NovelToon NovelToon

Nahyanna

PROLOG

"Saya sudah mengurus surat-surat perpindahan kamu."

Yudhis berkata tanpa menatap lawan bicaranya. Dia sibuk berkutat dengan berkas-berkas yang menumpuk.

Anna sedari tadi tidak berani untuk mengangkat kepalanya sedikitpun karena jika salah sedikit saja, kekerasan yang akan diterimanya. Sedangkan lukanya yang terakhir saja belum sembuh total.

Merasa tidak direspond, Yudhis menatap keponakannya itu dengan tajam. Yudhis ini tipikal orang dengan tempramen buruk, yang jika ada hal tidak sesuai seperti keinginannya dia akan mengamuk dan melampiaskan kepada orang-orang disekitarnya. Anna adalah orang yang sering terkena lampiasan kemarahan Yudhis.

"Berani kamu tidak menjawab saya?" ujar Yudhis dengan senyum yang terasa dingin dan penuh penekanan.

Anna menelan salivanya. Entah mengapa dia merasa tenggorokannya menjadi kering. Padahal, sebelumnya dia minum air yang cukup. Mungkin saja karena efek ketegangan yang dia rasakan karena suasana ini.

"Maaf, saya tadi melamun," jawab Anna cepat. Dia tidak mau Yudhis merasa Anna mengabaikannya, karena itu bisa saja berbahaya untuk Anna.

Yudhis menatap Anna intens tanpa berkata sepatah katapun. Tidak ada yang berbicara. Tentu saja sebagai orang yang tidak mempunyai hak berbicara, Anna hanya bisa menjawab jika ditanya. Selebihnya? Hanya anggota keluarga Abimanyu dan Tuhan yang tau resikonya.

"Saya ingatkan, saya tidak mau mendengar hal-hal seperti di sekolah lama kamu. Jangan sampai hal ini terbongkar lagi. Kamu tidak mau kan temanmu yang baru berakhir seperti yang terakhir kali?" ancam Yudhis yang kembali berkutat dengan berkas-berkasnya.

"Baik. Akan saya ingat," jawab Anna tanpa nada suara.

Yudhis merasa puas dengan jawaban Anna.

"Bagus kalau kamu mengerti. Sekarang pergilah!" usir Yudhis.

Anna menghela napas pelan. Dia lega akhirnya keluar juga dari tempat terkutuk itu.

"Saya permisi," ucap Anna. Dia bergegas keluar dari ruang kerja pamannya karena Anna tidak mau berlama-lama di sana. Hal itu membuatnya mual karena harus memikirkan kembali kata-katanya saat menjawab Yudhis.

"Ohya, satu lagi," Anna menghentikan langkahnya dan berbalik, "ubah raut wajah tidak sukamu itu. Kamu tidak ada hak apapun untuk menolak."

Anna menatap Yudhis yang tersenyum penuh misteri, lalu bergegas pergi tanpa mengatakan apa-apa. Anna benci. Sangat-sangat benci pada orang gila yang tak lain adalah pamannya itu. Yudhis benar-benar orang yang tidak punya rasa toleransi.

"PELAC*UR SIALAN! BERANI SEKALI KAMU MENGABAIKAN SAYA!" teriak Yudhis sambil menggebrak meja.

"ANNA! KEMARI KAMU!! SAYA BELUM SELESAI BICARA! DASAR JALAN*G SIALAN!"

Dari balik pintu, Anna menutup matanya dan menggertakkan giginya. Jika membalas orang gila dengan cara yang gila juga, memang susah. Yang ada, orang gila itu akan menjadi lebih gila dan akan sangat merepotkan jika hal itu sampai terjadi.

"Psikopat gila!" umpat Anna sambil berjalan menuju ke dalam kamarnya.

Sesampainya di dalam kamar, Anna melempar tubuhnya ke atas kasur lalu memeluk bantal kesayangannya.

Anna menggumam, "Gue harap gak bakal ada lagi korban kekejiannya lagi. Tapi, apa bisa masalah ini ketutup rapat-rapat selamanya?"

Anna menatap langit-langit kamarnya. "Huft! Gue harus bisa. Waktunya cuma sebentar. Cuma kurang dari setahun lagi kan?"

"Haruskah gue menjauh dari lingkar sosial?" pikir Anna.

"Tapi, kalau gitu gue bakal keliatan mencolok," Anna kembali berpikir keras, "gue ini kan cuma pengen penghujung masa SMA ini hidup nyaman, aman, dan damai, dengan kata lain tidak menjadi sorotan."

"Mending gue beli makanan dulu, deh. Semua persoalan ini buat gue laper."

°°°

BAB 1

Beberapa bulan sebelum peristiwa 'Sepatu Maut'

Pagi yang cerah dengan sinar mentari yang terasa hangat mengiringi perjalanan seorang gadis berkuncir kuda dan berseragam SMA, yang sedang berjalan santai hendak menuju ke tempat dimana ia tercatat sebagai salah seorang siswi.

Menurutnya, berjalan kaki lebih baik daripada naik angkutan umum karena dengan begini ia bisa menghemat uang jajannya, dan terlebih lagi jarak rumah dengan sekolah barunya tidaklah begitu jauh. Mungkin sekitar 15 menit kalau berjalan kaki.

Anna menatap jam orange kesayangannya yang berada di tangan kirinya.

Jam menunjukkan pukul 6 lewat 35 menit. Dan itu menunjukkan masih ada waktu sekitar 35 menit lagi untuk sampai ke sekolahnya sebelum bel pelajaran pertama di mulai.

Tapi, bukankah ini hari Senin? Sekolah barunya pasti mengadakan upacara bendera, dan di sekolah lama gadis itu biasanya upacara dimulai tepat pukul tujuh pagi.

Anna menggembungkan pipinya.

"Masih ada waktu sekitar 20 menit lagi. Santai aja, deh!" gumamnya yang tampak dengan seragam sekolah lamanya karena dirinya belum mendapatkan seragam barunya.

Anna memegang kedua tali tasnya, lalu berjalan dengan mantap.

Gadis itu terlihat sedang bersenandung kecil, sekadar menghilangkan bosan.

Anna ingin menikmati udara pagi yang sejuk ini. Biarlah dirinya menikmati setiap detik waktu yang dia punya. Lagi pula, hidupnya sudah cukup melelahkan dengan drama di rumahnya.

BRUK!!

Tiba-tiba saja, ada sebuah motor yang menyerempet Anna hingga dirinya jatuh tersungkur.

Perih yang Anna rasa saat bangun dari jatuh. Dia nampak kacau dengan seragam yang sedikit kotor dan luka di kedua lutut, dagu, dan telapak tangannya.

CITTT!!

Terdengar suara decitan keras dari roda sebuah motor yang bergesek kuat dengan aspal jalanan.

Seseorang yang dari postur tubuhnya macho, melepaskan helm teropong yang dia pakai, lalu berdiri di samping motor mewahnya dengan angkuh.

First impression Anna ketika melihat wajah itu adalah tampan. Cowok itu benar-benar tampan! Bahkan, Prince Charming di sekolah lamanya kalah jauh dengan cowok ini.

Anna menghampiri cowok yang sedang berdiri di samping motornya dengan tampang datar dan jalan yang sedikit pincang.

Anna berteriak, "Lo gila ya?!"

Tadinya dia berniat berkata dengan lembut, namun apa daya? Wajah tampan itu benar-benar membuatnya salah tingkah, dan untuk menutupi hal itu dia memilih berteriak.

"Jalan selebar ini harus ya pakai nyerempet gue?!" Raut wajah Anna nampak kesal. Penyebabnya tak lain adalah cowok tampan yang berdiri di depannya, yang tidak bergeming sedikitpun.

Cowok itu diam dengan ekspresi wajah datar.

"Hello Mas! Masih hidup kan?" ejeknya sambil menjentikkan jarinya di depan wajah cowok itu. Namun, masih saja tidak ada respond dari cowok tampan ini.

Anna mengerutkan dahinya. Cowok di depannya ini hanya menatap tajam yang terlihat sinis padanya.

Anna membatin, "Sebenernya, yang salah itu gue atau dia sih?"

"Bisu atau gimana sih? Pakai datar segala mukanya. Lo gak ada rasa bersalah gitu udah menabrak gue?!" bentak Anna.

"Nyerempet." Akhirnya cowok itu buka suara.

"Ya, nyerempet atau apa pun lo nyebutnya," kata Anna, "tapi lo gak mau minta maaf gitu?"

"Gak," jawab cowok itu enteng membuat Anna menarik rambutnya sendiri karena dilanda kekesalan.

Anna menarik napas panjang.

"Lo tuh belagu ya! Minta maaf!"

"Salah lo karena gak jalan di pinggir."

Kampr*et! Ganteng-ganteng gak ada akhlak, batin Anna yang merasa dongkol.

"Gue jalan udah di pinggir. Mau sepinggir apa lagi?!" tanya Anna yang merasa gemas.

"Sepinggir-pinggirnya sampai gue puas," jawab cowok itu yang seolah tidak merasa bersalah. Eh, memang gak merasa sepertinya. Belagu gitu, sih.

Anna menggigit bibir bawahnya.

Sudah cukup!

Amarahnya sudah berada di atas puncaknya. Dirinya tak bisa lagi menahan untuk tidak menghajar cowok di depannya ini.

Anna membogem pipi cowok itu dengan keras.

DUAK!!

Cowok itu menatap tajam ke arah Anna yang menatapnya penuh dengan amarah. Sedangkan Anna, menyeringai penuh kemenangan.

"Apa liat-liat? Gak suka? Salah lo gak menghindar," kata Anna membalas pelototan cowok itu.

Mamp*us, enak kan diginiin!

Cowok itu mendorong Anna hingga membentur dinding bangunan di belakangnya, lalu menyenderkan satu tangannya di dinding tepat di samping kepala Anna.

"Gue Nahyan Ra---" ucap Nahyan penuh penekanan namun langsung di potong Anna.

"Gak nanya."

Nahyan menarik dagu Anna dengan kasar.

"Belum pernah ada cewek yang nampar gue sekalipun itu ibu gue," kata Nahyan dengan wajah datar namun menyeramkan.

Anna meringis.

"Kalo gitu gue yang pertama," jawab Anna cepat menatap wajah Nahyan dengan wajah yang tak kalah datar.

Nahyan menarik kerah baju Anna dengan kasar hanya dengan satu tangannya.

"Lo tau gue gak akan segan-segan mukul orang yang berurusan dengan gue sekalipun itu cewek."

Anna menahan rasa takutnya dan segera menjawab, "Gak tau tuh!"

Sungguh, dia tidak menyangka semuanya akan berbuntut panjang.

Nahyan yang kesal memukul dinding dan hampir mengenai kepala Anna.

"Katanya gak segan-segan mukul orang yang berurusan dengan lo, sekalipun itu cewek?" tantang Anna sambil mendorong Nahyan agar menjauh dari dirinya.

"Lagi pula kok masalahnya jadi nyeleneh gini?"

Nahyan mendorong bahu Anna dengan kasar berulang-ulang kali hingga membuat Anna hampir terjatuh.

"Terus kenapa?" tanya Nahyan dingin sambil mendorong Anna hingga jatuh terduduk.

Nahyan berjongkok di depan Anna dan menarik dagu Anna agar dekat dengan wajahnya sekali lagi.

"Kali ini lo gue lepas, tapi lain kali jangan harap bisa lepas," ancam Nahyan tepat ditelinga Anna.

Anna mendorong Nahyan yang berjongkok di depannya, hingga jatuh ke belakang.

"Jauh-jauh dari gue! Ludah lo muncrat, nih!" kata Anna sambil mengusap wajahnya dengan tangan.

Nahyan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Sangat terlihat kalau rahang cowok itu mengeras. Pertanda cowok itu sedang menahan amarahnya.

"Lo berani sama gue, hah?!"

"Sedikit. Tapi dari tadi lo betah amat deket-deket gue. Sampe-sampe ludah lo muncrat," jawab Anna menutupi kerisauannya akan cowok di depannya.

"Udah, ah!" Anna berdiri dari duduknya lalu membersihkan rok bagian belakangnya dan berjalan meninggalkan yang terlihat sangat-sangat kesal.

"Ah, satu lagi."

Anna berbalik dan berjalan menuju Nahyan yang tengah berdiam diri dengan tatapan mata yang tidak lepas dari Anna, seolah-olah kapan pun dia bisa menerkam Anna.

Anna melirik ke arah ponsel yang Nahyan pegang. "Mau manggil antek-anteknya? Pengecut!" pikir Anna saat mendapati Nahyan sedang menghubungi seseorang.

Anna tersenyum penuh misteri, dan menatap mata Nahyan secara langsung.

"Hukuman buat lo yang udah kurang ajar sama gue," kata Anna sambil mengambil kunci motor Nahyan yang masih tergantung, lalu berlari berlari sekencang-kencangnya.

"Bye! Bule Sawah!"

Lutut yang luka, benar-benar tak menghentikan langkahnya untuk kabur dari Bule Sawah. Sebutan dari Anna untuk cowok yang baru ditemuinya itu.

"BANGS*AT!!" teriak Nahyan sambil menendang motornya itu hingga terjatuh.

"Ngapa woy? Tumben lo nelpon gue. Biasanya lo blokir." Sebuah suara terdengar dari ponsel Nahyan.

"Lo bawa motor gue yang ada di deket wardu ke sekolah. Sekarang!" perintah Nahyan lalu memutuskan sambungan teleponnya.

"Liat aja lo nanti," gumam Nahyan sambil menatap punggung Anna yang berlari menjauh.

°°°

Bersambung...

Juecy.bell

09 Agustus 2020

BAB 2

Anna menunggu kedatangan cowok rese yang baru ditemuinya beberapa menit yang lalu di depan gerbang. Namun, setelah menunggu beberapa menit lamanya, cowok itu tidak juga menampakkan batang hidungnya.

"Itu cowok ke mana sih? Ditungguin juga," gumam Anna yang memilih berjongkok di depan gerbang sekolah barunya.

Siswa-siswi yang berlalu-lalang dengan menggunakan kendaraan mau pun yang turun di depan gerbang, memperhatikannya dengan sesekali tertawa sambil berbisik pada teman di sampingnya.

Anna menggaruk pipinya sambil bergumam pelan, "Buset dah! Kayak gembel gue nungguin di sini."

Anna menghela napas.

"Gak tau, ah! Mending gue ke ruang kepala sekolah."

Setelah perjalanan yang penuh dengan tanya sana-sini, akhirnya Anna tiba di ruang kepala sekolah yang ternyata berada di lantai tiga.

"Ampun deh," kata Anna sambil merapikan penampilannya lalu mengetuk pintu di depannya.

"Permisi...," ucap Anna lalu masuk ke dalam ruangan kepala sekolah.

"Ya?"

"Anu, Pak ... saya murid pindahan yang ...."

"Saya tau," ucap Bapak Kepala Sekolah dengan cepat sambil membenarkan kacamatanya.

Buset!

"Kamu ke ruang guru yang di lantai 2. Temui Ibu Selly. Dia wali kelas kamu," ujar Kepala Sekolah sambil tersenyum tipis ala senyum bisnis.

"Ingat, upacara dulu!"

Anna tertawa dengan paksa.

"Eh, iya Pak! Terima kasih Pak .... Saya permisi," jawab Anna sambil berjalan keluar dari ruang kepala sekolah menuju ruang guru di lantai 2.

Anna meniup poninya saat orang-orang yang melewatinya pasti menatapnya, lalu ia tertawa pelan karena tampangnya yang kusut dan acak-acakan.

"Gara-gara Bule Sawah."

...***...

"Nama gue Anna. Dengan n-nya dua," ujar Anna singkat.

Bu Sely menunggu-nunggu kata-kata yang akan Anna ucapkan selanjutnya. Tapi hanya keheningan yang Bu Selly dapat.

"Hanya itu?" tanya Bu Selly. "Tidak ada yang lain seperti hobi atau asal sekolah kamu?"

Anna menggelengkan kepalanya dengan mantap.

"Gak ada yang menarik untuk diceritakan, Bu," jawab Anna sambil cengengesan.

Dia memang tidak begitu tertarik untuk menyebutkan hal-hal yang menurutnya tidak penting. Toh, kalau dia bilang pun pasti tidak akan ada yang ingat.

"Kalau begitu," kata Bu Selly sambil tersenyum tipis, lalu mengalihkan tatapannya ke arah depan, "yang namanya Deana angkat tangan!"

Seorang murid perempuan mengangkat tangannya.

Anna tersenyum semringah.

Dia senang saat tau dia akan duduk di depan Deana yang merupakan teman sekelasnya selama tiga tahun saat di SMP. Yah, meski di SMP mereka berdua tidak begitu dekat hingga disebut sebagai teman dekat.

Anna yang merasa pundaknya ditepuk langsung menoleh ke belakang

Deana menyunggingkan senyum lebar lalu berkata, "Hai! Anna, kan? Masih inget gue? Waktu SMP kita sekelas selama 3 tahun."

Anna membalas tersenyum. "Iya masih inget, kok. Lo kabar apa?" tanya Anna sekadar berbasa-basi.

"Baik. Eh, nanti kita ngobrolnya. Bu Selly galak kalau soal murid yang gak merhatiin pelajarannya."

...***...

"Mau ke kantin bareng?" tanya Deana sambil menopang dagunya di meja Anna.

"Hm ... oke," jawab Anna sambil berdiri dari kursi.

Lumayan, jadi gak perlu capek capek nyari-nyari kantin, batin Anna.

Mereka berdua menelusuri sekolah menuju kantin. Sebelum sampai di kantin, Deana memberitahu tempat tempat yang ada di sekolah ini. Yah, semacam pemandu.

"Eh Anna? Itu kantinnya! Yuk buruan nanti makin sumpek," katanya sambil memegang lengan Anna, mengajaknya berlari.

"Eehh...?"

Mereka berdua menduduki bangku yang ada di kantin yang letaknya di paling pojok sebelah kiri.

"Lo pesan apa? Gue traktir."

"Hmm ... kalau ada burger aja deh. Minumnya cola dingin," jawab Anna setelah berpikir.

"Oke, tunggu ya!" katanya dengan tersenyum tipis.

"Gak berubah banyak ternyata. Kira-kira sekarang masih banyak yang manfaatin kebaikan dia gak ya?" gumam Anna sambil menguap.

Beberapa menit kemudian...

"Wahh... maaf ya lama soalnya ngantri sih," kata Deana tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya.

Anna tersadar dan menaruh ponselnya di atas meja. "Gak apa-apa, kok."

Anna memakan burger berukuran besarnya dengan lahap.

"De, liatin apaan?" tanya Anna sambil melihat Deana sedang memandangi seseorang yang ada di belakangnya.

"Gak liat apa-apa kok," jawabnya masih memandangi seseorang di belakang Anna.

Anna menggaruk tengkuknya.

Karena tidak percaya omongan Deana, gadis itu mengikuti pandangan Deana.

"Liatin apaan sih?" gumam Anna sambil mengigit burgernya.

Anna hanya mendapati sekelompok manusia yang sedang menyantap makanan dengan lahap.

"De! Lo liatin apaan, sih?" tanya Anna yang bertambah bingung saat Deana tersenyum geli.

"Itu yang rombongan cowok yang duduk di paling pojok, di sebelah cowok yang paling ganteng! Namanya Fabian," jawab Deana yang sama sekali tidak mengalihkan tatapannya pada cowok yang bernama Fabian.

"Yang paling ganteng?" gumam Anna mencari cowok yang katanya paling ganteng dan matanya tertuju pada seorang cowok yang dia temui tadi pagi, dan kebetulan cowok itu sedang menatapnya dengan sangar.

Anna mengetuk-ketuk meja dengan telunjuknya, menimbang-nimbang apakah dia harus menghampiri cowok itu atau tidak.

Anna menggigit bibir bawahnya, lalu mendesah gelisah.

"Tunggu di sini," kata Anna pada Deana yang menatapnya penuh dengan tanda tanya.

Anna menghampiri meja Nahyan.

"Kunci lo." Anna melemparnya lalu pergi meninggalkan Nahyan dengan sahutan-sahutan heboh dari orang-orang yang melihat kejadian itu.

"Oh my God! Itu siapa sih? Berani banget."

"Anjirr... itu cewek gali kuburannya sendiri."

"Anak baru coy. Mungkin gak tau Nahyan itu siapa."

Anna menggaruk kepalanya yang tak gatal. Emang cowok itu siapa sih? Jadi penasaran. batin Anna sambil duduk kembali di bangkunya.

"Lo kenal Nahyan?" tanya Deana dengan wajah gugup.

Oh, Bule Sawah itu namanya Nahyan, batin Anna.

"Enggak kenal, sih. Kenapa?" jawab Anna sambil menggelengkan kepalanya sebagai penegas kalau dia tidak mengenal cowok tampan bernama Nahyan.

"Sumpah. Lo cari mati," kata Deana sambil menatap Nahyan takut-takut yang sekarang tengah berjalan menuju mereka berdua.

"Cari mati gimana?" tanya Anna bingung.

Deana menunjuk sesuatu di belakang Anna dengan dagunya.

Anna menengok ke belakang dan Nahyan-lah yang didapatnya.

Anna mengerjapkan matanya saat menemukan Nahyan dengan wajah yang seram.

Anna mencondongkan tubuhnya ke arah Deana, begitu juga sebaliknya.

"Dia ngapain ke sini?" bisik Anna pada Deana.

"Gak taulah!" jawab Deana dengan bisikan juga.

"Kok, atmosfernya mendadak horor ya, De?" Anna mengusap leher bagian belakangnya.

"Iyalah. Setannya dateng gini," jawab Deana sambil menahan tawa meski dia pun merasa takut.

"By the way, mukanya kayak nahan boker." Anna dan Deana cekikikan.

BRAK!!

Deana dan Anna terperanjat saat Nahyan menggebrak meja tepat di samping Anna. Anna menelan saliva-nya dengan susah payah sebelum akhirnya menjawab.

"Hai...," sapa Anna sambil mendongakkan wajahnya menatap wajah Nahyan.

Nahyan menatap tajam Anna sambil menyeringai.

"Hama kayak lo enaknya diapain ya?"

°°°

Bersambung...

NEXT?

Like, Comment, rate 5 nya ya 😢

Biar aku semangat update-nya ❤

Salam hangat,

Juecy.bell

10 Agustus 2020

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!