Gadis itu tersenyum saat ponselnya berdering, nama Galang terpampang di sana. Buru-buru ia menjawab panggilan itu.
“Buruan!” Seperti itu yang ia dengar saat mengangkat panggilan Galang. Arletta berdecik.
“Bawel ! Bentar,” ucap gadis itu memutuskan sambungan telepon Galang.
“Siapa Ta?” Tanya mama Lia penasaran. Arletta mengedikkan bahunya tersenyum pada mamanya.
“Tata berangkat ma, pa,” pamitnya setelah menegak air putihnya. Tak lupa ia mencium kening Arfan, adik kesayangannya itu.
“Ish ! Apaan sih !” Protes Arfan, yang sudah berumur 10tahun itu. Arletta tidak menghiraukan ocehannya, ia langsung keluar rumah menemui Galang. Mama Lia yang masih kepo menoleh pada ambang pintu yang mulai tertutup lagi.
“Berangkat sama siapa tuh kakak kamu?” Tanya mama Lia penasaran. Arfan yang tadi menatap kepergian kakaknya menoleh pada mamanya,
“Siapa lagi kalo bukan Kak Galang,” jawabnya kembali menyuap nasi gorengnya. Papa Bayu tidak berkomentar apapun namun senyuman terukir di wajahnya. Mama Lia hanya berooh tanpa suara.
***
Galang duduk di atas motornya dengan kedua tangan yang ia tumpukan pada helm di atas motornya. Galang menegakkan tubuhnya saat mendengar knop pintu terbuka.
“Lama banget,” komentar Galang saat Arletta baru saja keluar dari rumahnya. Arletta mengambil helm di tangan Galang lalu memakainya.
“Namanya juga cewek,” ucap Arletta, tanpa menunggu perintah, dia langsung saja duduk di jok belakang motor Galang. “Yuk,” sorak Arletta mengundang decakan Galang.
“Ta, nanti lo pulang sama temen lo, ya, gue ada kelas tambahan nih,” ujar Galang. Arletta mengangguk, “oke!”
Jarak rumah mereka berdua dengan sekolah tidak terlalu jauh hanya lima menit dengan menaiki motor.
Sampai di sekolah Arletta memberikan helm pada Galang,
“Belajar yang rajin, jangan banyak bengong, satu lagi jangan banyak ngobrol kalo lagi ada kelas,” ceramah Galang, sudah menjadi sarapan setiap pagi untuk Arletta. Arletta hanya memutar bola matanya jengah.
“Iya iya bawel banget sih, udah sana-sana masuk kelas, hati-hati kesandung masa lalu, eh,” ujar Arletta menutup mulutnya, namun terdengar kekehannya membuat Galang ikut terkekeh.
“Ya udah, bye,” ucap Galang menepuk puncak kepala Arletta. Meski sudah terbiasa dengan kebiasaan Galang itu, Arletta tetap saja berdebar saat Galang memperlakukannya seperti itu.
Galang dan Arletta berpisah karena kelas mereka berbeda lorong. Arletta berjalan menyusuri lorong dengan sedikit bersenandung.
“Ta? Berangkat bareng lagi? Balikan yaa?” Tuduh Andini yang tiba-tiba di belakang Arletta. Arletta hanya menggeleng acuh padanya.
“Raya mana? Ngga berangkat bareng lo?” Tanya Arletta mengalihkan pertanyaan Andini.
“Tau tuh anak, tadi dia bilang ke toilet, duluan aja yuk, ntar juga dia nyusul,” ujar Andini yang dibalas anggukan oleh Arletta. Mereka pun berjalan berdua ke kelasnya.
***
“Pinjem catatan dong Lang!” Ujar Doni duduk di depan Galang yang baru saja sampai di bangkunya. Galang mendongak setelah meletakkan bukunya di atas meja.
“Lo ngga belajar lagi?” Desah Galang. Doni mengedikkan bahunya acuh mengambil buku catatan Galang. Galang menjitak kepala Doni dengan bolpoin di tangannya.
“Gimana lo mau lulus dengan nilai bagus kalo gitu, ck, dasar,” decah Galang. Maya mendekatkan kursinya ke meja Galang begitu juga Rina.
“Nanti jadi ada kelas tambahan ngga sih?” Tanya Maya mulai menulis seperti apa yang Doni lakukan, begitu juga Beni, Rangga dan Rina.
“Tahu nih, Pak Budi bilang sih ada urusan setelah pulang sekolah,” ujar Beni tanpa mengalihkan tatapannya.
“Masa iya?” Tanya Galang tidak yakin, mulai tertarik dengan pembahasan itu.
“Ya udah, gimana kalo kita belajar bareng di rumah lo Lang?” Usul Rina.
Galang mengernyit, “kenapa harus rumah gue?”
“Ya kan di rumah lo banyak camilan Lang,” timpal Rangga mengundang tawa teman-temannya.
“Ah elah, alasan macam apa tuh? Mau belajar apa nyari camilan sih, kalian?” Protes Galang. Mereka masih setia dengan tawa mereka.
Galang menyadari sesuatu, “Heh, kalian ngajakin gue ngobrol biar gue ngga sadar kalian semua nyontek catatan gue!”
Mereka kembali tergelak saat Galang menyadari tindakan mereka.
***
Jam istirahat, Arletta dengan kedua temannya menuju kantin paling awal, seperti biasa. kalau mereka telat sedikit, mereka tidak akan kebagian kursi di kantin itu.
“Ta, ambilin kecap di depan lo dong!” Ucap Andini pada Arletta yang duduk di sebelah Raya. Ia menoleh dan mengulurkan botol kecap itu pada Andini.
Raya yang tidak sengaja menatap seseorang yang dia kenal itu, menyenggol lengan Arletta membuatnya menoleh.
“Kenapa Ya?” Tanya Arletta bingung.
“Riyan tuh,” tunjuk Raya pada Arletta membuatnya langsung menoleh pada apa yang Raya tunjuk. Begitupun Andini yang berhenti menuang kecap ke dalam mangkok baksonya. Benar saja Riyan dengan kedua temannya baru saja datang ke kantin.
Riyan, cowok yang pernah mengungkapkan perasaannya pada Arletta, namun Arletta tidak menerimanya.
Arletta menunduk kembali memakan baksonya begitu juga Raya dan Andini.
Brakk..
Baik Arletta, Raya maupun Andini sama-sama terkejut dan langsung mendongak. Arletta yang tahu siapa pelakunya langsung memasang wajah betenya. Cowok itu duduk tanpa rasa bersalahnya di depan Arletta.
“Kenapa sih lo? Ada dendam apa lo sama gue? Hmm? Kalo gue kesedak gimana?” Omel Arletta masih mengunyah bakso di mulutnya.
Galang terkekeh melihat Arletta yang justru terlihat menggemaskan saat sedang marah. Galang mengacak rambut Arletta membuat Arletta semakin jengkel.
“Lang ih !” Dengus Arletta membenarkan kembali rambutnya. Galang menuang kecap dan sambal di mangkoknya.
“Ngga usah cemberut gitu, makin cantik tahu,” goda Galang mengaduk baksonya lalu menyantapnya.
“Dih bucin !” Kompak Andini dan Raya. Galang terkekeh mendengar kedua sahabat Arletta memrotesnya.
“Dih sirik, iri bilang dong!" ujar Gilang terkekeh.
“Ikutan dong!” Seru Rangga disusul Doni dan Beni yang masing-masing membawa mangkok bakso.
“Kirain lo makan bareng pacar lo, Don?” Tanya Galang menatap Doni yang tengah mengaduk mangkok baksonya.
“Rina lagi diet katanya,” ujarnya lesu. Galang menggeleng iba, dia kembali menoleh pada Arletta yang tengah menscrooll layar ponselnya.
“Makan dulu, baru main hp!” ujar Galang mengambil ponsel Arletta, ia memasukkan ponsel itu ke sakunya.
“Ih Lang, penting itu,” decak Arletta, namun Galang mengacuhkannya dan memilih untuk memakan kembali baksonya.
***
“Gebetan lo tuh,” tunjuk Adit pada Bagas. Bagas hanya tersenyum acuh melihat ke arah gadis yang ditunjuk Adit tadi. Bagas pun dulu pernah mengincar Arletta, namun ia mundur saat tahu saingannya berat.
“Yan, lo masih ngejar si Letta?” Tanya Adit saat merasa diacuhkan Bagas tadi.
Riyan yang tengah meminum sprite di tangannya itu tersedak.
“Ngga usah syok gitu kali,” timpal Bagas terkekeh, Riyan hanya mendengus.
“Biar lah, gue nyari waktu yang pas buat nembak dia lagi,” ucap Riyan santai. Bagas mengernyit.
“Lo yakin nyari waktu? Tuh lihat, dia aja deket lagi sama Galang,” ujar Bagas. Memang benar, Arletta semakin hari semakin dekat saja dengan Galang. Mungkin akan memperkecil kesempatan buat deketin Arletta lagi.
“Gue ngga mau gegabah,” ucapnya.
“Lo mau ditikung untuk yang kedua kalinya?” Timpal Bagas. Riyan terdiam, kembali ia memperhatikan Arletta dari kejauhan. Arletta tampak asyik becanda dengan kedua sahabatnya itu dan kakak kelasnya. Terutama Galang, mantan kekasih Arletta.
Assalamualaikum teman-teman onlineku!!
Lama ya kita ngga jumpa? Aku datang dengan cerita baru nih..
yuk ramein. Jangan lupa vote dan tambahin ke reading list kalian yaaa
Thanks ❤️❤️❤️✨
Awal semester kelas X, Riyan yang menjabat ketua kelas di kelasnya sudah hafal betul sifat-sifat teman satu kelasnya. Termasuk Arletta yang sejak awal masuk di SMA ini sudah menjadi perhatiannya. Dan beruntunglah dia, Arletta berada satu kelas dengannya.
Satu semester berlalu, Riyan rasa ingin menjadikan Arletta sebagai kekasihnya. Namun karena dia tak pernah PDKT dengan siapapun sebelumnya, dia tidak tahu harus memulai dari mana.
“Kenapa lo? Galau?” Ucap Bagas yang kebetulan lewat di depan kelas Riyan.
“Ngga,” bantahnya. Bagas menghela nafasnya. Ia melirik ponsel di tangan Riyan. Terpampang foto candid seorang gadis yang tengah tertawa.
“Cewek tuh?” Tunjuk Bagas dengan dagunya. Riyan menoleh pada Bagas yang tengah menatap ponselnya. Ia pun langsung menyembunyikan ponselnya.
“Ngga ada,” bantahnya lagi.
“Alah ngeles aja lo, siapa cewek itu? Mau gue bantu?” Tawar Bagas. Riyan tampak berpikir mencerna ucapan Bagas.
“Ah kelamaan, mana sini lihat,” ujar Bagas, dengan enggan Riyan mengulurkan ponselnya.
“Ini? Arletta kan?” Tanya Bagas saat melihat layar ponsel Riyan. Riyan mengernyit, “Lo kenal?”
Bagas terkekeh, “Siapa sih yang ngga kenal Arletta, dia sering ke kelas gue, sahabatnya Andini tuh,” ungkap Bagas. Riyan hanya mengangguk.
“Gue balik ke kelas dulu, ya?” Pamit Bagas.
Dua hari berlalu, Riyan masih enggan mengungkapkan perasaannya, namun kali ini ia mencoba untuk memberanikan diri. Riyan menatap siswa siswi yang baru saja keluar kelas. Tak terkecuali Arletta yang baru berdiri dari bangkunya.
“Ta, boleh ngomong bentar?” Cegah Riyan, Arletta yang tengah berjalan ke luar kelas pun berhenti di samping bangku Riyan.
“Iya Yan? Kenapa? Ada tugas tambahan?” Tanya Arletta polos. Riyan tampak canggung karena masih ada Raya di samping Arletta. Raya yang merasakan adanya canggung memilih untuk keluar terlebih dulu.
Setelah kepergian Raya, Riyan bernafas lega, hanya ada dia dan Arletta sekarang.
“Ta, gue suka sama lo. Lo mau ngga jadi pacar gue?” Ucap Riyan menatapnya serius. Arletta cengo menatap Riyan di depannya. Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Ternyata hari itu datang juga, Arletta tahu bahkan tanpa Riyan mengucapkannya. Siapa lagi yang memberitahukannya kalau bukan Bagas. Beberapa hari lalu Bagas menemuinya waktu Arletta tengah berbincang dengan Andini.
Sejak hari itu Arletta dan Bagas berteman. Selain Bagas yang tampan, Bagas juga pandai melontarkan canda, membuat siapapun nyaman di dekat Bagas, termasuk Arletta. Mereka bahkan sering becanda bersama.
“Eum, Yan. Gimana ya? Gue-“
“Kalo lo ngga bisa jawab sekarang, gue bisa nunggu kok. Ah, gue—pulang dulu ya,” ucap Riyan sebelum meninggalkan Arletta. Ia belum siap menerima penolakan Arletta.
Arletta mengerjap, menatap kepergian Riyan. Apaan ini? Kenapa Riyan yang menghindar secepat itu? Arletta masih cengo melihat pintu kosong di depannya.
Keesokan harinya, Arletta baru saja masuk di kelasnya. Tidak seperti biasanya, Riyan tampak acuh padanya. Bahkan saat Arletta ingin menyapanya, Riyan memilih untuk pergi.
Bahkan seperti tidak terjadi apapun kemarin. Dua hari, tiga hari masih sama. Lama-lama Arletta jengah. Setelah bel pulang sekolah Arletta menghampiri Riyan di bangkunya.
Riyan yang tahu Arletta mendatanginya merapikan buku dan alat tulisnya.
“Eh Ta, gue duluan ya, buru-buru,” ucapnya berdiri dari sana. Secepatnya ingin pergi dari depan Arletta.
“Lo di tungguin Bu Lina di kantor,” ucap Arletta menghentikan langkah Riyan. Riyan menoleh sekilas. “Oke gue ke kantor sekarang,” ucap Riyan meletakkan tasnya di meja sebelahnya.
Arletta mengedikkan bahunya lalu duduk di bangku dekat tas Riyan. Ia menidurkan kepalanya di samping tas Riyan. Sambil menunggu Riyan kembali. Kurang dari tiga menit terdengar suara langkah kaki yang cepat. Riyan berlari ke arahnya.
“Aihh! Lo ngerjain gue, ya? Bu Lina udah pulang,” dengus Riyan di ambang pintu kelasnya. Arletta mengangkat kepalanya. Tanpa rasa bersalah ia terkekeh membuat Riyan mengernyit.
“Sekali-kali ngerjain ketua kelas ngga masalah, kan?” Timpal Arletta tersenyum manis. Riyan tampak menahan kekesalannya. Huh untung sayang.
Riyan mendekati Arletta untuk mengambil tasnya. Arletta yang tahu Riyan akan mengambil tas itupun lebih dulu menarik tas itu. Tangan Riyan menggantung di atas meja.
“Ish! Siniin tas gue,” kesal Riyan. Arletta menggeleng.
“Ck, mau lo apa sih?” Decak Riyan menatap Arletta datar. Arletta mengernyit.
“Mau gue?” Arletta menunjuk dirinya sendiri. Heran.
“Harusnya lo tanya sama diri lo sendiri, mau lo apa?” Arletta mendengus menatap Riyan dingin. Arletta tak habis pikir, kenapa Riyan seperti memusuhinya.
“Gue mau pulang, siniin tas gue,” pinta Riyan lagi. Arletta melempar tas itu pada Riyan.
“Lo nembak gue, tapi lo ngehindar dari gue, gue jadi berpikir lo cuma spontan aja bilang suka sama gue,” cibir Arletta.
Riyan terdiam, dia bukan menghindar, dia hanya malu pada Arletta. Harusnya dia tidak pernah mengungkapkan perasaannya sebelumnya. Itu hanya membuatnya canggung di dekat Arletta dan memilih untuk pergi dari depan Arletta.
Melihat Riyan yang masih saja terdiam membuat Arletta semakin kesal. “Ternyata bener apa yang gue bilang,” ungkap Arletta. Ia sengaja memancing kekesalan Riyan. Namun Riyan masih tetap diam di sana. Ia menghela nafas kasar. Bukan itu, namun ia tidak bisa menjelaskannya.
“Gue balik duluan,” ucap Riyan setelah diam begitu lama. Baru ia sampai di ambang pintu, Arletta berteriak.
“Gue bukan ngga suka sama lo." Arletta kembali mengatur nafasnya. Ia begitu kesal, entah apa yang membuatnya kesal.
“Gue cuma ngga mau ada rasa canggung di antara kita, apa lagi lo ketua kelas di kelas ini. Gue lebih nyaman jadi temen lo. Gue mohon tetap jadi temen gue ya,” sambungnya lirih. Ia menunduk, lega. Mungkin itu yang sedari tadi mengganjal di hatinya.
Jawaban itu memang masuk akal, namun belum terdengar puas di telinga Riyan. Itu alasan umum anak ABG labil untuk menolak seseorang kan?
Riyan masih terdiam di sana, ia membalikkan tubuhnya kembali menatap Arletta. Ia tengah menunduk.
“Apa ada alasan lain untuk nolak gue?” Tanya Riyan menatap Arletta datar.
Arletta mendongak membuat mereka saling tatap dalam diam. Riyan menatap ke dalam manik mata Arletta, mata itu tampak sayu, sedetik kemudian jawaban itu terucap dari bibir mungil Arletta.
“Gue suka orang lain,” ungkapnya.
***
Plak...
Tangan jail itu mendarat mulus di lengan Riyan. “Sial!” Umpat Riyan.
“Ngelamunin apa sih lo?” Tanya Adit yang sudah selesai memakan baksonya begitupun Bagas. Riyan menggeleng.
Satu tahun lalu, dia pikir itu sudah lama, namun rasa itu masih ada. Di sisi lain Riyan dan Arletta justru berteman dekat sampai sekarang, meski tak lagi di kelas yang sama.
“Bentar lagi bel, ke kelas yuk!” Ajak Bagas masih mengunyah kacang bawang di tangannya.
Riyan menatap nanar Bagas dan kacang itu. Mereka kembali ke kelas, tak lupa Riyan tersenyum manis saat matanya tepat menatap mata Arletta.
Lanjut nih??
Kok sepi ya??
Jangan lupa vote yaa yang udah mampir✨✨
Biar aku lebih semangat up nya huhu ㅠㅠ😣
“Jadi belajar bareng kan, di rumah lo?” Tanya Doni yang tengah membereskan alat tulisnya ke dalam tas. Galang menoleh sekilas dan lanjut membereskan bukunya juga.
“Terserah kalian,” jawab Galang sekenanya. Ia mengangkat tasnya dan meninggalkan ketiga sahabatnya itu.
“Buru-buru amat Lang?” Seru Rangga saat Galang berlari ke luar.
“Mau nganter tuan putri,” jawabnya tanpa menoleh. Ketiga sahabatnya itu hanya menggeleng.
“Gimana sih tuh anak? Katanya mau move on, tapi deket-deket terus sama mantan,” komentar Beni setelah Galang tak lagi terlihat.
“Otak, mulut, sama hatinya itu udah ngga sinkron ngerti ngga?” Balas Doni berdiri dari sana. Rangga menoleh, “Apaan sih lo Don. Lo ngomongin Galang atau diri lo sendiri? Katanya benci banget sama Rina, nyatanya balikan tuh,” timpal Rangga, Beni terbahak mendengarnya. Doni yang merasa terpojok berdecak pergi meninggalkan Beni dan Rangga yang masih menertawainya.
“Woy, malah kabur lagi tuh anak,” seru Rangga berdiri. Beni mencegahnya, “udah biarin, mending lo pulang bareng gue. Bosen gue jalan sendiri terus,” ucap Beni, Rangga menoleh bergidik ngeri melepaskan rangkulan Beni.
“Hih, ngeri gue, kelamaan jomblo lo ya? Makanya ngajak gue. Sorry Ben, gue normal,” timpal Rangga mendekap tubuhnya sendiri.
Plakk.. satu jitakan mendarat di kepala Rangga. “Sialan lo!” Umpat Beni kesal meninggalkan Rangga, namun Rangga kembali menyusul dan merangkulnya.
“Minggir lo,” Beni mendorong tubuh Rangga agar menjauh darinya. Namun Rangga terus menempelinya.
“Aih! Gue becanda Ben, jadi numpang, ya. Ongkos gue udah abis nih,” rayu Rangga.
“Bodo amat! Jalan kaki sono ke rumah Galang, gue berubah pikiran.” Beni masih saja memasang wajah datarnya.
“Beni baik deh hari ini,”
“Ngga usah ngerayu gue,” Beni terus menghindar namun Rangga tetap mendekatinya. “Beni ganteng banget sih,”
“Minggir lo!” Beni berlari sedangkan Rangga terus menyusulnya dari belakang. Memang keduanya seperti tikus dan kucing di serial kartun Tom& Jerry.
***
“Lama banget ellah, jamuran gue lama-lama,” racau Arletta yang bersandar di motor Galang. Beberapa menit lalu Galang mengatakan akan pulang bersama. Namun cowok itu tak kunjung datang.
“Ish! Nyamuk ngga ada akhlak,” gumam Arletta saat seekor nyamuk terus mengganggunya.
“Nungguin Kak Galang, ya?”
Arletta menoleh, “ah iya nih,” jawabnya tersenyum.
“Mau bareng gue ngga?” Tawarnya ramah, lalu duduk di atas motornya.
“Ngga deh, ntar Galang nyariin, duluan aja Yan,” tolak Arletta tersenyum pada Riyan. Riyan tampak acuh dengan nama itu. Ia mulai men-starter motornya.l lalu tersenyum, Galang lagi, pikirnya.
“Ya udah, gue duluan ya Ta,” pamit Riyan. Arletta hanya mengangguk menatap Riyan yang mulai menjauh.
Dorr!!!
“Eh monyett!” Teriak Arletta terlonjak dari sana. Ia menoleh kesal pada Galang yang baru saja mengagetkannya.
“Mulutnya neng!” Komentar Galang menunjuk bibir Arletta membuatnya terkesiap. Tanpa mempedulikan ekspresi wajah Arletta saat ini, Galang memakai helmnya.
Plak...
“Aw...” Rintih Arletta. Dia yang memukul Galang, dia yang kesakitan. Galang terkekeh melihat telapak tangan Arletta yang memerah. Ia meraih tangan mungil itu dan mengusapnya.
“Salah sendiri nampar helm,” ujar Galang masih terkekeh membuat Arletta mendengus.
“Ketawa aja terus, seneng hmm? Seneng lihat penderitaan gue?” Ujar Arletta kesal mencubit pinggang Galang.
“Aww.. iya Ta, ampun!” Rintih Galang mengusap pinggangnya. Arletta mendengus kesal, Galang selalu saja menggodanya.
“Cie abis ketemu mantan,” cibir Galang. Arletta mengernyit, “mantan?”
Galang mengangguk,” tuh, yang tadi parkir di sebelah motor gue,” balas Galang memberikan helm untuk Arletta dan menaiki motornya. Arletta menatap tempat kosong di sebelahnya, di mana tadi terparkir motor Riyan di sana.
“Ta, Ta?” Galang melambaikan tangannya di depan wajah cantik itu. “Eh?” Sejenak Arletta mengerjap.
“Mau pulang ngga?” Tanya Galang yang telah siap menjalankan motornya. Tanpa menjawab apapun Arletta naik di jok belakang motor Galang.
“Pegangan nanti jatoh,” ucap Galang. Seperti biasa Arletta hanya memegangi tas punggung Galang, terdengar decakan Galang di sana. Perlahan motor itu meninggalkan sekolah.
***
“Sampai tuan puteri,” ujar Galang saat sampai di depan rumah Arletta. Arletta pun turun dari sana. Melepas helm dan memberikannya pada Galang.
“Thanks Lang, mau mampir ngga?” Tawar Arletta. Belum sempat Galang menjawabnya, suara lengkingan Mama Lia terdengar dari arah pintu. Arletta dan Galang pun menoleh pada wanita paruh baya itu.
“Galang, ngga pernah main lagi sekarang? Gimana kabar Naura?” Tanya Mama Lia. Galang turun dari motornya dan mendekati Mama Lia.
“Mama baik kok tante, tante gimana kabarnya?” Tanya Galang setelah menyalami Mama Lia.
“Alhamdulillah seperti yang kamu lihat sekarang, tante baik-baik aja. Masuk dulu sini, tante barusan selesai masak loh. Makan bareng, yuk,” ajak Mama Lia. Galang menoleh pada Arletta. Gadis itu hanya mengedikkan bahunya tersenyum. Akhirnya merekapun berjalan bersama masuk ke rumah Arletta.
“Mama masak banyak banget?” Ujar Arletta melihat meja makan yang penuh tidak seperti biasanya.
“Sengaja buat kalian. Cuci tangan dulu gih kalian,” suruh Mama Lia pada Arletta dan juga Galang. Merekapun berjalan ke wastafel.
“Mama ada angin apa sih, tumben banget deh,” gumam Arletta saat menyalakan kran. Galang menatapnya gemas.
“Ngga boleh su’udzon sama mama sendiri,” ujarnya mencolek ujung hidung Arletta.
“Iih Galang! Tangan lo masih ada sabunnya,” protes Arletta menghapus sabun di hidungnya.
“Bodo amat,” ujar Galang menjulurkan lidahnya. Arletta mengusapkan sisa busa di tangannya ke pipi Galang.
“Wah, bener-bener lo, ya.” Galang mencipratkan air ke Arletta, begitupun Arletta yang membalasnya. Jadilah perang air di dapur. Mama Lia yang baru saja kembali dari kamarnya geleng-geleng melihat tingkah mereka berdua.
“Aduh kalian disuruh cuci tangan malah main air. Jadi basah, kan?” Ujar Mama Lia menghentikan mereka. Mereka seketika berhenti lalu menoleh pada Mama Lia.
“Eh mama,”
“Eh tante,” ucap mereka hampir bersamaan, mereka saling menatap dan akhirnya terkekeh.
“Ta, ambilin kaos kakak kamu sana, biar di pake sama Galang,” suruh Mama Lia pada Arletta. Ia mengangguk lalu berjalan ke kamar kakaknya.
Arletta membuka perlahan kamar itu. Rapi. Parfum khas kakaknya mulai tercium olehnya. “Hahh..” Arletta menghela nafasnya. Sudah lama sekali ia tidak bertemu kakaknya itu.
Arletta melangkah pelan ke lemari besar itu. Dengan perlahan ia membuka lemari itu. Ia mengambil kaos oblong hitam di tumpukan paling atas. Ia menariknya ke dalam dekapannya.
“Kak, Tata kangen sama Kakak,” gumamnya lirih.
“Ta, udah belum?” Teriak Mama Lia. Sontak Arletta menoleh, “iya ma, bentar!" teriak Arletta melepaskan pelukannya dari kaos itu. Ia kembali menutup pintu lemari itu.
Arletta berjalan enggan keluar dari kamar kakaknya. Ia menghela nafas berat sebelum menutup pintu kamar itu.
Dorr..
“Eh monyet!” Teriak Arletta terlonjak dari tempatnya. Untuk kedua kalinya ia sangat kesal dikagetkan oleh Galang.
“Lo tuh monyet,” ucap Galang menirukan gaya monyet. Hilang sudah kekesalannya melihat tingkah random Galang.
“Ppft.. bahkan lo yang lebih mirip monyet.” Arletta tertawa saat Galang memasang wajah cemberutnya. Ia memelankan ketawanya lalu tersenyum.
“Nih, pake aja dulu,” ucap Arletta mengulurkan kaos itu. Galang pun mengambilnya lalu pergi dari depan Arletta.
“Galang!!” Teriak Arletta, yah sebelum Galang pergi seperti biasa dia akan mengacak rambut Arletta. Galang tertawa meninggalkan Arletta yang tengah kesal itu.
***
“Tante, makasih makan siangnya, sama kaos ini. Nanti kalo udah Galang cuci, Galang kembalikan,” ucap Galang menunjukkan kaos itu pada Mama Lia.
“Iya Galang, sama-sama. Lain kali ngga usah sungkan buat mampir, ya,” ucap Mama Lia tersenyum.
“Ya udah, Galang pamit pulang dulu tante, Ta, gue pulang, ya,” pamit Galang menyalami tangan Mama Lia.
“Hati-hati di jalan, ngga usah ngebut-ngebut,” ucap Arletta. Setelah mamanya masuk.
“Iya bawel,” ucap Galang menaiki motornya. Motor itupun langsung menghilang di belokan rumah Arletta.
Setelah kepergian Galang, Arletta pun masuk ke dalam rumah. Ia terlonjak kaget, ternyata mama masih di belakang pintu.
“Hayo, kamu balikan lagi ya sama Galang?”
Lanjut lagii??
ayok ramein guys🔥🔥🔥
follow ig : asmiiiii_____
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!