NovelToon NovelToon

Susuk Nyi Ronggeng

Bab 1 Sari

Setelah sholat isya Dewi sudah bersiap siap, ia memasukkan pakaian tari nya ke dalam tas yang sudah anggak lusuh.

Wartiah ibunya menghampiri Dewi," kamu sudah mau berangkat neng?"

" Iya mak ada tanggapan di pinggir kampung, memang kenapa mak?" Dewi menatap Emak nya dengan lekat.

" Heh.... apa kamu akan terus begini," Emak nya menghela nafas panjang.

" Maksudnya gimana mak?" Dewi duduk di samping Emak nya di kursi bambu.

" Anak seumuran mu sudah menikah semua, hanya tinggal kamu, bahkan temanmu Siti sudah punya dua anak, apa kamu tidak ada niatan untuk menikah?"

" Mak, bukan aku tidak mau, tapi belum ada jodoh yang tepat saja," Dewi menatap Emak nya sambil mengelus tangan nya.

" Bukan belum ketemu jodoh, tapi kamu yang pilih-pilih, apa kamu mau nunggu guru SD yang sekarang sudah pulang ke Jakarta?" bapak nya Darso tiba-tiba datang dari arah dapur.

Dewi hanya menunduk, bila bapak nya sedang berbicara ia tidak berani menatap nya, karena dianggap tidak sopan.

" Coba kamu terima pinangan juragan Karta, tentu hidup mu sudah enak sekarang." Kata bapak nya Dewi.

" Bapak kok tega ngomong nya, kalau juragan Karta belum punya istri, ya enggak tahu pak, umurnya saja sudah 65 istri nya sudah 5, apa bapak tega nanti aku dijadikan istri ke 6." Sahut Dewi sambil memandang wajah bapak nya.

" Anak goblok, seenggaknya hidup mu akan enak, kamu bisa punya rumah bagus, baju bagus perhiasan, di bilangin orang tua enggak nurut," bapak nya melotot pada Dewi.

Dewi segera menunduk, ia tidak bisa berkata apa-apa, bila amarah bapak nya meluap bisa-bisa ia akan kena pukul.

" Mak Dewi berangkat dulu." Dewi menyalami Emak nya, ia kemudian menghampiri bapak nya yang sedang menghisap rokok kelebotnya (rokok daun kawung)," Dewi pamit pak," Dewi ingin menyalami bapak nya tapi ditepiskan.

Dewi menjinjing tas nya, ia menengok Emak dan bapak nya." mak, pak Dewi pamit assalamualaikum." Dewi keluar dari rumah bilik tersebut.

Masih terdengar ocehan bapak nya. "anak tidak tahu di untung, kalau dia menikah sama juragan Karta, hidup kita juga pasti enak."

" Pak sudah nanti kita bujuk dia lagi." sahut Emak.

Dewi berjalan menyusuri jalanan desa yang sepi ke tempat sanggar kang jejen, sesampainya di sana semua sudah berkumpul dan sebagian sudah berganti kostum dan berdandan.

" Teh Dewi." Ica dan Ita menghampiri nya begitu melihat Dewi datang.

" Neng-neng geulis ini sudah siap ya, kenapa lari-lari nanti make up nya luntur." Dewi memeluk mereka berdua, tasnya ia cangklong kan di pundak.

" Teh Dewi tahu enggak kalau ada penari baru, tapi ia sombong nya minta ampun, mending kalau cantik, ini mah cantik enggak, bisa nari enggak, eh sombong." kata Ita sambil ikut mensejajarkan kakinya dengan langkah Dewi.

" Oh jadi kalian iri nih ceritanya." sahut Dewi.

" Hah kita iri pada dia, enggak yah, mending kita-kita, dia kan 2 tahun lebih tua dari kita, karena dia ponakan pak kades saja kang jejen mau menerima dia." Sahut Ica.

" Iya tuh bener teh ."( sebutan kakak perempuan) kata Ita membenarkan.

" Udah ah jangan suka ngomongin orang enggak baik, mending sekarang kita masuk!!" Dewi mengiring keduanya masuk ke sanggar.

" Belum tahu aja." Ica berbisik pada Ita.

" Huss...cicing ( diam) ."Dewi memberi tanda dengan telunjuk tangan nya yang ditempel di bibir.

Kang jejen ketika melihat Dewi langsung menghampirinya. "Ayo cepat kamu sudah telat, jangan lama-lama, sebentar lagi mobil pick up nya datang." Sahut kang jejen sambil mendorong Dewi masuk.

Dewi bergegas ke dalam salah satu ruangan buat berhias dan ganti baju.

Dewi berganti baju dengan cepat dan ia juga minta Ica dan Ita merias diri nya agar cepat, karena sudah telat.

Ketika selesai berhias masuk seorang penari yang tidak di kenal Dewi, Dewi melihat ke arah nya. "Apakah ini yang namanya Sari yang di cerita kan Ita dan Ica." Ia datang bersama Riri, penari yang suka usilin urusan orang.

" Kenapa lihat-lihat, aku cantik ya jadi terkesima." Kata sari sambil tersenyum sinis pada Dewi.

" Cantik dari mana, cantik kan teh Dewi." Sahut Ica yang langsung bersembunyi di balik punggung Dewi.

" Kurang ajar yeh budak ( ini anak)." sari ingin menarik Ica tapi di halangi oleh Dewi.

" Iyah aku terkesima lihat kecantikan wajah mu, aku belum pernah lihat kecantikan yang seperti ini, udah dia cuma anak kecil umur nya aja baru 15/16 tahunan jadi tidak mengerti orang cantik itu seperti apa, maaf ya!!" Dewi menakupkan tangannya pada Sari.

" Gitu atuh, kan enak dengar nya," sari beranjak keluar diikuti Riri.

" Ayo kita keluar neng, nanti di marahin kang jejen." Dewi menarik tangan Ica dan Ita ke luar ruangan.

Mereka sampai di depan halaman sanggar di situ sudah ada mobil pick up sewaan untuk membawa mereka ke tempat hajatan karena tempat nya jauh, para pemain musik sudah menaikkan semua alat musik dan sedang menaikkan satu persatu penari, karena mereka memakai kain jadi susah untuk naik mobil.

" Dewi cepat." kang Jejen menyuruh nya naik ke depan bersama pesinden, ketika Dewi akan masuk Sari sudah mendahului nya duduk di depan.

" Loh, ini buat Dewi sari." Kang Jejen, Dewi dan yang lain nya terkejut.

" Enggak mau aku mau disini bersama sinden." sahut Sari tanpa mau beranjak.

" Udah enggak apa-apa kang, saya di belakang saja dengan yang lain," Dewi pindah ke sisi belakang mobil. "Kang tolong aku di naikan," sahut Dewi pada kang Sardi tukang gendang.

" Loh kan biasanya neng Dewi di depan sama sinden, kok disini." kang Sardi turun ia kemudian mengangkat tubuh Dewi keatas di bantu teman-temannya.

" Enggak apa-apa kang lagi pengen di belakang adem." Sahut Dewi ia kemudian duduk di samping Ita dan Ica, mereka berdesakan dengan alat dan penabuh musik.

Jumlah penari nya ada 8 jumlah pemusik ada 6.

Mereka mulai berangkat karena sebenarnya mereka harus ada di lokasi jam 8, dan sekarang sudah mau jam 8 mereka baru berangkat.

Mereka sampai di rumah hajat jam 8 lebih karena jarak nya memang agak jauh dan Jalan nya juga tidak begitu baik.

Bapak dan ibu yang punya hajat menghampiri dengan rasa kesal. "Kamu gimana sih kang, masa jam segini baru datang."

Kang jejen menakupkan tangan nya. "Maaf akang, teteh, mobil nya lama datang nya." kang jejen memberi isyarat untuk naik ke panggung dan memulai pembukaan dengan musik.

" Ya udah cepat, rugi saya kalau kayak gini." ibu yang punya hajat langsung meninggal kan kang Jejen sambil marah.

Kang jejen cepet-cepet naik ke atas panggung, ia langsung membuka acara.

Karena sudah malam pembukaan acara nya hanya diberikan singkat oleh kang Jejen sambil ia memanggil Dewi untuk maju ke depan menjadi penari pembuka, semua orang bertepuk tangan riuh ketika dewi melenggak-lenggok menari, tubuh nya yang lemah gemulai membuat tarian terasa hidup.

Kemudian tarian disambung dengan penari lain, dan begitu seterusnya dan ketika mereka harus bertiga dan satu persatu penonton naik sawer pada penari.

Yang paling banyak di ajak menari adalah Dewi, banyak dari mereka berebut ingin menari bersama Dewi.

Sari yang melihat itu menjadi Iri, ia berbisik pada Riri."Pake susuk apa sih dia kok laris banget padahal disini yang paling cantik kan aku." sahut Sari.

" Memang dia begitu, tiap manggung yang di cari teh Dewi, kalau teh Dewi enggak ikut pasti sepi, enggak serame ini." sahut Riri, mata nya terus menatap ke depan melihat banyak orang berebut ingin menari.

Lalu seorang lelaki menarik Riri dengan selendang nya, Riri berdiri ia ikut menari bersama lelaki tersebut.

Satu persatu mereka bergantian di kalung kan selendang, hanya Sari dari tadi yang belum mendapat ajakan menari.

Terlihat sari sangat kesal, ia mendengus kesal wajah nya di tekuk.

Dewi yang kelelahan istirahat dan duduk di samping Sari.

" Maju atuh sari biar dapat saweran." kata Dewi.

" Enggak mau, mata mereka pasti kelilipan masa aku secantik ini tidak terlihat." Sari mengomel sendiri.

" Maka nya kamu maju biar mereka tahu." sahut Dewi.

Sari hanya terdiam menahan kesal, kemudian ada seorang pemuda yang cukup tampan menghampiri mereka.

Sari terlihat senang ia pikir pemuda tersebut akan mengajaknya menari, tapi selendang itu malah di kalung kan ke leher Dewi.

" Ayo Dewi temani aku menari." pemuda itu menarik selendang nya.

" Maaf kang saya capek sekali, dengan Sari saja yah." Dewi menolak dengan halus.

" Maaf kalau dengan dia aku tidak mau, aku tunggu kamu selesai istirahat saja." lelaki tersebut pergi turun dari panggung.

Sari kesal ia turun dari panggung sambil ngomel-ngomel, Dewi ingin mengejar nya tapi di tahan kang Jejen. "Biarkan saja dia, aku kesel sama dia." Kata kang jejen, akhirnya Dewi kembali ke panggung.

Sari pergi ke Dukun

Sari sampai di rumah pak kades, ia membanting tas pakaian nya.

Pak kades kasim dan bu kades Dede terkejut, pak kades yang sedang minum kopi sampai tumpah ke baju karena terkejut.

" Lihat kelakuan ponakan mu bu, masa masuk tidak ucap salam malah banting tas, benar-benar enggak ada adab." pak Kades Kasim terlihat kesal ia membersihkan tumpahan kopi di baju nya.

" Ponakan ku, ponakan mu juga pak, kalau tidak karena orang tua nya berjasa pada kita, aku juga malas mengurus nya, anak itu bandel nya enggak ketulungan." Bu kades bangun ia mengetok pintu kamar Sari.

" Sari, Sari buka pintu nya?" bu kades Dede mengetok pintu kamar Sari.

" Masuk aja Bi, pintu nya enggak di kunci kok." Sari menyahut tanpa membukakan pintu kamar.

Bu kades masuk, ia melihat Sari ponakan nya sedang berbaring masih memakai baju penari. "Kamu kenapa hah, tuh lihat mamang mu sampai tumpah kopinya gara-gara kelakuan mu." bu kades duduk di samping tempat tidur Sari.

" Enggak apa-apa Bi, aku cuma kesal sama Dewi." Sahut Sari sambil duduk di tempat tidur.

" Memang kenapa dengan Dewi, apa Dewi berbuat tidak baik sama kamu, nanti Bibi samperin ke rumah nya, masa kurang ajar sama ponakan kades, pengen diusir dia dari desa ini."

" Bi kurang cantik apa aku Bi, masa tidak ada satu pun laki-laki yang mau mengajak ku menari dan nyawer, masa Dewi terus yang di ajak, padahal aku kan lebih cantik dari dia Bi."

" Loh, emang kembang nya sanggar kan Dewi Sari, yah kamu gimana caranya agar bisa memikat laki-laki biar mau menari dengan mu dan memberikan sawer dong."

" Enggak tahu Bi, pokok aku ingin aku yang harus jadi bintang nya di sanggar itu, Bibi harus mengusahakan itu."

" Gimana yah, Bibi sih punya seseorang yang bisa mewujudkan nya, tapi gimana yah, biasanya ia meminta imbalan, yah tapi itu sih terserah kamu."

" Aku mau Bi, apapun imbalan nya pasti akan aku sediakan," sahut Sari antusias.

" Tapi biasanya ada resiko atau syarat yang harus kita tanggung, Mamang mu saja setiap tahun harus menyediakan kepala kerbau, tapi memang terbukti toh sampai sekarang belum ada yang bisa mengalahkan nya dalam pemilihan kepala Desa."

" Ayo kita kesana sekarang." Sari bangun menarik tangan Bibinya.

" Goblok kamu, enggak bisa sekarang tempat nya ada di tengah-tengah hutan, kalau kita kesana harus siang, besok saja kalau kamu berniat ke sana, udah sekarang tidur."

" Baik Bi, Bibiku ternyata hebat." Sari memeluk Bibi nya, ia kemudian bergegas menganti baju untuk tidur, dalam bayangan ia bisa menjadi penari yang hebat dan di gandrungi para pria.

Bu kades Dede keluar dari kamar Sari sambil geleng-geleng kepala melihat Sari senyum-senyum sendiri sambil berganti baju.

Bu kades menghampiri suaminya yang sedang menikmati kopi dan menghisap rokok di teras rumah nya.

" Urusan ponakan mu udah selesai bu." Pak kades menjentikkan abu rokok nya.

" Udah pak, tadi katanya pas manggung tidak ada seorang lelaki pun yang mengajak nya menari dan memberikan saweran pada nya, ia jadi marah, pak apa mungkin si Dewi pake susuk ya, masa sampai segitunya di gandrungi para lelaki." Kata bu kades sambil menatap suaminya yang masih asyik menghisap rokok.

" Bisa jadi, tapi Dewi memang cantik, terus gerakan tarian itu loh beh, bikin mata tidak bisa berkedip, kalau ibu ijin kan aku juga ingin menjadi kan Dewi istri ku."

" Plak... suara pukulan tangan bu kades di kepala pak kades.

" Berani bapak bilang begitu lagi, tuh burung aku sunat sampai habis,"

Bu kades masuk ke rumah ia kemudian membanting pintu rumah sambil ngomel-ngomel.

" Hah perempuan wong cuma nanya, itu mah kalau boleh, kalau enggak boleh enggak apa-apa, memang tuh si Dewi kalau lagi nari bisa bikin yang bawah bangun." Pak kades kembali menghisap rokok nya sambil membayangkan diri nya sedang bersama Dewi.

Siang itu bu kades sudah bersiap siap bersama Sari ingin pergi ke tempat nya dukun yang sering di datangi pak kades dan Bu kades.

" Pak aku berangkat dulu sama Sari, itu si Mumun ( anak nya bu kades dan pak kades) belum pulang sekolah kalau sampai sore belum pulang cariin dia."

" Iya." Pak kades yang sedang memandikan si jalu jago nya menyahut dari samping rumah.

" Ayo Bi, aku sudah siap." Sari menghampiri Bibinya, kemudian mereka pergi bersama ke tengah hutan di tepi Desa.

Bu kades dan Sari memasuki hutan tersebut, Sari terlihat ketakutan. "Bi kok serem sih, masa orang tinggal di tengah-tengah hutan sih, apa ia tidak takut setan ya Bi." Sari menempel pada Bibinya ketika mereka sudah masuk ke dalam hutan.

" Udah diam jangan sembarang ngomong, dia itu sudah tahu kalau kita mau ketempat nya, nanti dia dengar bisa berabe kita."

" Masa sih Bi apa dia sangat sakti Bi, masa dari jauh sudah tahu."

" Udah diam, dia itu sangat sakti, Mamang mu saja bisa dengan mudah mengalahkan saingan nya, kamu pikir kenapa Mamang mu bisa terus menerus jadi kades, ya itu berkat dia."

" Oh, gitu yah."

Ketika hampir satu jam mereka masuk ke dalam hutan, di depan terlihat sebuah gubuk.

" Kita sudah sampai, ingat di sana jangan ngomong sembarangan kalau tidak ingin celaka." Bu kades memperingatkan Sari.

" Iya Bi, bawel sekali sih." Sari menjawab ucapan bibinya sambil mengomel.

Bu kades melotot pada Sari, dan menyuruh nya agar diam tidak usah banyak ngomong.

Bu kades mengetok pintu rumah itu sambil memanggil nama nya. "Mbah, Mbah Jarwo, ini aku Dede Mbah."

" Yah masuk aku sudah tahu." Terdengar suara sahutan dari dalam rumah.

Bu kades membuka pintu rumah, terlihat di dalam rumah agak gelap karena jendela tidak di buka, bau aneh tercium dan ada pula barang-barang bikin bulu kuduk merinding, Keris-keris tertancap di bilik rumah.

Dan ada pula kerangka-kerangka hewan dan di dekat dinding bilik ada seperti bale-bale tidak tinggi dan ada baskom berisi bunga dan tempat dupa, di sana duduk lelaki setengah tua masih terlihat gagah dan agak menyeramkan.

" Duduk, siapa yang ingin di pasangi susuk." Tanpa basa-basi mbah jarwo bertanya pada mereka.

" Dia mbah, dia ikut sanggar tari, biar laris banyak yang melirik nya dan biar bisa dapet saweran banyak." Kata Bu kades sambil duduk bersimpuh di depan mbah jarwo.

" Hem..., kamu mau yang permanen atau yang sementara?" mbah jarwo menatap wajah Sari, membuat Sari bergidik ngeri.

" Yang permanen mbah." Sari menunduk ketakutan.

" Kamu sanggup, syarat nya berat?" Mbah jarwo masih menatap Sari.

" Sa sanggup mbah." dengan terbata bata sari menjawab.

" Mantap kan dulu hati mu, ini tidak main-main, kalau sekali kamu melangkah, kamu tidak bisa mundur, lebih baik sekarang pikir kan dulu."

Sari terdiam ada rasa takut di hati nya.

" Gimana, kata nya kamu mau jadi penari paling digandrungi." kata Bu kades sambil menyikut Sari.

" Baik mbah aku sanggup," mendengar kata penari timbul ambisi nya lagi."Apapun syarat nya aku sanggup."

" Baik lah, besok kamu kesini lagi, kamu harus lelakon di makam nyi ronggeng selama seminggu, dan makam itu ada di sebelah kaki gunung di sebuah gua, apakah kamu sanggup."

" Sanggup mbah." kali ini Sari menjawab dengan mantap.

" Pulang lah, besok siang aku tinggu di sini dengan sesaji lengkap dan membawa satu ayam cemani."

" Baik mbah, kalau begitu kami permisi dulu." Bu kades menyelipkan amplop tebal di bawah tikar, kemudian bu kades dan Sari pamit pada mbah Jarwo.

Sari melakukan ritual

Pagi itu semua penari sudah berkumpul di sanggar untuk latihan.

Kang jejen keluar dari rumah ia menghitung para penari nya," loh Dewi itu si Sari enggak datang buat latihan."

" Enggak tahu kang, kan kang Jejen yang kemarin masukin dia?" kata Dewi sambil mengatur para penari untuk segera berlatih.

" Yah kalau bukan ponakan pak kades aku juga enggak mau Dewi, udah nari enggak bisa dari wajah biasa saja, sombong nya minta ampun, duh bikin ruwet saja tuh sari." kang jejen duduk di bangku bambu terus menyeruput kopi nya.

" Jadi sekarang gimana kang, apa kita latihan tanpa dia atau kita tunggu sebentar lagi," kata Dewi.

" Udah latihan saja, kan besok kita ada manggung, dah biarin saja, bikin repot wae tah budak ( bikin repot aja tuh anak)."

" ya udah, ayo semua nya baris, kita latihan gerakan dulu," Dewi memberi instruksi untuk mulai belajar menari ia memperhatikan satu persatu gerakan penari, ia membetulkan setiap gerakan yang salah atau kaku.

Dewi adalah penari yang paling lama, semua penari rata-rata masih berusia belasan tahun cuma Dewi yang sudah berumur di atas 20 tahun.

Rata-rata di desa itu kalau sudah berumur di atas 20 tahun di anggap sudah perawan tua dan harus segera menikah, rata-rata penduduk di situ pendidikan nya hanya sampai SMP.

Sementara di rumah pak kades sari sudah bersiap siap untuk pergi ke tempat mbah jarwo, sesaji yang di minta sudah ia siapkan bersama oleh nya dan Bu kades.

" Kamu sudah siap Sari, kali ini kamu harus pergi sendiri, Bibi enggak bisa menemani mu, dan memang kamu harus pergi sendiri." kata bu kades Dede.

" Iya Bi, tapi aku takut bi tempat nya Serem, apa tidak ada yang bisa menemaniku."

" Gimana yah, kan disuruh sendiri," kata bu kades Dede.

" Emang teteh mau kemana bu," tiba-tiba Mumun sudah berada di dekat mereka.

" Tidak kemana mana, sana pergi anak kecil pengen tahu aja," Bu kades mengusir anaknya untuk pergi dari tempat itu.

" Ih nanya kitu wae mani sewot, pi kasebelen ( nanya begitu aja sampai marah nyebelin)," Mumun pergi menghampiri bapak nya sambil cemberut.

Mumun menghampiri bapak nya yang sedang memandikan jago nya," pak memang teh sari mau kemana sih, masa di tanya malah Mumun yang dimarahin, di usir."

" Ya udah biarin saja, nih sini bantuin bapak mandiin jalu ajah, biar nanti kalau bertarung menang."

" Males, mending Mumun pergi ke tempat nya teh Dewi aja, malas kalau di rumah," Mumun pergi mengambil sepeda nya.

Mendengar nama Dewi pak kades cepat-cepat bangun," eh sebentar Mun, tunggu," pak kades menghampiri Mumun yang sudah di atas sepeda.

" Aya naon pak ( ada apa pak)," Mumun berhenti menunggu bapak nya.

" Eh kamu mau ketempat nya Dewi kan, tolong salam buat Dewi dari bapak gitu," pak kades bicara sambil berbisik.

" Bu, bapak nih mau nitip salam buat teh De...," pak kades menutup mulut mumun.

" Ngomong apa kamu mun," Bu kades keluar dari dalam rumah.

" Enggak dia minta jajan, masa mau main minta uang, ya aku marahin," kata pak kades sambil melotot pada Mumun.

" Kenapa enggak di kasih pak, kamu tuh masa sama anak pelit," bu kades berkacak pinggang di depan pintu rumah.

" Iya nih mak bapak pelit, kalau buat janda, dia ngasih," kata janda sengaja di pelan kan dan di dekat kan ke telinga pak kades.

Pak kades blingsatan ia segera mengeluarkan uang dan memberikan nya pada Mumun," nih, udah sana pergi, ngadu aja."

Mumun tersenyum, ia kemudian mengayuh kan sepeda nya pergi dari hadapan bapak nya.

Di depan rumah bu kades menatap wajah suaminya curiga, tapi Sari keburu datang dari dalam rumah sambil membawa tas untuk sesaji dan ayam cemani.

" Bi aku berangkat dulu keburu siang, ini berabe sekali, mana barang yang harus di sediakan banyak lagi," sari mengomel karena kesusahan membawa sesaji dan terlebih ada ayam cemani juga yang harus ia bawa.

" Udah mau berangkat kamu sari," pak kades menghampiri sari.

" Iya mang anterin sampai tepi hutan sih mang, ini bawaannya banyak."

" Ya udah ayo," pak kades mengeluarkan motornya."

Sari naik ke motor," Bi aku berangkat dulu."

" Iya, ati-ati, pulang harus berhasil," kata Bu kades.

" Iya Bi."

Pak kades mengantar sari sampai tepi hutan, untuk masuk ke dalam hutan harus berjalan kaki, karena tidak ada jalan untuk kendaraan masuk ke sana.

" Udah Mamang sampai sini saja ati-ati."

" Iya Makasih Mang," Sari menenteng bawaannya masuk ke hutan, sementara pak kades kembali ke rumah.

Setelah berjalan kaki selama kurang lebih setengah jam sari sampai di depan rumah mbah jarwo, ia langsung mengetuk pintu rumah itu.

" Mbah..mbah ini saya sari."

" Masuk," terdengar sahutan dari dalam rumah.

Sari dengan ragu-ragu masuk ke dalam, terlihat Mbah Jarwo sedang duduk menghadap baskom dengan penuh bunga dan dupa.

" Kamu sudah bawa persyaratan."

" Sudah semua mbah," dengan takut-takut sari duduk di depan mbah jarwo.

" Baik kalau begitu kita berangkat sekarang," mbah jarwo bangun ia menyuruh sari mengikuti nya.

Mereka keluar menuju sisi hutan di sebelah sisi yang lain, di sana terdapat makam seorang ronggeng yang terkenal, ada di dalam sebuah gua.

Sari tertatih tatih mengikuti langkah mbah jarwo," mbah masih jauh tidak aku sudah tidak tahan kaki ku sakit sekali."

" Sudah diam, sebentar lagi nyampe," tanpa memperdulikan sari yang kelelahan mbah jarwo terus melangkah.

Tak berapa lama mereka sampai di mulut sebuah gua, sari terkejut, gua tersebut tertutup tanaman merambat dan terlihat mulut gua juga kecil.

" Mbah apa ini tempat nya, kok seram ya," sari mengkerut ketakutan.

Udah diam, kamu mau mundur atau terus, mumpung kita belum masuk," mbah jarwo menatap tajam ke arah sari.

" Iya mbah jadi," Sari tergagap ketakutan di tatap mbah jarwo seperti itu.

Setelah menyingkirkan tanaman rambat mbah jarwo masuk ke dalam gua.

Sari terkejut, dari depan gua terlihat kecil tapi di dalam sangat luas dan ditengah-tengah gua ada makam.

Mba jarwo mengambil tempat sesaji," sini in semua sesaji nya.

Sari memberikan sesaji yang ada di tangan nya pada mbah jarwo.

Mbah Jarwo menata sesaji di dekat makam, kemudian ia membakar kemenyan dan mengambil ayam cemani yang dibawa sari, mbah jarwo mengambil wadah seperti mangkok, ia kemudian mengambil pisau dan menyembelih ayam tersebut darah nya di tampung dalam wadah tersebut.

Setelah itu mbah jarwo menatap sari," ganti baju mu dengan ini," mbah jarwo melempar selembar jarit atau kain batik.

" Sekarang mbah," Sari terkejut.

" Sekarang goblok, sudah ganti saja," mbah jarwo menatap tajam ke arah sari.

Dengan gemetar Sari mencopot baju nya di hadapan mbah jarwo, lalu berganti dengan kain.

Melihat tubuh sari tanpa sehelai benangpun membuat mata mbah jarwo menatap nyalang, apalagi dengan dua buah dadanya yang besar yang bergelayut tanpa memakai apapun.

" Mbah," Sari ketakutan melihat tatapan mata Mbah Jarwo.

" Sudah sini," mbah jarwo menyuruh sari mendekat, kali ini suara nya lebih halus dari sebelumnya.

Dengan takut-takut sari mendekati Mbah Jarwo dan duduk di samping nya.

" Dengar, kamu akan di sini selama 3 atau 7 hari tergantung keberuntungan mu, nanti akan hadir beberapa sosok nanti jangan takut, biarkan saja, ini mantra yang harus kamu baca, setiap hari aku akan kesini mengantar kan makanan dan mengecek keadaan mu.

Mata mbah jarwo tidak lepas dari buah dada yang besar dan menyembul di balik kain yang di pakai nya.

Mbah jarwo mengajak sari duduk di sebuah tikar di depan makam nyi ronggeng.

" Kamu diam disini, fokus pada keinginan mu, jangan takut pada apapun, ini kalau ada sosok mahluk yang datang menghampiri mu lempar dengan serbuk ini."

Mbah jarwo memberikan bungkusan bubuk tersebut ke tangan sari, kemudian tangan nya beralih ke dada sari, seketika sari merasakan sekujur tubuh nya merinding ketika kedua tangan Mbah Jarwo memegang buah dada nya.

Sari ketakutan, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa, tangan mbah jarwo terus meremas, bahkan kini kain nya ditarik, ia kini dengan leluasa meremas nya sambil matanya menatap nyalang ke arah sari, nafas nya sudah memburu.

" Brukh .. entah dari mana asal suara itu datang, mbah jarwo ketakutan ia segera melepaskan tangan nya dan bergegas keluar ketakutan.

Sari cepat-cepat merapikan kain yang di pakai nya, ia kemudian mulai merapal mantra yang di berikan Mbah jarwo.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!