Kediaman keluarga Wiguna yang super megah, halaman yang cukup luas, berpagar tembok yang tinggi dan kokoh. Bangunan rumah dua lantai dengan kamar yang banyak layaknya kamar hotel karena keluarga Wiguna keluarga besar. Sang tuan bernama Adidarma Wiguna, nyonya rumah bernama Zahra Laila wanita cantik berhijab. Putra pertama bernama Zafran Arya Wiguna, kedua bernama Zakki Arsyad Wiguna, nomor tiga bernama Zidan Atalla Wiguna, dan sibungsu yang cantik bernama Izzaz Afkarina Wiguna. Sebuah keluarga yang bahagia, dengan materi yang melimpah. Pendidikan yang tinggi untuk semua keturunan Wiguna serta adab yang dijunjung tinggi membuat keluarga Wiguna sangat disegani.
Sang mama memilih menjadi ibu rumah tangga. Kasih sayang dan didikan mamanya lah anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang tekun dan sholeh.
Suasana pagi dikeluarga yang hangat dan harmonis, sarapan bersama yang menjadi rutinitas keluarga itu.
"Pagi ma......pa....and brothers......" Sapa Zidan sambil duduk. Zafran dan Zakki telah duduk dan menikmati sarapannya.
"Radio rusaknya belum bangun mah, kok nggak nampak upilnya" tanya Zidan.
"Belom tuh, lepas Subuh molor lagi lah tuh anak" jawab Zakki sambil ngunyah rotinya.
"Tak bangunin lah, enak banget jam segini belum bangun" kata Zidan langsung berdiri lagi dan lari naik tangga ke lantai dua menuju kamar Zizi nama panggilan Izzaz.
"Jangan bikin ngambek tu anak ya, tuh anak ngambeknya premium, nguras dompet" teriaak Zafran memperingati.
Mama, papanya cuma senyum sambil geleng-geleng melihat kerandoman putranya.
***
"Woi.....bangun.....perawan jam segini masih molor!" Teriak Zidan yang tak digubris oleh sibungsu Zizi. Yang dipanggil malah menarik selimut sampai kepala. Merasa diacuhkan Zidan menarik selimut Zizi.
"Apasih bang......ganggu aja" Teriak Zizi.
"Bangun woi, ikut jogging, kita mo jogging nih".
"Ogah malas...." Jawab Zizi sambil menarik selimutnya kembali. Tanpa ba bi bu Zidan menarik selimutnya dan manarik tangan Zizi
lalu dipanggulnya seperti karung beras dibawa turun ke ruang makan.
Mendengar teriakan Zizi, semua mata tertuju pada sumber suara, Zidan memanggul Zizi menuruni tangga sambil tertawa.
Zizi diturunkan di kursi bersebelahan dengan Zaki, wajahnya yang cemberut membuat semua yang ada tertawa.
"Udah Zi buruan sarapan, kita jogging bareng" kata Zaki.
"Iya....tuh badanmu sekarang tambah buntek aja tuh gegara mager, molor terus.....berat tau nggak nggendongnya...." Kata Zidan mengejek.
"Eh enggak ya.....barat aku turun dua kilo tau nggak, tinggal 39, langsing tau" ucap Zizi pede.
"Halah lha wong tinngimu segitu kok, makanya jangan tidur terus pas pembagian tinggi, jadi nggak kebagian kan" Zidan mengejek.
"Bang Zidan noh yang serakah bagianku diambil" protes Zizi.
Zafran yang tingginya 180 hampir sama dengan Zaki yang juga 180 an, beda dengan Zidan yang tingginya mencapai 190, tp sibungsu Zizi tingginya hanya 158 jadi sering digoda abang-abangnya.
Secara fisik kebanyakan tinggi badannya menurun dari sang papa. Hanya Zizi yang nurun dari mamanya. Bu Zahra wanita yang anggun, berpenampilan elegan dengan jilbab yang selalu menutup kepalanya. Karena beliau berpikiran menjaga penampilan itu penting. Diusianya yang hampir mencapai 50 tahun, beliau masih terlihat cantik dan ramping.
Sedangkan pak Adi, diusianya yang lebih dari 50 tahun tetap kelihatan bugar dan masih tampan. Sebagai seorang pembisnis pak Adi kelihatan berwibawa dan tegas. Sikapnya yang mengayomi bawahannya membuat beliau selalu disegani.
"Cepetan noh ganti baju, kita tunggu, jangan lelet" Zafran mengingatkan.
Zizi melangkah kesal naik ke kamarnya. Keluarga itu sangat menjaga kesehatan, jogging menjadi rutinitas saat libur kerja. Kecuali Zizi yang sudah cuti kuliah tinggal menunggu wisuda. Zizi termasuk gadis yang cerdas seperti ketiga kakaknya.
Mereka berempat pergi ke taman kota dengan satu mobil. Zaki sebagai sopirnya.
Zizi termasuk gadis cuek dalam hal penampilan, beda dengan Zidan yang sangat menjaga penampilan serta selalu memakai sunscreen. Sama seperti saat ini dia memakai training dan hoodie, sedang yang lain cuma pakai training dan kaos oblong biasa.
"Cepetan Zi larinya.....kita tinggal lho" Zaki memperingatkan.
"Bang....capek....gendong" Zizi merengek.
"Gimana konsepnya coba, jogging kok minta gendong" Zafran mengomel.
Yang diomeli malah mogok nggak mau lari. Ketiga kakaknya geleng-geleng kepala. Akhirnya mereka sepakat menggendong sang adik bergantian. Zaki yang dapat giliran pertama menggendong Zizi.
"Cepetan naik ke punggung" kata Zaki.
"Nunduk dikit, nggak nyampek ni...." Rengek Zizi.
"Bawel-bawel tak tuker sama cilok nanti" Zaki menggoda sambil merendahkan punggungnya. Zaki membawa lari Zizi mengejar saudaranya, yang enak-enak Nebeng di punggung tertawa ngakak.
"Udah....gantian.....udah encok ni punggung aku" Zaki menurunkan adiknya. Giliran Zafran yang menggendong adiknya sambil lari, setelah itu ganti giliran Zidan. Setelah tiga kali putaran nafas mereka ngos- ngosan, ketiganya rebahan di rumput. Zizi tertawa puas bisa mengerjai kakak-kakaknya.
"Udah-udah jangan pada dongkol, harusnya kalian terimakasih tau ke aku karena udah bantu kalian"
"Terima kasih dari Hongkong, capek tau, berat badan kamu" Zidan menjawab.
"Ya terima kasih lah......udah aku bantu bakar lemak, angkat beban itu lebih efektif bakar lemak daripada olah raga cardio".
"Ah udahlah.....nggak bakal menang debat sama radio rosak" Zaki menengahi.
"Bang kita sewa sepeda aja yuk" usul Zidan.
"Wah ide bagus tuh, cepet kalian ke sono, ke abang-abang sewa sepeda". Kata Zizi semangat.
"Kamu juga ikut kesana nona.....kalau cuma kita aja yang kesana, gimana bawa sepeda untuk kamu" kata Zafran.
"Nggak mau.....aku tuh maunya nebeng abang aja, males nggoes....".
"Mana bisa gitu, trus konsepnya gimana, olahraga kok nebeng terus, itu namanya nebeng raga....." Zaki mengomel.
"Alaaaaaaah udah yuk, nggak ada habisnya debat sama radio rosak, udah kamu tunggu disini aja, ingat jangan keman mana". Kata Zidan jengkel.
"Ok...." Zizi menjawab dengan senyum kemenangan.
Mereka bertiga berjalan menuju tempat penyewaan sepeda, tak lama kemudian mereka datang naik sepeda ke arah Zizi.
"Buruan sini" ajak Zidan.
"Aku mau sama bang Zafran aja, sini pinjem Hoodienya, cepetan buka". Kata Zizi sambil menarik Hoodie Zidan.
"Ehhhh ehhhh nggak ya......buat apa" Protes Zidan.
"Buat alas bok**gku, masa aku duduk dibesi, sakit tau". Zizi menarik paksa Hoodie yang dipakai Zidan. Kini Zidan cuma pakai kaos ketat yang menampakkan otot lengan dan perutnya yang sispek.
"Aku nggak mau sama bang Zidan, mau sama bang Zafran aja, bang Zidan ngomel Mulu".
"Ngatain orang, trus situ dari tadi nerocos terus ngapain nona......berdoa?" Kata Zidan dan langsung dapat geplakkan dilengannya oleh Zizi.
"Aduh......sakit tau...., bedosa loh mukul yang lebih tua".
"Nggak dosa ya.....lha wong aku udah berdoa kok". Jawab Zizi enteng.
"Mana ada buat salah berdoa, trus nggak dosa". Protes Zidan.
"Ada......nawaitu kaplok abangmu.....". Jawab Zizi dan kedua abangnya kertawa ngakak membuat Zidan makin jengkel.
"Jadi bersepeda apa lanjut adu mulut nih.....capek nunggunya" Zafran menengahi.
Akhirnya mereka bersepeda dengan Zizi yang cuma nebeng sama Zafran duduk di depan. Sebuah keakraban yang membuat orang iri, walaupun sering berdebat, bercanda konyol, mereka tetap kompak. Nampak sekali ketiga abangnya sangat menyayangi sang adik, Zizi.
Tanpa mereka sadari ada sepasang mata melihat ke arah mereka
"Cantik......" Gumannya lirih.
Nicco Galaxi, seorang pengusaha muda putra tunggal dari pasangan Mario galaxi dan Nilam Rahma.
Kembali ke Zafran and the geng, setelah memutari taman beberapa kali, akhirnya mereka istirahat.
"Bang pinjem dompet, aku mau beli jajanan abang-abang disono". Kata Zizi pada Zafran sambil tangannya kedepan.
"Aduh.....kena lagi.....nih tapi jangan lebih dari cepek ya....." Kata Zafran pura-pura marah.
"A elah bang, pelit amat, cepek dapat apa? Tiga ratus ribu lah.....keluar uang segitu nggak bakal bikin abang jatuh miskin".
Zizi mengambil uang tiga lembar seratus ribuan dari dompet Zafran lalu mengembalikan dompetnya. Dengan berlari menuju jejeran gerobak abang-abang yang ada dipinggir taman. Zizi berpindah pindah dari gerobak yang satu ke gerobak yang lain untuk memesan jajan yang diinginkan.
"Lihat tuh anak, ngapain pindah-pindah kayak gitu". Kata Zaki.
"Milih-milih lah tuh, atau nawar-nawar.....ha.....ha....ha....dasar calon emak-emak". Zidan tertawa lebar.
"Ngapain milih, kan di gerobaknya udah ada tulisan, wah......jangan-jangan dia mau beli semua....hedeuh......". Zafran geleng-geleng kepala.
Tak berapa lama Zizi lari menuju abang-abangnya dengan membawa beberapa plastik berisi jajanan. Dan tiba-tiba.....
Brukkkkk.....
"Ops sorry......" Zizi meminta maaf karena menabrak orang yang tengah berbicara lewat telefon. Laki-laki yang memakai training coklat tua dan Hoodie mustard berkaca mata hitam.
"Is okay..... don't worry....." Jawab laki-laki yang ditabrak. Dan Zizi melanjutkan larinya menuju kakak-kakaknya.
"Siapa tadi Zi.....coklat kuning kayak buah kakao aja" Tanya Zaki.
"Tak tahu, jangan julit deh, ngatain orang sembarangan, dia tuh bukan kayak kakao tapi kayak tai.......kuning ha...ha...ha...Jawab Zizi sambil tertawa.
"Itu mah lebih parah..."
"Makanya jangan lari-lari, jalan aja liat depan, nih lari jingkrak-jingkrak, girang amat kayak nggak pernah makan jajan aja" Omel Zidan.
"Beli apa aja nih....." Tanya Zafran.
"Nih ada ketoprak, bakso bakar, cilok, martabak, tahu bulat sama kacang rebus". Jawab Zizi sambil membuka bungkus jajanan. Mereka duduk merumput.
"Nih berlemak semua Zi......kita kesini mau bakar lemak, bukan mau nimbun lemak" kata Zidan nggak habis pikir, dengan kelakuan adik ceweknya karena dia sangat memerhatikan badan, karena itu dia sangat hati-hati dalam memilih makanan.
"Udah makan aja, nggak usah bawel, tenang aja aku jamin habis makan bakal langsung nambah dua kilo ha.....ha.....ha.....". Zizi ngakak. Kalau debat sama Zizi nggak ada habisnya. Capek dehhhhhhhh.
Akhirnya si bontot jadi sarjana
Diusia dua puluh satu tahun Zizi sudah tamat kuliah, kecerdasannya yang diatas rata-rata membuat seluruh keluarga bangga.
Dengan nilai IPK 3,9 akhirnya Zizi sebentar lagi akan jadi sarjana. Suatu impian yang sangat dia inginkan dari kecil, dan harapannya akan melanjutkan study di luar negri mengikuti jejak kakak-kakaknya. Dukungan keluarga menjadi penyemangat baginya untuk meraih pendidikan yang tinggi walaupun seorang anak perempuan.
Terlahir dari keluarga yang sangat berkecukupan tidak membuat dia menjadi yang malas mencari ilmu.
Tiga hari lagi Zizi akan wisuda, keperluan untuk wisuda sudah disiapkan sang mama, walupun harus penuh dengan perdebatan karena pilihan sang mama berbeda dengan pilihan Zizi.
"Bang nanti pas adek wisuda kalian harus cuti kerja lho, hari istimewa adek, jangan sampai kalian nggak ada." Mama memperingatkan ketiga anak laki-lakinya waktu makan malam bersama.
"Iya....jangan lupa hadiahnya disiapkan, jangan cuma buket doang, kalau ngasih hadiah jangan nanggung." Zizi menanggapi omongan mamanya sambil mengunyah makanan.
"Yeh.....hadiahnya kan udah kamu minta didepan, udah malak orang seenak jidatnya sendiri kok masih minta lagi, dahlah tasnya kecil mahal pula, buat anak seusia kamu nggak cocok tau, malah kayak emak-emak, dibilangin kok ngeyel." Penjelasan Zafran panjang lebar karena tidak sependapat dengan pilihan adiknya waktu ditemani membeli tas untuk acara wisuda.
"Abang tuh yang nggak ngerti trend, anak muda mah nggak perlu tas besar-besar, justru yang besar tuh kayak emak-emak mau ke pasar.....yang belum ngasih hadiah bang Zidan lho....jangan ngelak lagi dari tanggung jawab, bang Zaki udah beliin sepatu soalnya."
"Duit Abang kan nggak banyak kayak bang Zafran sama bang Zaki, gapapa dong nggak ngasih hadiah toh semua udah komplit kan."
"Mana bisa begitu, itu namanya tidak ada keadilan bagi seluruh keluarga, nggak ada apresiasi buat prestasi adiknya, pokoknya aku tetep minta ya.....jangan alasan nggak ada duit, demi adik tercinta harusnya abang rela utang."
"Nah tu satu lagi ide sesat.....mana ada ceritanya putra Wiguna ngutang buat beli sendal jepit, bisa viral aku."
"Oh jadi niatnya cuma mau ngasih hadian sendal jepit, boleh sih tapi sekalian sama pabriknya ha......ha.....ha...."
"Mati aku......kerja aja masih nebeng bang Zafran, gaji juga pas-pasan, makan tidur masih numpang, untung aja nggak tiap hari kerokan."
"Wah kelewatan nih anak....gaji segitu dibilang pas-pasan, udahlah utuh nggak mikir makan nggak mikir kontrakan, saldo kamu tuh bisa beli apartemen sama buat bangun pabrik sendiri tau." Zafran menggerutu karena dia tahu berapa gaji yang masuk ke rekening dan kira-kira berapa saldo Zidan yang tentu jumlahnya fantastis alias rekening gendut.
"Udah-udah....mumet mama....nggak ada hari tanpa bertengkar udah pada tua juga."
"Zizi belum tua ya ma.....bang Zafran noh yang tua, udahlah tua nggak laku-laku, hidup lagi ha....ha...ha..."
"Eh nggak sopan tau ngomong gitu sama orang tua." Kali ini Zaki ikut bicara yang dari tadi cuma jadi pendengar.
"Jadi bener kan bang Zafran udah tua."
"Baru juga umur 29 Zi......belum tua-tua amat, lagian wajah abang kaya baru umur 18 tahun, ya kan Zaf." Pak Adi ikut nimbrung bercanda dengan anak-anaknya. Walaupun sudah berumur selera humor pak Adi tinggi, nurun ke anak-anaknya.
Yang disindir matanya melotot karena jengkel tanpa menjawab.
Perdebatan di meja makan tidak ada habisnya sampai acara makan selesai, setelah makan mereka masih lanjut ngobrol diruang keluarga. Begitu mereka sangat menghargai waktu ketika masih bisa bersama sebelum mereka berpisah karena akan punya keluarga sendiri.
***
Akhirnya hari yang ditunggu tiba, acara wisuda Zizi. Semua sudah bersiap, Zizi satu mobil sama mama papanya disopiri Zaki, sedangkan Zafran satu mobil sama Zidan.
Zizi menggunakan kebaya abu muda sama seperti sang mama cuma modelnya yang berbeda. Kebaya dengan desain simpel tapi tetap elegan, dihiasi payet mutiara mempercantik tampilannya. Bawahannya menggunakan rok batik yang juga seperti mamanya. Riasan wajah yang natural karena wajah Zizi sudah cantik tanpa make up sekalipun. Sedangkan para pria menggunakan setelan jas hitam dengan hem abu muda.
Hanya orang tua yang diijinkan masuk kedalam graha, Zizi sudah duduk bersama teman-temannya. Orang tuanya duduk di tempat berbeda yang disediakan khusus untuk orang tua dan wali. Setelah nama Zizi dipanggil dan dibacakan prestasinya lalu turun dan disambut pelukan kedua orang tuanya. Zizi mendapatkan predikat mahasiswa berprestasi selama kuliahnya. Air mata bahagia tak dapat ditahan lagi, waktu tiga tahun lebih menunggu dengan semua beban tugas akhirnya terlewati juga.
Senyum bahagia dari pak Adi mengembang karena putri tunggalnya sudah mampu menyelesaikan pendidikan dengan prestasi membanggakan. Mereka bertiga keluar dari gedung dan disambut oleh abang trio wek-weknya. Mereka berfoto ria dan acara akan dilanjutkan nanti malam dengan makan malam bersama di restoran mewah di kota itu.
***
Di restoran dimana acara makan malam diadakan hanya diikuti satu keluarga itu, tidak mengundang teman atau saudara. Karena keluarga Wiguna tidak suka menunjukkan apa yang mereka miliki dan semua kesuksesannya.
Malam ini mereka sudah berada di sebuah restoran mewah. Zizi yang memakai dress putih selutut dengan hiasan renda membuat tampilannya bak gadis Korea, wajah cantik, kulit putih, tubuh yang ramping. Sedangkan sang mama memakai celana bahan hitam dan Tunik putih dengan jilbab yang senada. Para pria hanya mengenakan celana bahan hitam dan hem yang dilipat sampai bawah siku kecuali pak Adi yang memakai jas hitam.
Mereka nampak berbincang bahagia, karena keluarga itu tidak akan kehabisan bahan omongan kalau sedang berkumpul.
"Zi...apa rencanamu setelah ini? mau lanjut study apa mau langsung kerja aja, kalau mau
langsung kerja sama abang aja, karena bang Zafran sudah dibantu Zidan."
Zaki memang tak sekantor dengan Zafran dan Zidan, papanya memercayakan dia untuk mengurus bisnis hotel keluarga, beda dengan Zafran dan Zidan mereka dipercaya mengurus bisnis properti, Zidan belum dilepas untuk memegang salah satu usaha keluarga karena masih terlalu muda dan harus banyak belajar.
"Belum tahu bang.....tapi pinginnya nganggur dulu mendinginkan otak....lagian buat apa susah-susah kerja coba, uang tinggal minta ....abangku pada tajir semua kok."
"Mana ada orang kok cita-citanya jadi pengangguran."
"Lah orang hidup kan yang dicari enakya, kalau ada yang enak ngapain cari yang susah ....ya kan."
"Yo wes.....sak karepmu.....asal jangan malak orang terus-terusan."
Di meja lain restoran itu ada dua pasang mata yang memperhatikan mereka tanpa mereka sadari. Nicco duduk dengan asistennya, Yuda.
"Ko....kenapa dari tadi Lo memperhatikan keluarga pak Adi, jangan bilang Lo
naksir sama anak gadisnya."
"Emang kenapa kalau gua naksir, dia cewek gua cowok, dia cantik gua cakep, tinggi, kaya, anak tunggal udah pasti warisan gua banyak, masalah?"
"Ya enggak tapi jangan banyak ngarep deh, putri pak Wiguna pawangnya banyak, lagian ya kalau dia tahu lo tu brengs*k mana mau dia."
"Jangan asal ngomong ya, kita lihat aja nanti." Nicco tersenyum tipis.
Nicco mengetahui banyak tentang keluarga Wiguna karena keluarga Meraka menjalin kerjasama sejak lama sebelum perusahaan dipegang oleh Nicco. Bisnis di bidang properti, perusahaan Nicco sebagai kontraktor.
Nicco anak yang keras kepala, walaupun diakui pintar namun pergaulannya yang terlalu bebas, keluar masuk bar dan club bersama dengan sahabatnya yang bernama Alex. Ditemani perempuan malam, pulang dalam keadaan mabuk dan baju banyak noda lipstik sudah seperti hal biasa. Walaupun sering kena marah papanya dan berujung dengan pertengkaran, mamanya hanya bisa menangis kalau ayah dan anak itu bertengkar. Karena pasti berimbas pada kinerjanya di kantor. Erik sering memperingatkan tapi tak pernah diindahkan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!