Di komplek perubahan mewah, terlihat langit mulai terang disebabkan matahari yang mulai menampakan wujudnya. Karena kemarin malam hujan turun, semua tumbuhan pun tampak segar dengan sisa-sisa air hujan yang masih setia membasahinya. Kawanan burung-burung mulai terbang mencari makan dengan mengeluarkan suara-suara indahnya. Walaupun jalanan masih terlihat basah para penghuni komplek tetap melakukan rutinitasnya seperti biasanya. Ada yang berolahraga, ada yang mengantar anaknya sekolah, ada yang pergi bekerja dan ada yang membeli roti keliling.
Di rumah yang paling besar di komplek perumahan mewah itu, terdengar suara ketukan pintu. Ketukan itu membuat orang yang berada di balik pintu terbangun dari tidurnya dengan mata yang masih menutup sebab masih mengantuk.
"Hm, siapa sih pagi-pagi mengetuk pintu? Apa nggak tau ya kalau ini masih subuh," gumam seorang gadis yang berpenampilan acak-acakan seperti orang bangun tidur pada umumnya.
"Tok, tok, tok, Non ini Bibi." Mendengar suara pembantunya Lexa pun bangkit dari ranjangnya lalu pergi membuka pintu.
"Cklek." Suara handle pintu pun terdengar pertanda pintu sudah di buka.
"Ada apa Bi?" Tanya Lexa dengan suara khas bangun tidurnya.
"Maaf Non, Tuan dan Nyonya sudah menunggu di meja makan. Tuan Arsen dan Tuan Sean juga sudah berada di sana. Nyonya meminta saya untuk membangunkan Nona," ucap Bibi dengan sangat lembut dan sopan membuat Lexa tersenyum padanya.
"Terimakasih Bi, saya siap-siap dulu ya. Bibi kebawah saja nanti saya menyusul," ucap Lexa yang di pahami Bibi.
"Baik Non," ucap Bibi lalu kembali ke ruang makan sedangkan Lexa pergi membersihkan dirinya.
Di ruang makan terlihat semua orang menikmati sarapan paginya dengan tenang. Tidak ada yang bersuara melainkan suara dentingan sendok. Di saat fokus-fokusnya sarapan, Mamanya Lexa pun melihat Bibi dan menghentikan sarapannya.
"Bi, dimana Lexa?" tanya Sandra sembari menatap Bibi.
"Maaf Nyonya, Nona Lexa sedang bersiap-siap. Sebentar lagi beliau akan turun untuk sarapan," Jelas Bibi yang langsung mendapatkan anggukkan kecil dari Sandra.
"Baiklah Bi, terimakasih," ucap Sandra sembari tersenyum.
"Sama-sama Nyonya," ucap Bibi membalas senyuman Sandra lalu kembali ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya.
Beberapa menit berlalu kini Lexa sudah masuk ke ruang makan dengan penampilan yang sudah rapi dan cantik. Seperti biasanya Lexa menyapa semua orang yang berada di meja makan. Kedua orang tua dan kedua kakaknya menyambutnya dengan hangat.
"Selamat pagi semuanya," sapa Lexa dengan wajah berseri-serinya. Gadis itu terlihat sangat segar dan bersemangat pagi ini.
"Pagi sayang," sapa Sandra dan Hendrik pada anak kesayangannya itu.
"Pagi dek," sapa Sean sembari tersenyum hangat.
"Pagi," sapa Arsen dengan wajah dinginnya sebab seperti itulah sifatnya. Walaupun memiliki sifat yang pendiam dan sedikit dingin, namun tak bisa di pungkiri jika Arsen sangat menyayangi Lexa. Bahkan apapun yang di inginkan Lexa akan di turutinya.
"Sayang kenapa lama sekali? Nanti kamu terlambat loh." Seperti biasanya Sandra mengeluarkan ceramah singkatnya pada anak kesayangannya itu agar lebih disiplin dan bangun lebih awal.
"Hehe, nggak akan Ma. Kan Lexa masuk jam 08:30 sedangkan sekarang masih jam 07:35 masih banyak waktu Ma," ucap Lexa yang hanya bisa membuat Sandra menggeleng pelan sembari tersenyum kecil.
"Ya sudah sayang, cepat habiskan sarapanmu lalu pergi bersama kak Arsen," ucap Hendrik yang di pahami Lexa.
Suasana kembali hening. Lexa sibuk menikmati sarapan paginya dengan sangat santainya tanpa memikirkan waktu. Arsen yang sangat tepat waktu datang ke kantornya berdecak kesal sebab Lexa memakan sarapan paginya dengan lambat. Arsen yang tak sabar memilih pergi terlebih dahulu dan membiarkan Lexa pergi dengan Sean kakak keduanya. Lexa hanya bisa memanyunkan bibirnya lantaran kesal Arsen meninggalkannya.
"Sudah jangan cemberut begitu, nanti kakak yang akan mengantar adek," ucap Sean dengan sangat perhatian seperti biasanya membuat Lexa menghembuskan nafasnya lalu kembali memakan sarapan paginya dengan tak bersemangat.
"Cepat makannya sayang, jangan cemberut begitu. Kamu pula nya lama padahal kamu tau kakakmu itu seperti apa," ucap Sandra menyemangati Lexa.
"Iya Ma," jawab Lexa lalu mempercepat sarapannya lalu berangkat ke kampusnya bersama Sean.
Di perjalanan keduanya berbicara santai sembari sesekali becanda. Sean dan Arsen benar-benar sangat berbeda. Sean lebih ramah dan enak di ajak bicara sedangkan Arsen susah di ajak berbicara ataupun becanda. Walaupun kedua kakaknya itu memilih sifat yang berbeda namun tetap saja keduanya sangat menyayanginya bahkan menjadi yang pertama yang melindunginya setelah kedua orang tuanya.
"Ya, macet." Sean melihat barisan panjang di depannya yang dimana setiap kendaraan berjalan dengan sangat pelan.
"Gimana ini dek?" Tanya Sean sedikit khawatir dengan Lexa yang takut terlambat masuk ke kampusnya.
Baguslah kalau macet jadi aku nggak perlu masuk kampus. Batin Lexa bukannya panik justru merasa senang dengan kemacetan itu.
"Ya sudah nggak apa-apa kak, kita balik saja," ucap Lexa tanpa gentar membuat Sean menatap serius kepadanya.
"Jangan gitu ah dek. Walaupun kita mempunyai saham yang cukup besar di kampusmu itu, kita nggak bisa bersikap sesuka hati kita. Kamu harus menjadi mahasiswa yang baik dengan cara disiplin dan mengikuti perkuliahan sesuai peraturan yang di tetapkan. Jaga nama baik keluarga kita." Sean menggantikan peran Sandra yang menjadi penasehat Lexa yang suka bersikap sesukanya. Lexa yang mendengar itu terlihat lesu sebab Sean tak sebaik Arsen yang mengizinkannya untuk tidak masuk kampus di saat mengalami keadaan terdesak seperti ini. Kedua kakaknya sama-sama memiliki nilai plus dan minus di matanya.
Nggak seru banget sih kak Sean! Coba saja tadi aku berangkat bareng kak Arsen pasti di izinkan tidak masuk kampus! Batin Lexa berdecak kesal namun ia tetap memperlihatkan wajah tenangnya seakan tidak keberatan untuk masuk ke kampus.
"Iya kak," jawab Lexa terpaksa tapi terdengar tak rela.
"Semangat dong jangan lesu seperti itu," ucap Sean sembari tersenyum pada adik kesayangannya itu.
30 menit mengalami kemacetan, akhirnya Lexa pun sampai di kampusnya. Seperti biasa Lexa menyalami tangan kakaknya sebelum masuk ke kampus. Melihat wajah badmood Lexa Sean hanya tertawa kecil lalu pergi meninggalkan universitas ternama itu.
"Ngeselin banget sih kakak!" gumam Lexa sembari melangkahkan kakinya dengan hentakan yang kesal.
Gadis itu berjalan sendiri di lorong kampus yang menuju kelasnya. Tidak ada orang di sana karena jam masuk kampus sudah berjalan sedari tadi. Karena para Dosen mengetahui siapa Lexa, maka dengan sangat mudahnya Lexa masuk ke dalam kelas walaupun terlambat. Dosen yang mengajar di mata kuliah Lexa adalah dosen terbaik dan mentoleransi mahasiswanya yang terlambat. Lexa yang sering terlambat dan tidak mengerjakan tugas pun tidak pernah dikenakan sangsi disebabkan Dosen menghargai Lexa sebagai anak yang berpartisipasi besar terhadap universitas ternama itu.
Jam kuliah pun selesai, Lexa dan ketiga temannya memutuskan untuk pergi ke cafe yang berada tak jauh dari kampusnya. Keempat gadis itu pergi menggunakan mobil dan sampai dengan cepat. Mobil mewah itu terparkir di depan cafe lalu keempatnya keluar dengan gaya sombong dan sok cantiknya. Di antara keempatnya, Lexa lah yang sangat mendominasi dan menjadi pusat perhatian karena terlihat paling cantik dan modis.
"Kita duduk di tempat biasa ya guys," ucap Lexa sembari melangkahkan kakinya dengan wajah angkuhnya.
"Ok," ucap Ketiga temannya tanpa menghentikan langkahnya yang mengikuti jejak Lexa.
Keempatnya pun tiba di meja langganan mereka lalu duduk di sana. Seperti biasa mereka langsung memanggil pelayan untuk memesan beberapa makanan dan minuman. Lexa terlihat memperbaiki make-up nya lalu tersenyum puas melihat hasil make-up nya sendiri. Tak hanya Lexa namun ketiga temannya pun melakukan kesibukan yang sama.
"By the way, kenapa sekarang lo nggak bawa mobil sendiri lagi Lex?" tanya Amel melayangkan tatapan penasarannya pada Lexa.
"Huh," Lexa menghela nafas mendengar pertanyaan Amel.
"Kalian tau kan seminggu yang lalu gue nabrak orang dan berakhir di penjara?" Jelas Lexa yang membuat ketiga temannya mengangguk serius mendengarkannya.
"Karena itu gue nggak boleh bawa mobil lagi," ucap Lexa dengan ekspresi tak bersemangat nya.
Mobil kesayangan mewah Lexa bonyok dan Hendrik berserta kakak-kakaknya tidak mau membeli mobil baru untuknya ataupun sekedar memperbaiki mobilnya yang rusak itu. Karena tak ingin terjadi hal yang lebih dari kecelakaan yang di alaminya, Lexa pun tak diizinkan mengendarai mobil lagi sehingga ia harus pergi kemanapun dengan keluarganya ataupun supir pribadinya.
"Baguslah Lex, lo memang lebih baik di antar jemput daripada berkendara sendiri," ucap Clara yang di setujui Amel dan Viona membuat Lexa menatap kesal pada ketiganya.
"Sialan lo pada, bukannya dukung gue lo malah dukung keluarga gue!" Bukannya tersinggung ketiga teman Lexa justru tertawa kecil menanggapi kekesalannya.
"Sudahlah Lex, terima saja nasibmu. Lagian kalau lo mau, lo bisa pinjam mobil kita-kita," ucap Viona yang seketika merubah raut kesal Lexa menjadi senang.
"Gitu dong, kalau begini kan gue senang dengarnya!" Lexa tersenyum smirk pada ketiga temannya.
"Permisi Nona," sapa pelayan dengan ramah lalu menghidangkan pesanan keempat gadis itu di atas meja. Setelah selesai, pelayan pun pergi dengan membawa kembali nampan dan uang tip dari Lexa.
"Makan yuk, lapar," ajak Lexa sembari menyeruput jus dinginnya itu.
"Yuk," sahut Amel sembari mendekatkan pesanannya.
"Selamat makan,,," Keempatnya mengatakan itu secara bersamaan dengan senyum antusiasnya membuat beberapa orang yang berada di sana memperhatikan keempatnya.
"Guys, nonton yuk," ajak Amel sembari melirik Lexa dan yang lainnya secara bergantian.
"Mau nonton apa?" tanya Lexa sembari mengunyah makanannya dengan perlahan.
"Itu film terbaru, Istri Nakal Dosen Killer," jawab Amel dengan tangan yang meraih minuman miliknya.
"Seru banget loh itu. Aku dengar-dengar ni ya, filmnya romantis banget tau walaupun ada beberapa part yang menyebalkan," Viona menatap Lexa dan dua lainnya dengan sangat meyakinkan.
"Lo sudah nonton Vi?" tanya Clara lalu memasukkan sesuap makanan ke dalam mulutnya.
"Belum sih, tapi aku sudah lihat trailernya," ucap Viona yang di pahami semuanya.
Di saat sibuk membicarakan tentang film terbaru yang sudah tayang di bioskop, tiba-tiba saja handphone milik Lexa berdering membuat ketiga temannya berhenti berbicara dan menoleh padanya. Lexa melihat ketiga temannya dan memberikan isyarat agar tidak mengeluarkan suara.
"Halo Ma." Lexa memasang wajah seriusnya dengan mata yang teralihkan dari ketiga temannya.
"Lexa kamu dimana? Kenapa Pak Eko tidak melihatmu di kampus?" Tanya Sandra terdengar marah membuat Lexa merasakan jantungnya berdetak kencang. Jika Sandra sudah memanggilnya dengan sebutan nama sudah di pastikan ia tengah dalam masalah.
"Maaf Ma, Lexa lapar jadi singgah ke cafe yang berada di dekat kampus." Lexa mencoba memberikan alasan yang tak sesuai dengan kenyataannya. Dia ke cafe untuk nongkrong bersama teman-temannya agar tidak cepat pulang bukan karena lapar.
"Ya sudah tunggu di sana biar Pak Eko menjemputmu," ucap Sandra membuat Lexa menatap lesu pada teman-temannya.
"Baik Ma," jawab Lexa lalu sambungan telepon pun terputus.
"Kenapa Lex? Ada masalah lagi ya?" tanya Amel dengan tatapan penasarannya.
"Sepertinya," jawabnya dengan lesu seakan tak bersemangat lagi untuk menikmati menu pesanannya.
"Maaf ya Guys gue nggak bisa ikut kalian untuk nonton. Mama sudah meminta Pak Eko untuk menjemput dan sebentar lagi sampai ke sini," ucap Lexa dengan tubuh yang tidak bersemangat membuat ketiga temannya menatap iba kepadanya.
"Oh sayang, lain waktu kita nonton bareng ya. Biar lo nggak sedih kita nggak jadi nonton deh, iya kan Guys?" ucap Viona yang langsung mendapatkan anggukkan persetujuan dari Amel dan Clara.
"Makasih Guys, kalian memang teman terbaik gue," ucap Lexa sembari tersenyum ceria seperti sebelumnya.
Selama menunggu supir pribadinya tiba, Lexa pun berbicara banyak hal dengan ketiga temannya dengan sesekali tertawa disebabkan candaan Amel. Waktu pun berlalu dengan begitu cepat, kini Pak Eko sudah tiba di depan Cafe yang di datangi Lexa. Dengan berat hati, Lexa pun berpamitan dengan teman-temannya dan pergi meninggalkan cafe itu bersama Pak Eko supirnya.
"Kenapa lama banget Pak?" tanya Lexa melirik Pak Eko sekilas lalu kembali melirik handphone miliknya.
"Maaf Non, Bapak tadi singgah membeli beberapa barang pesanan Nyonya," ucap Pak Eko yang di pahami Lexa.
"Nggak apa-apa Pak, justru lebih bagus Bapak datangnya lama karena saya bisa bicara lebih lama dengan teman-teman saya. Kalau bisa pun tadi Bapak nggak usah datang saja." Lexa mengatakan hal itu dengan berterus terang membuat Supirnya itu tak bisa membantah perkataannya. Pak Eko dan para pekerja lainnya sudah paham dengan sikap Lexa yang sangat menyebalkan dan nakal. Mereka tidak mengambil hati dengan sikap dan ucapan Lexa yang berbicara apa adanya.
Beberapa menit hening, Lexa membuka suaranya kembali sembari melirik Pak Eko yang fokus menyetir. "Pak nanti beli Es krim di tempat biasa ya." Perintah Lexa lalu kembali melirik handphonenya.
"Baik Non," Sahut Pak Eko sembari mengangguk pelan.
Guys besok kita kedatangan dosen baru loh pengganti Pak Abdul. Dengar-dengar sih Dosennya Killer guys jadi pastikan kalian nggak telat besok datang ke kampus.
Pesan grup itu hanya di baca Lexa tanpa memperdulikannya. Teman-temannya pada sibuk membahas dosen killer itu sedangkan dia hanya menganggapnya seperti angin lalu saja.
Sekiller apapun dosennya nggak akan membuatku takut! Aku ini Lexa, siapa yang berani denganku? Dosen mana yang nggak langsung kena sangsi karena berani berurusan denganku? Batin Lexa sembari tersenyum sinis dengan mata yang menatap ke depan membuat Pak Eko yang memperhatikannya dari spion depan tak merasa heran dengan sikap anehnya itu.
Setibanya di kediamannya, Lexa pun langsung di interogasi oleh Mamanya yang terlihat menahan amarah padanya. Saat ini Sandra terlihat seperti singa betina yang siap memangsa buruannya. Beruntunglah Lexa karena saat ini Arsen dan Sean kakaknya tidak ada di rumah sebab jika keduanya ada pastilah suasana akan lebih mengerikan lagi bagi Lexa.
"Lexa jawab dengan jujur, apa yang kamu lakukan selama ini di kampus? Hm." Sandra terlihat menatap Lexa dengan mata yang berapi-api.
Aduh,,, apa yang harus aku katakan pada Mama? Siapa sih yang berani ngelaporin aku sama Mama? Awas ya nanti kalau ketemu orangnya! Batin Lexa takut sekaligus kesal dengan orang yang mengadukannya pada Sandra Mamanya.
"Lexa kuliah Ma seperti biasanya, nggak ada melakukan apapun selain belajar," ucap Lexa sembari memperlihatkan wajah meyakinkannya pada Sandra.
"Benarkah? Lalu ini apa?" Tanya Sandra sembari menunjukkan surat yang di kirimkan universitas ke kediamannya.
Apa itu? Surat apa itu? Batinnya bertanya-tanya dengan hati yang cemas.
Sandra yang melihat Lexa hanya diam saja dan tak menanggapi pertanyaannya langsung menjewer telinga Lexa dengan kekuatan sedang. Hal itu pun membuat Lexa langsung meringis sembari memegang telinganya yang di tarik oleh Mamanya.
"Aduh Ma, sakit,,," Aduh Lexa sembari menampilkan wajah memelas-nya agar Sandra melepaskan jeweran di telinganya.
"Hebat ya Lexa. Ternyata selama ini kamu sering bolos dan jarang mengerjakan tugas? Kamu sering mengancam dosen ya? Pantas nilai kamu bagus! Kamu bahkan sering terlambat masuk kampus. Siapa yang mengajarkan kamu menjadi seperti ini huh!" Sandra tak bisa menahan ucapannya untuk memarahi Lexa yang sudah bersikap di luar batas. Lexa yang mendengar omelan Mamanya itu hanya bisa menunduk sembari mengelus telinganya yang habis di jewer Mamanya.
"Mama tidak pernah ya mengajarkan anak-anak Mama untuk bersikap di luar batas seperti ini! Mama malu melihat anak Mama bersikap sesuka hati seperti ini. Seperti tidak di ajari sopan santun kamu. Biasakan bertanggung jawab Lexa,,, sudah berapa kali Mama bilang jangan banyak bermain-main! Kamu itu sudah semester enam loh sebentar lagi masuk semester akhir. Bagaimana nanti kamu menyelesaikan tugas akhir kalau sikap kamu seperti ini? Malas, nggak bertanggung jawab, dan bersikap sesuka hati!" Sandra benar-benar mengomeli Lexa habis-habisan seperti seminggu yang lalu dimana Lexa menabrak seseorang hingga berakhir di penjara.
"Maaf Ma," ucap Lexa sembari menahan hatinya yang gemetar karena takut. Bahkan Lexa ingin menangis namun ia menahannya.
"Assalamu'alaikum," ucap Sean dan Hendrik yang baru saja pulang dari berjalan-jalannya.
"Ya sudah, masuk ke kamar sana. Jangan di ulangi lagi," ucap Sandra tak ingin memperbesar masalah dan membuat Lexa kembali di marahi oleh Sean dan Hendrik suaminya.
"Baik Ma." Lexa yang sudah bebas dari omelan Sandra pun segera pergi ke kamarnya agar tak bertemu dengan Papa dan Kakaknya, sedangkan Sandra pergi melangkahkan kakinya menuju pintu utama.
"Wa'alaikumussalam, sudah pulang Pa, Kak," Sandra menyambut kedatangan Suami dan Anak keduanya itu dengan senyuman hangatnya. Wajah marahnya yang bak singa betina itu sudah hilang entah kemana.
"Iya Ma," ucap Hendrik lalu mendudukkan tubuhnya di sopan ruang tamu.
"Ini ada Es Dawet untuk Mama," ucap Sean sembari menyodorkan Es yang dibelinya pada Sandra.
"Terimakasih sayang," ucap Sandra mengambil Es Dawet kesukaannya itu dengan wajah bahagia.
"Sama-sama Ma," jawab Sean sembari tersenyum manis lalu mendudukkan tubuhnya di sopa yang berbeda dengan Hendrik.
"Dimana Lexa Ma?" Tanya Hendrik sembari menatap Sandra istrinya.
"Biasa Pa di atas," ucap Sandra lalu duduk di samping Hendrik.
"Bibi," panggil Sandra membuat Bibi bergegas mendatanginya.
"Iya Nyonya," ucap Bibi setelah berada di ruang tamu.
"Bi, tolong ambil gelas untuk Es Dawet ini ya. Jangan lupa bawa Teh Dingin dan Kopi. Sekalian bawa sendok ya Bi," Perintah Sandra yang di patuhi Bibi.
"Baik Nyonya," ucap Bibi lalu bergegas pergi ke dapur mengambil Gelas dan sendok.
"Gimana Pa? Jadi mereka datang?" tanya Sean membuka pembicaraan setelah menetralkan pernafasannya.
"Papa belum tau jadi atau tidaknya Nak, tapi katanya sih nanti malam mereka akan datang ke sini," ucap Hendrik dengan sangat santainya. Sean hanya mengangguk paham mendengar penuturan Hendrik.
"Datang nggak nya mereka intinya kita bersiap-siap saja. Takutnya nanti pas kita santai eh tiba-tiba mereka datang. Kan malu kalau kita nggak punya persiapan," ucap Sandra yang sangat di setujui Hendrik dan Sean.
"Benar apa yang kamu katakan sayang, kita harus membuat persiapan," ucap Hendrik yang di tanggapi Sandra dengan senyuman manisnya.
Di lantai dua tepatnya kamar Lexa, terlihat gadis manja dan nakal itu tengah menyembunyikan wajahnya di bantal kesayangannya. Lexa berbaring dengan posisi tubuh tengkurap. Gadis itu terlihat meratapi kesedihannya karena habis di marahi oleh Sandra Mamanya. Lexa menangis dengan suara yang sangat pelan sebab tak ingin siapa pun mendengarnya dan membuat masalahnya semakin besar.
Setelah selesai menangis sesaat, Lexa pun bangkit dari posisi tengkurap-nya lalu duduk di ranjangnya dengan tangan yang memeluk lututnya. Wajah Lexa terlihat sangat menyedihkan dengan mata yang sembab sebab menangis. Lexa bernafas dengan sedikit susah sebab hidungnya tersumbat sehingga tarikan nafasnya terdengar begitu jelas.
"Awas ya, aku akan membalas kalian yang membuatku seperti ini!" gumam Lexa dengan hati yang sangat jengkel dan kesal dengan dalang yang membuatnya di marahi habis-habisan seperti ini.
"Bagaimana aku membalas kalau aku saja nggak tau siapa yang mengaduh, hiks. Lexa,,, malang sekali nasibmu," gumam Lexa lalu bernyanyi di ujung kalimatnya dengan bibir meweknya.
Kembali ke ruang tamu, terlihat Bibi meletakkan Segelas Teh dan Kopi di atas meja. Tak lupa Bibi juga membantu Sandra memindahkan Es Dawetnya ke dalam gelas. Setelah selesai, Bibi pun kembali pergi dengan membawa nampan di tangannya.
"Sayang ayo di minum," ucap Sandra mempersilahkan Suami dan Anak keduanya itu untuk minum.
"Silahkan sayang," ucap Sandra sembari mengambilkan secangkir Kopi untuk Hendrik suaminya.
Melihat kedua orang tuanya mesra seperti itu Sean hanya tersenyum. Sudah biasa bagi Lexa, Arsen dan Sean menyaksikan kemesraan kedua orang tuanya yang terlihat saling menyayangi dan mencintai itu walaupun sudah memiliki usia yang tak muda lagi.
"Sayang, nanti kalau ke atas bilangin adikmu ya untuk bersiap-siap. Takutnya nanti dia turun menggunakan pakaian tidur," ucap Sandra sembari tersenyum.
"Baik Ma, nanti Sean sampaikan ya," ucap Sean dengan sangat lembutnya membuat Sandra tersenyum senang melihatnya.
"Makasih sayang," ucap Sandra yang di balas Sean dengan anggukkan kecilnya.
"Sama-sama Ma. Kalau begitu Sean ke atas dulu ya Ma, Pa, mau mandi," pamit Sean terlihat sangat menghormati kedua orang tuanya.
"Iya, Nak," sahut Hendrik setelah menyesap kopi pahitnya.
"Iya Sayang, hati-hati ya naik tangganya," ucap Sandra yang hanya di balas Sean dengan senyuman manisnya di sertai anggukkan kecil.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!