"Buk, doakan Hana besok di terima kerja ya!" Hana duduk bersimpuh meminta doa restu ibunya.
"Pasti itu nak, semoga kamu di terima besok bekerja nak."
"Amin, buk." menyapu kedua tangan ke wajahnya mengaminkan doa ibunya.
Hana percaya setiap langkah yang di restui orang tua akan membawa berkah. Karenanya setiap akan memulai awal yang baru, Hana selalu meminta restu ibunya.
Meski Hana hanya lulusan SMK jurusan Administrasi, ia tetap mencoba ikut berkompetisi dalam perusahaan yang sedang membuka lowongan menjadi sekretaris. Hana yakin akan mampu bersaing dengan yang lain. Dengan nilai dan skill yang bagus serta doa restu menjadi keyakinannya dalam mengikuti interview besok di perusaan Dirgantara Company.
Perusahaan itu bergerak di bidang retail dan masih banyak bidang usaha yang mereka kembangkan.
Jam 9 pagi Hana sudah berada di gedung Dirgantara Company, ia sangat takjub melihat bangunan pencakar langit tersebut. Hana masuk ke loby setelah membayar ojol yang di tumpanginya dari rumah. Hana bertanya pada pihak resepsionis.
"Maaf mbak, mau tanya ruangan HRD di mana ya?" tanya Hana sopan.
"Mba mau ikut interview ya?" tanya sang resepsionis itu.
"Iya mbak!"
"Tanda tangan dulu sesuai namanya," menyodorkan kertas berisi nama-nama peserta "setelah itu ambil kartu peserta mbak ya." kata resepsionis menunjuk kotak sebelahnya yang berisi kartu peserta.
Hana menandatangani dan setelahnya mengambil satu kartu peserta bagi yang mengikuti interview hari ini.
"Sudah, ya, mbak? Kalau sudah mba naik aja lift menuju lantai 10, nah di situ ruangan HRD nya mbak!" resepsionis memberikan arahan pada Hana.
"Terima kasih mbak." ucapnya sambil berlalu.
Hana menunggu di depan lift khusus untuk kariawan. Ada beberapa peserta juga yang sedang menunggu. Terlihat dari kartu peserta yang bergantung di leher mereka.
Ting
Pintu lift terbuka. Mereka semua naik, sebagian ada yang sudah menjadi kariawan di kantor ini terlihat dari kartu mereka yang berbeda. Beberapa detik kemudian, mereka tiba di lantai 10 dan yang ikut interview semuanya keluar. Hana melihat sudah hampir dua puluhan orang yang sudah hadir lebih dulu menunggu.
Pukul 11 siang proses interview di lakukan. Satu persatu mereka di panggil untuk masuk kedalam ruangan itu. Membutuhkan waktu hampir tiga puluh menit per orang. Tiba saatnya nama Hana yang di panggil.
"Hana Afifah!" panggil seorang petugas dari dalam.
"Ya, saya, pak!" jawab Hana
"Giliran anda."
Hana masuk mengikuti petugas tadi. Hana merasa deg-degan, tangan dan kakinya terasa dingin. Ini adalah pengalaman pertamanya melakukan interview di perusahaan berskala besar.
Sebelumnya Hana pernah bekerja di sebuah toko bangunan sebagai staf administrasi. Hana keluar, untuk mencoba menambah wawasan dunia kerjanya. Dengan tekad yang bulat dan keyakinan yang tinggi, Hana mampu menjawab dengan lancar semua pertanyaan dari bagian HRD serta mampu mengoperasikan komputer dengan baik.
Setelah Hana masih ada beberapa peserta lagi yang akan melakukan interview. Untuk hasilnya akan di umumkan dua hari setelah hari ini.
*
Hari ini tepat dua bulan sudah Hana bekerja menjadi sekretaris di perusahaan Dirgantara Company. Ada sebuah kebanggaan bagi Hana bisa lolos. Mengingat kandidat saingannya yang rata-rata lulusan sarjana.
Hana bekerja menjadi sekretaris presdir perusahaan langsung di bawah asisten pribadi pak Burhan selaku presdir dan pak Anton sebagai asisten pribadinya.
Siang ini Hana menemani pak Burhan dan pak Anton untuk ikut meeting bersama. Hana di sukai pak Burhan karena kinerjanya yang rapi, dan selalu ringan tangan dalam membantu meski pun pekerjaannya sudah selesai.
Mereka berangkat ke sebuah restoran yang sudah di pesan oleh klien dari Jepang. Menurut agenda, akan membahas masalah kerja sama pembangunan resort di Bali.
Tiga puluh menit kemudian mereka sampai di restoran berbintang empat itu. Saat akan masuk, pak Burhan sempat mengatakan kalau dadanya sakit, namun bisa ia tahan.
"Pak, muka anda pucat sekali." ucap Hana kuatir akan keadaan presdirnya.
"Saya tidak apa-apa, Hana!" pak Burhan mencoba menahan rasa sakit yang tiba-tiba ia rasakan.
"Apa sebaiknya kita ke rumah sakit pak?" pak Anton memberi saran, namun tetap di tolak pak Burhan.
"Lebih baik cepat kita masuk." perintah pak Burhan.
Belum sempat jauh dari mobil, pak Burhan sudah ambruk tak sadarkan diri. Hana panik melihat pak Burhan jatuh pingsan. Pak Anton meminta bantuan pada penjaga restoran agar membantunya membopong pak Burhan kedalam mobil.
Hana duduk di kursi belakang karena mengkuatirkan presdirnya. Pak Anton sekali-kali melirik kebelakang melihat kondisi presdirnya dan melihat Hana yang telaten menyapu keringat dingin presdir.
Beruntungnya jalanan tidak terlalu macet hingga mereka cepat sampai ke rumah sakit terdekat. Pak Anton masuk kedalam rumah sakit dan tidak lama keluar dengan beberapa perawat pria serta sebuah brangkar.
Tubuh pak Burhan di bawa kedalam kamar ICU untuk di berikan penanganan. Terlihat sekali wajah takut dan kuatir Hana. Pak Anton menghubungi keluarga presdir. Namun sayang istri dan anak perempuannya sedang di Singapura membuat mereka tidak bisa langsung datang.
Lalu pak Anton masih menghubungi seseorang lagi yang tidak di ketahui Hana.
Pak Anton mendekati Hana "Hana, saya akan meneruskan meeting. Tolong kamu jaga dulu beliau. Tidak lama lagi anak presdir juga akan datang kemari." pak Anton memberi perintah pada Hana sebelum ia pergi menemui klien dari Jepang.
Kini Hana sendiri duduk di kursi tunggu. Dokter dan perawat masih belum keluar. Sudah hampir 30 menit namun orang yang di tunggunya belum datang.
Hana gelisah, sebentar duduk, sebentar berdiri mengurangi kecemasannya kemudian melihat jam di tangannya. Tidak lama pintu ICU terbuka. Seorang perawat keluar mencari keluarga pasien.
"Keluarga pasien." panggilnya.
Baru saja Hana ingin berkata, seseorang dari belakangnya sudah menjawab.
"Saya anaknya!" jawabnya.
Hana berbalik kebelakang melihat orang itu. Hana terpaku di tempatnya melihat sosok yang bisa dikatakan hampir sempurna. Pria itu berlalu begitu saja melewati Hana. Hanya tertinggal wangi parfum yang di pakainya. Wangi yang menenangkan di saat tegang, batin Hana.
Tidak lama perawat itu keluar lagi memanggil Hana.
"Bu Hana, anda di minta pak Burhan masuk. Beliau ingin bertemu dengan anda!"
Hana masuk ke dalam ruangan itu. Melihat tubuh pak Burhan sudah banyak terpasang peralatan medis membuat Hana merasa iba. Hana masih ingat beberapa puluh menit yang lalu pak Burhan baik-baik saja.
Sekilas Hana mendengar penjelasan dokter pada pria itu kalau pak Burhan mengalami tersumbatnya pembuluh darah ke jantungnya. Dan Hana juga memastikan kalau pria muda di depannya itu adalah anak pak Burhan seperti yang di maksud pak Anton tadi.
Hana memberanikan diri mendekati pak Burhan setelah mendapat tatapan sendu dari pak Burhan.
"H-hana! R-rico!" panggilnya dengan terbata-bata.
"Iya pak."
"Iya Yah!" Sahut mereka berdua bersama.
Pak Burhan menarik napasnya dalam untuk mengisi oksigen, lalu melanjutkan ucapannya tadi.
"Maukah kalian mengabulkan permintaan ayah untuk terakhir kalinya?" pinta pak Burhan dengan wajah memelasnya.
"Apa itu Ayah? Jika Rico mampu maka akan Rico kabulkan!" Rico berucap dengan keyakinan.
Hana hanya diam mendengarkan ayah dan anak itu sedang berbicara.
"Menikahlah dengan Hana!"
Bersambung
"Menikahlah dengan Hana!" pinta pak Burhan.
Hana dan Rico terkejut mendengar permintaan pak Burhan.
"Tapi yah...!" seakan tercekat suara yang ingin Rico lontarkan.
Pak Burhan menatap Hana dengan dalam, dari tatapan matanya Hana tau pak Burhan sangat berharap Hana setuju permintaannya.
Hana merasa serba salah, di satu sisi ia ingin menolak namun di sisi hatinya yang paling dalam merasa kasihan. Hana bisa merasakan wajah putus asa pak Burhan. Entah apa yang merasukinya, Hana menyanggupi permintaan pak Burhan.
"Baik pak. Jika itu bisa membuat bapak sembuh saya akan bersedia." ucap Hana mantab.
Rico terkejut mendengar pernyataan Hana. Di tariknya tangan Hana keluar dari ruangan.
"Apa maksud kamu. Huh!" Rico mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak habis pikir dengan keputusan Hana.
"Anda pasti sudah paham maksud saya tadi."
"Kamu pikir menikah itu perkara mudah? Kita kenal saja tidak." ucap Rico geram dengan keputusan sepihak Hana.
"Saya tau! Tapi, saya tidak tega melihat bapak tadi." terdengar kesedihan dari ucapannya.
Rico masih tidak percaya pada perempuan di depannya ini begitu mudahnya mengatakan iya. Saat mereka berdebat, pak Anton datang. Pak Anton langsung masuk kedalam ruangan menemui pak Burhan.
Sedangkan Hana terduduk di kursi setelah perdebatan tadi. Kenapa dengan mudahnya ia mengatakan iya? Hana pun tak mengerti.
Sedangkan Rico masuk kedalam menyusul pak Anton. Ia masih ingin membicarakan pernikahannya dengan ayahnya. Jelas saja Rico menolak. Selain mereka tidak saling kenal Rico juga tidak mencintainya.
Dengan menggenggam tangan ayahnya "Ayah. Ayah boleh meminta apa pun termasuk mengganti posisi ayah di perusahaan akan Rico lakukan." Rico menatap ayahnya memelas sebelum melanjutkan ucapannya "Tapi, Rico mohon jangan meminta untuk menikah dengan orang yang tidak Rico kenal dan cintai ayah."
"Nak, ayah sangat mengenalnya. Dia gadis yang baik. Dia pasti bisa membahagiakan mu." pak Burhan terbatuk setelah mengatakan itu.
uhukk uhukkk uhukk
"Presdir!" pekik pak Anton.
Pak Anton memencet tombol di samping tempat tidur pak Burhan. Tidak lama tim dokter datang memeriksa keadaan pak Burhan.
"Pak Burhan harus segera di operasi, jika tidak saya takut beliau tidak bisa bertahan." dokter menjelaskan kondisi pak Burhan.
"Lakukan dok yang terbaik untuk ayah saya." pinta Rico.
Namun pak Burhan menolak "Ayah tidak ingin di operasi lagi nak. Rasanya sangat sakit."
"Tapi Yah, hanya dengan cara itu ayah bisa bertahan." Rico putus asa melihat kondisi ayahnya yang semakin melemah.
Pak Burhan tersenyum dan berkata "Ayah hanya ingin melihat kamu menikah dengan gadis pilihan ayah. Hanya itu nak pinta terakhir ayah. Agar ayah bisa pergi dengan tenang!"
uhuk uhukkk uhukk
Pak Burhan semakin sulit bernapas setelah batuk. Rico merasakan dilema. Di satu sisi tidak bisa tapi disisi lain tidak ingin membuat kecewa ayahnya. Selama ini Rico selalu menolak dan membantah setiap keinginan ayahnya menjodohkan dengan gadis pilihan ayahnya. Dan ia juga menolak menggantikan posisi ayahnya di perusahaan.
"Tuan, sebaiknya turuti kemauan pak Burhan untuk sekali ini saja." pak Anton buka suara juga setelah sekian lama hanya diam melihat setiap penolakan Rico.
"Tapi pak, masalahnya saya tidak kenal dan juga tidak mencinta gadis itu!" Rico kekeh dengan putusannya.
"Terserah tuan saja jika tidak bisa. Tapi jangan pernah menyesal jika terjadi sesuatu dengan Tuan besar." Anton berbalik menghadap pak Burhan. Dia merasa iba melihat kondisi Tuannya. Namun sayang ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Sebaiknya tuan mencoba saran dokter tadi." ucap Anton
"Tidak, Anton. Cukup sudah aku merasakan sakit ini. Aku ingin pergi dengan tenang. Tidak merasakan sakitnya di beri anastesi atau meminum obat setelah operasi nanti."
uhukkk uhukkk
"Ayah!"
Rico nampak menunduk menahan air matanya melihat kondisi ayahnya yang semakin memburuk. Rico menarik napasnya lalu menghembusnya pelan seakan begitu berat beban yang di tanggungnya.
"Baiklah, ayah, Rico akan menikah dengan wanita tadi. Tapi dengan syarat kalau pernikahan ini harus di rahasiakan terlebih dulu. Biarkan kami saling mengenal satu sama lain baru setelahnya pernikahan ini di umumkan!" ucap Rico pada Ayahnya. Lalu ia bicara pada Anton "Carikan penghulu dan gadis itu sekarang juga pak Anton."
"Baik tuan. Saya permisi keluar." Anton pamit untuk mencari penghulu dan juga Hana. Anton menghubungi anak buahnya untuk mencari penghulu, sedangkan dirinya menemui Hana di kantin rumah sakit.
Hana sebelum ke kantin mengirimkan pesan pada Anton untuk menghubunginya jika pak Burhan akan di operasi.
Sesampainya di kantin pak Anton langsung menemui Hana yang sedang duduk sambil mencomot cemilan yang di belinya.
"Hana!" panggil Anton
Hana menatap arah suara yang memanggilnya "Ya, pak!"
"Aku ingin bicara." Anton masuk kantin dan duduk di kursi depan Hana.
"Mau minum?" tawarnya.
"Tidak. Waktu kita sangat sempit." Anton menatap Hana kemudian melanjutkan perkataannya "Tuan Rico bersedia menikah dengan anda! Saya harap nona masih tetap dengan keputusan anda tadi."
Hana mengerjapkan matanya berulang kali mendengar penuturan pak Anton. Tidak menyangka kalau Rico menyetujuinya juga.
"Saya masih tetap dengan keputusan tadi pak!" Hana yakin dengan keputusannya.
"Baguslah. Tapi, tuan Rico meminta status pernikahan anda berdua di rahasiakan dulu dari umum. Bagaimana?"
Hana nampak berpikir menimbang-nimbang akhirnya Hana mengiyakan syarat dari Rico.
"Tapi saya ada syarat juga pak?"
"Apa itu?"
"Apa pun yang terjadi nantinya antara saya dan pak Rico, tolong jangan pecat saya."
"Baiklah. Mari ikut saya nona karena acaranya sebentar lagi akan di mulai!" pak Anton berdiri dan berjalan keluar kantin yang di ikuti Hana dengan tergesa-gesa.
Sesampainya di ruangan pak Burhan, ternyata semua sudah di siapkan. Penghulu dan juga saksinya. Karena Hana yatim piatu maka walinya di wakilkan oleh penghulu.
*
Dan disini lah Hana dengan status barunya menjadi istri seorang Rico. Meski semua serba sederhana, tak ada resepsi namun Hana ikhlas jika apa yang ia putuskan mampu membuat orang lain bahagia.
Setelah melihat Rico menikahi Hana, pak Burhan mau menjalani operasi setelah di bujuk oleh Hana. Operasi berjalan dengan lancar. Saat ini pak Burhan masih dalam pengaruh obat bius setelah operasi.
Melihat kondisi ayahnya stabil Rico memutuskan pulang ke apartemennya. Rico hampir melupakan keberadaan Hana jika saja Anton tidak mengingatkan.
"Tuan..!" serunya memanggil Rico
"Ya. Pak Anton. Ada apa?" tanya Rico masih belum sadar akan arah tatapan pak Anton.
"Maaf tuan, bagaimana dengan nona Hana?"
Rico menghela napasnya "Apa kau mau ikut pulang?" menatap Hana yang juga masih kebingungan.
"Boleh?" Hana ragu karena ia pikir mereka akan tinggal terpisah.
"Tentu. Kau adalah istri ku sekarang dan kamu juga tanggung jawab ku." Rico harus bisa bersandiwara di depan Anton.
"Baiklah." ucap Hana.
Bersambung
Sepanjang perjalanan dari rumah sakit ke apartemen Rico, tidak ada satu pun antara mereka berdua yang melakukan percakapan. Rico konsentrasi menyopir mobilnya sedangkan Hana berperang batin di dalam sana.
Hana bingung harus bersikap seperti apa nantinya.
Hampir satu jam perjalanan akhirnya mereka tiba di basemen gedung apartemen Rico. Rico sudah memarkirkan mobilnya namun ia masih belum berniat keluar.
"Tanyakan apa yang kamu ingin tanyakan?" Rico memecahkan keheningan antara mereka.
Merasa mendapatkan ijin Hana tidak menyianyiakan kesempatan itu.
"Apa kita tinggal bersama? Apa yang harus aku lakukan pada mu? Bagaimana dengan pekerjaan ku? Apa aku harus melayani mu?" tanya Hana bertubi-tubi.
Rico yang di berondong pertanyaan hanya bisa ternganga mendengarnya.
"Apakah itu yang mengganggu pikiran mu dari tadi?" tebak Rico
Hana menganggukan kepalanya membenarkan pertanyaan Rico.
"Kita akan tinggal bersama. Kau tidak perlu melayaniku. Urus saja dirimu sendiri. Kau, silahkan bekerja seperti biasa!"
Hana mengelus dadanya "Syukurlah."
"Selama tinggal bersama kita akan tidur terpisah. Dan satu lagi jangan pernah ikut campur semua urusanku, begitu juga sebaliknya. Jangan banyak bicara. Dan juga ..!" Rico menjeda bicaranya, nampak berpikir sesuatu yang akan ia sampaikan.
"Dan juga apa, tuan?" Hana nampak penasaran dengan ucapan terakhir Rico.
"Aku ingin pernikahan ini kita jalani selama enam bulan saja!" ucap Rico.
Hana terkejut mendengar penuturan Rico yang secara tidak langsung mengajukan pernikahan kontrak dengannya. Kenapa tidak saling mencoba meski pun awalnya tidak dilandasi rasa cinta pikir Hana.
"Kenapa, pak?"
"Kamu tau, kita tidak saling kenal. Aku juga tidak mencintaimu. Kita menikah hanya karena ingin menyelamatkan ayah ku saja. Aku tidak bisa jika harus bertahan lama menjalani hubungan ini. Kamu tidak usah kuatir selama kita tinggal bersama aku tidak akan pernah menyentuh mu. Aku juga akan memberikan nafkah untuk mu, kecuali nafkah batin. Selama di kantor kita juga harus jaga jarak." tutur Rico panjang lebar.
Hana tak habis pikir dengan jalan pikiran Rico. Tapi dari pada ribet apa salahnya mengikuti saja kehendaknya. Toh mereka menikah tujuan awalnya kan memang cuma ingin menyelamatkan pak Burhan.
"Baiklah. Tidak masalah. Saya hanya memiliki satu permintaan jika kita, pernikahan kita berakhir nanti, tolong jangan pecat saya."
"Saya janji tidak akan memecat kamu! Sekarang ayo naik, saya mau istirahat." Rico lebih dulu keluar dan di ikuti Hana dari belakang.
"Tuan bagaimana dengan pakaian saya?" Hana baru menyadari kalau mereka kesini tadi ia lupa mampir ke kontrakannya.
"Nanti sore kita ambil." memencet lift menuju lantai 15.
*
Sementara di rumah sakit pak Burhan masih belum sadarkan diri. Pak Anton kuatir akan kesehatan pak Burhan. Karena menurutnya pak Burhan kali ini benar-benar drop.
Hampir dua jam pak Burhan baru sadarkan diri. Ia mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya lampu yang masuk keretina matanya.
"Tuan, anda sudah sadar." Anton segera menekan tombol di samping tempat tidur pak Burhan.
Tidak lama dokter dan beberapa perawat masuk dan memeriksa pak Burhan. Nampak di wajah dokter menyiratkan kesedihan. Operasi memang berjalan lancar, hanya saja pak Burhan sudah mengalami komplikasi. Jantungnya memang bisa di selamatkan tapi sebenarnya bukan hanya itu saja, hati dan juga ginjal pak Burhan juga bermasalah.
Melihat raut wajah dokter pak Burhan mengerti. "Saya pasrah saja dokter." ucapnya lemah "Anton, tolong panggilkan Rico?"
"Baik tuan!" Anton keluar melakukan panggilan. Pada dering ketiga panggilan baru tersambung.
"Ya!" jawab Rico.
"Tuan besar ingin bicara dengan anda dan nona Hana!"
"Baiklah. Kami akan segera kesana!" telpon langsung di matikan. Rico bergegas kekamarnya mencari pakaiannya. Setelahnya Rico mengambil kunci motor.
"Ayo kita ke rumah sakit!" ajaknya pada Hana.
Hana yang baru saja akan duduk langsung berdiri mendengar perintah Rico. Dia masih belum sempat mengagumi akan kemewahan apartemen Rico harus kembali lagi ke rumah sakit. Hana yakin pasti pak Burhan sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Rico memutuskan memakai motor saja agar lebih cepat sampai. Ia yakin pasti ada yang tidak beres dengan ayahnya. Sebelum ke rumah sakit ia juga mengabarkan pada ibunya. Dan sialnya ibu dan adiknya baru mendapatkan tiket nanti malam.
Hanya butuh waktu tiga puluh menit mereka sudah sampai. Rico memarkirkan motornya. Rico berjalan cepat ingin segera sampai ke kamar ayahnya. Entah kenapa perasaannya menjadi tidak enak.
Rico membuka pintu kamar rawat ayahnya dan melihat ada dokter yang sedang berdiskusi dengan Anton. Rico berjalan menghampiri untuk meminta penjelasan keadaan ayahnya. Dokter pun menjelaskan sama seperti yang ia jelaskan pada Anton.
"Kita hanya bisa berharap mukjizat tuan untuk kesembuhan pak Burhan." ucap sang dokter.
"Ri-co!" panggil ayahnya terbata-bata dan dengan suara yang lemah.
Rico datang menghampiri memegang tangan Ayahnya "Ya Ayah, Rico disini!"
Meskipun Rico bukan anak yang penurut tapi ia selalu bisa di andalkan ayahnya jika keadaan yang darurat.
"Mana Hana?" pak Burhan tidak melihat keberadaan Hana.
"Mungkin dia masih di belakang ayah. Tadi Rico lari supaya cepat sampai!" jelas Rico
"Nak! Mungkin ayah tidak bisa bertahan lama lagi." uhukk uhukk pak Burhan terbatuk.
"Ayah tidak usah banyak bicara dulu, ya!" Rico kuatir dengan kesehatan ayahnya yang semakin memburuk.
"Ayah tidak apa-apa nak. Rico! Jaga ibu dan adik kamu. Hanya kamu yang bisa mereka andalkan selain ayah. Ayah juga berharap kamu bahagia bersama Hana, dia gadis yang baik nak. Ayah yakin itu. Mungkin kamu masih belum mencintainya tapi cobalah menjalaninya bersama-sama!" pak Burhan menasehati Rico karena pak Burhan yakin Rico masih belum bisa menerima kehadiran Hana. Tapi itu wajar karena mereka bersama juga masih belum 24 jam.
"Ayah tidak usah kuatir dengan ibu dan Sisil. Aku pasti akan menjaga mereka, Yah. Dan untuk masalah Hana, Ayah tidak usah terlalu memikirkannya. Aku akan mencobanya, Yah!" Rico berucap mencoba menghibur ayahnya. Rico tahu akan kekuatiran ayahnya. "Dan juga perusahaan, Rico akan mengganti jabatan ayah di kantor besok."
Pak Burhan tersenyum bahagia mendengar penuturan Rico. Pak Burhan mengangkat tangannya yang terbebas dari selang infus lalu menepuk pelan tangan Rico "Ayah bangga dengan mu nak."
Rico menggenggam tangan Ayahnya "Ayah istirahat saja dulu. Ibu dan Sisil mungkin tengah malam baru akan tiba di sini Yah." Rico menarik selimut dan menyelimuti ayahnya. "Sekarang tidurlah."
Pak Burhan memejamkan matanya dan Rico keluar dengan menutup pintu dengan pelan.
"Tuan!" panggil Hana. Hana sudah lama datang tapi ia tak berani masuk karena ingin memberikan waktu untuk anak dan ayah saling bicara seperti nasehat pak Anton tadi.
"Hmmmm!" jawabnya.
Rico duduk di bangku depan ruangan pak Burhan. Dia duduk dekat dengan pak Anton karena ada beberapa hal yang ingin ia diskusikan masalah perusahaan.
Anton salah satu tangan kanan pak Burhan dalam perusahaan. Jadi Rico pikir pak Anton pasti lebih tau banyak dari pada dirinya masalah perusahaan.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!