampainya di sana, Intan menarik napas dalam-dalam sebelum memulai pembicaraan yang jelas-jelas sulit untuk disampaikan.

"Gini, Rin. Gue kemarin ke bioskop, dan gue liat Ricky..." Intan terhenti sejenak, seolah mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Dia berduaan sama Cila, nonton film. Gue yakin mereka pacaran, Kar. Ricky selingkuh sama si Cila itu.

"Karina mendengus tak percaya. "Apa sih, Tan? Nggak jelas lo... Mungkin mereka cuma temenan. Lo kebanyakan mikir negatif!" balas Karina, matanya menunjukkan ketidakpercayaan. Dia masih ingin mempertahankan keyakinannya bahwa Ricky bukan tipe pria seperti itu.

Intan menatap Karina Intan menatap Karina dengan kesal. "Karina, gue nggak mungkin asal nuduh! Gue liat mereka mesra banget. Lo harus hati-hati sama Ricky, gue udah nggak yakin dia setia." Karina menghela napas panjang, masih tak mau percaya dengan apa yang dikatakan Intan.

"Gue nggak tahu, Tan. Gue rasa lo salah paham." Namun, jauh di dalam hatinya, Karina mulai merasakan keraguan kecil yang menyelinap, meskipun ia berusaha menepisnya.

Dia terlalu ingin percaya bahwa Ricky adalah orang yang setia, apalagi setelah apa yang sudah mereka lalui bersama. Tapi kata-kata Intan terus menghantui pikirannya sejak saat itu, meski Karina tak ingin mengakuinya.

Nih, dia bahkan ngirimin foto ini," Karina mengeluarkan ponselnya, menunjukkan foto Ricky yang sedang latihan futsal. Dia berusaha keras menyangkal dan membela Ricky.

Intan mengerutkan dahi, jelas tidak terpengaruh. "Aduh, Rin. Gue yakin banget kemarin itu Ricky sama Cila. Mereka duduk persis di depan gue di bioskop!" ucap Intan, suaranya penuh penekanan.

"Tapi nggak mungkin, Tan. Gue percaya sama Ricky. Dia nggak mungkin bohong, apalagi selingkuhin gue," balas Karina dengan keras kepala, menolak percaya meskipun hatinya mulai meragukan. Intan mendesah kesal.

"Bisa aja kan itu foto lama? Ya udahlah, kalo lo nggak mau percaya." Intan menggeleng, kecewa, lalu berbalik pergi meninggalkan Karina yang masih tampak bingung dan cemas.

...****************...

"Mana gue tau, Tan. Gue percaya banget sama dia waktu itu, tapi ternyata dia brengsek juga," ujar Karina, matanya basah oleh penyesalan karena tidak mendengarkan peringatan sahabatnya. Intan menggelengkan kepala, tak bisa menahan amarah.

"Gue nggak tahu lo bego apa tolol, Rin. Harusnya lo sadar dari dulu! Itu cowok mokondo,jalan sama lo aja dia nggak pernah bayarin, kan!" Karina bingung dengan bahasa yang dipakai Intan.

"Mokondo apaan, Tan?" "Modal kon**l doang, anjing! Polos banget sih lo," jawab Intan kesal, nyaris putus asa dengan kepolosan sahabatnya.

melabrak

Karina tertawa getir, tapi Intan malah terlihat semakin serius. "Apa jangan-jangan lo bener-bener udah diapa-apain sama dia?" tanya Intan, panik.

"Enggaklah, gila lo. Ya meskipun dia pernah ngajak, tapi sumpah, Tan, gue tolak ajakannya kok," ujar Karina, menggeleng cepat, berusaha meyakinkan Intan.

Tanpa basa-basi, Intan menarik tangan Karina. "Ayo, kita labrak Ricky di kelasnya," ucap Intan tegas, mengabaikan rasa takut Karina. Dia adalah sahabat terbaik yang Karina punya, dan mereka sudah berteman sejak SMP. Intan, dengan gaya tomboy dan sikap tegasnya, selalu ada untuk membela Karina.

"Tapi gue takut, Tan," Karina berkata dengan suara lirih, sementara tangannya masih ditarik oleh Intan menuju kelas Ricky.

"Nggak ada tapi-tapian! Gue nggak tahan lagi. Gue mau labrak itu cowok biar semua orang tau dia brengsek! Biar dia malu sekalian," geram Intan, wajahnya dipenuhi amarah.

Sesampainya di depan kelas IPS 1, Karina dan Intan langsung disuguhi pemandangan yang semakin menghancurkan hati Karina. Di sana, Ricky sedang duduk bersama Cila, tertawa dan bercanda tanpa beban, seolah tak ada yang salah.

Tatapan Karina mengabur oleh air mata yang mulai mengalir. Pemandangan itu terasa menusuk hati Karina. Cila, selingkuhan Ricky, terlihat bersandar manja di bahu Ricky, memeluk lengannya dengan mesra. Hati Karina semakin hancur melihatnya, sementara Intan yang berdiri di sebelahnya sudah tak bisa lagi menahan amarah.

"Heh, Ricky brengsek! Sini lo!" teriak Intan dengan suara lantang yang memecah keheningan kelas. Seketika, seluruh mata di kelas itu beralih ke arah Intan dan Karina, terkejut oleh teriakan menggelegar yang mengisi ruangan.

Ricky mengangkat kepalanya, wajahnya segera berubah sinis. "Mau apa lo kesini? Ganggu kedamaian kelas orang aja. Suara cempreng lo bikin sakit kuping," bentaknya, tanpa rasa bersalah sedikit pun, malah semakin menunjukkan sikap sombongnya.

"Eh lo! Manusia gak tau malu! Sini cepetan! Anjing lo!" teriak Intan, marah besar, menantang Ricky untuk mendekat.

Ricky berdiri dari kursinya dengan gaya angkuh, melangkah menghampiri Intan dan Karina yang masih berdiri di ambang pintu.

"Gue rasa gue tau tujuan kalian kesini. Cuman mau bikin ribut, kan? Lagian lo, Intan, apa sih ikut campur urusan gue sama Karina? Caper lo?" Ricky menyindir, senyumnya penuh ejekan.

"Dih, ngapain gue caper sama lo? Yang ada, lo harus minta maaf sama Karina! Bisa-bisanya lo selingkuhin dia!" Intan membalas, suaranya penuh kemarahan. Kedua remaja itu saling beradu mulut, tidak ada yang mau mengalah.

Sementara itu, Karina yang berada di belakang Intan semakin terhimpit oleh rasa sakit dan kecewa. Tubuhnya bergetar, air matanya tak tertahankan lagi. Tapi alih-alih ikut melawan, Karina justru bersembunyi di balik tubuh Intan, wajahnya tampak pucat.

Tanpa peringatan, tubuh Karina mulai melemas. Perlahan-lahan, lututnya tak lagi kuat menahan beban, dan dalam hitungan detik, Karina tergulai ke lantai.

Intan dan Ricky masih sibuk beradu mulut, sama sekali tidak menyadari kalau Karina sudah pingsan. Di sudut ruangan, Anton, salah satu teman sekelas Ricky yang sedang asyik membaca buku, adalah orang pertama yang menyadari kejadian itu.

"Eh, goblk! Itu Karina pingsan, lo berdua banyak bacot anjng!" teriak Anton, membentak Intan dan Ricky yang larut dalam perdebatan sengit. Suara Anton membuat mereka tersentak, dan Intan segera berbalik melihat Karina yang terkulai di lantai.

"Rin, lo kenapa?" teriak Intan panik, sambil berusaha menyadarkan Karina. Tangannya mengguncang-guncang bahu Karina, tapi tidak ada respons.

“Ton, tolongin gue bawa Karina ke UKS!” Intan meminta bantuan Anton, yang segera menghampiri dan mengangkat Karina dengan hati-hati.

Sesampainya di UKS, Intan duduk di sebelah Karina, menggenggam erat tangan sahabatnya yang masih belum sadar. "Rin, maafin gue, gue lupa lo punya trauma," sesal Intan, suaranya terdengar pelan dan penuh rasa bersalah.

Trauma masa kecil yang Karina alami karena kekerasan rumah tangga dari ayahnya selalu membuat tubuhnya bereaksi terhadap konflik keras, menyebabkan serangan kecemasan hingga kehilangan kesadaran.

Setelah lebih dari satu jam, Karina akhirnya sadar. Matanya perlahan membuka, tangannya terangkat memegang kepalanya yang masih terasa berat.

"Aduh, tan... kepala gue pusing banget," gumam Karina, berusaha duduk tegak. Melihat Karina siuman, Intan langsung memeluk sahabatnya erat-erat. "Rin! Maafin gue ya, gue emosi banget tadi sampai lupa mikirin keadaan lo," ucap Intan penuh penyesalan.

Karina tersenyum lemah, berusaha melepaskan pelukan Intan. "Udah, gapapa tan. Gue ngerti kok, lo cuma mau belain gue. Tapi udah cukup ya, tan. Gue gak mau keliatan lemah lagi di depan Ricky," ucap Karina, nadanya memohon. Intan mengangguk, walaupun hatinya masih penuh amarah pada Ricky.

"Yaudah deh, gue nurut sama lo. Tapi kalo lo mau balas dendam, gue bisa kok ikut berpartisipasi," ujar Intan, mencoba mencairkan suasana dengan senyum penuh arti. Karina hanya menggeleng, tapi senyum kecil muncul di wajahnya.

"Enggak tan, cukup. Gue cuma mau move on."

...****************...

Di kediaman Karina, ibu Mira tampak sibuk menyiapkan banyak makanan di meja makan. Pemandangan ini jarang sekali terlihat, membuat Karina yang baru pulang dari sekolah terheran-heran.

"Tumben nih banyak makanan, ada acara apa, Bu?" tanya Karina sambil mengambil salah satu kue dari meja makan. Namun, dengan sigap, ibunya langsung merebut kue itu dari tangannya.

"Jangan dimakan dulu!" ujar Bu Mira tegas. "Kenapa nggak boleh, sih, Bu? Karina lapar banget, baru pulang sekolah ini," keluh Karina sambil memandang ibunya dengan tatapan kecewa.

Ibu Mira tersenyum sambil terus menata makanan dengan hati-hati. "Sekarang kamu mandi dulu, terus dandan yang cantik. Hari ini ada tamu spesial," jawab ibunya, nada suaranya penuh antusias.

"Tamu spesial? Martabak spesial kali, Bu," jawab Karina kesal, sambil berbalik menuju kamarnya. Meski penasaran, Karina memutuskan untuk mengikuti permintaan ibunya.

Setelah mandi, Karina mulai berdandan. Ia menata rambut panjangnya dengan rapi, meski pikirannya masih bertanya-tanya siapa tamu yang dimaksud. Dari luar kamar, terdengar suara ibunya yang memanggil, "Karina, sudah belum dandannya? Sini bantu ibu, sebentar lagi tamunya datang."

"Bentar, Bu! Lima menit lagi," jawab Karina sambil merapikan sentuhan terakhir di rambutnya. Rasa penasaran mulai merayapi pikirannya—siapa tamu spesial yang membuat ibunya begitu bersemangat? Setelah selesai berdandan, Karina turun ke lantai bawah dengan gaun merah muda yang melengkapi kulit putihnya, serta rambut hitam ikalnya yang alami, membuatnya tampak anggun dan cantik.

"Nah, bagus gini dandannya. Anak ibu cantik banget," puji Bu Mira sambil memandang Karina dengan bangga. Karina sedikit merasa canggung dengan penampilannya yang mencolok. "Aduh, Bu, apa nggak berlebihan dandan begini? Kayak mau ke pesta aja," keluh Karina.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!