NovelToon NovelToon

Dalam Pelukan Cinta

Bab 1. Awal Yang Memikat

Sambil mengusap peluh di dahinya Maya memandang ke arah jendela kantornya. Jakarta selalu sibuk, penuh dengan kebisingan dan hiruk pikuk. Tapi di balik kaca ini, dia merasa tenang. Pekerjaannya sebagai manajer pemasaran di perusahaan besar memberinya kepuasan, meskipun kadang-kadang membuatnya stres.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Maya meraih ponselnya dan melihat nama Aldo di layar.

“Halo, Sayang,” sapanya dengan senyum.

“Hai, Sayang. Sudah makan siang belum?” suara Aldo terdengar hangat di ujung sana.

“Belum. Masih sibuk ini. Kamu gimana?” Maya melirik jam di dinding, menunjukkan pukul 12.30 siang.

“Aku juga baru keluar meeting. Aku mau ngajak kamu makan siang. Mau?”

Maya merenung sejenak, berpikir tentang tumpukan pekerjaan di mejanya. Tapi ajakan Aldo terlalu menggoda untuk ditolak.

“Oke, di mana kita ketemu?”

“Aku jemput kamu di kantor, lima belas menit lagi,” jawab Aldo.

Maya buru-buru merapikan mejanya dan meraih tasnya. Lima belas menit kemudian, Aldo sudah menunggunya di lobi dengan senyum lebar.

“Kamu selalu tepat waktu,” Maya tersenyum sambil berjalan menghampirinya.

“Untuk kamu, selalu,” Aldo mengedipkan mata. “Ayo, aku tahu tempat baru yang enak.”

Mereka berjalan keluar dan masuk ke dalam mobil Aldo. Di dalam mobil, mereka bercakap-cakap dengan ringan tentang pekerjaan dan rencana akhir pekan.

“Jadi, kamu punya rencana apa buat weekend ini?” tanya Aldo sambil menatap jalan.

“Belum tahu. Mungkin cuma istirahat di rumah. Kamu?” Maya membalas.

“Aku ada surprise buat kamu,” Aldo tersenyum misterius.

“Surprise? Kamu bikin penasaran, deh. Kasih tahu dong, sedikit aja,” Maya mencoba merayu.

“Nggak boleh, namanya juga surprise. Sabar ya,” Aldo tertawa.

Setelah perjalanan singkat, mereka sampai di sebuah kafe kecil yang nyaman. Keduanya duduk di sudut, menikmati suasana yang tenang.

“Tempatnya enak ya, lumayan sepi,” komentar Maya sambil melihat menu.

“Iya, aku baru tahu tempat ini dari temanku. Katanya makanannya enak,” jawab Aldo.

Mereka memesan makanan dan terus mengobrol tentang berbagai hal, dari hal-hal sepele hingga yang serius. Maya merasa nyaman berbicara dengan Aldo, dan tawa mereka mengisi ruangan.

Saat makanan tiba, mereka makan sambil terus bercanda.

“Maya, ada yang mau aku omongin,” tiba-tiba nada suara Aldo menjadi serius.

“Ada apa?” Maya menatapnya dengan cemas.

“Aku cuma mau bilang kalau aku sayang banget sama kamu. Aku tahu kita sering berdebat, tapi aku nggak pernah mau kehilangan kamu,” kata Aldo dengan tulus.

Maya terharu mendengarnya. “Aku juga sayang kamu, Aldo. Maaf kalau aku kadang terlalu cemburu.”

“Itu tandanya kamu peduli. Tapi aku janji, aku nggak akan pernah menyakiti kamu,” Aldo meraih tangan Maya dan menggenggamnya erat.

Maya tersenyum, merasakan kehangatan dalam genggaman Aldo. Mereka menikmati sisa makan siang dengan perasaan hangat dan bahagia.

Namun, di balik semua itu, Maya masih merasa ada sesuatu yang mengganjal. Sebuah pesan mencurigakan yang ia lihat di ponsel Aldo beberapa hari lalu masih menghantui pikirannya. Tapi, dia memutuskan untuk menepis rasa cemas itu, setidaknya untuk saat ini. Hari ini, dia hanya ingin menikmati kebersamaan mereka.

Setelah makan siang yang menyenangkan, Maya dan Aldo berjalan kembali ke mobil. Aldo menggenggam tangan Maya erat-erat, memberikan kenyamanan dan rasa aman yang selalu dia butuhkan.

“Terima kasih untuk makan siangnya, Sayang,” Maya tersenyum sambil membuka pintu mobil.

“Sama-sama. Aku senang kamu suka,” Aldo membalas sambil menghidupkan mesin mobil.

Dalam perjalanan kembali ke kantor, mereka kembali berbincang ringan. Namun, pikiran Maya terus berputar pada pesan mencurigakan yang dia lihat di ponsel Aldo beberapa hari lalu. Apakah benar hanya teman? Atau ada sesuatu yang disembunyikan Aldo?

“Sayang, kamu lagi mikirin apa?” tanya Aldo, menyadari perubahan raut wajah Maya.

“Oh, nggak kok. Cuma mikir tentang kerjaan,” Maya cepat-cepat menjawab, mencoba tersenyum.

“Aku tahu kamu sedang mikirin sesuatu. Kamu bisa cerita kok, apa pun itu,” Aldo menepuk tangan Maya dengan lembut.

Maya menarik napas dalam-dalam. Haruskah dia mengungkit soal pesan itu sekarang? Atau tunggu waktu yang lebih tepat?

“Aldo, beberapa hari lalu aku lihat ada pesan di ponsel kamu. Dari seseorang bernama... Nia. Siapa dia?” Maya akhirnya bertanya, suaranya terdengar ragu-ragu.

Aldo terdiam sejenak, kemudian menghela napas. “Oh, itu Nia. Dia teman lama aku. Kami cuma ngobrol soal reuni teman-teman lama. Nggak ada yang perlu dicemaskan, Sayang.”

Maya mengangguk pelan, mencoba menelan penjelasan Aldo. Tapi, keraguan masih ada di benaknya. “Oke, aku percaya sama kamu.”

“Terima kasih, Sayang. Aku nggak akan pernah menyembunyikan apa pun dari kamu,” Aldo meraih tangan Maya dan menciumnya dengan lembut.

Maya tersenyum, mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Setibanya di kantor, Aldo mengantarnya sampai lobi.

“Kita ketemu lagi nanti malam?” tanya Aldo.

“Tentu. Aku akan menunggu kamu,” jawab Maya.

Mereka berpisah dengan senyuman, meskipun Maya masih merasa ada yang tidak beres. Sepanjang sisa hari itu, Maya berusaha fokus pada pekerjaannya, tapi pikirannya terus kembali pada Aldo dan pesan mencurigakan itu. Haruskah dia mempercayai kata-kata Aldo? Atau haruskah dia mencari tahu lebih lanjut?

Maya mencoba mengalihkan pikirannya dengan tumpukan tugas di mejanya. Namun, setiap kali dia melihat ponselnya, rasa cemas itu kembali menghantui. Dia harus tahu kebenarannya, tapi dia juga tidak ingin merusak hubungan yang mereka bangun dengan susah payah.

Sore hari, ketika waktu pulang kerja tiba, Maya meraih tasnya dan berjalan keluar dari kantor. Di depan gedung, Aldo sudah menunggunya dengan senyuman yang menenangkan.

“Udah selesai kerjaannya?” tanya Aldo sambil membuka pintu mobil untuk Maya.

“Ya, akhirnya selesai juga,” jawab Maya, mencoba tersenyum.

Mereka berkendara menuju apartemen. Di sepanjang perjalanan, Aldo bercerita tentang rencana mereka untuk akhir pekan. Namun, Maya hanya setengah mendengarkan. Pikirannya masih terjebak pada keraguan dan ketidakpastian.

Setibanya di apartemen, Maya mengajak Aldo masuk. “Kamu mau kopi? Atau teh?”

“Kopi aja, kalau ada,” jawab Aldo sambil duduk di sofa.

Maya menuju dapur dan menyiapkan dua cangkir kopi. Ketika dia kembali, dia melihat Aldo memegang ponselnya dan mengetik pesan. Hatinya berdegup kencang. Siapa yang dia hubungi?

“Kopi siap,” kata Maya sambil meletakkan cangkir di meja.

“Terima kasih, Sayang. Kamu baik sekali,” Aldo tersenyum dan menyesap kopi itu.

Mereka duduk berdua di sofa, menikmati kopi sambil menonton televisi. Tapi, rasa cemas Maya semakin kuat. Dia harus tahu kebenarannya, dan hanya ada satu cara untuk memastikan.

“Sayang, boleh aku lihat ponsel kamu sebentar aja?” tanya Maya tiba-tiba.

Aldo terkejut dan menatap Maya. “Kenapa? Ada apa?”

“Aku cuma... ingin memastikan sesuatu. Tolong, Aldo,” Maya memohon.

Aldo menatap Maya dengan bingung, lalu menyerahkan ponselnya. Maya dengan cepat membuka pesan dan mencari nama Nia. Pesan-pesan itu tampak biasa, tapi ada sesuatu yang membuat Maya merasa tidak nyaman.

“Kenapa kamu nggak bilang dari awal kalau kamu sering chat sama dia?” tanya Maya, suaranya bergetar.

“Aku... aku nggak mau kamu salah paham. Kami cuma teman, Maya. Nggak ada yang lebih dari itu,” Aldo berusaha menjelaskan.

Maya menarik napas dalam-dalam. “Aku percaya sama kamu, Aldo. Tapi tolong, jangan sembunyikan apa pun dari aku lagi.”

Aldo menggenggam tangan Maya. “Aku janji, Maya.”

Mereka saling menatap, dan untuk pertama kalinya, Maya merasa sedikit lega. Tapi di hatinya, dia tahu ini belum berakhir. Rasa cemas dan curiga masih ada, dan dia harus mencari cara untuk menghadapinya.

Bab 2. Rahasia Tersembunyi

Maya terbangun keesokan paginya dengan perasaan campur aduk. Malam sebelumnya, meskipun Aldo sudah berjanji untuk tidak menyembunyikan apa pun, pesan yang ia baca tetap menghantui pikirannya. Apakah dia benar-benar bisa mempercayai kata-kata Aldo?

Dia berdiri dari tempat tidur dan menuju dapur untuk membuat sarapan. Sambil menyiapkan kopi dan roti panggang, pikirannya masih terjebak pada pertanyaan yang sama. Sejak pagi, Maya merasa cemas dan tidak bisa fokus pada pekerjaan yang menantinya.

Kebisingan pintu depan menarik perhatiannya. Maya membuka pintu dan mendapati sahabatnya, Tania, berdiri di depan dengan wajah ceria.

“Hai, Maya! Pagi yang indah, kan?” Tania masuk dengan energik.

“Hai, Tania. Iya, pagi yang cerah,” jawab Maya sambil tersenyum lemah.

“Apa yang terjadi? Kamu kelihatan nggak enak,” Tania duduk di kursi dapur dan mulai mengobrol.

Maya menghela napas dan duduk di seberang Tania. “Aku cuma ngerasa sedikit cemas. Ada masalah dengan Aldo.”

Tania menaikkan alisnya. “Masalah apa? Ada sesuatu yang kamu ingin cerita?”

Maya mulai bercerita tentang pesan mencurigakan dari Nia dan bagaimana Aldo mengklaim bahwa mereka hanya teman. Tania mendengarkan dengan seksama, wajahnya menunjukkan ekspresi serius.

“Jadi, kamu merasa ada yang nggak beres?” tanya Tania setelah Maya selesai bercerita.

“Ya, aku rasa begitu. Aku percaya Aldo, tapi kenapa dia enggak memberitahuku tentang Nia sebelumnya?” Maya menatap cangkir kopinya dengan penuh kecemasan.

“Kadang-kadang, orang berusaha menyembunyikan hal-hal kecil karena takut membuat kita marah. Tapi kamu harus cari tahu lebih lanjut,” saran Tania.

“Bagaimana caranya? Aku tidak ingin tampak seperti penguntit,” Maya merintih.

Tania berpikir sejenak. “Mungkin kamu bisa cari tahu lebih banyak tentang Nia. Coba periksa aja media sosialnya atau tanya langsung ke Aldo dengan cara yang nggak mencurigakan.”

“Ya, itu ide yang bagus,” kata Maya, merasa sedikit lebih tenang.

Setelah Tania pergi, Maya memutuskan untuk memeriksa media sosial Nia. Dia menemukan profil Nia di Instagram dan melihat beberapa foto. Nia tampaknya adalah seseorang yang sukses dan ceria, tetapi tidak ada yang menunjukkan indikasi negatif.

Maya melanjutkan pencariannya dengan hati-hati. Di sela-sela kerja, dia terus memeriksa profil Nia dan menemukan bahwa Nia sering berfoto bersama teman-teman lama Aldo. Maya merasa sedikit lega karena tampaknya mereka benar-benar hanya teman.

Namun, rasa cemasnya belum sepenuhnya hilang. Dia memutuskan untuk berbicara dengan Aldo malam itu, mungkin dengan cara yang lebih santai. Dia harus tahu lebih banyak tentang hubungan mereka tanpa menimbulkan kecurigaan.

Saat malam tiba, Maya dan Aldo bertemu untuk makan malam di restoran yang mereka sukai. Aldo memesan makanan dengan senyuman ceria, mencoba untuk membuat suasana tetap ringan.

“Bagaimana harimu?” tanya Aldo, mencurahkan perhatian penuh pada Maya.

“Biasa saja. Aku cek media sosial Nia tadi. Dia kelihatannya oke, cuma... ada beberapa foto lama,” jawab Maya sambil memeriksa menu.

“Aku bilang kan, dia teman lama. Kami memang sering berkomunikasi, tapi tidak lebih dari itu,” Aldo menjelaskan.

Maya mengangguk, merasa agak lebih tenang. “Aku percaya sama kamu, Aldo. Aku cuma butuh sedikit waktu untuk bisa sepenuhnya yakin.”

“Aku paham,” Aldo tersenyum. “Aku akan melakukan yang terbaik untuk membuatmu merasa nyaman.”

Setelah makan malam, mereka pulang ke apartemen Maya. Maya berusaha untuk tidak membawa topik tentang Nia terlalu jauh dan hanya menikmati waktu bersama Aldo.

Namun, sebelum Aldo pergi, Maya memutuskan untuk mengungkapkan sesuatu yang mungkin bisa membantu mengatasi keraguannya.

“Aldo, ada satu hal lagi yang aku pikirin. Aku ingin kita selalu terbuka satu sama lain. Aku tahu mungkin ada hal-hal kecil yang kamu sembunyikan, tapi aku ingin kita bisa berbicara tentang semuanya,” kata Maya dengan tulus.

Aldo mengangguk dan meraih tangan Maya. “Aku janji, Maya. Aku akan selalu jujur sama kamu.”

Maya merasa sedikit lebih tenang, meskipun dia tahu bahwa jalan untuk sepenuhnya merasa yakin mungkin masih panjang. Dia berharap bahwa kejujuran dan komunikasi yang terbuka akan membantu mereka mengatasi segala keraguan.

Keesokan paginya, Maya bangun dengan perasaan sedikit lebih baik. Dia memutuskan untuk memulai hari dengan aktivitas yang menyegarkan pikirannya. Setelah sarapan, dia melakukan rutinitas pagi berjalan-jalan di taman dekat apartemen.

Selama berjalan, Maya memikirkan apa yang bisa dia lakukan untuk merasa lebih tenang. Pikiran tentang Nia masih membayang di benaknya, tetapi dia berusaha untuk tetap fokus pada hal-hal positif.

Sesampainya di taman, Maya duduk di bangku, menikmati udara segar. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Itu adalah pesan dari Tania.

*“Maya, aku baru dapat info. Nia ternyata punya sejarah lama dengan Aldo yang mungkin kamu perlu tahu. Aku nggak mau menakut-nakuti, tapi aku rasa kamu harus hati-hati.”*

Maya terkejut dan merasa jantungnya berdegup kencang. Dia membalas pesan Tania dan meminta lebih banyak detail. Tania segera membalas dengan informasi tambahan tentang bagaimana Nia dan Aldo pernah memiliki hubungan yang lebih dekat dari sekadar teman termasuk beberapa kali bertemu secara pribadi setelah mereka berpisah.

Maya merasa bingung dan cemas. Dia tidak tahu apakah ini bisa dianggap sebagai pengkhianatan atau hanya bagian dari masa lalu Aldo yang telah berlalu. Keinginan untuk mencari kebenaran semakin besar, dan dia memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.

Setelah beberapa jam di taman, Maya kembali ke apartemennya dan bersiap untuk pergi ke kantor. Sepanjang hari di kantor, dia merasa tertekan. Setiap kali ponselnya berbunyi, dia berharap ada kabar baik atau klarifikasi dari Aldo, tetapi tidak ada.

Ketika pulang kerja, Maya memutuskan untuk mengunjungi kafe tempat mereka makan siang beberapa hari lalu. Mungkin dia bisa melihat apakah ada informasi lebih lanjut atau sekadar mengalihkan pikirannya dari kecemasan.

Di kafe, Maya duduk di meja yang sama dan memesan kopi. Dia melihat-lihat sekitar, berharap ada petunjuk tambahan tentang Nia atau hubungannya dengan Aldo.

Saat dia sedang menikmati kopinya, seorang pelayan mendekatinya. “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu?”

“Selamat sore. Sebenarnya, aku cuma mau tanya. Apa kalian pernah melihat seorang wanita bernama Nia di sini?” tanya Maya dengan hati-hati.

Pelayan itu memikirkan sejenak, lalu mengangguk. “Oh, ya. Nia sering datang ke sini, tapi itu sudah beberapa bulan yang lalu. Dia datang bersama teman-temannya, kadang-kadang dengan seorang pria.”

Maya merasa sedikit lega mendengar informasi ini. Setidaknya dia tahu bahwa Nia bukan pelanggan tetap atau seseorang yang terlalu sering muncul.

Setelah meninggalkan kafe, Maya merasa sedikit lebih tenang. Namun, rasa cemasnya kembali muncul ketika dia melihat pesan dari Aldo di ponselnya.

“Kamu di mana? Aku ingin ngobrol malam ini.”

Maya membalas pesan tersebut dan memberi tahu Aldo bahwa dia sudah di rumah. Mereka sepakat untuk bertemu di apartemen Maya sekitar pukul 8 malam.

Ketika Aldo tiba, dia membawa sebuket bunga sebagai kejutan. “Untuk kamu, agar hari-harimu lebih cerah,” katanya sambil tersenyum.

Maya menerima bunga itu dengan senyum tipis. “Terima kasih, Aldo. Ayo masuk.”

Setelah mereka duduk di ruang tamu, Aldo segera merasakan bahwa Maya tampak tidak seperti biasanya. “Ada yang salah, Maya? Kamu tampak cemas.”

Maya menghela napas dalam-dalam. “Ada beberapa hal yang perlu kita bicarakan, Aldo. Aku baru tahu dari teman bahwa Nia dan kamu punya sejarah yang lebih dari sekadar teman. Kenapa kamu nggak memberitahuku sebelumnya?”

Aldo terlihat terkejut dan bingung. “Nia? Itu benar, dia pernah jadi bagian dari masa lalu. . Tapi itu udah lama sekali jauh sebelum kita menikah tahun lalu. Aku nggak memberitahu kamu karena aku nggak ingin buat kamu khawatir.”

“Kenapa nggak? Aku berhak tahu tentang masa lalu seseorang yang masih berhubungan denganmu sekarang,” ujar Maya, suaranya sedikit meninggi.

“Aku nggak mau kamu merasa cemburu atau tidak nyaman. Nia sudah bagian dari masa lalu, dan aku nggak ingin itu mengganggu hubungan kita,” Aldo menjelaskan dengan nada lembut.

Maya mengangguk, tapi perasaannya masih belum sepenuhnya tenang. “Aku hanya ingin kita bisa saling terbuka dan jujur satu sama lain. Itu yang penting bagi aku.”

“Aku paham,” Aldo menjawab dengan serius. “Aku janji akan lebih terbuka dari sekarang.”

Maya merasa sedikit lega mendengar janji Aldo, tapi dia tahu bahwa kepercayaan harus dibangun dan dipertahankan. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan berbicara tentang masa depan mereka, berusaha untuk memperbaiki suasana hati Maya.

Saat Aldo pergi, Maya berdiri di jendela, memandang ke luar dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan. Dia berharap bahwa dengan komunikasi dan kejujuran, mereka bisa mengatasi semua tantangan yang ada.

Bab 3. Pesan Yang Mencurigakan

Hari berikutnya dimulai seperti biasa untuk Maya. Namun, ada rasa tidak nyaman yang mengganggu setiap langkahnya. Meskipun Aldo telah berjanji untuk lebih terbuka, Maya merasa bahwa ada yang belum sepenuhnya jelas.

Setelah sarapan, Maya berangkat ke kantor dengan pikiran yang penuh kekhawatiran. Sesampainya di sana, dia mencoba fokus pada pekerjaannya, tetapi bayangan pesan mencurigakan di ponsel Aldo terus menghantui pikirannya.

Tengah hari, ketika Maya sedang mengerjakan laporan, ponselnya bergetar. Itu pesan dari Tania.

*“Maya, aku ada informasi baru. Temanku tahu bahwa Nia sering berkunjung ke tempat yang sama dengan Aldo beberapa bulan lalu. Mungkin kamu perlu tahu ini.”

Maya merasa jantungnya berdegup kencang. Dia membalas pesan Tania, meminta lebih banyak detail. Tania memberitahunya bahwa Nia sering muncul di acara yang sama dengan Aldo, yang membuat Maya merasa semakin tidak nyaman.

Selama istirahat makan siang, Maya memutuskan untuk menelepon Aldo. Suara Aldo terdengar ceria di ujung telepon. “Halo, Sayang! Apa kabar?”

“Halo, Aldo. Aku baru dapat informasi tambahan tentang Nia,” Maya memulai dengan nada hati-hati. “Kamu ingat nggak kalau dia sering muncul di acara yang sama dengan kamu beberapa bulan lalu?”

“Apa? Aku nggak tahu.” Aldo terdengar kaget. “Mungkin itu kebetulan aja.”

“Mungkin. Tapi, aku masih merasa perlu tahu lebih banyak. Apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan?” Maya menanyakan dengan nada serius.

“Aku nggak menyembunyikan apa pun, Maya. Nia hanya bagian dari masa lalu aku. Aku tahu itu tampak aneh, tapi aku nggak ada hubungan lebih dengan dia sekarang,” Aldo menjelaskan dengan sabar.

“Aku harap begitu,” Maya menjawab dengan nada yang tidak sepenuhnya yakin.

“Aku mengerti. Kalau ada apa-apa, bicarakan dengan aku, oke? Aku mau kita terus jujur satu sama lain,” Aldo meminta dengan tulus.

“Ya,” Maya menjawab.

Setelah percakapan tersebut, Maya merasa sedikit lega tetapi juga lebih cemas. Dia terus bekerja sepanjang hari, tetapi pikirannya tetap terganggu oleh pesan-pesan Tania dan pernyataan Aldo.

Sore harinya, Maya menerima email yang membuatnya terkejut. Itu adalah pesan dari seseorang yang mengaku mengenal Nia dan Aldo. Dalam email tersebut, dikatakan bahwa Nia tampaknya masih memiliki perasaan terhadap Aldo dan pernah mengungkapkan hal itu kepada teman-teman dekatnya.

Maya merasa bingung. Dia tidak tahu apakah ini hanya gosip atau ada kebenarannya. Untuk mencari kepastian, dia memutuskan untuk berbicara dengan Aldo lagi.

Setelah pulang dari kantor, Maya menghubungi Aldo dan meminta untuk bertemu di kafe yang sama seperti sebelumnya. Aldo setuju untuk bertemu dan mereka sepakat untuk berbicara di sana.

Di kafe, Maya menunggu sambil memandang keluar jendela. Ketika Aldo tiba, dia langsung bisa melihat ekspresi cemas di wajah Maya.

“Ada apa, Maya? Kamu tampak khawatir,” Aldo bertanya sambil duduk di meja.

“Malam ini, aku dapat email yang agak mengejutkan. Isinya tentang Nia dan hubungannya dengan kamu. Aku perlu tahu lebih banyak tentang ini,” Maya mengatakan sambil menatap Aldo.

“Email? Dari siapa?” tanya Aldo dengan nada cemas.

“Dari seseorang yang mengaku tahu tentang Nia dan kamu. Katanya, Nia masih memiliki perasaan sama kamu” Maya menjelaskan.

Aldo mengerutkan keningnya. “Aku nggak tahu siapa yang mengirim email itu, tapi aku bisa pastikan, Nia nggak lagi memiliki perasaan seperti itu. Kami sudah lama sekali berpisah dan tidak ada perasaan yang tersisa.”

Maya menghela napas. “Aku hanya ingin memastikan bahwa nggak ada yang disembunyikan dari aku. Aku merasa kita harus berbicara tentang ini supaya aku bisa merasa lebih tenang.”

“Aku mengerti. Aku berjanji nggak ada yang aku sembunyikan dari kamu,” Aldo berkata dengan penuh keyakinan. “Kalau kamu mau, aku bisa minta klarifikasi langsung dari Nia tentang situasi ini.”

“Bagaimana kalau kita lakukan itu?” Maya menyarankan, merasa lebih tenang dengan ide tersebut.

“Baiklah. Aku akan menghubungi Nia dan minta klarifikasi. Aku akan pastikan semuanya jelas,” Aldo setuju.

Maya merasa sedikit lebih baik setelah percakapan ini. Mereka melanjutkan makan malam dengan berbicara tentang hal-hal ringan, mencoba untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang ada.

Ketika malam tiba dan Aldo pergi, Maya kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Dia berharap bahwa klarifikasi dari Nia akan menghapus semua keraguannya dan memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka.

Keesokan harinya, Maya merasa sedikit lebih baik setelah percakapan dengan Aldo malam sebelumnya. Namun, rasa cemasnya belum sepenuhnya hilang, dan dia terus memikirkan klarifikasi yang dia butuhkan.

Di kantor, Maya berusaha fokus pada pekerjaannya, tetapi pikirannya selalu kembali pada ponselnya. Setiap kali ponselnya berbunyi, hatinya berdegup kencang, berharap ada kabar baik.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Itu pesan dari Aldo.

“Maya, aku udah berbicara dengan Nia. Dia mengatakan nggak ada perasaan lama dan bersedia bertemu denganmu jika kamu mau.

Maya merasa lega membaca pesan itu. Dia langsung membalas dan menyetujui pertemuan dengan Nia. Aldo kemudian mengonfirmasi bahwa dia akan mengatur waktu yang tepat untuk pertemuan tersebut.

Setelah bekerja, Maya pulang ke apartemennya dan bersiap-siap untuk bertemu Nia. Dia memilih pakaian sederhana namun elegan, berusaha untuk tetap tenang meski cemas.

Ketika tiba di kafe tempat mereka akan bertemu, Maya duduk di meja yang telah dipesan. Kafe itu memiliki suasana hangat dengan pencahayaan lembut, yang membuat Maya merasa sedikit lebih nyaman.

Tak lama kemudian, Nia datang mengenakan gaun biru dan terlihat percaya diri. Maya berdiri untuk menyapanya.

“Hai, Nia. Terima kasih sudah datang,” kata Maya dengan senyum.

“Hai, Maya. Sama-sama,” jawab Nia sambil duduk. “Kamu bilang ada yang ingin dibicarain?”

“Ya, benar. Aku baru-baru ini dengar beberapa informasi yang membuatku merasa cemas, dan aku ingin memastikan semuanya jelas,” ujar Maya.

Nia mengangguk. “Aku paham. Aku akan jelasin apa pun yang kamu butuhkan.”

Maya mulai bertanya, “Aldo bilang kalian sudah nggak memiliki hubungan lagi dan dia meyakinkan bahwa tidak ada perasaan lama. Tapi aku mendengar dari beberapa orang bahwa mungkin ada perasaan yang belum sepenuhnya hilang.”

Nia tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, “Benar, Aldo dan aku punya masa lalu bersama. Namun, aku sudah move on. Kami hanya berteman sekarang, dan aku tidak memiliki perasaan lebih dari itu. Mungkin ada kesalahpahaman di luar sana.”

“Terima kasih atas penjelasannya,” kata Maya. “Aku hanya ingin memastikan nggak ada yang disembunyikan. Aku percaya Aldo, tapi aku perlu mendengar semuanya langsung darimu juga.”

Nia tersenyum lembut. “Aku mengerti. Aku harap ini membantu kamu merasa lebih tenang. Aku tidak ingin menjadi masalah dalam hubungan kalian.”

Maya merasa lebih tenang setelah pertemuan itu. “Ya, aku merasa lebih baik sekarang. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk berbicara denganku.”

Setelah pertemuan, Maya dan Nia berpisah dengan salam hangat. Maya merasa lega karena mendapatkan klarifikasi. Dia pulang ke apartemennya dengan harapan semua keraguan bisa segera hilang.

Ketika Maya tiba di rumah, ponselnya bergetar lagi. Kali ini, itu adalah pesan dari Aldo.

*“Bagaimana pertemuannya? Apakah semuanya udah jelas?”*

Maya membalas, “Ya, Nia udah menjelaskan semuanya. Aku merasa lebih tenang sekarang. Terima kasih sudah mengatur pertemuan ini.”

"Senang mendengarnya. Aku segera pulang, dan kita bisa bicara lebih banyak kalau kamu mau.”

Maya memutuskan untuk bersantai malam itu dan menenangkan pikirannya. Saat Aldo tiba, mereka menghabiskan waktu berbicara tentang pertemuan Maya dengan Nia dan bagaimana mereka bisa mengatasi ketegangan yang ada.

Maya merasa mereka telah membuat kemajuan yang berarti. Meskipun masih ada beberapa hal yang harus diatasi, dia merasa lebih yakin bahwa mereka bisa menghadapi tantangan bersama.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!