Ting..tong...
Nola berlarian menuju ke pintu rumahnya, dia tak sabar ingin membukakan pintu untuk seseorang yang menekan bel di rumahnya itu.
"Ecaaa!!" Teriak Nola ketika pintu rumahnya terbuka.
"Mbak Ola, Eca kangen!!" Wanita yang di panggil Eca itu pun memeluk Nola dengan erat.
Mereka bahkan sampai berputar-putar karena saking senangnya bertemu setelah beberapa waktu gak bertemu.
"Mbak juga kangen sama kamu Eca. Kamu makin cantik aja, makin dewasa" Nola menyisihkan rambut panjang Eca ke belakang pundaknya.
Rambut milik Eca, atau Nessa Ananta. Adik Nola satu-satunya itu memang memiliki rambut panjang sepinggang dengan ujungnya yang sedikit bergelombang juga warnanya yang hitam legam persis seperti rambutnya.
"Mbak juga masih tetap cantik dari dulu. Nggak berubah sama sekali. Mbak Ola emang idola banget deh"
Dari dulu Eca memang selalu mengagumi Kakaknya dari dulu. Meski dia sendiri juga memiliki tubuh yang tinggi dan langsing, berkulit putih juga wajah yang cantik tak kalah dengan Nola, tapi Eca selalu mengidolakan Kakaknya itu.
Bahkan tak jarang banyak yang mengatakan mereka berdua itu bak pinang di belah dua karena memiliki wajah dan postur tubuh yang hampir sama meski mereka bukan terlahir secara kembar. Usia Kakak beradik itu pun berjarak lima tahun, tapi tak terlihat sama sekali di usia mereka yang sudah dewasa seperti saat ini.
"Kamu bisa aja deh. Ayo masuk aja, kasihan kamu baru sampai pasti capek" Nola menarik Adiknya masuk ke dalam rumahnya.
"Kok sepi Mbak??" Eca melihat ke seluruh ruang tamu yang terlihat mewah itu.
Dia memang baru sekali ini datang ke rumah Kakaknya setelah Kakaknya itu menikah lima tahun yang lalu. Selama ini Eca memang berada di luar kota untuk menuntut ilmu dan bekerja di sana. Jadi baru hari ini dia kembali ke Ibu Kota untuk melanjutkan karirnya di kota metropolitan itu.
"Ya sepi kalau sore begini, Bara belum pulang. Art juga udah pulang karena mereka memang nggak ada yang menginap"
"Jadi Mbak di rumah sendiri??"
"Iya. Tapi aman kok. Satpam komplek jaga dua puluh empat jam"
Eca hanya mengangguk. Rumah Kakaknya itu mamang terletak di komplek perumahan mewah. Pasti penjagaan di sana sangatlah ketat. Terbukti, tadi saat Eca ingin masuk ke sana pun harus melewati bagian keamanan yang alot, untung saja Nola menghubungi bagian keamanan untuk mengijinkan Eca masuk.
"Mbak nggak ada pemotretan hari ini??"
"Ada satu tadi pagi. Mbak kan sengaja mau menyambut kedatangan kamu makanya Mbak kosongkan jadwal buat sore ini"
"Ahh sweet banget kamu Mbak"
Nola memang wanita karir yang bekerja di depan layar. Dia bahkan di kenal di seluruh antero negeri ini dengan sebutan duta merk. Karena dia yang sukses mempromosikan berbagai merk dagang yang mempekerjakan dirinya.
Bukan hanya itu, dengan wajah cantik dan tubuhnya yang indah, kepiawaiannya mengolah kata dan kepercayaan dirinya, membuat Nola juga di kenal sebagai presenter berbagai acara baik online maupun offline.
"Sekarang kamu mau makan dulu atau mau istirahat dulu??"
"Mau istirahat dulu kali ya Mbak. Tadi malam aku nggak sempat tidur karena harus packing dan tadi di pesawat juga nggak bisa istirahat karena nggak sabar ketemu sama kamu"
"Ya udah kalau gitu itu kamar kamu udah di bersihkan tadi. Terus kalau mau makan atau apapun cari sendiri aja. Jangan sungkan dan anggap rumah sendiri. Ingat, Mbak minta kamu pindah ke sini biar kamu bisa temenin Mbak di rumah kalau suami Mbak belum pulang. Oke"
"Iya Mbak. Makasih banyak ya Mbak" Eca memeluk Kakaknya itu sekilas.
Kemudian dia menyeret kopernya menuju kamar yang telah di tunjuk Kakaknya tadi.
Eca merasa bersyukur karena Kakaknya mendapat suami yang baik dan sukses. Eca tau betul bagaimana perjuangan Nola setelah kedua orang tua mereka meninggal. Nola bekerja keras agar dirinya tak di pandang sebelah mata hanya karena mereka berdua yatim piatu sejak kecil.
Sebenarnya Eca juga sedikit sungkan dengan Kakak iparnya karena tinggal di rumah itu. Apalagi Eca tak begitu akrab dengan Bara. Eca hanya pernah bertemu satu kali dengan Bara yaitu saat pernikahan mereka. Setelah itu tak pernah lagi.
Maka dari itu Eca sedikit sungkan. Tapi Eca tak bisa menolak keinginan Nola yang terus memohon kepadanya. Kepulangannya ke Ibu kota juga karena permintaan Nola yang tak ingin jauh darinya lagi.
Eca yang telah membersihkan diri mulai tak tahan dengan kantuknya. Dia merebahkan diri dengan asal di atas ranjang yang besar dan empuk itu. Sungguh beruntung Nola memiliki suami yang kaya raya sejak lahir. Kalau Eca jadi Nola, pasti Eca memilih di rumah dan menjadi Ibu rumah tangga yang fokus mengurus suami dan anaknya saja daripada bekerja. Untuk apa juga, toh uang suaminya sudah banyak. Lagipula Eca yakin kalau gaji yang di terima Nola pasti kalah besar dengan uang bulanan yang diberikan oleh suaminya.
"Hemm"
Eca sampai tak tau sudah tertidur berapa lama. Yang ia rasakan saat membuka mata hanya rasa haus yang begitu mencekik lehernya. Tebakannya pasti sekarang ini hari sudah larut atau mungkin susah pagi.
Eca mulai beranjak dari ranjang empuk yang membuatnya terlena itu. Dia tersenyum miris karena dirinya seperti tak pernah merasakan tidur senyaman itu selama ini. Tapi kenyataannya memang begitu. Kasur di kontrakannya memang tak seempuk ranjang di rumah mewah itu.
Eca sempat berdiam sebentar di sisi ranjang sebelum beranjak karena kepalanya sering sekali pusing kalau tiba-tiba di bawa berdiri. Sungguh mengenaskan padahal umurnya saja baru dua puluh lima tahun tapi tubuhnya seolah sudah jompo.
Eca juga sempat melihat jam di ponselnya yang menunjukkan pukul sebelas malam sebelum dia benar-benar beranjak untuk mengambil minum.
"Sepi banget, apa Mas Bara udah pulang ya??" Eca mendongak menatap lantai atas yang tak ada tanda kehidupan sama sekali.
"Buat apa rumah besar kaya gini kalau sunyi kaya gini. Malah serem" Eca bergidik mengusap keuda lengannya yang tak tertutup kain karena saat ini dia menggunakan gaun tipis berbahan satin bertali spaghetti dengan panjang satu jengkal di atas lutut.
Dia yakin kalau tak akan ada orang lagi yang turun saat ini makanya dia berani keluar tanpa memakai baju seperti itu.
Eca menuju ke dapur. Dia membuka kulkas untuk mencari minuman dingin. Tapi sekarang justru perutnya yang melonjak dan memberontak meminta asupan.
"Makan apa ya??" Gumam Eca sambil melihat ke atas meka makan yang kosong tak ada apapun.
"Tadi Mbak Ola nawarin makan, tapi kok nggak ada makanan??" Eca bingung sendiri. Di dalam kulkas juga hanya ada bahan makanan mentah.
"Apa udah habis di makan sama suaminya??" Dia terus bergumam seorang diri.
"Masak yang simpel aja kali ya??"
Lantas Eca mengambil beberapa macam sayur. Entah apa yang akan dia masak nantinya. Dia sibuk memotong sayur seorang diri sampai dia dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
"Tumben kamu masak sayang?? Biasanya ke dapur aja nggak mau" Suara berat itu terdengar jelas di telinga Eca. Apalagi dagu pria itu yang bertumpu pada pundaknya membuat hembusan nafas pria itu mengenai daun telinganya.
Belum sempat hilang keterkejutannya dengan apa yang dilakukan pria itu. Kini Eca di buat seperti tersengat aliran listrik ribuan volt saat merasakan kecupan di bahu sampai menjalar ke tengkuknya.
"Kamu ganti parfum sayang?? Waninya beda, aku suka" Eca benar-benar mematung. Seluruh badannya tak bisa di gerakkan saat ini.
Sampai Eca mendapatkan kesadarannya kembali tangan kekar pria itu mulai bergerak naik ingin menyentuh dua aset berharga miliknya yang tak tertutup b*a. Eca langsung menyingkirkan tangan itu dari tubuhnya.
Namun bersamaan dengan itu, terdengar suara derap langkah seseorang yang sedang menuruni anak tangga.
"Sayang, kamu di mana??" Suara teriakan Nola membuat pelukan itu terlepas dari tubuh Eca.
Dengan penuh ketakutan Eca berbalik secara perlahan. Kedua tangannya menyatu saling merem*as karena rasa takutnya.
"Siapa kamu!!" Suara berat dan sedikit serak tadi kini berubah mendesis. Pria itu menatap Eca begitu tajam.
Sayang, kamu di mana??" Suara teriakan Nola membuat pelukan itu terlepas dari tubuh Eca.
Dengan penuh ketakutan Eca berbalik secara perlahan. Kedua tangannya menyatu saling merem*as karena rasa takutnya.
"Siapa kamu!!" Suara berat dan sedikit serak tadi kini berubah mendesis. Pria itu menatap Eca begitu tajam.
Pria itu begitu terkejut karena ternyata ia peluk tadi bukan istrinya. Karena saat ini istrinya muncul dari arah tangga.
Bara menatap wanita yang menundukkan wajahnya dengan takut di depannya itu.
Dia memaki dirinya sendiri kenapa sampai bisa salah mengenali istrinya sendiri. Pria dewasa berusia tiga puluh tiga tahun itu menatap wanita yang tidak ia kenal itu dari atas sampai bawah.
Bentuk tubuhnya memang mirip dengan istrinya. Tinggi badannya, rambutnya, kulit putihnya yang tak ternoda. Tentu kalau dari belakang Bara pasti akan menganggap wanita itu adalah istrinya.
Bara semakin menatap sengit pada wanita di depannya. Lebih tepatnya merasa malu dan kesal karena mengingat apa yang dia lakukan tadi. Dia merasa menjadi pria menjijikkan yang menyentuh wanita lain yang tidak ia kenal sama sekali.
"Sayang, kok kamu baru pulang sih?? Kan tadi aku udah minta kamu pulang awal" Nola langsung bergelayut manja di lengan suaminya.
"Maaf aku lupa" Bara juga langsung menoleh kembali pada wanita yang tadi sempat ia jamah tengkuknya.
Ia ingat apa alasan istrinya meminta dia pulang lebih awal.
"Jadi dia adikmu??"
"Iya, kamu nggak lupa sama dia kan??"
Bara jelas lupa, buktinya tadi dia terkejut dan tak mengenali Eca sama sekali. Wajar saja karena dulu saat pernikahan mereka Eca berkenalan dengan Bara saat wajahnya full make up dan kini terlihat polos tampa sapuan bedak sama sekali.
"Maaf saya tidak mengenali kamu tadi" Ucap Bara dengan suara seraknya yang datar.
"I-iya Mas, Eca juga nggak tau kalau Mas Bara belum pulang jadi ngagetin karena malam-malam ada di dapur" Perlahan Eca mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Kakak Iparnya itu.
Deg...
Eca tersentak dengan tatapan dingin dan datar dari pria itu. Tatapan mata itu seolah menafsirkan ketidaksukaan kepada dirinya.
Tapi untuk sejenak, Eca bisa melihat perubahan pada pria berbadan tinggi dan tegap di depannya itu. Wajahnya semakin dewasa dengan jambang halus dan juga kumis tipisnya. Sungguh tampak berbeda dengan Bara lima tahun yang lalu saat bersanding dengan Kakaknya di pelaminan dulu.
"Jadi kamu tadi sempat nggak mengenali Eca sayang??"
"Hemm" Angguk Bara.
"Gimana sih kamu, untung aja kamu nggak tuduh Eca ini maling di rumah kita" Canda Nola.
"Enggak kok Mbak. Itu wajar kan karena kami baru sekali ketemu"
Eca tak mungkin mengatakan apa yang Bara lakukan kepadanya tadi. Bisa-bisa Kakaknya salah paham. Lagipula Eca yakin kalau tadi Kakak iparnya itu mengira dia adalah Nola. Makanya Bara bisa memeluk bahkan... Akkhhhh membayangkannya saja Eca merasa geli.
Tubuhnya yang masih suci itu justru telah di jamah oleh Kakak iparnya sendiri walau sebatas,.... Emm, Eca tak ingin melanjutkan. Bukannya kalian sudah membacanya sendiri apa yang Bara lakukan kepadanya tadi??
"Ya udah lebih baik kamu mandi dulu sayang, nanti aku bawakan teh hangat ke kamar"
Bara hanya mengangguk kemudian berjalan menuju kamarnya. Pria itu pergi tanpa kata tanpa menoleh pada Eca lagi, bahkan mengucapkan maaf untuk apa yang ia lakukan tadi pun tidak. Seolah tadi benar-benar tak terjadi apa-apa.
"Maafkan Mas mu ya Ca?? Dia emang orangnya kaku kaya gitu. Tapi kamu nggak usah takut, dia aslinya baik kok"
"Iya Mbak" Tetap saja Eca merasa sungkan kalau ingat tatapan Bara kepadanya tadi.
"Mbak beruntung banget punya suami kaya Mas mu itu Ca"
"Iya Eca tau Mbak. Selama menikah, Mbak Nola kelihatan bahagia banget. Eca senang"
Nola mendekati Adiknya. Merangkul bahunya dengan kelembutan.
"Gimana Mbak nggak bahagia Ca. Bara itu sosok suami yang sempurna. Dia begitu mencintai Mbak, dia mencurahkan semua cinta dan kasih sayangnya buat Mbak. Dia juga selalu menuruti keinginan Mbak tanpa terkecuali. Dia juga sosok suami yang setia. Walau pernikahan kami sudah lima tahun tanpa hadirnya seorang anak, dia nggak pernah menuntut apa-apa Ca. Makanya Mbak cintaaa banget sama dia" Nola mencurahkan semua perasaannya pada Eca
"Iya, Mbak beruntung punya suami kaya Mas Bara. Mas Bara juga beruntung punya istri kaya Mbak"
"Bisa aja kamu. Semoga kamu nanti juga bisa dapat suami yang baik kaya Bara ya Ca. Sukur-sukur yang kaya raya kaya Bara jadinya kita sama-sama nggak susah lagi kaya dulu. Mbak nggak mau kalau kita kembali hidup di susah kaya dulu lagi. Mbak juga mau kamu hidup enak kaya Mbak"
Eca mengerti kenapa Kakaknya itu terobsesi sekali ingin hidup kaya raya. Bukannya matre, tapi Eca tau kalau hanya dengan itu Nola bisa menaikkan derajatnya sendiri.
"Kalau buat Eca, yang penting dia baik dan mau mencintai Eca dengan tulus aja Eca udah senang kok Mbak" Eca memang tak mematok kriteria khusus untuk pendampingnya nanti.
Dia hanya ingin anaknya nanti punya keluarga yang lengkap dan bahagia tak seperti dirinya dan Nola yang harus mandiri dari usia belia.
"Ck, mana boleh!! Mbak bakalan seleksi satu-satu cowok yang sekat sama kamu!! Apa sebenarnya kamu udah punya pacar ya??" Selidik Nola pada Adiknya.
"B-belum Mbak" Gugup Eca. Dia memang belum punya kekasih, namun ada seorang lelaki yang begitu dekat dengannya dan begitu menarik hatinya selama ini.
Pria itu juga kembali ke Jakarta bersamanya kemarin.
"Halah nggak usah bohong kamu. Sampai gugup gitu"
"Tapi beneran nggak ada Mbak. Kita cuma teman kok" Kilah Eca lagi.
"Teman tapi mesra kan. Kapan-kapan kenalin sama Mbak ya??"
"Iya mbak. Kapan-kapan ya??"
"Gitu dong. Ya udah sekarang Mbak mau buatin teh dulu buat Bara"
Eca hanya menatap Kakaknya itu dengan kagum. Kelak kalau dia menjadi seorang istri, dia pasti akan menjadi istri yang baik seperti Nola.
Pagi harinya, Eca lebih dulu bangun dan berkutat di dapur. Dia ingin memasak sarapan untuk semua penghuni rumah ini tadi sebenarnya asisten rumah tangga Nola sudah datang, tapi Eca yang mengatakan ingin memasak untuk pagi ini. Eca hanya ingin sedikit membalas kebaikan Kakaknya yang menampungnya di sana.
Eca menggulung rambutnya menjadi satu ke atas. Menampakkan leher dan tengkuknya yang putih dan mulus tanpa cela sedikitpun.
Wanita dua puluh lima tahun itu begitu lihai menggunakan pisau di tangannya. Memotong dan mencincang sesuka hatinya tanpa ragu. Mungkin, karena dia yang sudah biasa hidup mandiri sejak kecil membuatnya pandai membuat berbagai jenis masakan.
Tanpa Eca sadari, Bara sudah ada di sana untuk mengambil air minum. Pria itu begitu acuh karena sama sekali tak menyapa Eca yang sejak tadi begitu asik sampai tak menyadari kehadiran seseorang yang ada di sana.
Bara meneguk air dingin miliknya dengan begitu cepat seperti orang yang benar-benar kehausan.
Brak..
Suara pintu kulkas yang di tutup Bara agak kencang akhirnya membuat Eca tersadar akan kehadiran pria matang itu.
"M-mas, s-selamat pagi" Sapa Eca dengan gugup tak berani menatap manik mata Bara yang hitam legam itu.
"Hemm" Sahut pria itu dengan begitu dingin sampai membuat bulu kuduk Eca berdiri.
"Mas Bara mau d-di buatkan minum??"
"Nggak usah" Jawab Nara singkat dan terdengar acuh pria itu juga langsung berbalik untuk naik lagi ke lantai dua.
Melihat Bara yang sikapnya seperti itu, tentu saja membuat Eca ketakutan.
"Kok ada ya pria dingin kaya gitu?? Mbak Nola kok betah??" Eca bergumam sambil menatap ke arah tangga di mana Bara tadi naik ke sana.
Beberapa saat berlalu, Eca sudah selesai menyiapkan semua masakannya. Eca juga sudah membersihkan diri dan terlihat rapi.
Kali iki Eca tampak manis dengan dress rumahan berlengan pendek berwarna navy dengan panjang sebatas lulut, menggerai rambutnya dan telinganya memakai anting mutiara kecil yang cantik.
"Pagi Eca"
"Pagi Mbak" Eca menatap Nola yang jiga sudah terlihat cantik pagi ini.
"Kamu yang masak semuanya??"
"Iya Mbak. Kok Mbak udah rapi, ada kerjaan ya??"
"Iya, Mbak ada pemotretan sampai nanti malam"
"Ya udah Mbak ayo sarapan dulu. Eca udah masak kesukaan Mbak Ola"
"Iya, Mbak juga udah lapar"
Nola langsung duduk dan mengambil makanan ke piringnya.
"Mbak nggak tungguin Mas Bara dulu??" Tanya Eca sambil menengok ke arah tangga di mana Bara belum muncul dari sana.
"Bentar lagi juga turun kok Ca. Kita makan duluan aja"
Tapi Eca sebagai tamu di sana tentu merasa tak enak. Tentu dia sungkan kalau harus makan lebih dulu sedangkan pemilik saja belum turun dari kamar.
Eca hanya duduk menemani Ola sambil meminum teh hangatnya.
"Kamu nggak makan??"
"Iya Mbak bentar"
Tak lama setelah itu, Eca mendengar suara ketukan sepatu menuruni tangga. Dia yakin jika itu pemilik rumah yang Eca tunggu dari tadi. Rasanya semakin gugup ketika mengetahui Bara akan mendekat ke sana.
Bara duduk di kursi paling ujung dengan tenang dan dengan wajahnya yang begitu dingin dan datar.
"Ayo makan sayang. Ini semua yang masak Eca loh" Ucap Nola sambil mengunyah makanannya.
Bara hanya melirik ke arah Eca sekejap kemudian menyeruput tehnya. Pria itu juga tampak mulai mengambil nasi goreng ke dalam piringnya.
Eca diam-diam memperhatikan Nola yang hanya diam saja ketika suaminya mengambil makanan sendiri. Saat ini Bara bahkan terlihat ingin megambil ayam goreng yang letaknya agak jauh darinya.
Eca hanya bisa diam karena dia tak mungkin mengambilkan makanan untuk Bara sedangkan ada Nola sebagai istri sahnya di sana.
"Sayang, tolong ambilkan itu untukku" Pinta Bara pada Nola dengan menunjuk ayam goreng.
"Iya sayang, ini" Nola hanya membawa piring itu mendekat pada Bara tanpa mengambilkan sepotong untuk Bara.
Bara juga hanya diam tanpa protes dengan apa yang Nola lakukan. Dia tampak menerima begitu saja.
"Sayang, nanti aku kayaknya pulang telat deh soalnya ada tiga pemotretan hari ini"
"Iya, hati-hati kalau pemotretan usahakan jagan sendirian!!" Pesan Bara pada istrinya itu.
"Iya sayang, aku sama manager aku kok. Kamu tenang aja" Nola menggenggam tangan Bara yang ada di atas meja.
"Ya udah, aku cuma nggak mau kenapa-napa"
Eca tersenyum tipis melihat keharmonisan rumah tangga Kakaknya itu. Dia senang karena Nola telah menemukan pelipur lara setelah kesedihan panjang karena di tinggal orang tua mereka.
"Oh ya Ca, katanya kamu mau cari kerja ya??"
Bara kembali fokus pada makanannya. Sepertinya dia tak tertarik dengan obrolan istrinya dengan adik iparnya itu.
"Iya Mbak, besok aku mulai masukkan lamaran. Hari ini rencananya mau lengkapi berkas dulu"
Eca pun mulai mengisi piringnya, sebenarnya dia juga sudah lapar sejak tadi. Tapi berhubung Eca menghormati Bara sebagai pemilik rumah dan sebagai Kakak iparnya, Eca bisa menahannya.
"Kenapa kamu nggak coba melamar di pekerjaan di kantor Mas mu aja, ya kan Mas?? Kamu bisa ajak Eca kerja di kantor kamu kan Mas??" Nola meminta persetujuan Bara.
Eca juga ikut menatap ke arah Bara. Eca memang tau jika Kakak iparnya itu memiliki perusahaan, tapi Eca tak tau apa namanya perusahaan itu.
Tapi kerutan di dahi Bara, juga tatapan tak suka yang di berikan kepada Nola seperti menunjukkan bahwa pria itu tidak setuju dengan permintaan Nola.
Eca yang perasa, tentu saja mengerti apa maksud dari tatapan Bara itu.
"Emm, Mbak. Eca udah dapat beberapa perusahaan yang memang lagi ada lowongan sesuai dengan keinginan Eca kok Mbak. Jadi Eca mau coba dulu"
Eca tak mau membuat Bara semakin tak menyukainya karena seperti terlihat memanfaatkan Kakaknya untuk mendapatkan pekerjaan di kantor Bara dengan mudah.
Eca sendiri juga tidak tau kenapa sejak kedatangan ya ke sini Bara seperti tak menyukainya. Apa karena Eca menumpang di rumah itu, apa karena hal lain??
"Ya udah kalau gitu. Tapi kalau kamu nggak di terima, datang aja ke kantor Mas mu ini. Dia pasti bantuin kamu kok, iya kan sayang??" Nola kembali menatap suaminya dengan mata berbinar.
"Hemm" Hanya itu saja jawaban dari Bara.
Bukannya senang, jawaban acuh itu justru membuat Eca merasa tidak akan meminta bantuan Bara sama sekali.
"Sebenarnya apa salahku?? Apa karena tadi malam??" Eca mengingat lagi bagaimana Kakak Iparnya itu memeluk dan menggerayangi tubuhnya.
"Apa aku harus pergi dari rumah ini??" Kalau saja Nola tidak memaksanya, dia juga tidak akan tinggal di rumah mewah itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!