Dua tahun kemudian...
Dua tahun berlalu begitu cepat. Hubungan keduanya amat dekat hingga mereka berdua seakan tak terpisahkan. Menjadikan mereka layaknya sebuah surat dan perangko yang begitu erat.
Banyak hal yang mereka lalui bersama. Mengetahui sifat dan karakter dari diri masing-masing. Membawa kedua insan ini saling berbagi dan melengkapi dalam kekurangan yang ada.
Cinta yang kini hadir begitu sangat terasa dalam rumah tangga mereka. Berawal dari sebuah musibah berubah menjadi pernikahan yang tak terduga dengan calon yang berbeda pula.
Rumah tangga yang di awal terasa dingin dan sunyi kini telah berubah menjadi pernikahan yang manis juga hangat. Seolah tak percaya jika akan datang cinta di antara dua insan yang dulu bukanlah siapa - siapa kini sudah menjadi sepasang suami istri sah tanpa status Pengganti dari mereka.
Menerima takdir bahwa semua ada hikmahnya tersendiri. Berpikir jika pernikahan adalah hal yang sangat sakral. Mempunyai tanggung jawab yang besar dan tentunya bersaksi di hadapan Allah membuat setiap orang tau akan konsekuensinya. Yaitu setia.
Setia bisa di lakukan tapi terkadang menyakitkan. Bahkan tak jarang komunikasi di bangun tapi tak ada sama sekali obrolan. Hingga akhirnya Miss comunication dan mendua. Mencari pelarian dengan dalih ingin mendapatkan kenyamanan yang tak ada di diri pasangan. Ck, sungguh menyebalkan sekali.
*
*
Adzan subuh telah berkumandang dari masjid yang berada di ujung jalan membangunkan dirinya untuk segera bangun. Seolah ada alarm tersendiri bagi Tyaga meski mata sangat enggan untuk membuka.
Dia terus memaksa diri untuk bangun jika tidak tubuh akan tidur berlanjut. Tak lupa pula membangunkan sang istri yang juga terlelap di sampingnya.
Senyum terlukis di wajahnya. Tampak begitu senang setelah mengingat apa yang mereka berdua lakukan semalam. Sungguh bahagia sekali rasanya.
“Sayang ku bangun, sudah subuh” bisiknya pelan ke telinga sang istri.
Terus saja dirinya membangunkan sang istri yang masih betah dalam mimpinya. Hingga suara deheman kecil terdengar dari istrinya.
“Sayang ku bangun” kecupan manis tersemat di kening sang istri.
“Udah subuh, ya?” tanya Ummi yang setengah sadar karena dirinya masih mengumpulkan nyawanya. Di balas deheman sang suami.
“Ayo bangun. Sebelum waktunya habis” jelas Tyaga. “Aku mandi duluan, soalnya mau ke masjid. Mumpung masih ada waktu” sambungnya. Ummi hanya membalas anggukkan kepala dengan mata lengket.
Jujur saja dirinya masih ngantuk berat dan mata masih sangat susah untuk terbuka. Bagaimana tidak mereka berdua melakukan adegan suami istri hingga tengah malam. Di tambah badan masih lelah dan sakit semua membuat Ummi seperti baru saja memejamkan matanya. Dan ini harus bangun lagi untuk melaksanakan shalat.
Bukannya tidak ikhlas namun hanya mengungkapkan rasa kantuknya yang amat terasa.
Selepas mandi besarnya Tyaga keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit tubuhnya. Matanya tak sengaja menangkap sang istri yang tengah menyandarkan kepalanya di bed board dengan mata terpejam. Dirinya memaklumi karena sang istri butuh banyak istirahat. Tapi dia harus membangunkan sang istri untuk segera melaksanakan shalat. Jika tidak subuh akan meninggalkan mereka tanpa catatan.
“Sayang ku, kok tidur lagi?” tanya Tyaga yang berlalu ke walk in closed. Dia harus segera bersiap agar subuh masih sempat di laksanakan. “Buruan bangun. Entar waktunya habis” tegas namun lembut.
“Hah?, he'em” Ummi hanya membalas anggukkan kepala dengan mata sepetnya. Ya mau bagaimana lagi, susah sekali rasanya untuk tidak tertidur.
“Ya udah kalo gitu. Aku ke masjid dulu takut keburu sholat” terang Tyaga. “Kamu buruan bangun sayang. Jangan tidur lagi, ingat itu.” tambahnya sebelum pergi meninggalkan sang istri di kamar. Dia bergegas menuju masjid sebelum orang jama'ah benar - benar meninggalkan masjid.
“Astaghfirullah” tersadar akan dirinya yang semakin menjadi untuk tidur, membuat Ummi memaksakan diri untuk beranjak dari pembaringan hingga menghilang dari balik kamar mandi.
Selepas mandi besar dan berwudhu, segera ia membentangkan sajadah untuk segera melaksanakan dua rakaat sholat Sunnah sebelum melakukan sholat subuh nya.
Tak lupa berzikir dan berdo'a meminta kepada Allah agar membuat pernikahan ia dan sang suami – Tyaga – sakinah mawadah warahmah serta selalu dalam lindungan Allah Subhanahu Wata'ala.
Berniat ingin tidur kembali selepas sholat tapi dia ingat akan kewajibannya sebagai seorang istri untuk menyiapkan makan pagi untuk suaminya. Karena pagi ini dia ingat lagi sang suami – Tyaga – akan ada pertemuan dengan kliennya.
Membuat Ummi melanjutkan kakinya ke dapur dan mengurungkan niatnya untuk tidur kembali. Meskipun mata masih sangat ngantuk. Tapi Ummi paksakan dirinya untuk membuat sarapan pagi agar sang suami tidak melewatkan sarapannya.
Menyalakan lampu sebagai penerang meski dia sendiri tapi kalau gelap ya sama saja dia takut juga. Walau seolah berani yang namanya takut ya tetap saja takut.
Melihat apa saja yang ada di kulkas. Mengambil bahan - bahan apa saja yang akan di masak. Berkutat di dapur dengan cepat dan semuanya sudah jadi siap dia sajikan di meja. Tak lupa juga dia membuatkan sandwich yang selalu dia buat untuk sang suami.
Tak ketinggalan pempek yang selalu menemani setiap hari. Hanya cukonya saja yang tidak bersanding karena ini masih pagi membuat Ummi tidak ingin sang suami nanti sakit perut karena pagi - pagi sudah ngirup cuko.
Dia juga tidak lupa membuatkan bekal untuk suaminya nanti. Semuanya sudah tersedia, tinggal menunggu sang suaminya pulang dari masjid. Sebelum itu dia akan beres - beres dapur terlebih dulu agar tak ada yang berantakan dan terlihat rapi juga bersih. Hitung - hitung membantu meringankan kerja Bi Tuti.
“Assalamu'alaykum”
“Wa'alaykumussalam” sambut Ummi saat suaminya pulang. Sambil menyalami punggung tangan sang suami.
“Sayang ku udah sholatnya?” tanya Tyaga melihat sang istri yang menyambutnya. Ummi hanya membalas anggukkan dan deheman.
“Alhamdulillah” sambil memberi kecupan manis di kening Ummi. “Kamu ngapain di sini, sayang ku?” tanya Tyaga penasaran. “Kamu masak?”
“He'em. Aku udah buatin kamu sarapan. Entar kamu cobain. Enak, gak nya. Biar aku semakin belajar dan bisa membuat kamu puas sama masakan yang aku buat.” ujar Ummi yang begitu semangat belajar membuat makanan untuk Tyaga–suaminya.
“Aku akan makan apapun yang kamu buat untuk aku. Apapun itu aku akan suka karena kamu yang membuatnya dengan penuh cinta.” ungkap Tyaga. Jujur saja dia tetap akan terima jikalau makanan ataupun masakan sang istri tak enak sekalipun karena dia tau apa yang Ummi masak adalah bentuk usaha untuk menyenangkan dirinya. Itu sudah cukup baginya.
“Aku gak papa, kalo ada masakan aku yang gak enak. Ke depannya nanti aku akan lebih giat lagi belajar” dia tak ingin sang suami nantinya akan terima saja meski apa yang dia sajikan tidak sesuai selera suaminya.
“Selalu kayak gitu deh bilangnya. Jangan bilang gitu sayang ku. Aku suka apapun yang kamu masak. Itu membuat aku bahagia. Jadi berhenti merendah diri, oke” bantah Tyaga yang tidak ingin sang istri merendah.
“He'm, oke suami ku” balas Ummi manut.
“Ya udah aku ke kamar dulu mau ganti baju, setelah itu kita sarapan” mengambil langkahnya menuju kamar. Sambil mengikuti langkah sang suami, Ummi akan menyiapkan baju untuk suaminya.
“Aku siapin dulu baju kamu” berjalan ke walk in closed mengambil kemeja juga jas untuk di pakai suaminya hari ini.
“Boleh aku pake in dasinya?” tanya Ummi setelah Tyaga bersiap.
Mengulurkan tangannya memberi dasi pada sang istri untuk segera di pakaikan ke lehernya.
Satu kecupan manis di bibir sang istri yang sedari tadi menggodanya. “Udah ah, entar gak jadi berangkat lagi”
“Gak papa biar bisa sama kamu terus di kamar” lagi kecupan demi kecupan kembali tersematkan dibibir Ummi tentunya membuat empunya merona.
“Udah ah, ayo kita sarapan. Entar kesiangan” ingin dia bersembunyi saking malunya. Padahal bukan sekali dua kali mereka berciuman seperti ini tapi entah kenapa membuat Ummi masih malu-malu dan salah tingkah.
Tyaga yang melihat istrinya dalam mode seperti itu tersenyum geli, ingin rasanya ia segera mengulang kembali yang semalam tapi dia ingat jika tubuh sang istri masih butuh istirahat meski dia tau sang istri menahan rasa sakit akibat permainannya.
“Baiklah sayang ku. Ayo kita sarapan. Aku gak sabar pengen nyobain apa yang dimasak istri ku pagi ini. Hmm pasti rasanya enak” puji Tyaga sambil membayangkan.
“Bisa aja kamu ngerayunya” dengan tangan bergandengan mengikuti langkah sang suami menuruni tangga untuk ke dapur.
Beberapa menit berlalu sarapan pagi usai. Tyaga pun telah pergi dan meninggalkan Ummi yang kembali membereskan semua bekas mereka sarapan. Walau ada Bi Tuti tapi dirinya masih segan. Biarlah dirinya saja yang membersihkan agar tidak selalu merepotkan orang tua.
###
...Assalamualaikum readers ...
...Ini novel lanjutan dari cerita Suami Pengganti Dari Istri Sahabatku......
...Semoga suka walaupun masih banyak kekurangan....
...Mohon dukungannya semoga novel ini bisa lanjut 🙏...
Di ruangannya Tyaga sangat sibuk mengurusi pekerjaannya yang sangat banyak. Sampai dia tak sadar sudah waktunya makan siang. Tyaga benar - benar tak menyangka akan sebanyak ini dia bekerja. Mengurusi semua berkas dan dokumen perusahaan. Sudah menjadi suatu kebiasaannya untuk mengecek ulang kembali setiap apa yang di kirimkan assisten nya lewat via email.
Bukan suatu alasan mengapa dia yang harus melakukannya karena Tyaga sendiri adalah seorang yang sangat teliti dan juga perfeksionis. Bahkan tak jarang dia sendiri yang menghandle kerjaannya sampai larut malam pada saat belum menikah dulu.
Teringat dengan kehidupannya dulu, seolah penuh dengan kata kerja,kerja dan kerja. Sebelum akhirnya berjumpa dengan seorang wanita berhijab justru merubahnya menjadi seorang yang tak fokus. Entah kenapa Tyaga pun tidak tau.
Sampai suatu ketika dia sadar, dia pun jatuh cinta untuk pertama kalinya. Tyaga bingung kenapa setiap kali dia bekerja, wajah wanita itu selalu hadir di benaknya dan bahkan seolah wanita itu sudah mengusik kehidupannya yang terlalu monoton hanya Itu - itu saja. Tapi setelah berjumpa dengan wanita berhijab yang bahkan namanya pun Tyaga tidak tau siapa itu, kok jadi begini? Bisa di bayangkan bukan, bagaimana anehnya.
Seorang Tyaga Lamuel Radi sebagai CEO Radi crop. tak percaya jika dirinya jatuh cinta pada wanita muslimah yang tidak dia kenali? Seorang wanita yang memiliki penampilan tertutup tak seperti kebanyakan wanita lain. Padahal dulunya Tyaga bukan seorang yang mudah jatuh cinta pada seorang wanita tapi sekarang?
Dirinya begitu mencintai wanita itu sebelum menjadi istrinya sekarang. Bucin kata orang - orang zaman sekarang. Ingin rasanya Tyaga menyatakan cintanya pada wanita itu, tapi apakah dia mau? Secara mereka berdua tak saling kenal. Tyaga takut pada saat dia menyatakan cintanya wanita itu menolaknya. Bisa - bisa dia malu sendiri.
Sampai suatu waktu mereka berdua di pertemukan jua. Itulah pertemuan pertama mereka secara langsung juga untuk kedua kalinya mereka berjumpa.
Begitu senangnya Tyaga saat itu berjumpa dengan wanita yang selama ini selalu dia rindu - rindukan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Tyaga bertatap muka dengan wanita muslimah yang sangat menarik perhatiannya itu.
Wanita itu sangat dekat dengannya bahkan berada tepat di depannya. Pokoknya dia harus segera menyatakan perasaannya pada wanita di depannya itu sekarang juga. Jika ditolak urusan belakangan.
Namun sayang Tyaga tak menyadari bahwa dirinya hanyalah orang ketiga disana. Di antara dua insan yang ingin mengikat janji seminggu lagi. Janji suci pernikahan yang keduanya sudah lama ditunggu - tunggu.
Sungguh sangat menyakitkan hati Tyaga saat tau wanita yang dia sukai sejak pertemuan pertama ternyata wanita itu yang akan menjadi istrinya Nizar sahabatnya sendiri.
Kecewa juga sedih Tyaga rasakan. Rasa rindunya, rasa cinta yang ingin dia gapai ternyata tidak tersampaikan. Semuanya sia-sia saja. Tyaga harus segera mundur secepatnya. Bahkan untuk memulai saja dia tak ada kesempatan lagi. Karena wanita tersebut sudah jadi milik orang lain.
Tyaga tak bisa menahan gejolak amarah dalam dirinya. Ingin rasanya dia meluapkan segala emosi dalam dadanya. Sampai suatu ketika Tyaga mencoba melupakan wanita itu tapi hasilnya nihil. Berusaha melupakan tapi tetap saja tidak bisa.
Dia telah gagal dalam hal percintaan membuat dirinya semakin keras menyiksa diri dan terus menerus kerja tanpa kenal waktu. Untuk melupakan seseorang yang tidak Tyaga kenali harus membutuhkan waktu lama. Padahal hanya seorang wanita tapi bisa membuat Tyaga Lamuel Radi sekacau ini.
Cinta ini sangat menyakitkan hati seorang Tyaga Lamuel Radi. Hingga akhirnya dia menyetel ulang dirinya di pengaturan awal, yang gila kerja.
Hingga suatu ketika takdir mengantarkan Tyaga dan wanita itu bertemu. Bukan hanya sekedar bertemu tapi hidup bersama. Ya, hidup bersama dalam artian menikah.
Seakan hati Tyaga berbunga-bunga kala itu. Tapi apakah dia pantas menikahi calon istri dari sahabatnya itu. Di saat sahabatnya tengah sekarat. Jika di bandingkan dia, dirinya tak terlalu banyak luka hanya leher yang gips selebihnya cuma luka lecet saja.
Tapi yang namanya takdir tetap tak bisa diubah. Apalagi sebagai manusia biasa hanya bisa menerima saja.
Bagai sebuah mimpi di siang bolong. Tyaga dan wanita itu akhirnya menikah. Membuat Tyaga, entahlah. Karena dia tau sahabat baiknya kini telah tiada.
Tyaga pikir dia adalah teman yang tidak tau diri. Bagaimana tidak, di saat Nizar sahabatnya dibawah tanah dia sendiri menikahi calon istrinya. Dia bingung haruskah Tyaga senang ataukah sedih? Semua rasanya campur aduk jadi satu. Sulit untuk dijabarkan.
Hingga kini akhirnya pernikahan Tyaga dan wanita itu –Ummi– begitu harmonis dan bahagia. Menyelami kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warahmah.
*
“Remi, tolong Lo pesankan tiga tiket pesawat untuk Gue” suruh Tyaga pada Remi assisten nya.
Kini keduanya kembali bekerja setelah selesai menikmati makan siang di ruangan. Bekal yang di buat sang istri sungguh terasa nikmat. Begitu sangat memanjakan lidahnya. Tyaga sangat suka dengan masakan istrinya.
Entah kenapa tiba-tiba saja Tyaga rindu pada istrinya itu. Tapi sayang istrinya sedang tidur saat di menelepon tadi. Pantas telepon sang istri tidak aktif. Mungkin karena rasa lelahnya sampai tertidur di tambah badan sang istri masih sakit karena ulahnya semalam. Membayangkan itu rasanya Tyaga jadi senyum senyum sendiri.
“Tiket? Untuk apa?” jawab Remi. Tak biasanya teman sekaligus Tuannya itu ingin memesan tiket.
“Gue mau ngasih hadiah ulang tahun untuk istri Gue” jelas Tyaga. “Gak lama lagi dia ultah. Gue mau ngasih hal yang buat dia bahagia. Dan pastinya akan membuat dia jatuh cinta sama Gue” terang Tyaga percaya diri.
“Heuh, iya iya. Yang punya istri” narsis sekali temannya ini. Tak tau apa dirinya ini jomblo. “Gue pesenin. Berapa tiket? Kemana? Kapan? Berapa hari? Biar bisa gue check list nanti supaya Lo sama istri Lo tinggal berangkat aja”
“Tiga tiket. Tujuan ke Palembang. Rencananya sih Bulan depan. Mungkin semingguan” jelas Tyaga.
“Tiga tiket? banyak amat. Yang pergi cuma Lo sama istri Lo, terus yang ketiganya siapa? Setan?” tanya Remi heran.
“Iya, Lo setannya”
“Hah?! Kok Gue? Enak aja” tak terima dirinya di katakan setan.
“Makanya punya mulut jangan sembarang bicara” heran saja pada temannya ini bisa - bisanya punya mulut asal saja. “Satu tiket itu buat Lo. Gue sengaja pesenin buat Lo. Biar Lo bisa nemenin Gue di sana. Tapi mulut Lo yang sembarangan itu bilang kalo Lo setan berarti Lo ngatain diri Lo sendiri, heran Gue”
“Oohh, bilang dari tadi. Gue kira apa” ucap Remi sambil nyengir kuda.
“Lo mau kan ikut Gue?!” tanya Tyaga ingin memastikan kalau Remi mau ikut dengannya nanti.
...Assalamualaikum readers ...
...Semoga suka dengan ceritanya ...
...Dukung terus biar semangat update ...
“Enak banget Lo ngatain Gue setan” tak terima dirinya di katakan setan oleh sang teman. Dia ini manusia bukan setan ya meski kelakuannya kayak setan,upss.
“Gue gak terima Ga. Enak bet Lo ngatain Gue kayak gitu!”
“Sensi amat Lo. Ya udah Gue minta maaf. Lagian Lo sendiri yang bilang bukan Gue. Gak asik bercanda sama Lo, Rem. ck.” niatnya buat bercanda malah sebaliknya.
“Lo yang gak asik, Ga. Gue juga bercanda doang kali, gak usah seserius gitu” canda Remi. Ternyata dia yang menipu bilangnya dia tak terima dan langsung emosi tapi malah.
Mendengar itu Tyaga langsung melempar pulpen ke arah Remi lalu berkata “Sialan Lo Rem” ternyata dirinya juga tertipu.
Keduanya saling tertawa dengan kekonyolan mereka. Dua orang teman saling melepas beban mereka dengan tertawa dan canda. Marah dan emosi sudah biasa tapi kalau putus pertemanan jangan karena mereka saling membutuhkan satu sama lain.
“Jadi, Lo mau ikut gak?” tanya Tyaga memastikan.
“Ya, mau lah. Itung - itung jalan - jalan Gue. Siapa tau ada yang nyantol ke Gue, kan. Biar sekalian Gue ajak ke pelaminan, hhe” seperti kata pepatah dua, tiga puluh terlampaui. Jalan - jalan eh malah dapat istri ya begitulah kira - kira sebutannya, dia tidak tau.
“Yee, itu maunya Elo. Kalo ada yang mau sama Elo kalo kagak? Lo aja udah karatan gitu. Emang ada yang mau sama Lo? Gue rasa gak ada tuh” sindir Tyaga. Sepertinya dia tak puas hati dengan mengatakan Remi setan dan ini berulah lagi.
“Lo sekate - Kate kalo ngomong. Gue bukan karatan, Gue itu ‘matang’ dan ‘dewasa’ jadi pas lah untuk melamar gadis” tak terima jikalau dirinya di bilang karatan padahal umurnya sudah tiga puluh tahunan cuma dewasa saja.
Gadis? Yang bener aja. Lo mau sama gadis? Gadis mana? Emang ada yang mau seorang gadis sama Lo? Gue rasa gak ada”
“Ya adalah pasti, Ga. Lo mah jadi temen bukan ngedoain malah bilang yang gak - gak. Lo temen Gue apa bukan?” sewot Remi. Kesal rasanya Tyaga temannya seolah meremehkan dia.
Tyaga hanya bisa tertawa lalu berkata lagi “Ya, habisnya Lo yang bilang mau sama gadis - gadis. Entar Lo di bilang pedofil baru tau” sungut Tyaga.
“Ya elah, Lo mah. Gadis itu kalo di Palembang namanya cewek. Masa' gitu aja Lo kagak tau” remeh Remi.
“Haa, beneran?” tanya Tyaga penasaran. Dirinya baru tau. “Lo tau dari mana?”
“Iya lah. Gue tau dari anak marketing kemarin di kantin. Pas banget dia lagi ngomongin soal cewek”
“Oh gitu. Udah lah. Kenapa bahas yang lain. Gue mau tanya, Lo itu mau ikut kagak tapi malah ke mana - mana jadinya” mengakhiri percakapan mereka yang sudah ke mana - mana.
“Ya, mau lah, Ga. Mau banget malah. Gue pengen ikut. Sekalian healing gue, hhe.” membayangkannya saja sudah membuat dirinya tak sabar.
“Ya udah kalo gitu. Jadi, fix kita bertiga. Gue minta Lo harus persiapkan semuanya. Harus bener - bener beres semua. Jadwal dan segala macem. Jadi kan kita pergi enak nanti” jelas Tyaga.
“Sama meeting klien, Gue pengen Lo cancel atau gak Lo jadwalkan setelah kita kembali nanti. Lo suruh juga Saniah biar dia yang handle nanti saat Lo dan Gue gak ada” dia tak ingin perjalanannya ke kampung halaman sang istri ada halangannya. Membuat mereka tidak jadi berangkat. Dan Qadarullah, Karena apa yang di rencanakan tidak akan sesuai dengan yang di harapkan.
“Ok, siap. Lo terima beres aja” balas Remi. “Eh, tapi omong - omong, Lo mau ngapain ke sana? Gak mungkin kan cuman liburan?” tanya Remi penasaran. Untuk apa temannya ini pergi ke sana? Apa tujuan sebenarnya?
“Rencananya sih Gue mau ngadain pesta pernikahan Gue dan istri di sana. Karena kami menikah baru secara agama dan negara. Jadi belum ada pesta. Lo juga tau kan kita sibuk akhir - akhir ini, di tambah Gue sama istri kurang baik dulu. Jadi belum sempat bikin acaranya” terang Tyaga. “Ya, itung - itung sekalian Gue mau kenalan sama mertua. Dan ngenalin Lo sebagai wali Gue”
“Oh gitu. Iya juga sih, Lo sama istri Lo belum sama sekali ngadain pesta. Apalagi hubungan kalian kan belum kayak sekarang” berpikir sejenak lalu berkata lagi “Emang nya Lo belum tau sama mertua Lo?
“Nah itu Lo tau. Maka dari itu Gue minta ke Lo buat pesenin tiket biar bisa kasih dia kejutan. ” pinta Tyaga.
“Udah, lewat video call. Tapi kan gak enak aja masa' ngobrol sama mertua lewat video doang. Gak sopan banget. Gue tuh pengen nya ketemu langsung. Kenalan gitu biar mertua tau Gue itu suaminya Ummi bukan Nizar, gitu” jelas Tyaga menambahkan.
Jika di kata Tyaga dan mertuanya tidak berkomunikasi itu tidaklah benar. Karena mereka selama ini berkomunikasi dengan baik. Walaupun hanya sebatas via video saja. Setiap Ummi–sang istri– rindu akan orang tua, sang istri pasti menghubungi orang tuanya di kampung dan dia akan ikut serta dalam obrolan mereka. Karenanya Tyaga ingin mengenal bagaimana orang tua dari Ummi istrinya itu.
Meskipun masih ada rasa canggung tapi Tyaga senang setelah mengenal orang tua, adik dan kakaknya Ummi. Tyaga merasa punya keluarga sendiri walau hanya mertua tapi Tyaga cukup bahagia dan bersyukur karena masih ada mertua yang baik dan mau menganggap mereka seperti orang tua sendiri bukan orang lain.
“Oh jadi mereka taunya yang nikah Ummi sama Nizar bukan Lo, gitu?” tanya Remi. Remi baru tau selama ini dia hanya tau kalau Tyaga suami Ummi bukan Nizar.
Tyaga berdehem lalu berkata “Ya, itu dulu sekarang mereka sudah tau siapa Gue bagi Ummi. Gue juga sudah cerita ke mereka apa yang terjadi sama Nizar dan Alhamdulillah mereka tau. Mereka juga mengerti kenapa bisa Gue yang gantiin Nizar menikah dengan Ummi” sedih sih tapi Tyaga tau diri kalau dia adalah pengganti Nizar sahabatnya untuk Ummi calon istrinya. Walaupun sekarang sudah Sah bukan pengganti lagi.
“Oh. Alhamdulillah kalo gitu, seneng Gue dengernya. Usaha Lo gak sia - sia untuk bisa mendapatkan pengakuan sebagai seorang menantu oleh mertua Lo. Salut Gue” bersyukur ternyata Tyaga–temannya– ini bisa dapat restu dari sang mertua. Remi tau kalo Tyaga dan Ummi tidak berhubungan baik.
Di awal mereka menikah saja Ummi selalu ketus bahkan Ummi seperti tidak menganggap keberadaan Tyaga. Remi yang tau temannya seperti itu merasa iba tapi dia tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga temannya. Takutnya dia akan mengganggu karena Remi berpikir dia bukan siapa - siapa dia adalah teman yang tidak punya hak untuk ikut campur. Biarlah mereka saja yang menyelesaikan.
Kenapa Remi tau? Karena Tyaga selalu cerita padanya. Ya meski Tyaga tidak selalu menceritakan dan hanya sekedar menceritakannya saja tanpa sengaja itupun tidak semuanya. Tyaga tidak mau mengungkapkan permasalahan rumah tangganya pada orang lain.
Remi tau Tyaga adalah orang yang bisa menutupi masalahnya sendiri. Seperti diketahuinya kalau Tyaga memang menyukai Ummi sejak pertemuan pertama mereka tapi dia mengalah demi Nizar. Itu dulu sebelum hubungan mereka seperti sekarang.
Tapi itu tidaklah masalah bagi Remi. Sebagai teman dia hanya memberi saran saja. Terserah Tyaga ingin menerima atau tidak, yang pasti Remi sudah membantu ala kadarnya.
Mendengar jawaban Remi, Tyaga hanya tersenyum. Dia bersyukur punya teman seperti Remi yang bisa di andalkan serta dibutuhkan di saat dirinya ada masalah.
“Lo tenang aja. Serahkan semua ke Gue. Insya Allah beres semua”
Tyaga hanya membalas deheman. “Bagus, seminggu lagi tiket itu harus sudah ada di meja Gue, paham” tegas Tyaga.
“Ok sip. Tanggal berapa Lo akan kasih ini ke istri Lo?”
“Tanggal 22 nanti. Gue juga akan bikin kejutan yang meriah buat istri. Dan Gue minta Lo bantuin Gue untuk ngeprank dia biar ada sedikit dramanya” pinta Tyaga sedikit menyunggingkan seulas senyum misterius. Sepertinya dia punya sesuatu untuk sang istri kira - kira apa ya?
“22 Jan? Gak lama lagi” berpikir sejenak kemudian berkata lagi “Gue pastiin semuanya bakalan siap sebelum hari-h”
...Dukung terus biar semangat update 🥰...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!