Welcome to novel penuh kehaluan wkwk. Disclaimer dulu nih say, novel ini sebenernya sequel dari novelku yang publish di sebelah (Wp). Tapi gak masalah kalian mau baca yang disana dulu, atau mau langsung ke sini juga it's not a big deal. Tadinya mau lanjutin ke anak-anaknya Smirnov tapi takut kalian bosan. Jadi aku kasih cerita baru dulu yaa.
Happy reading!!
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Jennaira Harper, adalah seorang anak tunggal yang periang. Ia sangat cantik dengan rambut panjangnya yang berwarna cokelat terang. Tubuhnya yang tinggi dan badannya terbentuk pas sesuai dengan lekukannya, membuat ia terlihat dewasa meski umurnya baru tujuh belas tahun. Jika orang asing melihat dirinya, mereka tak akan menyangka jika Jennaira masih duduk di senior high school.
Ayah dan ibunya bercerai dan sang ayah sudah meninggal saat ia masih berusia tujuh tahun. Lalu ibunya menikah lagi dengan seorang pria dan hidup sederhana.
Jennaira memiliki tetangga yang sangat dekat dengan keluarganya. Mereka hidup berdampingan dan saling membantu layaknya saudara. Namanya Diana, ia sangat menyayangi Jenna dan sejak dulu Diana menganggap Jenna seperti anaknya sendiri.
Tapi tiga tahun lalu, kejadian tragis menimpa keluarga Jenna. Ibunya mendapat perlakukan tindak kekerasan oleh ayah tirinya hingga masuk rumah sakit dan mengalami beberapa luka berat di tubuhnya. Itu semua karena ibunya memergoki ayah tirinya berselingkuh dengan seorang wanita yang lebih muda darinya. Semenjak itu ayah tirinya selalu membentak ibunya meski ibunya tak melakukan kesalahan apapun. Bahkan puncaknya pada saat itu, ayah tirinya itu menyiksa ibunya dengan sangat keji dan brutal.
...*Flashback*...
Jenna yang baru saja tiba dari sekolahnya terkejut melihat wajah Leona-- sang ibu yang dipenuhi dengan darah dan luka lebam. Tubuhnya tergeletak di atas lantai yang dingin. Jenna pun segera berlari menghampiri ibunya.
"APA YANG UNCLE LAKUKAN?!" Teriak Jenna sembari berusaha membangunkan Leona dengan cara menggoyangkan tubuh Leona.
Jenna terus berteriak memanggil ibunya dengan tangis yang sudah pecah.
Ayah tirinya yang sudah dipenuhi dengan amarah pun tak peduli dengan apapun. Ia malah nekat menaruh sebuah pisau di leher Jenna dan mengancam akan membunuhnya dengan pisau tersebut.
"Jika kau berani macam-macam, maka aku tak akan segan-segan membunuhmu!" Ucap Ronald, ayah tiri Jenna.
Jenna nampak menangis. Benda itu terasa sangat dingin di leher bagian depan. Jenna benar-benar ketakutan, hingga akhirnya ia memaksa untuk berlari ke luar rumah dan berteriak untuk meminta tolong. Hal itu membuat lehernya tergores pisau dengan cukup dalam.
"HELP ME!!!!" Teriak Jenna dari arah luar rumah dengan sangat kencang.
Semua orang berhamburan menuju pusat teriakan. Jenna berdiri dan masih terus berteriak meminta tolong sembari memegang lukanya yang sudah keluar darah dengan sangat banyak karena lukanya cukup besar dan dalam.
"Jenna apa yang terjadi padamu?" Tanya salah satu pria yang berada di sana.
"Tolong aku, tolooong. Uncle Ronald akan membunuhku dan mommy." Ucap Jenna terisak.
Ronald yang masih berada di dalam pun tampak mengumpat dengan kasar. Ia tak bisa lari kemana-kemana karena warga sudah berkerumun di sekitaran rumahnya.
"Ayo kita bawa dia ke kantor polisi." Ucap seorang wanita mengajak semua warga untuk menangkap Ronald.
Warga yang lainnya pun berinisiatif untuk menelpon polisi dan saat ini polisi sedang dalam perjalanan. Jenna yang sudah keluar banyak darah pun akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Beruntung ada Diana yang sedang memeluknya sehingga tubuh Jenna tidak ambruk ke tanah karena Diana menahannya. Semenjak kejadian itu ibunya menjadi depresi hingga akhirnya bunuh diri. Sedangkan Ronald mendekam di penjara.
Jenna merasa tidak percaya karena selama ini hubungan ibu dengan ayah tirinya selalu romantis dan harmonis. Jenna bahkan pernah bermimpi ingin menikahi seorang pria yang sikapnya seperti ayah tirinya itu. Tapi setelah semuanya terbongkar ia sangat membenci Ronald karena akhirnya ia tahu perilaku Ronald yang suka berganti-ganti wanita di belakang Leona.
...*End of Flashback*...
"No.. No. Jangan lakukan itu! NO!!!"
Jenna terbangun dari tidurnya karena mimpi buruk. Nafasnya terengah-engah dan peluh membasahi tubuhnya.
"Hah.. Hah... Mimpi itu lagi." Gumamnya sambil terduduk di atas ranjang. "Aku tidak akan bisa tidur nyenyak jika terus menerus seperti ini." Ucapnya sembari menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya.
Jenna akhirnya turun ke bawah. Ia ingin mendinginkan dulu tubuhnya dan isi kepalanya. Sudah tiga tahun lamanya ia terus bermimpi buruk disetiap tidurnya. Ia selalu memimpikan kejadian tragis tiga tahun lalu yang menimpa keluarganya. Tidurnya tidak pernah tenang dan selalu terbangun di setiap tidurnya kapanpun itu.
Jenna menuangkan air dingin ke dalam gelas dari dispenser yang di simpan di dekat meja bar. Ia meneguknya sampai habis.
"Sayang, kau sudah bangun?" Ucap seorang wanita paruh baya dengan wajah yang sangat cantik dan bermanik abu.
"Aunty. Ini masih malam, kenapa aunty bangun?" Tanya Jenna yang melihat Diana berjalan mendekat ke arahnya.
"Kau lupa aunty terbiasa bangun jam empat pagi?" Tanya Diana.
Jenna pun melirik ke arah jam yang menunjukkan pukul empat.
"Oh ya ternyata sudah jam empat hehe." Jawab Jenna.
"Kau bermimpi lagi sayang?"
Jenna mengangguk lalu tersenyum getir.
"Kau perlu ke psikolog? Aku akan mengantarmu jika kau mau."
"Tak perlu aunty. Aku baik-baik saja." Jawab Jenna.
"Baiklah. Oh ya aunty belum memberitahumu bahwa kita akan pindah ke London." Ucap Diana.
"Pindah? Kenapa mendadak seperti ini aunty?" Tanya Jenna keheranan.
"Ya. maafkan Aunty jika ini terlalu mengejutkan untukmu. Ini permintaan keponakan Aunty yang sudah Aunty anggap seperti anak sendiri. Jadi aunty tidak bisa menolaknya. Kau mau kan?"
Sebenarnya ini cukup janggal untuk Jenna. Karena ini benar-benar sangat mendadak. Tapi Jenna tidak berani untuk menanyakan lebih jauh tentang hal ini. Sudah mau menampung dan membiayai dirinya pun itu sudah sangat membantu dan Jenna bersyukur akan hal itu. Akhirnya Jenna pun mengangguk setuju dengan kepindahannya ke London.
"Tapi beri aku waktu untuk berpisah dengan sahabat ku dulu aunty. Boleh?" Tanya Jenna dengan nada manjanya.
"Tentu saja sayang." Jawab Diana sembari mengusap rambut Jenna yang panjang lalu mencium puncak kepalanya.
"Aunty akan beri waktu satu minggu agar kau bisa menyiapkan semuanya. Untuk urusan sekolah kau jangan khawatir. Nanti Aunty akan meminta bantuan keponakan Aunty untuk mengurusnya." Ucap Diana.
"Terimakasih banyak Aunty. Aku janji aku akan menjadi anak yang baik untuk Aunty." Sahut Jenna sembari menghambur ke dalam pelukan Diana.
"Ya kau memang harus menjadi anak yang baik sayang." Kata Diana.
Jenna benar-benar merasa nyaman berada di dalam pelukan Diana. Ia merasakan kembali hangatnya pelukan seorang ibu dari Diana. Jenna sangat bersyukur akan hal itu dan ia berjanji akan membalas semua kebaikan Diana padanya suatu saat nanti.
Tbc
Pemanasan dulu gak sihh. Besok update lagi yaaa
Di pagi yang sangat cerah..
Jenna memandangi dirinya di depan cermin panjang yang memantulkan seluruh tubuh Jenna dari atas hingga ke bawah.
"Perfect.." Ucapnya setelah ia merasa penampilannya sudah cukup.
Jenna jarang sekali menguncir rambut panjangnya. Ia selalu menggerai rambut indahnya. Rambutnya yang berwarna cokelat terang akan nampak berkilauan jika terkena sinar matahari.
"Sayang, ayo sarapan setelah itu aunty akan mengantarmu ke sekolah." Ucap Diana yang melihat Jenna berjalan mendekat ke arah Diana yang berada di ruang makan.
"Tidak aunty, aku akan makan di sekolah saja nanti. Dan aunty tidak perlu mengantarku karena aku akan berangkat dengan Noura." Jawab Jenna.
"Baiklah, hati-hati sayang." Sahut Diana lalu mencium kedua pipi Jenna.
"Bye aunty.."
"Bye sayang.."
Jenna pun keluar dari dalam rumah karena Noura sudah menunggunya di luar menggunakan mobil yang dikendarai oleh supirnya.
Noura adalah sahabat Jenna sejak mereka duduk di junior high school hingga saat ini. Keluarganya yang sangat bertolak belakang dengan keluarga Jenna dalam hal materi tak mempengaruhi persahabatannya. Noura adalah anak dari pasangan Jeremy Aberforth dan Joana Aberforth. Keluarga yang cukup terpandang, karena kedua orang tua Noura adalah seorang tenaga pendidik yang bergelar profesor dan menjadi dosen di salah satu universitas ternama di negaranya.
"Aku akan pindah." Ucap Jenna dengan sangat tiba-tiba saat ia baru memasuki mobil Noura.
"What??! Pindah? Kemana?" Tanya Noura yang sangat terkejut dengan kabar itu.
"Ke London."
"Bukankah kau tak mempunyai saudara di sana? Kenapa?" Tanya Noura keheranan.
"Di sana ada kerabat aunty Diana. Dan aku akan mengikuti aunty Diana untuk tinggal di sana."
"Cubit aku Jenna. Aku rasa ini hanyalah sebuah mimpi." Ucap Noura tak percaya.
"Dasaaarr kau iniiii." Teriak Jenna lalu mencubit kedua pipi Noura.
"Oouuuchhhhh sakit sekali Jenna.." Pekik Noura sembari mengusap kedua pipinya yang memerah.
"Aku hanya mengikuti maumu saja darling." Jawab Jenna sambil terkekeh.
"Berarti ini bukan mimpi. Kau akan meninggalkanku, Jenna. Kau benar-benar akan meninggalkanku?" Tanya Noura yang kini matanya sudah berkaca-kaca.
"Hey kau sangat kaya. Kau bisa mengunjungiku kapanpun kau mau." Jawab Jenna.
"I can't.. Aku tak bisa membayangkan betapa hampanya hidupku di sekolah jika tanpamu." Ucap Noura dengan raut wajah sedihnya.
"Ooohhh baby.. kemarilah sayang." Jenna merentangkan kedua tangannya lalu Noura pun menghambur ke dalam pelukan Jenna.
"Wait, kau sudah memberitahukan hal ini kepada Noah?" Tanya Noura lalu melepaskan pelukan Jenna.
Jenna menggelengkan kepalanya. "Mungkin nanti aku akan membicarakannya saat di sekolah." Jawab Jenna.
Setelah menempuh perjalanan selama lima belas menit, Jenna dan Noura pun sampai di sekolah. Mereka memasuki halaman sekolah dan berjalan untuk menuju ke kelas.
"Wow lihatlah siapa yang baru saja datang? Kau masih saja berani kemari setelah apa yang kau lakukan padaku?" Ucap seorang perempuan berambut merah menyala.
Jenna dan Noura tidak menghiraukan ucapan tersebut. Mereka berdua terus saja berjalan namun perempuan itu mengoceh lagi dengan teriakan yang akhirnya mampu membuat Jenna dan Noura menghentikan langkahnya.
"Hey kau tuli? Aku berbicara padamu bitch!" Pekiknya.
"Kau bodoh atau apa Viola? Aku tidak melakukan apapun terhadapmu. Kau jatuh kemarin karena ulahmu sendiri. Aku hanya melindungi diriku dari ancaman yang berbahaya." Jawab Jenna yang mulai tersulut emosinya.
"Kau bilang karena ulahku? Jelas-jelas kau yang memulainya dan mengakibatkan aku jatuh di tangga hingga kakiku terkilir!" Jawab Viola dengan nada tinggi hingga akhirnya semua mata tertuju kepada mereka.
"Kau amnesia? Apa perlu ku ingatkan? Kau menghina ibuku Viola!" Teriak Jenna.
"Aku tidak menghinanya! Aku hanya membicarakan fakta bahwa ibumu gila dan mati bunuh diri! Dan kau tidak pantas bersama Noah karena kegilaan ibumu itu akan menurun padamu!" Sahut Viola dengan nada mengejeknya.
"Dasar bajingan bermulut kotor!!" Jenna pun sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia menarik rambut panjang Viola dan menyeretnya hingga ke sebuah bak sampah yang sangat besar.
"Jenna hentikan kau akan mendapatkan masalah nanti." Ucap Noura yang masih setia berjalan di samping Jenna.
"Shut up Nou. Aku akan memberikannya pelajaran." Jawab Jenna yang sudah tidak bisa di nasehati lagi.
"Ahhhh lepaskan dasar gila!!!!" Pekik Viola yang rambutnya masih ditarik hingga mau tak mau tubuhnya terus bergerak mengikuti kemana langkah Jenna membawanya.
"Kau itu seperti sampah dan kau lebih cocok tinggal di dalam sana." Ucap Jenna.
BRUUUGGHH
Jenna mendorong tubuh Viola hingga ia terjerembab ke dalam bak sampah. Viola berteriak dan terus saja mengumpat.
"AKAN KU PASTIKAN KAU KELUAR DARI SEKOLAH INI DASAR PEREMPUAN GILAAA!!!" Teriak Viola dengan sangat marah.
"I dont care! Toh aku memang akan meninggalkan sekolah ini!" Jawab Jenna dengan terkekeh.
Jenna pun melambaikan tangannya kepada Viola sebagai bentuk salam perpisahan lalu menarik tangan Noura untuk segera meninggalkan tempat itu. Tak lupa Jenna mengacungkan jari tengahnya kepada Viola tanpa menolehnya.
"Jenna, ku akui aku sangat takut berada dalam masalah jika di sekolah. Tapi yang tadi itu astagaaa.. kau sangat kereeeeennnn..!" Pekik Noura sambil tertawa.
"Aku memang selalu keren dan mempesona. Apa kau lupa?" Sahut Jenna tersenyum bangga.
"Ya.. kau memang sahabatku yang paling keren dan mempesonaaahh." Jawab Noura lalu keduanya tertawa sambil berjalan untuk kembali ke kelasnya.
Di saat jam istirahat ia dipanggil kepala sekolah. Jenna sudah tahu hal ini pasti akan terjadi. Ia tidak terlalu khawatir karena ia sudah siap menerima konsekuensinya.
"Perlu ku temani, Jen?" Tanya Noura dengan tatapan khawatirnya.
"Tak perlu. Aku bisa mengatasinya sendiri. Aku tidak mau kau terbawa masalahku, jadi kau tunggu saja di kelas. Okey?" Pinta Jenna kepada sahabatnya.
"Baiklah..."
Jenna pun akhirnya berjalan menuju ruangan kepala sekolah. Di sana sudah ada Diana, Viola, beserta ayah Viola.
TOK TOK TOK
Jenna mengetuk pintu ruangan kepala sekolah yang sebenarnya sudah sedikit terbuka.
"Masuk.." Ucap kepala sekolah tersebut yang bernama Erick. "Duduklah Jenna." Lanjut Erick.
Lalu Jenna pun duduk di kursi sebelah Diana. Diana yang masih bingung hanya menatap Jenna seakan-akan bertanya ada apa mengenai hal ini. Jenna hanya menggenggam tangan Diana agar ia sedikit tenang. Kepala sekolah pun berbincang mengenai apa yang terjadi dengan Jenna dan Viola pagi tadi. Jenna bahkan tidak menyangkal perbuatannya. Ia pun menceritakan kronologis kejadian menurut versinya.
"Aku ingin dia dikeluarkan dari sini, tuan Erick. Anak itu benar-benar berbahaya jika terus berada di lingkungan sekolah ini." Ucap ayah Viola.
"Hah pantas saja anakmu bermulut sampah. Ternyata memang benar buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Sahut Diana dengan mengejek.
"Apa yang kau bilang? Kau berani merendahkanku? Kau tak tahu siapa aku?!" Teriak George merasa tidak terima dengan perkataan Diana.
"Kau saja berani merendahkan kami, lalu apakah kami tidak berhak melakukan hal yang sama?" Jawab Diana dengan sangat emosi.
George tidak menjawab dan ia malah mengancam Erick. "Jika kau tidak mengeluarkannya, maka aku akan mencabut semua bantuan yang aku berikan untuk sekolah ini!"
Erick yang mendengar hal itu pun terkejut. Ia tidak menyangka George akan melakukan hal itu. Ia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena ini menyangkut bantuan yang rutin diberikan George dengan biaya yang tidak sedikit.
"Tuan Erick, tak perlu repot-repot mengeluarkan Jenna dari sekolah buruk ini. Aku sendiri yang akan memindahkannya dari sini!" Pekik Diana dengan sangat marah.
Jenna sama sekali tidak mengatakan apapun. Ia cukup terkejut dengan sikap yang diambil oleh Diana. Diana membela Jenna habis-habisan hingga membuat Jenna merasa terharu.
"Ayo Jenna! Kita pergi dari sini, sekolah ini benar-benar tidak layak untukmu. Permisi!" Ucap Diana lalu menarik tangan Jenna dan keluar dari ruangan tersebut.
Jenna pun keluar mengikuti langkah Diana di belakangnya.
"Aunty sorry.." Ucap Jenna di tengah-tengah langkahnya.
Diana menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang dan menatap mata Jenna.
"Kau tidak salah Jenna. Kau memang harus melakukan hal itu yaa meskipun agak sedikit brutal. Tapi aunty mendukungmu. Manusia bermulut sampah yang gampang sekali menghina orang lain memang harus diperlakukan seperti sampah juga." Sahut Diana sembari menangkup wajah Jenna.
"I love you aunty.." Ucap Jenna dengan suara yang tercekat dan hampir menangis.
"I love you too honey. Ayo lebih baik sekarang ambil tas mu lalu kita pulang dan packing untuk persiapan kita berangkat ke London." Ucap Diana yang dijawab dengan anggukan oleh Jenna.
Jenna dan Diana pun berjalan menuju kelas dan membawa tasnya. Noura yang melihat hal itu pun menghampiri Jenna.
"Jenna kau mau kemana?" Tanya Noura.
"Aku sudah keluar dari sekolah ini Nou. Kau jaga diri baik-baik, jika ada yang mengganggumu kau hajar saja." Jawab Jenna.
"Kau dikeluarkan?" Tanya Noura.
"Lebih jelasnya akan ku ceritakan nanti, okey?" Ucap Jenna dan berlalu meninggalkan Noura.
Saat Diana dan Jenna berada di tempat parkiran, Noah kekasih Jenna pun menghampiri Jenna dan Diana.
"Jenna kau mau kemana? Apa kau sakit?" Tanya Noah.
"Tidak. Aku akan pulang, dan akan ku jelaskan nanti saja di telpon." Ucap Jena.
"No, aku akan ikut pulang denganmu." Ucap Noah.
Diana hanya memperhatikannya tanpa berkomentar apapun lalu masuk ke dalam dan diikuti oleh Jenna. Mereka pun pulang bersamaan dengan Noah yang mengikuti mereka di belakangnya menggunakan ducatinya.
TBC...
Jangan lupa tinggalin jejak setelah baca yaa. Follow like komen and vote❤
Follow ig author @arashka05
"Jadi kau akan pergi meninggalkanku, Jenna?" Tanya Noah.
Jenna diam lalu mengangguk pelan. Mereka sedang duduk di teras samping sambil membicarakan tentang kejadian tadi bersama Viola dan juga membicarakan tentang rencana kepindahannya ke London.
"Lalu bagaimana dengan hubungan kita? Tak bisakah kau tetap di sini setidaknya sampai lulus sekolah? Lalu setelah itu kita akan kuliah di universitas yang sama dan hubungan kita tetap baik-baik saja, Jenna." Noah menggenggam tangan Jenna. Ia berharap Jenna tidak meninggalkannya.
"Noah, hubungan kita akan tetap baik-baik saja. Percayalah padaku." Jenna menyentuh pipi Noah dan mengusapnya.
"Cepat atau lambat kau pasti akan melupakanku." Ucap Noah.
"Hey itu sesuatu yang mustahil. Aku tak mungkin melakukan itu. Kau tak percaya padaku, Noah? Bukankah kau menyayangiku?" Tanya Jenna.
"Ya aku menyayangimu. Tapi aku tak bisa jauh darimu."
"Noah mengertilah keadaanku. Aku tak punya pilihan lain dan aku tak punya kerabat lain lagi. Dan sekarang hanya Aunty Diana lah yang aku punya." Jawab Jenna berharap Noah akan mengerti kondisinya.
"Baiklah. Sekeras apapun aku memohon, kau akan tetap memilih untuk pergi bukan? Jadi kita sudahi saja pembicaraan ini. Aku pulang.." Noah beranjak dari duduknya dan berjalan meninggalkan Jenna.
"Noah.." Panggil Jenna.
Noah terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan dari Jenna. Ia memakai helm lalu menyalakan motor ducatinya dan pergi dengan kecepatan tinggi meninggalkan pelataran rumah Diana.
Jenna menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia benar-benar merasa bersalah kepada Noah. Tapi meskipun begitu, Jenna tetap tak bisa mengubah rencananya karena ia akan tetap pergi bersama Diana. Jenna pun berjalan memasuki rumahnya dengan gontai. Beruntung Diana sedang berada di kamarnya, jadi ia tidak perlu repot-repot menjelaskan kepada Diana apa yang baru saja terjadi dengan Noah.
Jenna memasuki kamarnya ia lebih memilih untuk menyiapkan barang-barang yang sekiranya penting dan akan sangat dibutuhkan olehnya di London nanti. Tapi tanpa ia sadari dari sudut matanya munculah setetes kristal bening. Jenna pun mengusapnya, tapi cairan itu terus saja keluar. Akhirnya Jenna pasrah dan ia pun menangis. Ia sebenarnya tak ingin berjauhan dengan sahabatnya dan kekasihnya. Tapi ia tak bisa memilih. Jenna pun bersandar di kaki ranjang dengan air mata yang masih menetes.
CEKLEK
Pintu kamar terbuka dan Diana berdiri di sana. Dengan sigap Jenna mengelap air matanya menggunakan punggung tangannya.
"Sayang, kau menangis?" Tanya Diana yang kini sudah duduk di hadapan Jenna. "Kita masih bisa sesekali datang kemari sayang. Lagi pula rumah ini tak akan Aunty jual. Dan suatu saat nanti rumah ini akan menjadi milikmu." Ucap Diana sembari mengusap pipi Jenna yang basah.
"Untukku?"
"Ya sayang. Aunty tidak mempunyai anak atau suami. Jadi menurutmu kepada siapa Aunty harus memberikannya?" Tanya Diana sembari terkekeh.
"Keponakan Aunty yang di London?" Ucap Jenna.
"Mereka tak akan membutuhkan itu sayang, percayalah." Jawab Diana.
Diana memang hidup sendiri sebelum Jenna datang menemani hari-harinya. Suami dan anaknya meninggal dalam kecelakaan tragis sekitar lima belas tahun yang lalu. Diana memilih untuk tidak menikah lagi karena cintanya telah habis hanya untuk suaminya. Kini Diana memutuskan untuk pindah ke London dan tinggal bersama keponakan tersayangnya.
"Sekarang, ayo lanjutkan lagi. Pilihlah barang yang sekiranya akan sangat kau butuhkan di sana. Ah dan satu hal lagi, keberangkatan kita akan dimajukan." Ucap Diana sembari tersenyum.
"Kapan Aunty?"
"Besok pagi sayang. Bersiaplah." Jawab Diana.
*
*
Diana dan Jenna menaiki pesawat komersil untuk menuju ke London. Saat ini mereka sudah berada di dalam pesawat. Perjalanan yang cukup panjang membuat Jenna selalu mengantuk dan tertidur selama pesawat mengudara.
Akhirnya setelah beberapa jam perjalanan, mereka sampai di sebuah rumah megah bak istana milik keponakan Diana.
"Waah rumah ini besar sekali." ucap Jenna dengan kagum.
"Ini mansion milik keponakan Aunty, Jenna." jawab Diana yang juga ikut tersenyum.
"Hello my darling...!!" Teriak Diana yang baru saja tiba di mansion sang keponakan-- Devian Carrington dan istrinya Esther Carrington. (Kisah Devian dan Esther ada di sebelah)
"Aunty Dianaa...!!" Pekik Esther dari arah dapur.
"Oh God, Aunty kenapa tidak mengabariku jika akan kemari?" Tanya Esther yang kini sudah memeluk Diana lalu mencium kedua pipinya.
"Aku sangat merindukan cucuku, Damian. Aku sudah tidak bisa menahannya jadi aku segera membeli tiket penerbangan secepatnya kemari, dan aku akan tinggal di sini." Jawab Diana yang kini menggenggam tangan Esther.
"Oh God!! Are you serious? Aahhhh akhirnyaaa. Kenapa Devian tidak memberitahuku tentang hal ini?" Kata Esther.
"Aunty yang memintanya karena Aunty ingin memberikan kejutan padamu." Ucap Diana.
"Aunty selalu sukses jika membuat kejutan seperti ini. By the way Aunty, siapa gadis cantik ini?" Tanya Esther kepada seorang gadis yang berdiri di samping Diana.
"Hai, aku Jennaira. Panggil saja aku Jenna." Jawab gadis tersebut.
"Nama yang sangat cantik seperti orangnya. Aku Esther." Jawab Esther.
"Nama kakak juga sangat cantik, seperti orangnya." Sahut Jenna dengan tawa kecilnya.
"Jenna istirahatlah dulu sayang. Kamarmu ada di atas, kau bebas memilih dimanapun yang kau mau." Ucap Esther.
"Aku menunggu Aunty Diana saja kak." Jawab Jenna.
"Tak apa sayang. Naiklah lebih dulu. Aunty akan berbicara sebentar dengan Esther." Sahut Diana.
"Baiklah kalau begitu." Jawab Jenna dengan menundukkan kepalanya lalu pergi meninggalkan Esther dan Diana dengan diikuti oleh salah satu pelayan untuk membawa tasnya.
"Jenna adalah anak teman dekatku. Tapi kedua orang tuanya meninggal tiga tahun yang lalu. Saat ini ia masih duduk di bangku senior high school dan akan lulus tahun depan." Ucap Diana menjelaskan.
"Oh God, malang sekali nasibnya. Aku jadi teringat diriku sendiri, Aunty." Ucap Esther dengan sendu.
"Rencananya aku akan memindahkan dia di sini, Esther. Bagaimana? Aunty tak mau dia sendirian jika Aunty tinggal di sini."
"Aku sangat setuju Aunty. Aku terlalu kesepian tinggal di mansion sebesar ini. Nanti aku akan meminta Devian untuk mengurus kepindahannya." Ucap Esther dengan raut wajah bahagia.
"Terimakasih sayang. Dimana cucu tampanku itu?" Tanya Diana.
"Dia sedang tidur siang, Aunty. Mungkin sebentar lagi akan bangun lalu kita makan siang bersama okey." Ucap Esther.
"Ya, Aunty sudah sangat lapar sekali." Jawab Diana tersenyum.
"Istirahatlah dulu di kamar, Aunty. Nanti aku panggil jika semuanya sudah siap." Kata Esther.
"Baiklah sayang."
Diana pun pergi menuju kamar dibantu oleh salah satu pelayan untuk membawakan barang-barangnya. Diana lebih memilih kamar di lantai satu karena ia malas untuk naik turun tangga mengingat umurnya yang sudah setengah abad lebih.
Tiba-tiba saja terdengar sebuah mobil terparkir di halaman mansion. Esther keluar menuju teras mansion dan melihat Davin keluar dari dalam mobil bersama seorang wanita.
"Davin, ada apa kau kemari?" Tanya Esther sambil berdiri diambang pintu mansion.
"Aku ingin mengunjungi keponakan tampanku, Kak. Dimana dia?" Tanya Davin yang kini sudah berada di teras mansion.
"Damian sedang tidur siang. Kau bersama siapa?" Tanya Esther dengan senyum ramahnya.
"Kenalkan dia Sienna, kak. Kekasihku." Ucap Davin.
"Salam kenal kak." Sahut Sienna.
"Ya, salam kenal. Aku Esther. Ayo masuklah." Ajak Esther.
Lalu Sienna dan Davin pun masuk ke dalam mansion.
"Davin kau sudah makan siang?"
"Tentu saja belum. Aku kemari selain ingin bertemu Damian, aku juga rindu dengan masakan kakak." Ucap Davin.
"Dasar kau ini. Aku sudah masak untuk makan siang kita. Davin bisa kau panggilkan Aunty Diana di kamar dekat ruang tamu dan juga Jenna di lantai atas?" Tanya Esther.
"Aunty Diana ada di sini?"
"Ya, baru saja datang."
"Dan siapa Jenna?"
"Sudahlah jangan banyak bertanya. Cepat panggilkan sekarang." Sahut Esther.
Davin pun segera mengikuti perintah sang nyonya rumah tanpa membantah sedikitpun.
"Kak, ada yang perlu aku bantu?" Tanya Sienna memberanikan diri.
"Ya Sienna. Tolong bantu kakak ambilkan dua piring lagi makanan yang ada di dekat kulkas." Jawab Esther.
"Baiklah kak."
Sienna berjalan lalu kedua tangannya membawa piring berisikan makanan dan menyimpannya di atas meja.
Davin pun mengetuk pintu kamar Diana. Lalu di sambut dengan senyuman oleh Diana.
"Oh God, kau semakin tampan saja Davin." Ucap Diana memeluk Davin dan mencium kedua pipinya.
"Dan Aunty selalu cantik seperti biasanya." Sahut Davin.
"Kau laki-laki bermulut manis sayang. Wanita mana yang sudah terjerat dan terbuai dengan ucapanmu?" Ucap Diana sambil tertawa kecil.
"Haha Aunty bisa saja. Ayo kita makan siang Aunty. kak Esther sudah memanggil kita."
"Ya sayang. Tolong panggilkan Jenna di atas. Aunty malas jika harus ke atas karena harus menaiki tangga." Ucap Diana.
"Baiklah Aunty,"
Davin berjalan menaiki anak tangga dan terhenti saat ia sudah sampai di lantai atas.
"Bodoh, kenapa aku tidak menanyakan yamg mana kamarnya." Davin bermonolog.
Pasalnya, kamar di lantai atas ada sekitar sepuluh. Dan Davin tidak tahu Jenna menempati kamar yang mana. Akhirnya Davin membuka satu per satu kamar. Hingga akhirnya sampailah di kamar yang biasa ia gunakan jika sedang menginap di sini. Ia pun mencoba membukanya dan tidak terkunci.
Sontak Jenna terkejut. Karena ia terbiasa hanya menggunakan celana dalam dan atasan crop top saja jika di dalam kamar. Atau bahkan hanya bra saja.
"What are you doing?!" Teriak Jenna yang langsung menyambar selimutnya untuk menutupi bagian bawahnya.
Terlambat, Davin sudah melihat betapa sexy nya dirimu Jenna. Bentuk tubuhmu yang meliuk dengan pas seperti gitar spanyol meski sedikit kurus itu sudah berhasil direkam oleh mata nakal Davin.
"Ups sorry. Aku diminta memanggilmu untuk makan siang bersama. Ayo turun." Sahut Davin dengan senyum smirknya.
"Ya nanti aku menyusul." Jawab Jenna.
Davin mengangguk lalu kembali menutup pintu kamarnya. Davin nampak meneguk salivanya lalu menggelengkan kepalanya agar pikiran mesum di otaknya itu hilang.
"Calm down adik kecil. Bukankah kau sudah terbiasa melihat hal-hal seperti itu? Kau bahkan pernah melihat wanita yang lebih seksi darinya. Yang baru saja kau lihat adalah tubuh gadis kecil yang bahkan tidak menggairahkan sama sekali." ucap Davin bermonolog dengan pelan pada dirinya sendiri.
Davin pun turun ke lantai satu untuk makan siang bersama.
Selang beberapa menit kemudian, Jenna pun turun dan sudah memakai hotpants nya.
"Jenna, duduklah sayang. Kita makan siang bersama." Ucap Esther yang sudah duduk lebih dulu.
"Ya kak."
Esther menarik kursi di sampingnya yang tepat berhadapan dengan Davin. Jenna pun duduk lalu mengambil beberapa lauk untuk dimakannya.
Tbc..
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!