NovelToon NovelToon

Morning Dew

1

“Ki…Yuki…”

Siapa itu ?

Begitu membuka mata, hal yang pertama kali dilihatnya adalah bulan purnama berwarna biru es. Bulat sempurna. Mendominasi langit malam tanpa bintang.

“Yuki….”

Gadis yang dipanggil namanya itu langsung berpaling ke belakang. Rambutnya yang bergelombang berwarna coklat tanah, terurai bebas sepanjang punggung. Sangat kontras dengan warna kulitnya yang putih bersih. Helaian rambut gadis itu terkena angin, menyapu sebagian wajahnya.

Yuki, nama gadis itu. Dia menyibakan rambutnya ke belakang telinganya, memusatkan pendengarannya untuk mencari asal dari suara yang terus memanggil namanya. Suara itu hilang timbul, seolah menyatu dengan suara angin yang menggesek rerumputan setinggi lutut yang mengelilinginya.

Angin dingin kembali bertiup. Membuatnya menggigil. Gaun tidur berwarna putih yang dikenakannya, jelas tidak akan mampu untuk menahan dinginnya angin yang seolah menusuk setiap sendi tubuhnya. Kakinya yang tanpa alas kaki seolah membeku dengan tetesan embun yang membasahinya.

Kenapa Aku ada disini ?

Dalam kebingungan, Yuki mulai memperhatikan sekelilingnya. Akhirnya, ketika kesadarannya sepenuhnya pulih. Yuki memutuskan untuk bergerak agar dapat menemukan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk.

Yuki menarik nafas perlahan sembari menghitung dalam hati. Setelah cukup yakin dan tenang, Dia pun mulai berjalan.

Berbagai pertanyaan terus menghantui kepalanya. Yuki masih tidak bisa mengerti bagaimana Dia bisa berada di sini. Yuki terbangun dan mendapati dirinya tiba-tiba sudah berada di sebuah padang rumput yang sangat luas tanpa batas. Tidak ada apapun yang terlihat selain hamparan rumput setinggi lutut yang meluas sampai menyatu dengan langit di ujung mata memandang. Membentuk garis batas horizon yang tegas.

Kedua tangan Yuki terkulai lemas di sisinya tubuhnya, Dia membiarkan ujung jarinya menyapu ilalang yang bergoyang tertiup angin.

Dimana ini ?

Yuki kembali bertanya pada dirinya sendiri. Merasa tidak menemukan apapun, Yuki terus berjalan tanpa tujuan mengelilingi padang rumput. Berharap dapat menemukan sesuatu yang bisa dijadikan petunjuk. Tapi sejauh mata Dia berjalan, Yuki merasa, Dia hanya berputar-putar saja di tempatnya semula. Atau ini hanya perasaannya saja karena saking luasnya tempat ini.

“Yuki….”

“Dimana Kau, keluarlah…” teriak Yuki akhirnya.

Tidak ada apapun disini ?

Gadis itu kembali menghentikan langkahnya. Kebingungan kembali mengisi pikirannya. Yuki berusaha keras untuk tetap mempertahankan ketenangan dalam dirinya.

Jangan panik !! Hardik Yuki memarahi diri sendiri.

“Yuki…”

“Siapa…siapa di sana ?!” Teriaknya kencang.

Suara itu seolah datang dari tempat yang jauh. Dia tidak menemukan orang lain di sekitarnya. Yuki tidak percaya, bagaimana ada suara tanpa sumbernya. Dia perlahan melangkah kakinya kembali. Sesekali menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia sedang tidak berhalusinasi. Dia sangat yakin suara itu nyata.

Seharusnya Dia takut. Jika dipikirkan, bagaimana ada suara tanpa rupa. Dan lagi, bagaimana bisa Dia terbangun dan mendapati dirinya berada di tempat yang asing ini. Bagaimana Dia bisa berada di sini ?. Tapi Yuki merasa tidak ada sesuatu yang membahayakan. Dia kembali berjalan sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Untuk mencari jawaban atas semua pertanyaan di kepalanya. Yuki sangat yakin, suara sarat kesedihan yang terus memanggilnya adalah suara seorang laki-laki. Suaranya terdengar familiar di telinga Yuki. Tapi Dia tidak tahu siapa orang itu. Suara itu terus terdengar, memanggil nama Yuki berulang kali.

Yuki merasakan perasaan yang sangat aneh ketika mendengar suara Pria itu. Ada kesedihan yang tidak bisa Dia jelaskan. Namun, memacu Yuki untuk tidak menyerah mencari sumber suara yang terus memanggil namanya. Dia berharap, Pria itu ada di sana. Jadi Yuki bisa tahu kenapa hatinya sangat sakit ketika mendengar kesedihan dalam suara pria itu.

Yuki terus berjalan, mencari suara Pria itu. Gaunnya sudah mulai basah terkena embun. Bahkan, buku-buku jarinya sudah mulai menciut karena kedinginan.

Saat Dia sibuk mencari. Sebuah angin kencang menerjangnya. Detik berikutnya, kesunyian mulai menghantamnya.

Tidak ada suara apapun.

Sangat sunyi. Suara Pria yang terus memanggil namanya menghilang. Begitu juga dengan suara deru angin ikut menghilang secara tiba-tiba. Semuanya menghilang.

Yuki menyadari dengan cepat keanehan yang terjadi. Dia diam beberapa saat.

Apa yang terjadi ?.

Kepanikan mulai menjalarinya dengan cepat saat menyadari Dia sekarang sendirian. Dia melangkahkan kaki tidak tentu arah, setengah berlari.

Tiba-tiba…

Terasa getaran hebat di tanah yang dipijak. Gadis itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Dia mengaduh saat lututnya membentur batu. Pikirannya menjadi kacau. Yuki sangat ingin berteriak untuk meminta bantuan, tapi tenggorokannya tercekat sehingga tidak ada satupun suara yang dapat Dia keluarkan.

Ada apa ini ?!

Seberkas cahaya terang berwarna biru es muncul dari dalam tanah, tepat dimana Yuki berada. Membentuk sebuah lingkaran besar yang mengelilinginya. Menjadikan Yuki sebagai pusat dari lingkaran. Yuki memandang panik kearah cahaya. Pikirannya mengatakan Dia harus lari. Tapi kakinya serasa lumpuh.

Dia menggigik semakin keras.

Dari lingkaran itu, perlahan menjalar cahaya berbentuk sulur yang saling bertaut. Membentuk simbol didalam lingkaran. Cahayanya berpendar ringan disekelilingnya.

Sementara itu, di atas langit. Kilatan cahaya yang sama muncul dengan cepat, membentuk formasi burung pyonik yang besar.

Sekarang, Yuki di kelilingi oleh cahaya biru es baik dari atas maupun bawah. Tidak ada tempat baginya untuk melarikan diri. Sementara itu, getaran di bawah tanah justru semakin kencang.

Apa yang terjadi ?!

Dia kembali bertanya kebingungan.

Suara menggelegar terdengar dari atas langit. Kilat saling bersahut-sahutan seolah membelah awan. Yuki mendongak, mata bulat besarnya semakin terbuka lebar ketika Dia menyaksikan pemandangan itu.

“Kau yang terpilih”

Sebuah suara lain terdengar diatas langit. Menggelegar nyarung memenuhi setiap inchi udara dibawahnya. Suara yang sangat berbeda dengan suara yang terus memanggil nama Yuki sebelumnya. Suara ini jauh lebih kuat, mendominasi dan tidak terbantahkan.

Yuki belum mencerna apa maksud dari suara itu ketika secara mendadak, seluruh cahaya yang mengelilinginya melesat keatas langit. Berkumpul menjadi satu titik besar, lalu sedetik kemudian, meluncur tajam kearah gadis itu.

Yuki sudah sangat ketakutan, Dia hanya bisa menutupi kedua matanya dengan lengannya. Meringkuk dengan keputusasaan. Menanti benturan yang akan menghantamnya.

“Tidakkkkkk !!!!”

Sraakkkkk

Yuki mengerjap saat cahaya terang menyorot matanya. Dia terbangun dan menyadari cahaya itu berasal dari cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamarnya. Terdengar suara jatuh berdebam dari benda yang tidak sengaja tertendang Yuki ke lantai ketika Yuki beringsut bangun. Buku novel yang dibaca sebelum tidur, merosot jatuh dari tempatnya. Sementara itu, suara jam beker berbentuk doraemon yang di letakan Yuki diatas kepala. Menyanyikan lagu dengan musik yang memekakkan telinga.

Sosok perempuan berusia sekitar tiga puluh lima tahun berdiri di depan jendela, berkacak pinggang. Rambutnya disanggul ke belakang khas seorang perawat rumah sakit. Sosoknya tidak terlihat karena terhalang cahaya matahari pagi di belakangnya.

Sesosok perempuan berusia sekitar tiga puluh lima tahun, berdiri dengan membelakangi jendela, kedua tangannya berada di pinggang menunjukkan kuasanya. Rambutnya di sanggul ke belakang. Sosoknya tidak terlalu kelihatan karena terhalang cahaya matahari pagi di belakangnya.

“Pagi Bibi” Kata Yuki setelah mengenali wanita itu. Kedua tangan Yuki ditarik ke atas, untuk merenggangkan ototnya yang terasa kaku. Yuki merasa seluruh badannya terasa pegal, dan betisnya sakit. Rasanya seperti Yuki telah memaksakan dirinya untuk menempuh suatu perjalanan jauh dengan berjalan kaki, dan bukannya baru bangun tidur di pagi hari.

“Mau tidur sampai kapan, apa Kamu tidak mendengar ada suara jam beker berteriak diatasmu sembari tadi ?” Sembur Bibi Sheira langsung. Bukan Bibi Sheira namanya jika sehari saja Dia tidak mengomel. Yuki sudah paham sekali wataknya.

“Iya…iya Aku bangun” kata Yuki tidak ingin mendengar kemarahan dari Bibi Sheira lebih lanjut. Dia berbalik untuk mengambil jam beker diatas kepala. “Astaga jam berapa ini ?” Yuki tertegun ketika melihat jarum di angka pada jam bekernya. Jam beker ini sudah berbunyi sekitar sepuluh menit. Dan Yuki sama sekali tidak terganggu.

Padahal selama ini, selelah apapun Yuki. Dia akan langsung terbangun begitu mendengar suara jam bekernya. Yuki adalah tipikal orang yang terbiasa bangun cepat ketika mendengar suara-suara berisik disekitarnya.

Yuki mendesah perlahan. Hari ini semua terasa aneh. Termasuk mimpi yang dialaminya. Meskipun dalam mimpi tapi semua terasa nyata. Bau angin yang berhembus, dinginnya embun di jarinya, dan semua suara yang terdengar dalam mimpinya. Sangat nyata. Seolah semua bukan hanya mimpi.

Yuki menekan tombol off pada jam bekernya. Seketika suara berisik yang memenuhi kamarnya berhenti. Dia langsung meletakan kembali jam beker di tempatnya dan bergegas turun dari tempat tidur. Menyadari Bibi Sheira masih berada di kamarnya dengan mata melotot memandang Yuki. Sedikit lagi Yuki salah bergerak, bisa dipastikan Bibi Sheira akan mengomel panjang lebar kali tinggi. Hari ini, Yuki sedang tidak ingin mendengar omelan Bibi Sheira.

Jadi, Dia langsung menyambar handuk yang tergantung di dekat pintu, berjalan keluar menuju kamar mandi. Bibi Sheira mengikuti Yuki keluar kamar. Sementara Yuki masuk ke dalam kamar mandi, Bibi Sheira berjalan menuruni tangga menuju ruang makan.

Dari dalam kamar mandi, Yuki masih mendengar Bibi Sheira mengerutu ketika Yuki akan menutup pintu. Yuki sudah tidak perduli. Dia bergegas melepaskan pakaiannya dan meletakan handuk di tempat yang aman. Shower dinyalakan. Air hangat memancar keluar dan membasahi tubuh Yuki.

Yuki meringis. Ada rasa nyeri di lututnya yang baru disadari Yuki ketika air membasahinya. Yuki menunduk penasaran untuk memeriksa apa yang terjadi. Dia tertegun ketika melihat ada guratan luka tergores persis ketika Dia terjatuh dalam mimpi.

Apakah pernah ada orang yang bermimpi terjatuh sampai terluka, kemudian ketika Dia bangun tidur, Dia mendapati luka tersebut benar-benar ada ?.

Yuki meraba lukanya sejenak. Berpikir penuh kebingungan, tapi Dia memutuskan untuk tidak ambil pusing. Jam yang diletakan Philips di kamar mandi, memberitahu Yuki bahwa Yuki akan benar-benar kesiangan jika Dia tidak segera bergegas.

2

Yuki Orrie Olwrendho

Gadis remaja berusia lima belas tahun yang sebentar lagi akan mengakhiri pendidikannya di SMP.

Perawakannya mungil, sehingga orang yang tidak mengenal gadis itu akan mengira Dia masih berusia 12 tahun. Tinggi gadis itu hanya 151 cm dengan berat 38 kg. Dia memiliki wajah oval, kulit putih cerah, dan rambut coklat tanah bergelombang, mencapai punggung. Bibir tipis yang diolesi lipgloss berwarna pink lembut, alis melengkung serta mata besar seperti bambi yang dibingkai bulu mata lentik di sekelilingnya.

Yuki memiliki kecantikan khas yang membuatnya terlihat berbeda, orang akan selalu mengingatnya jika Mereka bertemu kembali setelah sekian lama tidak berjumpa, meskipun Mereka tidak mengingat nama Yuki.

“Yuki jam berapa ini, apa Kau sudah siap ?” Teriak Bibi Sheira membuyarkan lamunan Yuki. Dia sedang mematut diri di depan cermin, menyisir rambutnya yang halus dan lebat. Menyelipkan jepit rambut berbentuk pita yang mempermanis penampilannya.

Sebenarnya Bibi Sheira adalah sahabat baik dari Mama Yuki. Dia dan Suaminya-Phil, langsung menjadi wali Yuki ketika Mamanya yang seorang aktris terkenal meninggal dunia karena kecelakaan tragis delapan bulan yang lalu ketika perjalanan menuju lokasi shoting. Yuki sudah tidak mempunyai keluarga selain Bibi Sheira dan Phil. Mamanya adalah anak yatim piyatu, sementara Ayah Yuki, dari cerita yang diceritakan Mamanya dulu. Ayahnya sudah lama meninggal saat Yuki masih berada di dalam kandungan.

Semenjak kematian Mamanya, Phil langsung mengurus semua hak asuh Yuki dan menjadikan Yuki sebagai Putrinya sendiri. Dia dirawat penuh kasih sayang. Bibi Sheira yang perhatian dan Phil yang penyayang.

“Iya..iya Aku datang” Yuki meletakan sisir di tempatnya dan berjalan keluar kamar sembari menyambar tas sekolahnya. Berlari menuruni tangga dengan cepat.

Bibi Sheira menggerutu panjang, Dia meletakkan sepotong roti bakar yang diminta suaminya ke atas piring. “Benar-benar anak itu”

“Jika Kamu terus marah-marah begitu, Aku yakin ubanmu akan tumbuh sebelum Kamu menginjak usia Empat Puluh Tahun” Phil menerima piring berisi roti yang disodorkan Bibi Sheira. Mengambil garpu dan pisau yang telah di letakan sebelumnya. Phil tampak santai, Dia tidak ada jadwal operasi pagi ini. Dan beruntung, tidak ada panggilan darurat yang mengharuskannya datang secepatnya karena resiko dari pekerjaannya sebagai dokter bedah syaraf. Jadi Dia bisa menikmati sarapannya sambil menunggu Yuki. Rencananya Phil akan mengantarkan gadis itu ke sekolah sebelum Dia pergi ke tempat kerja.

Sudah tidak ada waktu jika Yuki harus naik kereta ke sekolah sekarang. Phil paham itu. Apalagi hari ini adalah hari senin. Jadi keputusan yang baik jika Phil mengantar anak angkatnya itu ke sekolah daripada membiarkan Yuki berjejalan di dalam kereta.

“Jangan terus membelanya, Dia harus belajar disiplin” tegur Bibi Sheira gemas. Bibi Sheira bekerja sebagai kepala perawat di rumah sakit yang sama dengan Phil. Sejak kecil Dia sudah dididik dengan keras. Terutama kedisiplinan. Sehingga sifat itu tertanam kuat dalam kepalanya dan mendarah daging dalam hidupnya.

“Pagi Phil” sapa Yuki riang begitu Dia sampai di meja makan.

“Selamat pagi sweet heart” balas Phil menyungingkan senyum tipis menyambut kedatangan Yuki.

Yuki langsung duduk, menyambar roti diatas meja dan memakannya dalam tiga kali gigitan besar.

“Kau bisa tersedak jika makan seperti itu sayang” tegur Phil saat melihat cara makan Yuki yang tergesa-gesa.

Yuki memukul dadanya, menahan sesak karena makanan yang memenuhi tenggorokannya. Dia lantas menyambar segelas susu hangat yang baru diletakkan Bibi Sheira didekatnya dan langsung meneguknya.

“Maaf Phil, Aku akan terlambat jika tidak bergegas” jawab Yuki ketika Dia sudah mampu berbicara.

“Siapa suruh Kau tidak tidur dan malah membaca novel sampai larut malam” balas Bibi Sheira sembari meletakan kotak bekal ke dalam tas Yuki. Meski Dia sering memarahi Yuki, Namun itu hanya di mulutnya saja. Bibi Sheira sangat menyayangi Yuki. Dia akan bersedia melakukan apapun untuk gadis itu. Dia adalah amanat yang diberikan oleh Ibu Yuki untuk dijaga. Jadi Dia akan memenuhi keinginan tersebut dan menjaga Yuki sepenuh hati.

Namun masalahnya, Sifat dan watak Yuki didominasi oleh gen milik Ibunya. Bibi Sheira tidak mungkin salah mengenalinya. Kulit dan rambut Yuki diwariskan dari ayahnya, tapi semua hal yang ada dalam diri Yuki selain itu, adalah milik Ibunya.

...****************...

Mereka selesai sarapan. Phil sudah bersiap masuk ke dalam mobil ketika Yuki yang sebelumnya sudah lebih dulu didalam, membuka pintu dengan panik dan meloncat keluar dari kursi penumpang di samping kemudi. “Astaga, Aku lupa tanamanku” kata Yuki panik.

Dalam sekejap Yuki menghambur melewati Bibi Sheira, berlari menuju lantai dua.

“Kenapa bukan hidungmu yang tertinggal” sungut Bibi Sheira di belakang Yuki. Dia memutuskan memilih menemani suaminya daripada mengikuti Yuki ke atas.

Yuki berlari sehingga menimbulkan suara berdebam dilantai. Kamarnya terletak diujung lorong, bersebelahan dengan jendela yang menjulang tinggi sampai nyaris menyentuh atap.

Pohon cabai yang ditanamnya sebulan yang lalu, yang akan digunakan Yuki sebagai laporan tugas sekolahnya. Berdiri tegak dikusen jendela. Yuki menaman cabai tersebut di sebuah pot yang terbuat dari tanah liat. Yuki langsung meraihnya setengah tergesa-gesa. Memasukkannya ke dalam tas kain yang terbuat dari kain katun yang cukup tebal.

Yuki bersyukur Dia tidak melupakan tanamannya. Dia tidak bisa membayangkan jika Dia sampai lupa membawanya. Pasti pak guru akan menyuruh siswa yang tidak mengerjakan tugas untuk berdiri di sepanjang koridor sekolah sampai istirahat makan siang usai.

Yuki tidak mau itu terjadi. Terakhir Dia dihukum karena lupa mengerjakan PR matematika, Dia disuruh mencabuti rumput bersama teman-temannya yang lain sambil ditonton oleh adik kelas. Dan itu sangat memalukan.

Apalagi guru biologinya yang juga merupakan wali kelasnya. Adalah sosok guru yang humoris dikala santai namun juga sosok yang disegani karena disiplinnya. Anehnya, meski Dia sering menghukum muridnya, tidak ada satupun dari Mereka yang membenci wali kelasnya.

Yuki berjalan dengan cepat, melewati sebuah pintu yang bersebelahan dengan kamarnya. Hembusan angin dingin menerjangnya seperkian detik. Lantas Dia langsung berdiri mematung. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba menyelimutinya. Yuki sangat mengenal perasaan ini. Rasanya, Dia kembali berada di padang rumput seperti dalam mimpinya semalam.

Yuki berbalik perlahan. Pandangannya menangkap pintu di dekatnya. Ada sebuah kamar yang tidak pernah diizinkan dimasukkinya, baik itu oleh Mama maupun Bibi Sheira. Yuki sangat dilarang memasuki kamar itu. Mereka berdua selalu cemas dan ketakutan jika Yuki menanyakan soal kamar itu, seolah ada hantu didalam kamar.

Beruntung Yuki anak yang baik dan pengertian. Dia tidak ingin membuat masalah baik dengan Bibi Sheira maupun Ibunya. Yuki sadar, beban Mereka sudah terlalu banyak. Bertahan hidup di tengah persaingan kerja bagi dua orang anak yatim piyatu seperti Bibi dan Ibunya tidaklah mudah. Mereka hidup tanpa saudara, tanpa harta, berjuang sendiri tanpa adanya pelindung. Yuki tidak ingin menambah masalah Mereka jadi Dia mengubur rasa penasaran itu dalam-dalam.

Tapi Dia bersyukur pada akhirnya Bibi Sheira menemukan Phil dan bersedia menerima lamarannya. Yuki tahu sekali bagaimana perjuangan Phil agar Bibi Sheira mau menerima lamarannya.

Yuki menghela nafas perlahan. Mencoba menenangkan pikirannya. Perasaan aneh seolah mendorong untuk membuka pintu itu. Perasaan yang sangat kuat.

Tanpa sadar, seperti ada sesuatu yang menarik Yuki. Dia berjalan mendekati pintu itu. Tangannya terulur untuk meraih gagang pintu.

“Apa yang Kau lakukan” suara Bibi Sheira menyadarkan Yuki seketika. “Kenapa benggong disana, Phil sudah menunggumu dari tadi”

Yuki tersentak. Ketika menoleh Dia melihat kepala Bibi Sheira muncul di ujung tangga teratas. Karena Yuki tidak juga turun, Dia memutuskan untuk menyusul Yuki dan menemukan gadis itu berdiri diam di depan pintu kamar. Bibi Sheira menyimpitkan mata, menatap Yuki yang masih benggong.

“Aku pergi dulu Bi” Yuki tersadar dari lamunannya setelah beberapa saat diam. Isi kepalanya yang sesaat kosong kembali berfungsi. Dia bergegas berlari menuruni tangga, menuju mobil Phil yang sudah menunggu.

Sementara itu, Bibi Sheira masih berdiri ditempatnya. Memandang sosok Yuki sampai gadis itu masuk ke dalam mobil Phil. Dia baru saja akan turun, ketika pandangannya tanpa sengaja melihat ke arah pintu disebelah kamar Yuki.

Jantungnya serasa berhenti seketika.

“Bi…Kami berangkat dulu ya, daaaa…” Yuki melongok ke luar jendela yang terbuka sambil berteriak nyaring. Dia duduk di samping pengemudi. Phil menekan klakson sebelum akhirnya Dia menginjak gas. Mobil perlahan meninggalkan plataran rumah.

Bibi Sheira masih berdiri terdiam ketika Yuki berpamitan. Tubuhnya seolah membantu. Pandangannya masih ke tempat yang sama. Di celah kecil yang ada di bawah pintu kamar yang bersebelahan dengan kamar Yuki. Terlihat cahaya putih kebiruan yang menyerupai warna es. Berpendar ringan. Berasal dari dalam kamar rahasia yang selama ini menjadi larangan keras untuk Yuki memasukinya.

Dia masih mematung saat kemudian terdengar suara klik dari gagang pintunya. Seseorang berada di dalam ruangan dan sedang berusaha membuka pintu itu.

3

Kelas sangat ribut siang ini karena ada rapat guru mendadak di sekolah. Jadi Pak Guru hanya memberikan tugas untuk dikumpulkan sebelum jam pulang. Alhasil, setelah beberapa murid pintar menyelesaikan tugas tersebut, murid lain yang telah menunggu akan bekerja sama dengan baik, bahu membahu untuk menyalin jawaban Mereka. Setelah semua tugas selesai, dan jam pulang masih cukup lama. Keributan di dalam kelas tidak terhindarkan.

Beberapa anak berkelompok bermain gitar. Ada yang bercanda dan membuat konten dalam media sosial Mereka. Anak-anak gadis beberapa sibuk merapikan make up Mereka yang Mereka sembunyikan di suatu tempat, jika sewaktu-waktu ada razia.

Yuki menutup kotak makannya. Dia duduk bersama sahabatnya yang sibuk memainkan handphone disebelahnya. Karena pagi ini Dia hanya memakan sepotong roti bakar dengan selai dan segelas susu, Yuki sudah merasa lapar sebelum jam makan siang.

Yuki merasa lelah. Badannya terasa pegal semua. Dia berencana cepat pulang dan tidak ingin mampir kemanapun hari ini. Dia butuh istirahat. Selain itu, Yuki sangat mengkhawatirkan Bibi Sheira. Dia sangat aneh saat Yuki meninggalkannya tadi. Wajah Bibi Sheira seperti melihat hantu. Yuki sempat mengomentari hal tersebut bersama Phil di perjalanan Mereka. Dia menanyakan kepada Phil apakah Mereka perlu kembali untuk mengecek keadaan Bibi Sheira. Tapi Phil menjawab tidak perlu, Dia akan menelephon Bibi Sheira begitu mengantar Yuki ke sekolah.

Sampai saat ini tidak ada kabar apapun baik dari Phil maupun Bibi Sheira. Jadi Yuki beranggapan tidak ada masalah dan Bibi Sheira baik-baik saja. Tapi…Yuki berpikir lagi untuk menghubungi Bibi Sheira terlebih dahulu.

Dia mengambil handphone miliknya di laci meja. Dan mulai mengetik pesan untuk Bibi Sheira.

“Bibi, Kau sedang apa ?”

Dia baru saja mengirimkan pesan ketika seorang gadis menepuknya dari belakang. Penuh semangat. “Yuki apa Kau sedang sibuk hari ini” tanya sahabatnya yang duduk di belakangnya.

“Aku belum tahu, Ada apa ?” Tanya Yuki sambil membalikkan tubuhnya menghadap Haswa. Bersamaan dengan itu, Handphone di tangannya bergetar. Terlihat notif pesan balasan dari Bibi Sheira. Yuki menunduk untuk membaca pesan.

“Aku ada di rumah, Kenapa Kau bisa bermain Handphone, Kau tidak belajar ?”

“Kelas kosong. Semua guru rapat hari ini. Apa Kau baik-baik saja ?” Yuki kembali membalas pesan dari Bibi Sheira.

“Hari ini klub basket akan membuat acara perpisahan untuk anggota yang ada di angkatan Kita, sekaligus merayakan kemenangan Mereka dalam pertandingan antar sekolah bulan lalu. Mereka mau mengundang Kita untuk ikut acara karaoke bersama. Apa Kau mau pergi ?” Haswa Menatap Yuki penuh harap. Yang di tatap hanya menghela nafas pelan.

Klub Basket

Yuki tidak ada masalah pribadi dengan klub tersebut. Tapi sebisa mungkin Dia tidak ingin terlibat dengan kegiatan klub itu. Bukan tanpa sebab, di klub itu ada Raymond Gernadus. Kapten klub basket yang mempunyai banyak prestasi. Raymond adalah mantan pacar Yuki ketika Mereka duduk di bangku kelas 2 SMP. Dan Yuki sangat yakin, Dia yang menyuruh Haswa untuk mengajak Yuki.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan Raymond. Cowok populer di sekolah. Memiliki perilaku yang baik, pintar dan dari keluarga terhormat. Tapi tampaknya semua itu tidak cukup meluluhkan hati Ibunya. Ketika Yuki memperkenalkan Raymond pada Ibunya sebagai pacar, Ibunya langsung menolak dengan alasan Mereka masih terlalu kecil untuk berpacaran. Ibunya melarang keras Yuki untuk berhubungan dengan lawan jenis dalam arti khusus.

Awalnya, Seperti anak muda pada Umumnya. Yuki melawan Ibunya dengan diam-diam masih berpacaran dengan Raymond. Namun Hubungan Mereka berakhir lima bulan kemudian akibat perselingkuhan kecil yang dilakukan Raymond.

Tapi Yuki tidak sepenuhnya menyalahkan Raymond, Ibunya terlalu keras pada Raymond. Yuki juga sadar, perkataan Ibunya ada benarnya. Mereka masih kecil dan labil. Jadi, ketika dua bulan setelah Mereka putus Raymond dikabarkan berpacaran dengan gadis lain di kelasnya. Yuki dengan lapang menerimanya.

Yuki ingat, Dia menangis semalaman ketika Dia putus dan ketika Dia mendengar Raymond berpacaran dengan yang lain. Beruntung saat itu ada Phil dan Bibi Sheira yang menghibur Yuki.

Namun sayangnya, Ketika Yuki sudah bisa melepaskan perasaannya. Raymond justru meminta kembali berpacaran dengan Yuki. Yuki sudah menolak. Tapi Raymond tidak menyerah dan terus dengan gencar mendekati Yuki. Raymond berusaha dengan keras untuk memperbaiki hubungannya dengan Yuki. Apalagi sebentar lagi Mereka akan naik menjadi murid SMU. Nilai sudah keluar dan tinggal menunggu upacara kelulusan. Mereka di sekolah hanya untuk menyelesaikan sisa tugas yang belum selesai. Yuki tetap bertahan pada pendiriannya, tidak perduli bagaimana Raymond berjuang untuk mengembalikan kepercayaan Yuki. Dia menolak Raymond baik secara halus maupun tegas. Tapi Raymond tidak peduli. Bahkan ketika apa yang dikhawatirkan Yuki terjadi.

Gadis yang menjadi pacar Raymond, pernah datang menemui Yuki. Dia bersama teman-temannya datang merundung Yuki karena menganggap Yuki telah merusak hubungannya dengan Raymond. Hanya karena Raymond dan Yuki berada dalam satu kelompok diskusi untuk pengambilan sekolah lanjutan. Padahal semua itu bukan atas kemauan Yuki. Kelompok tersebut ditentukan sendiri oleh wali kelas Mereka.

Mendengar Yuki di rundung, Raymond sangat marah dan kabarnya Dia langsung memutuskan gadis itu dengan kejam. Tapi meski begitu, Yuki tetap menolak Raymond.

Notif kembali muncul di layar Handphone milik Yuki. Yuki langsung membuka dan membacanya sejenak. Kemudian dengan memasang ekpresi tidak berdaya, Dia menunjukan pesan yang dikirimkan Bibi Sheira pada Haswa. “Maaf, Tapi Aku tidak bisa pergi sekarang. Kau lihat, Bibi Sheira menyuruhku segera pulang sekarang. Sepertinya ada masalah serius di rumah”

Yuki tidak menunggu Haswa membalasnya. Dia segera bangkit dan membereskan barang-barangnya. Bibi mengirimkan pesan lagi, memberitahu Yuki bahwa Bibi Sheira sudah menelephon wali kelas untuk meminta izin agar Yuki bisa pulang dengan cepat. Dia mendesak Yuki agar mau pulang sesegera mungkin.

Yuki selesai membereskan barang dengan cepat. Setelah berpamitan dengan sahabatnya Dia menuju pintu keluar. Ketika keluar, Dia nyaris bertabrakan dengan Raymond yang langsung membuat heboh seisi kelas yang melihat. Yuki bersikap biasa. Dia hanya menganggukan kepala menyapa Raymond tanpa suara. Mengabaikan sorak-sorak dibelakangnya.

Hubungan Kami sudah berakhir bisik gadis itu pada dirinya sendiri.

...****************...

Bibi Sheira masih menangis. Dia meringkuk disamping suaminya yang saat ini memeluk tubuhnya yang gemetaran dengan lembut.

“Hentikan tangisanmu, Jika Yuki melihatmu begini, Kau akan menakutinya” tegur Phil sembari membelai punggung Bibi Sheira.

Bibi Sheira mengangguk, Dia mengusap air mata di wajahnya dengan tissue yang disodorkan Phil.

Benar, Dia tidak boleh menangis. Bukankah hari ini adalah hari yang dinantikan. Sudah lima belas tahun lebih Mereka menanti saat ini tiba. Jadi, ketika hari itu akhirnya datang, tidak ada yang perlu ditangiskan.

Orang itu bahkan membebaskan dan membiarkan tetap tinggal di sini. Dan orang itu juga tidak membunuh suaminya untuk menjaga kerahasiaan. Yuki akan aman disana.

Berbagai pikiran mengelayutinya. Air matanya kembali tumpah.

Terdengar suara berderit dari arah gerbang yang didorong dari luar. Phil menjulurkan kepala untuk melihat dari tempatnya duduk. Jendela didepannya tepat menghadap ke arah gerbang. Yuki masuk kedalam. Dia kembali menutup gerbang. Wajahnya tampak heran ketika melihat mobil Phil sudah terpakir di tempatnya.

Dengan langkah cepat Dia berjalan menuju teras. Tak lama, Pintu ruang tamu terbuka. Yuki tertegun ketika menemukan Bibi Sheira dan Phil sudah duduk di ruang tamu seolah memang sudah menantinya. Wajah Bibi Sheira sembab menandakan Dia sudah cukup lama menangis.

“Bibi ada apa ?” Tanya Yuki langsung, dengan panik Dia berlari menghampiri orang tua angkatnya. Bibi Sheira begitu melihat Yuki, tidak mampu lagi membendung perasaannya. Dia orang yang pertama Kali mengendong Yuki ketika Dia baru dilahirkan. Dan merawat Yuki semenjak itu sampai sekarang. Baginya Yuki sudah seperti anaknya sendiri. Bibi Sheira langsung berdiri. Memeluk Yuki erat sambil menangis. Yuki menatap Phil tidak mengerti. Dia memutuskan untuk menunggu Bibi Sheira tenang karena Phil tidak mengatakan apapun padanya.

Sepuluh menit kemudian, Bibi Sheira mulai tenang. Dia menghapus air matanya, menggandeng tangan Yuki lembut.

“Ada yang ingin Bibi tunjukan padamu, Ayo ikut” Yuki ditariknya untuk mengikuti Bibi Sheira. Phil ikut berdiri dan mengekor di belakang keduanya. Phil menghindari tatapan mata penuh tanya dari gadis didepannya. Yang berkali-kali mencuri pandang ke arah Phil untuk meminta penjelasan.

Mereka naik ke lantai dua.

Yuki terkejut ketika Bibi Sheira membawa Mereka di depan pintu kamar yang selama ini dilarang Yuki untuk memasukkinya. Entah dari mana, ada dorongan yang sangat kuat dari dalam diri Yuki untuk masuk kedalam kamar. Yuki memandang Bibi Sheira yang menatap lurus ke depan dengan pandangan tidak mengerti.

Bibi Sheira mengulurkan tangan untuk membuka pintu yang ternyata sudah tidak terkunci. Seketika angin dingin menghembus kearah Mereka bertiga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!