Mobil Mercedes hitam yang ramping itu memasuki tempat parkir gedung pencakar langit yang menjulang tinggi, eksteriornya yang mengilap memantulkan terik matahari siang.
Andrian, CEO PT Sanjaya. Mengamati mobil itu dari kantornya, tatapannya tertuju pada sosok elegan yang melangkah keluar.
Seorang wanita, tinggi dan ramping, dengan rambut hitam legam yang menjuntai di punggungnya seperti air terjun yang mencair. Ia bergerak dengan anggun sesuai dengan setelan jas yang dikenakannya, tumitnya mengetuk-ngetuk trotoar seperti detak jantung yang berirama.
Namanya Karina Putri, dan dia adalah sekretaris barunya.
Andrian, yang dikenal dengan sikapnya yang tenang dan fokus yang teguh, merasakan sesuatu yang tidak pernah di antisipasinya sebelumnya – rasa kegembiraan. Seolah-olah ada aliran energi yang mengalir melalui dirinya, membangunkan bagian dirinya yang terpendam.
Karina tidak seperti sekretaris mana pun yang pernah ditemuinya. Dia tidak hanya efisien; dia memancarkan aura yang memikat, daya tarik magnetis yang tampaknya menariknya. Matanya yang tajam memancarkan kilatan penuh pengertian, bibirnya tersenyum tipis yang mengisyaratkan kecerdasan yang setajam pakaiannya.
Saat dia memasuki kantornya, aura percaya diri memenuhi ruangan. Kehadirannya begitu berwibawa sekaligus meyakinkan.
"Pak Andrian," sapanya, suaranya lembut dan merdu yang membuat bulu kuduknya merinding. "Saya Karina Putri, sekretaris baru Anda."
Andrian, yang biasanya tenang, tergagap. "Putri," katanya, "selamat datang."
Dia tidak bisa memperhatikan cara dia bergerak, goyangan pinggulnya yang halus saat dia berjalan, cara dia mengangkat dagunya tinggi-tinggi, sedikit sikap menantang dalam posturnya. Itu mengerikan, namun memabukkan.
"Panggil saya Karina," katanya, matanya menatap tajam ke arah laki-laki itu, dengan kilatan main-main di matanya.
Ia duduk di kursinya, gerakannya luwes dan tepat. Ia memperhatikan dengan terpesona saat ia mengatur jadwalnya, jari-jarinya menari di atas keyboard dengan anggun.
"Anda ada rapat dengan Tuan Tanaka jam 2 siang," katanya memberitahu, suaranya nyaris seperti bisikan, namun mampu menarik perhatian penuhnya.
Dia tidak dapat berkonsentrasi pada gambar di layarnya, pikirannya dipenuhi oleh gambaran Karina, kehadirannya yang menawan merasuki pikirannya.
Pertemuan dengan Tuan. Tanaka tampak kabur. Ia mendapati dirinya membuat keputusan berdasarkan insting daripada logika, pikirannya yang tajam dikaburkan oleh kabut menggoda yang tak sengaja diciptakan Karina.
Saat Tuan Tanaka pergi, Karina melangkah masuk ke kantornya sambil membawa nampan kopi, gerakannya tetap anggun seperti biasa. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, aroma manis yang bercampur dengan wangi parfumnya yang memabukkan.
"Ini kopinya, Pak Andrian," katanya sambil meletakkan nampan di mejanya. Jari-jarinya menyentuh jari Andrian, mengirimkan sengatan listrik ke tubuhnya.
Dia menyeruput kopi itu, rasa pahitnya hampir tak terasa, semua indranya terhisap oleh kehadiran wanita itu.
"Terima kasih, Karina," gumamnya, suaranya serak.
Dia memperhatikannya saat dia berbalik untuk pergi, tatapannya tertuju pada punggungnya, jantungnya berdebar dengan irama yang tidak menentu.
Dia bukan sekretaris biasa. Dia adalah Karina, seorang wanita yang dapat mengguncang dunianya hanya dengan sekali pandang, seorang wanita yang, menurutnya, mungkin akan menjadi kehancurannya.
**
Hi guys ❤️ terimakasih yang sudah menyempatkan waktu untuk baca cerita ini 😉
tinggalkan jejak sebelum baca ya caranya komen, share dan follow ❤️
jangan sungkan-sungkan wkwkwk
Follow sosial media ku juga
Instragram: @na_afh
Tiktok: @ig.na_afh
Follow ya nanti akan ada kabar tentang update terbaru 🔥
##Bab 2: Istri Sah Pak Andrian Mengunjungi ke Kantor
Di pagi hari yang cerah, matahari bersinar ceria mengintip melalui tirai jendela gedung perkantoran yang tinggi. Di sana, karina, sekretaris cantik Pak Andrian, sedang sibuk menyusun file dan menjawab telepon. Pesonanya yang anggun dan senyumnya yang menawan selalu mampu menarik perhatian rekan-rekannya. Namun, di balik kariernya yang cemerlang, ada rahasia yang harus dia jaga — ketertarikan terlarangnya terhadap atasan yang sudah beristri.
Hari itu, tatkala Karina sedang menyusun berkas-berkas di sekitarnya, suasana tiba-tiba berubah ketika resepsionis mengumumkan kedatangan seorang wanita terhormat.
"Selamat pagi, Ibu Melinda," suara resepsionis menggema, membuat seluruh ruangan seolah tertegun sejenak.
Pikiran Kirana melesat cepat. Melinda, wanita anggun berpenampilan elegan, memasuki kantor dengan senyum yang hangat. Dia tampak percaya diri dan memancarkan aura yang kuat. Kirana mengamati Melinda, mencoba memahami apa yang diinginkan kehadirannya. Dalam hati, Kirana merasa berdebar, pertemuan ini bisa jadi berbahaya.
"Selamat pagi semuanya! Maaf mengganggu, saya hanya ingin memberikan sedikit bingkisan untuk suami saya dan juga berbincang sebentar," ujar Melinda sambil membawa tas berwarna pastel berisi kue buatan sendiri. Keceriaannya membuat suasana menjadi lebih hangat.
Mendengar nama suaminya, hati Kirana bergetar. Pak Andrian adalah pria yang sangat dia kagumi. Cerdas, berkarisma, dan punya aura dominan yang sulit dilawan. Di sisi lain, Melinda adalah wanita yang sangat patut dihormati.
Bola mata Kirana mengikuti Melinda yang bergerak dengan percaya diri menuju ruang kerja Pak Andrian. Tangan Melinda terayun dengan anggun saat ia melangkah, dan setiap mata melihatnya, termasuk Kirana. Saat Melinda membuka pintu, sekilas Kirana melihat wajah Pak Andrian yang tersenyum lebar. Mereka berbincang dengan akrab, sangat terlihat dari wajah Melinda.
Kirana merasakan seperti ada beban di dadanya. Ia tahu apa yang dilakukan adalah salah, membayangkan hidup bersama dengan Pak Andrian, yang sebenarnya adalah milik orang lain.
Namun, perasaannya yang mendalam terhadap atasannya tak bisa ia padamkan. Melinda tampak bahagia di samping Pak Andrian, dan itu membuatnya semakin terjepit dalam kegalauan.
Tak lama kemudian, di luar, suasana kembali menjalani rutinitas, namun ada ketegangan yang terasa. Kirana mencoba fokus pada pekerjaan, namun pikirannya tak henti-hentinya berputar pada kehadiran Melinda. Apakah Melinda tahu tentang ketertarikan yang ada pada dirinya dan suaminya?
Pertanyaan itu terus menghantuinya.
Saat waktu menunjukkan siang, Melinda meninggalkan kantor setelah berbincang panjang dengan Pak Andrian. Kirana melihat dengan sisa-sisa harapan yang mulai pudar. Menyaksikan Melinda suka cita menjadikan Kirana lebih sadar akan batasan yang harus dijaga, meski hati kecilnya tetap mengharapkan sebuah kesempatan.
"Kirana, bisakah tolong ambilkan kopi untukku?" suara Pak Andrian memecah lamunan. Kirana segera berkemas dan menghampiri pantry, namun di dalam hatinya masih ada kegundahan yang menggelora. Ia tahu, meskipun ada ikatan profesional dan kedekatan emosional yang tak terelakkan, cinta terlarang tak akan pernah menciptakan kebahagiaan abadi.
Hari itu berakhir dengan rasa kesedihan dan harapan yang terabaikan, menyisakan banyak pertanyaan di benak Kirana. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Apakah cinta yang terlarang ini akan membawa pada terkunci, ataukah akan ada cahaya di ujung terowongan gelap ini? Satu hal yang pasti, Pertemuannya dengan Melinda telah membuat semua batasan yang ada semakin kabur.
Di balik kegalauan hati Kirana, yang sebenarnya Andrian rasakan, sensasi yang berbeda ketika berdekatan dengan Kirana, sekretaris nya, laki-laki itu menyadari perasaan yang berbeda bukan sekedar menganggap sekretaris tapi sepertinya akan menganggapnya lebih.
Bab 3: Terjebak di Dalam Lift
Andrian menekan tombol lift dengan sedikit kehilangan sabar. Hari itu sudah cukup melelahkan. Rapat yang panjang dan tidak ada ujungnya, ditambah dengan tumpukan pekerjaan yang terus menggunung. Dia hanya ingin kembali ke kantornya dan menyelesaikan beberapa laporan sebelum pulang.
Ketika pintu lift akhirnya terbuka, dia melangkah masuk sambil memeriksa ponselnya, berharap tidak ada email urgent yang harus segera ditangani.
Karina, sekretarisnya, menyusul masuk ke dalam lift dengan membawa beberapa berkas yang harus diserahkan kepada Andrian.
"Selamat siang, Pak Andrian," ucap Karina sambil tersenyum, menggeser rambutnya yang tergerai ke belakang telinga. "Ada yang bisa saya bantu sebelum Anda pulang?"
"Tidak untuk saat ini. Terima kasih, Karina," jawab Andrian, tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponsel.
Tiba-tiba, lift berhenti mendadak. Lampu-lampu di dalam menggantung redup sejenak sebelum kembali stabil, tetapi lift tidak bergerak. Andrian menekan tombol-tombol dengan cepat, tetapi tidak ada respon. Keduanya terjebak.
"Kenapa lift ini tidak bergerak?" tanya Karina, sedikit panik saat dia menunggu suara mesin berderak kembali.
Andrian menatap layar ponsel yang tidak menunjukkan sinyal. "Sepertinya kita terjebak. Saya akan tekan tombol darurat."
Saat Andrian menekannya, lift tetap tak bergeming. Dalam situasi tegang itu, tanpa disangka-sangka, gedoran asing yang parah terjadi, dan lift bergoyang sedikit. Karina yang berdiri di samping Andrian reflek bergerak maju, satu tangannya menggenggam berkas-berkasnya dan tangan lainnya meraih lengan Andrian dengan erat.
Dalam hitungan detik, tubuhnya dipeluk hangat oleh Andrian, yang juga terkejut oleh situasi tersebut.
Satu detik berlalu, kemudian dua detik, ketika mereka saling berpandangan dalam keheningan. Karina merasa wajahnya memanas. Dia berusaha mengalihkan pandangan, tetapi itu malah membuat kedekatan mereka semakin intens. Hanya ada suara detak jantung yang terdengar di antara mereka.
"Maaf," bisik Karina, mencoba untuk mundur, tetapi Andrian menangkap tubuhnya, tidak ingin melepaskan saat situasi tidak menentu seperti ini.
"Tidak masalah," jawab Andrian, nadanya lebih lembut daripada yang dia duga. "Ini situasi darurat."
Hati Karina berdetak lebih cepat. Setiap detak jantungnya terasa jelas dan kuat saat dia merasakan kehangatan tubuh Andrian. Tidak bisa dipungkiri, ada magnet tak terlihat di antara keduanya, dan dalam keheningan lift, keintiman itu semakin terasa.
Karina mencoba berpikir rasional. Dia adalah sekretaris, dan Andrian adalah bosnya. Sebuah garis yang seharusnya tidak pernah dilanggar. Namun, saat ini, semua aturan itu seolah menghilang seiring dengan kedekatan mereka.
"Seharusnya kita bicara tentang ini setelah kita keluar," kata Andrian, seolah membaca pikirannya. "Kita tidak tahu berapa lama kita akan terjebak di sini."
Karina mengangguk, canggung dengan kata-kata yang baru saja diucapkan Andrian. Namun, saat mereka terjebak dalam momen itu, rasa ketegangan dan keinginan tumbuh dalam diam.
Tiba-tiba, suara interkom berbunyi dan menyelamatkan mereka dari kebisuan. "Kami sedang dalam proses memperbaiki lift. Silakan tunggu sebentar."
"Semoga tidak lama," kata Andrian, sedikit lega. Tetapi dalam hati, dia merasa bingung dengan perasaannya saat itu.
Keduanya terdiam, tetapi tidak bisa mengalihkan pandangan dari satu sama lain. Dalam hati, baik Andrian maupun Karina tahu bahwa momen ini akan menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Naungan kasih yang tak terucap dan permainan antara atasan dan bawahan akan diuji segera setelah mereka keluar dari lift.
Dan saat lift akhirnya kembali bergerak, keduanya tahu bahwa mereka tidak akan pernah melihat satu sama lain dengan cara yang sama lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!