"Desya my Honey Bunny Sweety!"
Adesya Sakura Atmaja
Teman-temannya memanggilnya Desya, kecuali keluarganya yang memanggilnya dengan nama tengah, Sakura atau Ura.
Seruan melengking sang sahabat membuat Desya geram melempar botol minuman Yunita kearah Gigi yang baru saja memasuki kelasnya.
Bahkan kedatangan Gigi disambut juga dengan seruan dari anak-anak di kelas Desya. Bukannya sakit hati, Gigi hanya menyengir sembari menjulurkan tangannya kearah siswa siswi dikelas Desya dan menggerak-gerakkan jemarinya, jangan lupakan gaya berjalan yang dibuat-buat bak Miss Univers.
"Lo dateng-dateng bikin kepala gue tambah puyeng aja tau gak!" Sembur Yunita.
Gigi hanya mengedikkan bahu dan duduk dimeja Desya, tidak menghiraukan perkataan Yunita yang dia anggap tidak berfaedah.
"Apa?" Tanya Desya malas.
Gigi langsung menyengir, "boleh gak gue nebeng sama kembaran lo, ayangku babang Ares."
Yup, Desya mempunya kembaran laki-laki.
Aresya Sagara Atmaja
Terkenal dengan mana Ares, panggilan keluarga padanya adalah Sagara atau Gara. Panggilan kesayangan mereka satu sama lain, Twin.
Sebelah alis Desya terangkat, "tanya aja ama Ares langsung, kenapa malah ama gue."
"Kalo lo mau nebeng Desya naik motor, baru bener lo datengnya kemari" Yunita menoyor kening Gigi geram.
"Masalahnya si Ares kan ogah kalau gue tebeng, mangkanya gue kesini biar Desya yang bujuk tuh kembarnya."
"Ogah" tolak Desya mentah-mentah.
Meski Desya dan Ares kembar, mereka masih menjaga batasan privasi masing-masing.
Karena itu ajaran orang tua mereka, dilarang ikut campur urusan masing-masing kecuali urgent dan untuk kebaikan sesama.
Desya berdiri dari duduknya dan hendak melangkah pergi, bell pulang sekolah sudah berbunyi sepuluh menit lalu, tetapi karena pelajaran terakhir adalah fisika dan menguras otak, anak-anak dikelasnya memilih untuk tidak langsung pulang.
"Eit!, tunggu dulu dong" Gigi menghadang langkah Desya dengan tangan terentang. "Ayo dong Des bantuin gue, gue kan sahabat lo."
"Bodo amat, gue lebih mentingin perasaan kembaran gue dari pada lo."
"Jangan keluar dulu!."
Kali ini Gigi berseru heboh sambil menarik-narik tangan Desya, membuat Desya jengah.
Tangan Gigi bahkan membelit lengan Desya, tetapi tatapan mata Gigi malah terarah pada Yunita yang berdiri disamping gadis itu.
Kening Desya mengerut melihatnya, ada sesuatu yang mencurigakan, sesuatu yang membuat Gigi menahanya agar tidak cepat-cepat keluar dari kelas.
"Twin!, gue pulang bareng lo ya naik motor."
Tiba-tiba Ares masuk kedalam kelasnya dan berdiri didepan Desya seakan menghadang langkah Desya seperti yang dilakukan Gigi tadi.
Desya menghela nafas menahan diri agar tidak memberondongi mereka berdua dengan pertanyaan. "Lo kan bawa mobil Gara, jangan ..."
"Mobil gue biar nanti Gigi yang bawa" potong Ares melempar kunci mobilnya pada Gigi yang diterima gadis itu dengan gesit.
Perasaan Desya mulai tidak tenang, segala pertanyaan muncul di otaknya.
Rahangnya seketika kala satu pikiran negatif berkelebat dibenaknya, Desya menyentak lengannya dari belitan tangan Gigi dan berjalan pergi keluar kelas.
Selama perjalan ke arah parkiran motor, Ares beberpa kali mencoba menghentikan langkah Desya namun Desya tetap berjalan dan tidak perduli. Hingga pada akhirnya Desya tidak bisa melepaskan diri dari belitan tangan Ares yang memeluknya dari belakang, sehingga Desya harus menginjak kaki Ares sekuat tenaga agar terlepas dari belitan tangan kembarannya itu.
"Aww!, sakit Twin!"
^-^
"Clara!" Desisan dengan suara lirih penuh dengan peringatan.
"Aku kan kangen Elio!."
Pria itu bernama Elio, dia mencoba untuk melepaskan tubuhnya dari pelukan erat Clara. Beberapa kali Elio meminta gadis itu untuk melepaskan pelukannya tetapi Clara malah semakin erat memeluk tubuh Elio.
Mereka masih didepan pagar sekolah Clara, beberapa orang yang mengenal Elio menatap sinis kearahnya. Bahkan satpam sekolah malah menatapnya garang, terlihat tatapan kebencian mereka pada Elio.
Dari tempat Elio berdiri, dia bisa melihat sosok gadis yang sedang duduk diatas motor sportnya menatap datar pada Elio meski jarak mereka cukup jauh.
Adesya Sakura Atmaja
Hanya beberapa detik tatapan mata mereka bertemu sebelum gadis itu memutuskan tautan mata mereka, mengenakan helm full facenya dan mulai mengendarai motornya keluar dari parkiran dan melewati Elio yang membantu Clara masuk kedalam mobil.
Wangi parfum gadis itu tercium samar, padahal deru motor sportnya sudah tidak lagi terdengar ditelinga Elio.
"Dasar cowok buaya, baru putus dari Desya malah pacaran sama anak sekolah kita lagi."
"Disekolahnya gak ada cewek cantik kali."
"Kalau gue jadi Desya, si Clara udah gue pitek."
"Iya, bisa-bisanya dia putus dari kapten basket sekolah kita malah pindah sama si pemain cadangan, bawahan Desya pula."
"Tipe cewek si kapten basket SMA Kalingga nyungsep, wahahahaa ...."
"wahahaaaa iya ya!."
"Mata Elio belekan kali, mangkanya dia malah milih Clara."
Tidak ingin mendengar apapun lagi dari para siswa siswi julid sekolah Desya, Elio memutuskan untuk segera masuk kedalam mobil dan pergi dari sana.
^-^
.
Hai ....
Terima kasih sudah mampir 🖐
Sebelum lanjut baca BAB-BAB selanjutnya 🙏 mohon untuk meninggalkan jejek 👍Like 💬Komen ⭐️Bintang 🔖Vote ❤️🔥Favorit atau sebagainya deh ... Asal ninggalin jejak 🤗 karena novel ini udah sampai 60 BAB tapi yang baca lebih 2K tapi yang like cuma 250rb 🤭
Author tetap bersyukur kok ...
Tapi kalau kalian ninggalin jejak malah buat Author tambah bersyukur, bahagia dan semangat Nulisnya karena banyak dukungan 🤩
Sekali lagi terima kaish sudah mampir 🙏
Lope You 😘
Unik_Muaaa💋
Meski sudah malam, suara dari pantulan bola masket masih terdengar. Beberapa anak masih bermain basket dilapangan basket yang berada di taman komplek dengan cahaya lampu jalan, meski tidak begitu terang seperti di gedung olahraga sekolah mereka.
Dipinggir lapangan ada sekelompok anak muda, ada yang tawa sembari terus petikan gitar untuk mengiringi temannya yang bernyanyi dengan suara sumbang penuh percaya diri, tidak menghiraukan seruan dan protesan teman-temannya yang lain.
"Gue istirahat dulu."
Tampa menunggu jawaban dari sang kapten, laki-laki itu duduk dengan temannya yang lain dipinggir lapangan.
Mengambil botol minumnya dan meminumnya sembari menyelonjorkan kaki, mereka baru saja latihan satu jam sudah ngos-ngosan, tetapi kapten basket mereka masih saja berdiri tegak mendribel bola dan sesekali melakukan tembakan ke ring basket.
"Elio itu kalau lagi mau tanding sama SMA sebelah pasti langsung badmood, anggota timnya suruh latihan mulu, emangnya anak-anak gak ada yang protes gitu Sa?."
Aksa, yang mendapat pertanyaan dari Rigel malah menunjuk anak-anak tim basket sekolah mereka dengan dagu terangkat.
Semua anggota tim basket sudah tepar, terlentang di lapangan dengan ngos-ngosan. Memang benar baru satu jam, tetapi kalau nonstop main terus mana mampu para junior itu bertahan.
"Mereka mau protes apa?, Elio minta mereka datang agar stamina mereka bisa lebih kuat kalau melawan tim SMA sebelah. Mereka baru satu jam latihan udah ngos-ngosan, berani ngeluh, si kapten pasti nambah jam latihan."
"Ya jangan disamain ama tenaga kalian Sa, mana mampu mereka."
"Kenapa gak lo ngomong ama Elio aja langsung."
"Hadeh!, bisa jadi perkedel gue" Rigel mengatakannya sambil menggelengkan kepala cepat, mana berani dia. "Gue tuh bukan takut, tapi gue males aja kalau Elio kembali jadi kulkas dua pintu kayak dulu, ya gak Kal?."
"Kalau dua pintu mah mending, ini malah jadi kulkas freezer penyimpanan frozenfood."
"Iya ya, dia tambah dingin aja orangnya, gue lama-lama males yang mau ngomong ama tuh orang."
"Temen kita sebelum ketemu si do'i udah dingin, eh .... Putus dari si do'i langsung beku tuh muka, ngala-ngalain gunung es aje."
Aksa tidak ikut menimbrung pembicaraan Haikal dan Rigel, apa yang dibicarakan mereka ada benarnya, dan itu tidak bisa dibantah karena Aksa juga merasan perubahan itu.
Sejak putus dari Desya, Elio semakin tertutup, semakin jarang bicara dan terkadang terdiam ngelamun. Meski Elio sudah memiliki pacar lagi, Aksa yakin jika Elio tidak benar-benar mencintai pacarnya itu.
Dret ....
Ponsel Aksa bergetar, ada notifikasi masuk yang membuatnya mengernyitkan kening. Dengan cepat Aksa membuka notifikasi itu, menghela nafas sejenak, sebelum memutuskan untuk menghampiri Elio.
Aksa berjalan menghampiri Elio dengan membawa sebotol air minum ditangannya.
"Ini lanjut latihan apa gimana?" Tanya Aksa sembari menyodorkan air yang dibawanya pada Elio.
Elio menerima botol pemberian Aksa, meminumnya dan membasuh rambutnya yang telah basah karena keringat dengan sisa air yang baru saja diminumnya.
Setelah Elio kembali berdiri tegak sembari mengibas-ngibaskan rambutnya, barulah Aksa menjulurkan ponsel miliknya pada Elio tampa mengatakan apapun.
Tampa menyentuh ponsel Aksa, Elio bisa melihat apa maksud Aksa menjulurkan ponselnya pada Elio. Terlihat jelas layar ponsel Elio menunjukkan memperlihatkan foto seorang Gadis yang dikelilingi oleh beberapa laki-laki dengan motor didekat mereka.
Jangan salah, fokus Elio bukan pada laki-laki yang mengelilingi Gadis itu, karena salah satu dari laki-laki dalam foto itu ada sang kembaran Gadis itu. Fokus Elio pada tempat dimana foto itu diambil, tempat yang sangat Elio kenali, terutama caption yang tertulis dibawah foto itu begitu jelas.
Queen Bee Sirkuit akan beraksi
Degup jantung Elio serasa berdetak kencang. Siruit?, Queen Bee Sirkuit?, Desya. Desya akan kembali turun dalam balapan liar.
Elio tau jika Desya dan Ares menyukai balapan, tetapi setelah mereka menjalin hubungan, Desya hampir tidak pernah lagi ikut balapan motor, terutama Elio selalu melarang gadis itu.
"Gigi mosting itu beberapa menit yang lalu" ungkap Aksa kembali memasukkan ponselnya kedalam saku celana.
^-^
Prang ...
Baru saja Elio membuka pintu rumahnya, terdengar seperti barang pecah belah yang jatuh. Bukan menghampiri sumber suara yang dia dengar barusan, Elio justru terus melangkah menaiki tangga menuju kamarnya.
Belum juga masuk kedalam kamarnya, pintu disebelah kamar Elio dengan nama pemilik kamar Reiki terbuka.
"Pasti itu ibu kampungan lo, lagi-lagi dia mecahin piring."
Elio tidak mengindahkan ucapan Reiki, dia masuk kedalam kamarnya, merebahkan tubuhnya keatas kasur dan menatap pada langit-langit kamarnya.
Akhir-akhir ini Elio semakin malas berada dirumah ini, setiap kali melangkahkan kaki memasuki rumah ini, bukan lagi kebahagiaan yang dia rasakan, namun perasaan sesak dan gamang yang menerpa. Setiap hari Elio selalu menghabiskan waktu diluar dengan bermain basket atau sekedar nonton dengan anggota basketnya.
Ting ...
Dentingan pesan masuk di ponselnya.
Elio mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, satu pesan masuk dari sang Papa.
Papa : uang jajanmu sudah Papa transfer, jangan ditransfer balik seperti bulan lalu
Papa : jika berani mengembalikan, Papa akan cari uang simpananmu itu dimana kamu coba sembunyikan, lalu akan Papa BAKAR.
Papa : Take my words!!
Elio tengkurap, membenamkan wajahnya dikasur untuk meredam teriakannya sembari memukul-kasur untuk melampiaskan sesak didadanya
Jangan terlalu baik Pa!
^-^
Malam semakin larut, jalanan mulai lenggang, namun ditempat itu begitu ramai dan terang, deru kenalpot sepeda motor saling sahut menyahut memecahkan kesunyian malam. Suara tawa dan teriakan heboh menggema diseluruh penjuru, tidak ada yang menghalangi mereka berekpresi disini, tempat dimana para remaja berkumpul dan beberpa tahun lalu jalan raya semi ini menjadi sirkuit balapan liar para pemotor dan terkadang juga dipakai untuk para pembalap mobil liar.
Desya dan Ares menemukan tempat ini secara tidak sengaja beberpa tahun lalu, sepertinya sebelum mereka masuk SMA, bahkan terkadang mereka ikut turun balapan liar dengan yang lainnya. Bagaimana dengan Daddy dan Mummy mereka?, tentu saja mereka tau. Bagaimana bisa mengizinkan?, karena Desya yang pintar bernegosiasi tentunya, sehingga Daddynya hanya bisa pasrah. Memangnya apa yang akan mereka bantah jika pengandaian Desya menyeramkan?.
"Lebih baik mana, Usa sama Ares having fun dengan kumpul-kumpul dan terkadang balapan. Terkadang Mum!, gak tiap hari juga. Atau Ura dan Gara having fun dengan pergi ke club terus tiba-tiba gak sadar ... Naudzubillah Ura Hamidun duluan dan Ares Hamidun anak orang ?, hayo ... Pilih mana ...."
"Astaghfirullah, mulutmu ...."
Malam itu, mulut Desya beberapa kali jadi sasaran empuk mendaratnya majalah yang digulung oleh sang Mummy.
Suara pengumunan jika balapan akan segera dimulai terdengar.
Desya dan ketiga pembalap lainnya mulai berjalan kearah motor mereka yang terparkir digaris start. Motor sport berwarna hijau milik Desya berada di pinggir kanan. Para penonton balapan liar itu berdiri dipinggir jalan dengan teriakan heboh menyemangati.
Semua pembalap sudah siap, tetapi balapan masih belum juga dimulai. Desya melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya, sudah lima menit dia dan pembalap alinnya siap di atas motor masing-masing, Desya kembali melepas helmnya mulai gerah.
"Woy bang!, katanya mau mulai, ini kenapa gak mulai-mulai" protes Desya.
Pembalap yang lain dan para penonton mulai riuh ikut bertanya pada si pemandu yang jawabnya dengan sebuah cengiran, mereka memanggilnya Bang Tio.
Tio berdiri ditengah-tengah kerumunan dengan pengeras suara ditangannya.
"Bentar lagi, ada yang mau gabung, lumayan dia ngajuin diri barusan, berani ngeluarin sepuluh juta" cengirnya.
Disambut dengan seruan dari berbagai pihak.
Pembalap di samping Desya memberi kode untuk Bang Tio mendekat, dia adalah Mario, salah satu pembalap yang cukup diperhitungkan disirkuit ini sebelum datang Desya tahun lalu.
"Emang siapa?" Tanya Mario, "gue gak mau balapan ama newbie meski uang yang dia keluarin banyak."
Tio mengangkat kedua jempolnya sembari tersenyum lebar, "tenang, dia Kaisar bro" ucapnya terlihat penuh kebanggaan.
Mario malah berseru, melipat tangan didepan dadanya, terlihat angkuh, kebiasaan Mario jika sedang tidak sabar melawan lawan yang tangguh.
Kening Desya mengerut karena ini baru kali pertama Desya mendengar nama Kaisar disirkuit ini.
"Kaisar siapa?" Tanya Desya, "kok gue baru denger nama Kaisar disini?."
"Ck!, mangkanya jangan terlalu lama vakum" cibir Tio.
Tak
Desya meninju pelan lengan Tio sambil berdecak, "gue kan udah dikelas akhir SMA, ya gak bisa lah sering-sering kesini."
"Udah dikelas akhir, apa karena patah hati" Tio malah menyindir.
Mata Desya melotot tidak percaya jika Tio tahu masalah patah hatinya.
Tio malah tertawa kecil menepuk-nepuk pundak Desya sebelum melangkah berbaur dengan para penonton yang berdiri dipingir area jalan.
Brum ..
Suara deru motor perlahan terdengar mulai mendekat, menarik perhatian beberapa orang yang penasaran dengan sosok pembalap yang dinanti Tio.
Desya mengenakan helm full facenya sebelum ikut menolehkan kepala penasaran dengan siapa Kaisar yang Tio dan Mario tunggu-tunggu.
"KAISAR!!!."
"OH MY GOD!!!, MY KAISAR!!!."
Pekikan histeria dari para kaum hawa begitu mendominasi, hingga seruan sambutan dari para kau adam teredam oleh pekikan centil mereka. Ya, mereka centi menurut Desya.
Kaisar menghentikan laju motornya disamping kanan Desya, lalu menoleh kearah Desya yang masih menatap kearahnya sebelum Kaisar memutuskan tautan mata mereka dan menatap stiker bunga Sakura pink dengan inisial A yang tertempel di side panel kanan motor Desya.
"Ternyata bener, Adesya ada disini."
Deg ...
Meski helm yang dikenakan Kaisar full face dengan kaca gelap, Desya bisa mengetahui jika Kaisar yang sejak tadi membuatnya penasaran adalah Elio. Cukup hanya mendengar suara Kaisar, Desya sudah bisa mengetahui siapa Kaisar sebenarnya.
Aura negatif seakan menguar dari diri Desya, wajahnya berubah datar seketika.
Desya menstandar motornya, menarik kunci motornya sebelum turun dan berjalan keluar dari sirkuit sembari melepas helm yang baru saja dia pakai.
Ares, Gigi dan Taya, salah satu teman Desya namun lain sekolah menatap penuh tanya pada Desya. Bukan hanya mereka bertiga, bahkan semua yang melihat Desya keluar dari sirkuit mempertanyakannya kenapa Desya malah pergi setelah Kaisar datang.
Sesampai didepan Taya, Desya melempar kunci motor dan helmnya pada gadis itu, untung saja Taya bisa menangkapnya dengan sigap hingga helm jutaan rupiah itu tidak jatuh ketanah dan lecet.
"Pulang Twin" ajak Desya sembari berjalan menjauh, "gue udah gak mood balapan" lanjutnya.
"Ada apa?" Tanya Ares sembari menyamai langkah kaki Desya.
"Dimobil lo ada bola basket kan?, kita main dulu sebelum pulang."
Bukan menjawab pertanyaan Ares, Desya malah bertanya tentang bola basket dan mengajaknya main.
Dari gaya bicara Desya, Ares bisa menebak jika mood kembarannya itu sedang tidak baik-baik saja.
Ares hanya bisa menghela nafas pasrah, dia tidak bisa bertanya kenapa dengan mood Desya, karena akan semakin memperburuk mood kembarannya itu.
"Dia Elio."
Langkah Ares seketika berhenti, ternganga tak percaya dengan apa yang dikatakan Desya, lalu tatapan matanya memicing menatap Desya penuh curiga.
Desya ikut-ikutan berhenti karena tidak mendengar langkah kaki Ares dibelakangnya.
"Gue gak lanjut balapan bukan karena dia dulu gak suka gue balapan, Ares!" Desis Desya menatap Ares malas sebelum kembarannya itu berfikir yang macam-macam. "Gue liat dia aja langsung emosi, dan gue gak mau balapan dengan otak penuh emosi gini, dan berakhir lo yang akan dimarahin Daddy kalo ge sampek ..."
"Ah!" Seru Ares memotong kalimat Desya sambil mengatupkan kedua tangannya, "ternyata adik gue masih sayang nyawa gue" ucapnya sarkas.
Ya, jika Desya lecet sedikit saya, Ares pasti kena omelan Daddynya, bahkan Mummynya bisa dua hari dua malam mengungkit-ungkit. Tetapi Ares tidak percaya dengan alasan utama Desya itu.
Desya berdecak karena tatapan Ares menunjukkan ketidak percayanya dengan apa yang Desya katakan, "lo kan tau kalau gue ngelepasin emosi gimana, Gara."
Kalau berkendara melampiaskan dengan menarik gas ugal-ugalan, kalau ada Daddy pasti nangis gak berhenti-berhenti, kalau sama Gigi, Yunita dan Taya pasti akan makan-makan, dan jika dengan gue pasti akan main basket sampai kecapean mau pingsan.
Ares hanya dapat berguman di dalam hatinya, dia sudah hafal dan sangat amat mengerti bagaimana sosok kembarannya itu.
Kali ini yang menemani Desya saat Emosi adalah Ares, jadi Ares harus benar-benar menyiapakan diri dan mental untuk menemani sang kembaran meredamkan emosi sebelum pulang dan bertemu Daddy mereka.
Dari pada membiarkan Desya balapan dan berakhir dengan kejadian yang tidak diinginkan, yang ada dia akan berakhir ditangan sang Daddy yang sangat menyayangi Desya melebihi sayangnya pada Ares dan adik laki-laki mereka, Enzo.
^-^
.
Mohon untuk selalu meninggalkan jejak ya Readers 😍 Biar Author tambah semangat nulisnya😇
Makasyeh buwaaanyak udah mampir 🥰
Lop yuuuu 😘
Unik_Muaaa
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!