NovelToon NovelToon

ZAREENA

Pertolongan Misterius

"Tanda tangani ini dan kamu akan selamat!".

Seorang lelaki berjas hitam menyodorkan map biru tepat di hadapan Zareena.

"Ini ... apa ini, Tuan?", Zareena menatap lelaki itu dengan penuh kebingungan.

"Jangan banyak bertanya. Waktuku tidak banyak. Setelah kamu tanda tangani berkasnya, hidupmu akan terjamin selamanya", ucap Si lelaki berjas hitam itu.

Perasaan Zareena saat ini benar-benar campur aduk. Satu jam yang lalu lelaki berjas hitam yang duduk di depan telah menyelamatkan Zareena dari bos judi yang berniat membawanya pergi.

***

Satu bulan yang lalu ayah Zareena meninggal setelah babak belur dipukuli oleh Baron dan anak buahnya. Saat itu, ayah Zareena berhutang banyak pada Baron karena selalu kalah judi. Sayangnya, utang itu tidak bisa ia lunasi hingga batas waktu yang ditentukan.

"Cih, dasar bajingan tua, kalau kau tidak bisa membayar utang-utangmu itu, anak gadismu bisa melunasinya", ucap Baron seraya menatap Zareena dengan tatapan nakal.

Zareena menangis melihat kondisi Sang Ayah yang sudah tak berdaya dengan banyak luka disekujur tubuhnya.

Meski Zareena sering kali marah dan kesal dengan perilaku ayahnya yang tidak pernah berhenti berjudi, tapi hanya dia satu-satunya orang tua yang Zareena miliki setelah Sang Ibu meninggal karena sakit sejak dua tahun yang lalu.

"Jangan, kalian jangan ganggu putriku. Aku janji akan melunasi semua utangku berserta bunganya akhir bulan ini. Aku janji", ayah Zareena memohon dengan suara lirih.

"Ok, aku pegang janjimu. Tapi ingat, jika kau tidak bisa membayarnya, anak gadismu akan aku ambil secara paksa!", ancam Baron sebelum ia berlalu dari hadapan Zareena dan Sang Ayah.

Setelah Baron pergi, Zareena sudah payah mencari pertolongan untuk bisa membawa ayahnya ke rumah sakit.

Beruntung, saat itu ada sopir taksi yang berbaik hati menolong Zareena.

Selama dua minggu dirawat, kondisi Sang Ayah semakin kritis, bahkan dokter yang merawatnya pun sudah mengatakan harapan hidup ayah Zareena begitu kecil. Selain karena luka-luka akibat dipukuli, penyakit paru-paru yang sudah sejak lama diderita Sang Ayah pun semakin memburuk karena kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol.

"Nak, Ayah minta maaf karena selalu merepotkanmu".

Zareena melirik Sang Ayah yang terbaring lemas tak berdaya dengan banyak selang dan peralatan medis menempel di tubuhnya.

"Maafkan Ayah", lanjutnya lagi.

Air mata Zareena terus mengalir. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Di satu sisi hatinya merasa marah mengingat sikap Sang Ayah selama ini, tapi di sisi lain Zareena merasa iba melihat keadaannya yang semakin tak berdaya.

"Ayah jangan banyak bicara. Aku selalu memaafkan Ayah. Aku ..."

Belum sempat Zareena menyelesaikan ucapannya, tetiba saja nafas ayahnya tampak tersengal-sengal. Zareena dengan panik berlari keluar memanggil dokter dan perawat. Sayang, saat dokter datang, Tuhan sudah memanggil Sang Ayah.

Tangis Zareena pecah. Dadanya terasa sesak dan sakit. Berkali-kali dia mengguncangkan tubuh ayahnya, berharap lelaki tua itu bangun kembali tapi nyatanya tetap tak bergeming.

Bersama perasaan dan pikirannya yang kacau, Zareena mengurus semua perawatan dan pemakaman ayahnya sendirian. Rumah yang menjadi tempat ia tinggal dan satu-satunya peninggalan kedua orang tuanya terpaksa harus ia jual untuk membiayai pengobatan Sang Ayah selama di rumah sakit.

Kini Zareena menatap gundukan tanah merah di depannya dengan tatapan nanar. Hatinya terasa sakit, hidupnya pun hancur. Ia ingin menangis tapi seolah air matanya sudah kering meratapi semua hal buruk yang ia alami selama ini.

"Cepat, bawa dia masuk!".

Tetiba saja beberapa orang pria bertubuh besar dengan wajah sangar menarik paksa Zareena yang masih duduk di samping pusara Sang Ayah.

"Kalian siapa? lepaskan aku! tolong", Zareena berusaha melawan, tapi ia kalah kuat.

Seorang pria bertubuh paling kekar segera membungkam mulut Zareena dengan kain. Lelaki lainnya mengikat kedua tangan dan kaki Zareena.

Tubuh Zareena dengan kasar digendong dan di masukkan ke dalam mobil. Zareena tidak bisa berteriak lagi ataupun melawan, dia hanya bisa menangis tanpa bisa berbuat apa-apa.

Mobil hitam yang membawa Zareena terus melaju, membelah jalanan kota yang ramai lalu masuk ke jalanan yang sepi. Entah kemana mereka membawa Zareena.

Setelah sekitar satu jam perjalanan, mobil itu berhenti. Pria yang tadi membekap mulut Zareena memerintahkan rekan-rekannya untuk membawa Zareena turun dari mobil.

Zareena berusaha menggerakkan tubuhnya, menolak dirinya digendong oleh lelaki yang ia yakini jahat.

"Bos, gadis itu sudah berhasil kami bawa", Si pria kekar melapor pada bosnya.

"Bagus, bawa dia masuk!".

"Baik, Bos".

Zareena kembali dibawa paksa, ia didudukkan disebuah kursi.

Zareena kini bisa mengenali sosok pria di depannya, Baron.

Pria bertubuh gempal, berkepala botak dengan banyak tato di kedua tangannya berjalan menghampiri Zareena.

"Selamat datang di istanaku, Zareena", ucap Baron sambil merentangkan kedua tangannya dan menatap Zareena dengan tatapan nakal.

Zareena menatap Baron dengan kesal dan penuh amarah. Dia begitu benci dengan pria jahat itu.

Baron memberikan kode pada anak buahnya untuk melepaskan kain yang membungkam mulut Zareena.

"Kau mau apa, hah? lepaskan aku!", teriak Zareena setelah ikatan di mulutnya lepas.

Baron menyeringai, ia berjalan mendekati Zareena dan menatapnya lekat-lekat.

"Apa kamu lupa dengan janji ayahmu? dia bilang akan membayar semua utangnya padaku. Tapi lihat, sebelum akhir bulan tiba, dia sudah mati lebih dulu ha ha ha", Baron tertawa mengerikan.

Perih, itu yang dirasakan Zareena sekarang. Pusara ayahnya masih merah, tapi dia sudah dihadapkan pada masalah baru dengan lelaki bernama Baron.

"Jadi, bersiaplah Zareena. Malam ini kamu akan menjadi pengantinku untuk melunasi semua utang dan dosa-dosa ayahmu", lanjut Baron.

Zareena terisak. Di posisinya sekarang dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Tepat jam delapan malam, entah datang dari mana serombongan wanita datang untuk mengurus Zareena. Kedua mata Zareena masih tampak sembab karena ia tidak berhenti menangis sejak tadi.

"Jangan bersedih lagi, Nona. Harusnya kamu merasa senang bisa menikah dengan Bos Baron. Dia pasti akan sangat memanjakanmu", ucap seorang wanita yang sejak tadi sibuk mempersiapkan make up dan pakaian yang akan Zareena kenakan.

"Tolong bantu aku untuk keluar dari sini", punya Zareena memelas.

Tidak ada satu pun wanita yang merespon permintaan Zareena. Zareena hanya bisa meneruskan tangisannya tanpa bisa berbuat apa-apa lagi.

Buruh waktu hampir satu jam bagi para wanita itu untuk mendandani Zareena.

"Sudah selesai. Sebentar lagi anak buah Bos Baron akan menjemputmu. Tersenyumlah, Nona", pesan seorang wanita lain sebelum ia dan rekan-rekannya berlalu dari hadapan Zareena.

Zareena terdiam, ia menatap dirinya di cermin. Kesedihan, kemarahan, dan kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.

"Tuhan, kenapa hidupku seburuk ini?", gumam Zareena dalam hati.

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Tapi sejak tadi tidak ada satu orang pun yang masuk ke ruangan itu. Zareena yang sebelumnya memilih pasrah dengan keadaan, kini bertanya-tanya karena rumah megah itu mendadak begitu hening.

Meski tidak cukup yakin, Zareena memilih beranjak dari tempat duduknya. Ia berjalan menuju pintu dan mencoba menggerakkan gagang pintu itu.

Ceklek

Ternyata pintunya tidak terkunci. Zareena membuat pintu itu perlahan-lahan, tidak ada satu orang pun di sana dan suasana rumah benar-benar senyap.

"Ada apa ini? kemana orang-orang jahat itu?", tanya Zareena dalam hati.

Zareena melihat sekeliling dengan hati-hati. Ia melangkahkan kaki, Zareena merasa memiliki peluang untuk kabur.

Zareena berhasil turun ke lantai bawah. Dekorasi pesta tampak meriah di sana, tapi tidak ada satu orang pun yang Zareena lihat.

"Aku harus cepat pergi dari sini", tekad Zareena.

"Tunggu".

Sebuah suara menghentikan langkah kaki Zareena. Tubuh Zareena mulai bergetar menahan rasa takut, ia tak memegang senjata apapun untuk melawan Si pemilik suara itu.

"Mari kita bicara".

Suara itu terasa dekat dengan Zareena. Zareena memberanikan diri untuk berbalik dan dilihatnya seorang lelaki berjas hitam berdiri tak jauh dari Zareena. Lelaki itu menatap ke arah Zareena dengan tajam.

"Duduklah, kita bicara sebentar", lanjutnya lagi.

Sang Penyelamat

Berkali-kali Zareena menatap map biru yang masih tertutup rapat di depannya. Ia masih ragu untuk mengambil map itu, apalagi harus menandatangani berkas di dalamnya.

"Tu ... Tuan siapa?", tanya Zareena gugup.

Lelaki berjas hitam itu menatap Zareena lekat-lekat.

"Tenang saja, aku bukan orang jahat. Pada bedebah yang sudah menculikmu, memaksamu, dan berbuat kasar terhadap dirimu dan orang tuamu sudah aku amankan. Bisa ku pastikan mereka akan membusuk di penjara", ucap Si lelaki datar.

Zareena menelan air liurnya dalam. Haruskah ia percaya pad ucapan lelaki di depannya?.

"Cepatlah, tanda tangani berkas itu. Aku tidak punya banyak waktu", lanjut Si lelaki tadi.

Zareena memberanikan diri balik menatap lekat lelaki tersebut.

"Kenapa aku harus menuruti perintah Anda, Tuan? siapa Anda ini dan kenapa Anda menolongku?", tanya Zareena beruntun.

Si lelaki menghela nafas dalam. Ya, sepertinya dia harus meyakinkan Zareena terlebih dahulu sebelum memintanya menuruti permintaan itu.

"Namaku Alden. Nanti setelah kamu menandatangani berkas itu, kamu akan tahu aku siapa. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak punya niat jahat sedikitpun kepadamu. Cepatlah, kesempatan ini tidak akan datang dua kali, waktuku tidak banyak, begitu juga dengan waktu yang kamu punya. Apa kamu tetap ingin berada di tempat kotor ini?", lelaki bernama Alden itu melirik ke segala arah.

Zareena terdiam. Dia benar-benar ragu. Tapi hati kecilnya mengatakan bahwa Alden adalah lelaki yang baik. Buktinya sejak tadi dia bersikap tenang dan tidak menunjukkan sikap mencurigakan di depan Zareena.

"Tolong beri aku waktu untuk membaca isi map ini", ucap Zareena seraya mengambil map yang ada di atas meja.

Alden mengangguk. Dia memilih duduk lebih santai, menunggu Zareena selesai membaca dan menandatangani isi dari map-nya.

Kening Zareena mengernyit. Kedua matanya yang indah membaca baris demi baris isi map dengan hati-hati.

"Menikah?".

Zareena mengangkat kepalanya seraya menatap ke arah Alden yang masih duduk dengan santai bertumpang kaki.

"Ya. Jika kamu setuju, segera tanda tangani berkas itu dan kita keluar dari tempat ini", jawab Alden santai.

"Maaf Tuan, aku benar-benar tidak mengerti dengan keadaan ini. Aku juga tidak tahu Anda siapa dan ini, bagaimana bisa Anda memintaku untuk menyetujui sebuah pernikahan? aku ...".

"Percayalah, aku bukan orang jahat dan lelaki yang kelak jadi suamimu adalah orang terbaik di negeri ini", Alden memotong ucapan Zareena.

"Tapi aku tidak bisa, Tuan. Aku tidak mungkin begitu saja mempercayai Anda dan menikah dengan lelaki yang tidak aku kenali", Zareena bersikukuh.

Alden menghela nafas lalu berdiri dari tempat duduknya.

"Baiklah, aku tidak akan memaksa. Semua keputusan ada di tanganmu. Soal Baron dan anak buahnya sudah aku urus dan rumah peninggalan kedua orang tuamu pun sudah aku ambil alih untuk ku serahkan padamu sebagai satu-satunya pewaris. Jadi ...".

"Tuan, bisakah aku bertemu dengan lelaki itu?", ucap Zareena cepat.

Spontan pikiran Zareena berubah tatkala ia mendengar rumah peninggalan kedua orang tuanya terselamatkan bahkan berpotensi menjadi miliknya kembali.

"Lelaki yang mana maksudmu, Nona?", tanya Alden memastikan.

"Ini, lelaki yang memberi tawaran ini", Zareena menunjukkan kembali map biru di tangannya.

Alden tersenyum tipis, "Tentu saja. Mari kita pergi dari sini".

Tak butuh waktu lama, Alden membawa Zareena keluar dari markas Baron. Tiga mobil mewah saling beriringan, keluar dari area terpencil itu.

Sepanjang perjalanan hati Zareena rasanya tak karuan. Dia sebetulnya masih merasa ragu dan takut. Tapi mendengar penjelasan terakhir Alden tentang rumah miliknya membuat Zareena memberanikan diri untuk berhadapan dengan sosok penyelamatnya.

"Tuan, apakah aku boleh bertanya sesuatu?".

"Tentu saja", jawab Alden melirik sebentar ke arah spion dalam dan kembali fokus menyetir.

"Mmm ... bagaimana Tuan bisa mengenalku dan menolongku?", tanya Zareena hati-hati.

Alden kembali melirik Zareena dari balik spion.

"Nanti kamu akan tahu jawabannya", jawab Alden pendek.

Perjalanan selama lebih dari satu jam itu terasa begitu panjang bagi Zareena. Setelah tadi dia bertanya, tidak ada lagi percakapan apapun sepanjang perjalanan. Alden fokus menyetir, sedangkan Zareena sibuk dengan banyak pertanyaan di benaknya.

Mobil yang ditumpangi Zareena memasuki area sebuah rumah yang sepuluh kali lebih mewah dan megah daripada rumah Baron.

Zareena melirik ke luar kaca mobil, dilihatnya dua orang berpakaian rapi membukakan gerbang dan menyambut kedatangan mereka.

"Selamat datang, Tuan, Nona", ucap salah seorang penjaga sambil membukakan pintu untuk Zareena.

Alden menganggukkan kepalanya, begitu pula dengan Zareena.

"Terima kasih", Zareena membalas baik sikap penjaga itu.

"Mari Nona, ikut aku ke dalam", Alden mengajak Zareena yang masih berdiri terpaku di samping mobil.

Zareena menganggukkan kepalanya. Ia mengikuti langkah kaki Alden.

Pintu terbuka, di sana sudah ada beberapa orang pelayan yang menyambut kedatangan Zareena dan Alden. Dari jarak yang cukup jauh, Zareena melihat Alden berbicara dengan seorang wanita paruh baya dan memberikan beberapa instruksi.

"Selamat datang, Nona. Perkenalkan, saya Elis, kepala pelayan wanita di rumah ini. Mari Nona Zareena ikut saya".

Wanita paruh baya itu mengajak Zareena ke dalam rumah.

Zareena tidak berkata sepatah katapun, dia mengikuti Elis dan sesekali menatap kagum dengan interior rumah mewah itu.

"Nona silahkan berisitirahat di kamar ini. Di dalam sudah tersedia pakaian untuk Anda. Nona bisa membersihkan diri dan nanti makan malam setelah Tuan Muda datang", terang Elis.

"Te ... terima kasih", hanya itu hal yang bisa Zareena ucapkan.

Elis menganggukkan kepalanya.

"Jika Nona membutuhkan sesuatu, Nona bisa menekan bel yang ada di dekat sofa", Elis menunjukkan bel yang dimaksud.

"Selamat beristirahat, Nona. Saya permisi", Elis berpamitan pada Zareena.

Zareena tersenyum membalas keramahan Elis.

Meski Zareena masih merasa bingung dengan keadaannya saat ini, tapi Zareena merasa lebih tenang sekarang. Setidaknya dia bisa melihat orang-orang di sekelilingnya bersikap baik padanya.

"Ya Tuhan, siapa sebenarnya orang-orang di rumah ini? dan siapa lelaki yang mereka sebut Tuan Muda? semoga saja dugaanku benar, mereka semua adalah orang yang baik", harap Zareena.

Jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Agak aneh rasanya Zareena harus terjaga untuk menunggu seseorang yang sebelumnya tidak ia kenali.

Tok tok tok

Terdengar ketukan pintu dari luar dan Zareena segera membukanya.

"Nona, Tuan Muda sudah tiba. Mari saya antar Anda untuk menemuinya".

Elis sudah berdiri di depan pintu kamar Zareena.

"Baik", jawab Zareena pendek.

Sama seperti sebelumnya, Zareena mengekor di belakang Elis. Hatinya semakin tak karuan karena kali ini dia benar-benar akan bertemu dengan sosok lelaki itu. Entah siapa dan bagaimana, tapi sampai sejauh ini Zareena menyebutkan sebagai Sang penyelamat.

Persetujuan

Zareena memasuki ruang makan, di sana sudah duduk seorang laki-laki yang masih mengenakan kemeja.

Dari jauh Zareena bisa melihat kegagahan lelaki tersebut. Lengan kemeja panjang yang digulung sampai sikut cukup menunjukkan guratan kekar tangan miliknya.

"Silahkan, Nona".

Elis menarik sebuah kursi untuk Zareena.

"Terima kasih", ucap Zareena pendek.

Elis menganggukkan kepala, melirik sebentar ke arah lelaki yang duduk di seberang Zareena lalu pamit dari hadapan mereka.

Untuk beberapa saat suana di ruang makan itu hening. Baik Zareena atau lelaki yang ada di sana belum ada yang bersuara.

"Ehm ...".

Terdengar sebuah suara dari arah belakang. Rupanya Alden yang datang.

Jam sudah menunjukkan lewat dari tengah malam tapi lelaki itu masih lengkap mengenakan jas hitamnya yang rapi.

"Silahkan Nona Zareena, nikmati terlebih dahulu makan malamnya", ucap Alden setelah dia berdiri di samping lelaki asing yang sejak tadi sudah duduk di seberang Zareena.

Zareena tersenyum kikuk. Dia merasa serba salah di meja makan itu.

Lelaki yang duduk di samping Alden mulai menikmati makan malamnya. Suasana kembali hening meski ada tiga orang di ruangan itu.

Butuh waktu sekitar tiga puluh menit untuk menyelesaikan agenda makan malam tersebut. Meski merasa kikuk dan serba salah, tapi Zareena tetap berusaha menghabiskan makan malamnya.

"Apa kamu sudah selesai makan?", tanya Si lelaki asing mulai membuka suara.

"Sudah", jawab Zareena pendek.

Lelaki di depan Zareena itu tampak memperbaiki posisi duduknya. Kedua tangannya saling menyatu di depan dagu. Kedua mata lelaki itu tajam bagai elang. Dia menatap lekat ke arah Zareena.

"Bagaimana keputusanmu?", tanyanya lagi pada Zareena.

Zareena yang sejak awal merasa bingung, kini semakin dibuat bingung dengan pertanyaan itu.

"Maaf, Tuan. Keputusan apa yang Anda tanyakan?", tanya Zareena hati-hati.

Mata lelaki itu melirik ke arah Alden seolah memberikan isyarat. Alden dengan sigap segera menghampiri Zareena dan kembali memberikan map biru yang beberapa jam lalu sudah Zareena baca isinya.

Zareena kembali menarik nafas dalam melihat map itu lagi.

"Maaf Tuan, bisakah Anda jelaskan terlebih dahulu, siapa Anda dan kenapa Anda menolong saya?", tanya Zareena formal.

Lelaki di depan Zareena menatap datar ke arahnya.

"Namaku Ethan. Aku ingin kita menikah".

Singkat, padat, dan jelas sekali jawaban lelaki bernama Ethan itu.

"Tuan, sebelumnya saya sama sekali tidak mengenal Anda. Jujur saja saya bingung dengan semua ini. Saya ...".

"Kamu tidak perlu berbicara seformal itu denganku. Tandatangani saja isi map itu dan aku pastikan hidupmu, keselamatanmu, dan masa depanmu akan terjamin selamanya", Ethan memotong ucapan Zareena.

Zareena mengernyitkan dahinya. Dia menggelengkan kepalanya sejenak.

"Maaf Tuan, bagaimana bisa saya menikah dengan lelaki yang tidak saya kenal? siapapun Anda, saya berterima kasih karena Anda sudah menolong saya. Tapi untuk menikah, sepertinya tidak bisa, Tuan", jawab Zareena yakin.

Ethan menarik nafas dalam dan kembali menatap Zareena dengan tatapan yang sulit untuk diartikan.

"Aku sebenarnya tidak suka memaksa, tapi kali ini mau tidak mau aku harus memaksamu. Cepat tandatangani berkas itu dan kita menikah besok".

"Apa? menikah besok? Anda sudah gila, Tuan!", nada bicara Zareena mulai meninggi.

"Nona, tenanglah. Percayalah padaku dan Tuan Ethan. Coba Nona baca kembali isi berkasnya, tidak ada satu pun yang merugikan Nona di sana. Nona hanya perlu menikah saja dengan Tuan Ethan", Alden urun suara untuk kembali meyakinkan Zareena.

"Tuan, tapi ...".

"Tandatangani berkas itu dan akan aku pastikan rumah kedua orang tuamu menjadi milikmu kembali. Setelah kamu menyelesaikannya, beristirahatlah", ucap Etahan sebelum ia beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan Zareena bersama Alden.

Pikiran Zareena berkecamuk. Dia kembali membaca baris demi baris berkas yang tadi Ethan tawarkan. Memang isinya sama sekali tidak merugikan. Dalam berkas itu terlihat jelas bahwa Ethan hanya ingin berstatus menikah secara sah.

"Tuan ...".

"Panggilan saja aku Alden, Nona".

Zareena tersenyum tipis, "Baiklah, Alden, apakah benar rumah peninggalan kedua orang tuaku bisa aku dapatkan kembali?".

"Tentu saja, Nona. Tuan Ethan tidak pernah melanggar janjinya", jawab Alden yakin.

Zareena termenung sejenak. Dia masih tidak paham dengan situasi ini. Rasa penasarannya terhadap Ethan, Alden, dan orang-orang di rumah megah itu pun belum terjawab, tapi mengingat satu-satunya rumah peninggalan kedua orang tuanya membuat Zareena berani mengambil keputusan.

"Baiklah, aku pegang janji itu. Aku setuju menandatangani berkas ini", ucap Zareena seraya menggoreskan tinta hitam di berkas tersebut.

Senyum Alden mengembang. Setelah berjam-jam yang lalu dia berusaha meyakinkan Zareena, akhirnya gadis itu bersedia memenuhi keinginan Ethan

"Terima kasih, Nona. Tuan Ethan pasti akan sangat senang dengan persetujuan Nona", ujar Alden sumringah.

"Tolong jangan panggil aku nona. Aku tidak pantas mendapat panggilan sebaik itu, ya", pinta Zareena.

"Akan aku pertimbangkan, Nona".

Zareena tersenyum tipis. Setelah semua urusan di meja makan selesai, ia berpamitan pada Alden untuk kembali ke kamarnya.

Setelah Zareena pergi, Alden segera menuju lift. Dia naik ke lantai tiga menuju ruang kerja Ethan.

Ethan tampak sudah berganti pakaian dan duduk menatap layar laptop yang menyala di meja kerjanya.

"Ck, sudah selarut ini apa kamu tidak berisitirahat, Than?".

Ethan melirik ke arah Alden yang masuk ke ruang kerjanya dengan wajah sumringah.

"Bagaimana hasilnya?", tanya Ethan langsung pada inti pembicaraan.

Alden tidak memberikan jawaban, tapi dia langsung memberikan map biru di tangannya.

Ethan membuka map itu dan melihat sebuah tandatangan tampak terpatri jelas di dalamnya.

"Bagus. Atur pernikahanku dengan Zareena untuk besok sore. Tidak perlu ada pesta atau undangan, cukup pastikan pernikahan kami sah dan legal", perintah Ethan.

"Secepat itu? hmm ... baiklah, akan aku urus segera".

"Ethan, jujur saja aku masih penasaran dengan alasanmu menikahi Zareena. Selama aku menjadi asisten pribadimu, baru kali ini aku tahu tentang gadis itu", sambung Alden.

Ethan tersenyum tipis, dia melirik ke arah Alden yang kini memilih untuk merebahkan dirinya di sofa yang ada di depan Ethan.

"Apa aku harus punya alasan untuk menikahi seorang wanita?", tanya Ethan.

"Menurutku perlu. Aku tidak pernah mendengar apalagi mengenal Zareena, tapi kamu, baru sekali menyebut namanya langsung memberiku perintah untuk membujuk dia agar bersedia menikah denganmu. Bukankah itu aneh?", Alden balik bertanya.

Ethan tertawa kecil, "Tidak ada yang aneh, Al karena tidak semua hal dalam hidupku bisa kamu ketahui dengan sempurna".

Alden mengerucutkan bibirnya, dia merasa tidak terima dengan jawaban Ethan.

"Ya ya ya, baiklah Tuan Ethan Hawkins. Apapun alasanmu menikahi Zareena, aku harap kamu bisa bersikap lebih baik padanya. Meski aku tidak mengenalnya, tapi aku rasa dia gadis yang baik", celoteh Alden.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!