"Asem lah...kerja capek-capek giliran numpuk buat kondangan. Mana gak kira-kira nih orang-orang, sekali ngasih undangan langsung lima, woi gaji gua harian cuma seratus ribu, kalau kondangan ada lima gini makan apa gua, ah elah bikin emosi aja" Keluh Bagus sambil menatap sebal tumpukan undangan orang nikah.
"Ini lagi baru kapan lalu lulus eh sekarang udah nikah, kerja woy kerja, lu pikir gampang ngidupin anak orang, ah elah bocil mah, cuma tahu enak aja, gak mikir nyari duit susah apa" Oceh Bagus lagi sambil membuka satu-satu undangan yang tergeletak di meja.
"Ni bocah-bocah pikirannya gimana ya? , kok bisa-bisanya udah mikir nikah, terus yang modal siapa lu ni pada nikah?"Geram juga si Bagus lama-lama, masih saja mengoceh tak tak jelas.
Oke kita kenalan dulu ya sama pemeran utama kita, namanya Bagus Kuncoro, laki-laki lajang usia 32 tahun. Perjaka ting-ting, belum pernah pacaran, apakah karena jual mahal? Jawabannya bukan. Lebih tepatnya banyak perempuan yang ngilang setelah berkenalan.
Apakah Bagus jelek? Jawabnya tidak juga. Dia manis, badannya juga bagus, tingginya saja hampir 180 cm dengan tonjolan otot-otot yang pas di tubuhnya. Bagus ini gagah kalau kata ibunya. Lantas apa yang membuat laki-laki ini masih juga menjomblo? Entah😁😁😁😁😁.
Apakah faktor pekerjaan? Jawabannya mungkin. Bagus ini bekerja sebagai tukang bangunan. Ingat ya tukang bukan buruh. Karena dalam dunia pembangunan kasta terendah itu adalah buruh bangunan dan ingat Bagus ini tukang ya jadi setingkat agak tinggi 😁😁😁😁😁😁.
Tapi sejujurnya Bagus orangnya tahu diri kok, setiap kenalan sama cewek juga gak milih yang neko- neko, asal perempuan dan cantik itu sudah cukup. Paling poll yang dia ajak kenalan juga karyawan toko atau rumah makan, tapi semua belum ada yang beruntung. Sering dia berpikir kalau dia jelek tapi kata ibunya dia ini anak paling tampan dari keempat saudaranya, dimana yang tiga adalah perempuan semua😁😁😁😁😁.
"Kayak orang kurang seons lu ngoceh sama undangan" Suara seseorang mengalihkan pandangannya pada laki-laki jangkung yang kini telah ikut duduk manis di kursi samping Bagus.
"Lagi sebel gua, pulang-pulang pengen istirahat eh malah di bom orang kondangan, mana masih bocil-bocil lagi" Keluhnya pada laki-laki yang bernama Guntoro, temannya yang senasib dan sependeritaan.
"Lihat bocil nikah bikin gua tambah yakin kalau gua bujang lapuk lo, iya gak sih? " Makin sebel Bagus dengar ucapan si Gun.
"Kok lu perjelas sih Gun, bikin gua tambah ngenes aja" Kesal Bagus membuat Gun ngakak.
"Gua lagi di tahap pasrah lah bro, mau dapat janda bonus satu juga gak papa" Pasrah si Gun pada nasib.
"Ih kalau gua ogah, hidup sekali masa gak ngrasain nembus perawan, ogah gua, gua aja masih perjaka" Songong si Bagus ini.
"Ngincer pelayan toko Mak Indah aja lu di tolak, sok-sokan pengen perawan, sadar diri kita kategori lapuk, ada yang mau juga syukur" Santap Gun.
"Gua pakai jalur langit" Ucap Bagus kesal juga lama-lama bukan dibikin semangat malah dibikin down.
"Ayo ke kebun ambil pohon pisang buat tuwuh (pohon pisang untuk acara pernikahan) " Ajak Gun.
"Siap yang mau nikah? "
"Netty anaknya pak Toni"
"Haaaa? Bukannya baru lulus SMA dia? Barengan si Abdul ponakan gua kan? " Kaget si Bagus.
"Iyee, lulus sekolah langsung sah, karena sudah ada anak burung yang bersarang indah" Gun tekekeh geli.
"Wah gila-gila ini mah" Bagus masih dengan keterkejutannya.
"Udah jangan heran, DP duluan itu hal biasa, dari pada hilang mending di DP kan? Emang lu gak mau DP, nganggur kan akhirnya" Ledek Gun membuat Bagus sebal.
"Yang ngomong juga sama, malah karatan" Balas Bagus.
"Setiap malam gua asah, jangan salah" Jawab Gun koplak.
Kedua sahabat senasib dan sependeritaan itu pun segera berjalan menuju kebun milik salah satu warga untuk mengambil dua buah pohon pisang yang ada buahnya. Lalu di bawa ke rumah orang yang punya hajatan.
.
.
"Waduh pulang juga nih bos kita, capek cari duit bos"? " Ucap Supri, teman Bagus dan Gun yang sedang duduk manis di teras rumah pak Toni sambil minum kopi dan momong anaknya yang masih berusia satu tahun.
"Sialan lu bukannya bantuin malah ngledek " ucap Gun sebal melihat temannya yang ongkang-ongkang kaki sambil minum kopi.
"Eits sembarangan lu pada, gak. Lihat nih lagi momong calon penerus bangsa" Kekeh Supri sambil mengangkat putrinya.
"Pindah profesi lu jadi bapak rumah tangga? " Ledek Bagus membuat Supri manyun.
"Tugas darurat ini, nanti lu juga pada ngrasain, eh tapi kayaknya masih lama deh, auranya masih gelap gulita" Ucap Supri membuat Bagus dan Gun menimpuknya dengan krupuk singkong yang ada di meja.
Supri terkekeh melihat kedua sohibnya yang masih saja adem ayem dengan status jomblonya di tengah gempuran kondangan yang merajalela.
"Nikah lu pada berdua, udah mau bangkotan juga gak malu lu sama ponakan gua ni"
"Kagak, jagoan menang belakangan" Sahut Gun asal dan diangguki Bagus.
"Sok-sokan jagoan, calon aja masih suram" Balas Supri.
"Gak papa suram sekarang penting dompet kita gak suram ya gus, dari pada udah nikah tiap bulan masih laporan sama kita buat nyambung nyawa" Ucap Gun menyindir keras Supri yang sering ngutang tiap akhir bulan.
"Sialan lu pada, nyindir gua" Dengus Supri sebal membuat Gun dan Bagus terkikik jahat.
"Lagian siapa suruh nyindir kita, kita mah santai tapi lihat nanti ya sekali dapat dan nikah lu cuma ngamplop lima puluh ribu sampai seratus doang gua gantung lu" Ancam Bagus.
"Bener gus, Sok-sokan nyuruh kita nikah kayak nyumbang banyak aja, mau nyumbang apa lu kalau kita nikah? " Tantang Gun pada Supri.
"Lu mau ape? Tapi harus tahun ini lu pada nikah awas kalau enggak" Supri sok yakin.
"Gak banyak kalau gua cuma satu macam aja" Bagus tersenyum jahat.
"Ape? " Sahut Supri cepat.
"Rokok SURYA TIGA PULUH SLOP, inget ya Surya, ntar lu ganti rokok Gudang Baru" ucap Bagus mantap dan diangguki Gun cepat.
"Wahhhhh betul tu" Teriak Gun keras. Senang dia melihat wajah keruh Supri.
"Sama gua juga minta itu aja, gak repot kan bawanya, cuma satu macam ini, ya gak gus? " Supri mayun mendengar permintaan kedua sahabatnya ini. Iya sih satu macam tapi kalau sebanyak itu bisa habis sapinya buat beli itu saja.
"Okey, lagian sok yakin amat lu bisa nikah tahun ini, ragu gua, tapi kalau sampai bulan Desember lu masih pada belum nikah, lu berdua siapin dana buat khitanan anak gua yang pertama, gua mau nanggap dangdut, lu pada yang bayar" Tantang balik Supri.
"Oke" Kompak Gun dan Bagus. Tapi jujur dalam hati keduanya ketar-ketir. Bisa ngak nikah tahun ini.
Ini masih bulan Maret setidaknya ada sembilan bulan lagi kedua bujang lapuk ini untuk mencari pasangan. Tapi..... Ampun dah nyari dimana? Sok-sokan juga mereka nerima tawaran si Supri. Kalau menang sih gak papa, lah kalau kalah bisa merongos keduanya.
"Tapi lu dengar ya pri, rokok itu cuma hadiah lho ya, kondangan gua ke lu juga harus lu balikin. Awas kalau enggak" Ancam Gun sok yakin menang.
Supri berdecak sebal tapi juga ketar-ketir kalau sampai kalah. Bisa habis dia kalau sampai kalah. Beli rokok surya enam puluh slop itu sama saja harga sapinya satu ekor, belum kondangan yang harus dia balikin ke kedua sohibnya, waduh bisa habis ternak dia di rumah. Istighfar buanyak lu pri😁😁😁😁😁😁😁.
.
.
"Dari mana? Tumben keluar kandang? " Tanya bu Lasmini, ibu Bagus saat melihat putranya masuk rumah dengan baju yang sedikit basah karena keringat.
"Dari rumah pak Toni pasang tarup" Jawabnya sambil menenggak air dingin dari dalam kulkas.
"Tumben mau? Biasanya ngerem depan TV" Sindir bu Lasmini membuat Bagus terkekeh. Anaknya ini kalau di rumah memang lebih senang semedi di rumah.
"Gun tadi yang ngajak"
"Kalau ngak diajakin Gun juga gak bakal berangkat kan? "
"Ya kan karena gak tahu" dalihnya cepat membuat bu Lasmini sebal.
Anaknya ini sering membuatnya sakit kepala karena lebih senang menyendiri di rumah dari pada ngumpul bareng temannya.
"Kamu tahu gus yang nikah itu anaknya pak Toni usianya sama kayak si Abdul" Ucap bu Lasmini.
"Tahu, terus kenapa? "
"Masih tanya kenapa kamu ini? Ya Allah pusing ibu bicara sama kamu ni gus, pakai bahasa apa biar kamu itu paham BAGUS KUNCORO" ucap bu Lasmini sengit. Sebal juga makin lama sama anaknya ini, si bujang lapuk yang bikin emosi.
"Ngomong yang jelas ibu jangan pakai kode apalagi bahasa kalbu, aku bukan dukun"
"Ibu minta mantu Bagus MANTUUUUUUUU" Gemas juga bu Lasmini.
Bagus tergelak mendengar teriakan sang ibu.
"Mantu ibu ada tiga biji noh, cucu juga sudah lima buk, masih kurang aja....awwwww" Jawabnya asal dan mendapat cubitan pedas manis dari sang ibu.
"Ibu ih KDRT mulu" Ringisnya sambil mengusap perutnya yang mendapat cubitan maut.
"Biarin, sebel ibu sama kamu, usia kamu sudah 32 Bagus, kamu mau nikah usia berapa? Mau kamu saingan sama si Abdul? Jangan sampai ya ponakan kamu dulu yang nikah nanti" Ucap bu Lasmini geram.
"Ah elah ibu ini, jodoh gak bisa diperkirakan datangnya buk, kalau jodohku belum datang mau gimana lagi"
Gemas bukan main bu Lasmini menghadapi si Bagus ini, bisa dibalikin ke perut, dia balikin sekarang juga. Bisa darah tinggi menghadapi Bagus lama-lama bu Lasmini ini.
"Makanya usaha Bagus usaha, jangan ngerem aja di kamar, heh gedek ibu makin lama sama kamu" Ucap bu Lasmini lalu berlalu meninggalkan Bagus sendiri. Daripada tensi naik mending bu Lasmini ngrumpi sama tetangganya.
.
.
"Kamu nanti ikut nyinom kan? " Tanya bu Lasmini yang pagi itu sibuk membuat kopi untuk Bagus dan suaminya.
"Iyalah buk, masak hari H nya malah gak datang kan gak lucu"
"Seragam sinoman buat hari ini ada di atas meja tu, nanti jangan lupa di pakai" Bu Lasmini menunjukkan sebuah baju yang masih terbungkus plastik bening.
Bagus pun membuka baju yang ditunjuk sang ibu. Masih baru dan masih ada labelnya, aromanya pun aroma baru juga.
"Eh busettttt......ibu ini ukuran siapa? Gede amat bu " pekik Bagus kaget saat melihat batik berwarna hitam yang memiliki ukuran jauh dari ukuran tubuhnya.
"Kebesaran dikit itu, gak papa lah "
"Dikit katanya pak, ini lho lihat dulu, aku kayak pakai selimut ini" Keluh Bagus sebal sambil membolak-balikan baju baru itu.
"Selimut itu gus" Sahut pak Warsidi membuat bu Lasmini ikut terkekeh.
Bu Lasmini terkekeh melihat Bagus melihat baju yang dicobanya memang memiliki ukuran yang luar biasa jumbo. Pantas putranya kesal.
"Itu ibu samain sama Basir ukurannya " Aku bu Lasmini dan membuat Bagus mendengus sebal.
"Pantes aja kayak selimut buk, ogah ah pakai ini, aku pakai baju yang lain saja, malu buk"
"Halah bentar aja gus, aleman banget kamu ini"
"Aku ini dagangan buk, siapa tahu nanti ada calon jodohku, malu dong kalau aku gak oke penampilannya, ogah ah"
"Sok-sokan kamu ini, terserah kamu lah, yang penting datang, awas gak datang" Ancam bu Lasmini.
.
.
Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan pagi dan Bagus sudah rapi dengan kemeja hitam yang gulung bagian sikunya. Tak mau dia pakai seragam ala selimut itu, turun pasarannya kalau pakai itu. Gak mau Bagus. Takut ada calon jodohnya diacara itu 😁😁😁😁😁😁. Celana hitam dan selop hitam juga menjadi pelengkap penampilannya hari ini. Tak lupa Bagus juga menata rambutnya dengan rapi, memberikan gel rambut banyak-banyak agar tahan goncangan 😃😃😃😃😃😃.
Dengan mengendarai vario merah Bagus menuju rumah pak Toni yang sudah ramai para tetangga dan sinoman seperti dirinya.
"Hey gus seragamnya mana? " Tanya pak RT saat melihatnya turun dari motor.
"Gak tak pakai pak"
"Lho kenapa? Baru lho itu? "
"Lha Bapak ngasih aku ukuran si Basir ya jadinya selimut pak bukan seragam, turun pasaranku pak RT, aku ini dagangan" Jelas Bagus membuat pak RT tergelak.
"La kata ibumu mending kebesaran gus nanti kamu kecilkan sendiri, yo aku manut to"
"Yo nek ngasih kemarin pak bisa tak kecilkan, ngasih tadi pas sarapan ya gak keburu tho, pakai ini yang penting warnanya sama lah pak, cuma gak ada corak batiknya kok"
"Gak masalah kalau bapak, penting kamu ikut ngangkat lengser (nampan) lah hehehehe"
"Rokok dulu lah pak"
"Itu urusan si Supri, minta sana"
"Oke deh"
Bagus pun berjalan menuju arah samping rumah utama, dimana disana ada tenda yang telah didirikan dan para sinoman kumpul di sana. Sudah ada banyak yang datang tak terkecuali Guntoro. Sama seperti dirinya juga memakai kemeja hitam polos.
"Kenapa gak pakai seragam lu? " Tanya Gun saat Bagus duduk di sampingnya.
"Ogah, ibu ngambil baju ukuran si Basir ya kayak selimut gua pakai, ogah lah bikin pasaran turun aja" Jelasnya sebal.
Gun pun terkekeh mendengar penjelasan sohibnya.
"Kok sama, punyaku juga ukurannya si Basir, makanya gua pakai ini, ini juga warnanya sama" Gun membela diri.
"Yang penting nonggol lah" Koreksi Bagus dan diangguki Guntoro.
"Heh kenapa gak pakai seragam? Gak taat peraturan lu pada " ucap Supri yang menepuk kedua sahabatnya itu dari arah belakang sambil memberikan dua bungkus rokok warung kopi kepada keduanya.
"Ogahhh " Jawab Guntoro dan Bagus kompak.
"Mau sok jadi ekslusif lu berdua? "
"Sembarangan kalau ngomong, baju kita kebesaran ukuran si Basir, iya kali kita pakai ya Gun, turun dong pasaran kita" Ucap Bagus.
"Ck.....dagangan lama lu berdua" ledek Supri membuat kedua sohibnya berdecak sebal.
"Dih kayak perawan aja dikit-dikit marah, malu sama umur woy" Ledek Supri lagi.
"Udah ayo ke depan, ngapain di sini, noh kursi belum di tata, bentar lagi manten laki datang" Ucap Supri.
.
.
"Wihhh...keren banget nih dekor, boleh ni kalau kita nikah kayak gini gus? " Gun berdecak kagum saat melihat dekorasi dan tenda di hajatan pak Toni.
"Ngopi emang gratis di sini Gun, apalagi mimpi. ngimpi aja dulu " Supri terkekeh.
"Sialan lu pri, bukannya mendukung malah ngejatuhin" Sebal juga si Gun dengan Supri.
"Lagian ngomong nikah, calon aja cari dulu, calon ada baru ngomong nikah"
"Iye gua cari, lu siapin aja noh sapi sama kambing lu abis buat kondangan ke tempat gua nanti" Ucap Guntoro yakin.
"Dih sok-sokan tahun ini dapet" Cibir Supri membuat Guntoro gemas pada laki-laki cungkring ini.
"Kok calon mantunya pak Toni ini aku kayak gak asing ya Gun? Kayak mirip siapa gitu" Ucap Bagus saat melihat foto calon pengantin yang terpasang di sebuah figura besar.
"Iya gus, kayak kenal tapi siapa ya? " Guntoro balik bertanya.
Supri berdecak.
"Jelas lu pada kenal, ini si Ahmad adiknya si Zainudin, anak kampung sebelah" Jelas Supri.
"Wah pantes kayak gak asing" Sahut Gun.
"Iya pantes juga nikah muda, sekufu sama abangnya" Seloroh Bagus.
"Maksudnya? " Tanya kompak Supri dan Gun.
"Suka cicil-mencicil gak pada cash" Jawab Bagus membuat kedua sahabatnya tergelak keras hingga semua pandangan orang tertuju pada tiga sohibul itu.
.
.
3.
"Gus kamu jadi berangkat sore ini? " Tanya bu Lasmini pada Bagus yang sedang leyeh-leyeh di depan TV sambil makan kacang rebus.
"Jadilah, uangku sudah habis buat kondangan kemarin buk, waktunya makaryo (kerja) lagi" Jawab Bagus santai.
"Kali ini proyeknya di mana?"
"Di Surabaya"
"Masih sama si Agung?"
"Iyalah, sama siapa lagi, cuma dia bos yang nurut sama tukang, bos lain mana bisa kayak gitu"
"Kamu kerja tahun-tahunan sama dia awet banget? Gak pernah ribut gitu? "
Bagus menatap ibunya aneh.
"Pertanyaan ibu kok aneh men to? Orang kita baik-baik saja kok di tanya gak pernah ribut? Damai lebih indah ibu Lasmini"
"Heran aja gus, biasanya bawahan sama bos kan ada aja konfliknya, la kamu kerja sama si Agung anteng bener"
"Apa yang mau diributkan buka? Agung meski ngeselin kayak gitu orangnya jujur, gaji juga tepat waktu, bonus lancar, lembur juga hitungannya jelas, kalau kita salah juga negurnya baik-baik, terus mau ngeributin apa? "
"Ya apa kek, biar gak lempeng banget hidupmu" Ucap bu Lasmini asal. Bagus menggelengkan kepalanya. Dasar biang ribut, dengusnya.
"Kalau kerja tu sambil lirak-lirik tu gus" Ucap bu Lasmini lagi semakin membuat Bagus mengerutkan dahinya.
"Gak jadi kerja to bu nek lirak-lirik ki"
Plakkkkk
Sebuah geplakan manis mendarat tepat di paha bohay Bagus. Membuat sang empunya meringis.
"Maksudnya sambil cari cewek Bagus, cari pacar " Kesal juga bu Lasmini ini. Anaknya mendadak bodoh kalau dipancing soal perempuan.
Bagus berdecak sebal. Itu lagi.
"Itu lagi itu lagi, gak bosen buk? Kayak ibu sudah ada persiapan aja"
"Kamu gak usah khawatir, gini-gini emas ibu banyak, nanti bisa ibu jual buat pasang tenda kayak pak Toni. Kamu mau nikah kapan saja ibu siap, lagian ibu sudah banyak nyumbang ke tetangga juga gus, nanti kalau kamu gak nikah-nikah bisa lupa mereka Bagus, rugi dong ibu. Tabungan gula ibu di tetangga ada kalau seratus kilo, belum minyak goreng, telur, beras, uang, aduh Bagus pokoknya kamu harus nikah tahun ini" Jelas bu Lasmini. Bagus melonggo mendengar penjelasan ibunya. Ternyata dibalik kemauan ibunya memiliki menantu ada misi terselubung. Ada harta yang sudah disebar😁😁😁😁😁.
"Dasar gak ikhlas" Cibir Bagus.
"Heh yang namanya nyumbang kondangan ya kayak gitu gus, kamu pikir sedekah. Sedekah gak balik gak masalah kalau kayak gini wajib gus" Bu Lasmini membela diri.
"Terserah ibu, nanti awas aja darah tingginya kumat kalau yang kembali gak sesuai catatan"
"Yow tak ingatkan to, ibu lho juga punya catatannya" Ucap bu Lasmini enteng lalu pergi meninggalkan putranya ke belakang.
.
.
Liburan telah usai Bagus dan Guntoro pun dengan berat hati harus kembali ke realita aslinya menjadi tukang bangunan. Kali ini proyek keduanya berada di surabaya. Diantar Supri keduanya berangkat naik bus.
Tidak ada drama tangisan ditinggal anak kerja, bu Lasmini malah senang saat anaknya pergi merantau. Dengan begitu dia tidak akan sumpek melihat putranya hanya gulang-guling depan TV.
"Pesan grab lah Gun" Ucap Bagus saat keduanya sampai di terminal.
Kedua sahabat itu pun berjalan ke arah pintu keluar terminal dan memesan grab. Tak lama mobil avanza datang menghampiri keduanya mengantar sampai tujuan.
Proyek kali ini adalah pembangunan kos-kosan dua lantai dengan dua puluh pintu. Letaknya tak jauh dari kota, dekat dengan kampus dan pusat perbelanjaan. Jadi pas kiranya kalau dibangun kos-kosan.
Pukul setengah delapan malam keduanya sampai di bedeng, tempat tinggal sementara untuk para tukang dan kuli saat proses pembangunan. Setelah meletakkan tas dan berganti baju, keduanya menghampiri rekan-rekannya yang asik berkumpul di depan.
"Tak pikir gak balik gus, anteng bener di kampung" Ucap Kardi, salah satu rekan Bagus dan Gun.
"Maunya gitu kar, sayang gak ada tumpukan yang bisa dijadikan jaminan buat beli makan. Terpaksa kembali lagi pada realita kehidupan" Ucap Guntoro membuat yang lain terkekeh.
"Tumpukan jerami lak yo banyak to di rumah Gun"
"Gak bisa buat beli rokok "
"Gak usah ngrokok, nyumet diang lak yo podo? (nyalakan api unggun kan sama?)" Canda Fatur membuat yang lain ikut terkekeh.
"Luweh nendang to keluk e (lebih keren kan asapnya)" Sahut Kardi.
"Iyo bar wi yo ndang sekarat ( iya habis itu sekarat)" Timpal Bagus menmbahi.
Keempat pria dewasa itu masih larut dalam obrolan yang sering mereka lakukan setelah lelah bekerja seharian. Ini adalah salah satu hal yang sering dilakukan Bagus dan teman-temannya. Hiburan saat mereka sedang berada di perantauan. Tidak perlu mewah, cukup ditemani kopi, rokok dan cemilan, selesai itu kembali ke bedeng dan tidur untuk esoknya kembali bekerja.
.
.
"Gus aku udah masak nasi, lu beli lauk ya di tempatnya mak Karti? " Ucap Guntoro saat Bagus masih bergelung dengan selimutnya.
"Hemm" jawab Bagus.
"Kopi udah tak buat juga, cepet bangun lah, udah jam enam ini" Guntoro menepuk paha Bagus agar segera bangun.
Masih dengan muka bantalnya Bagus terpaksa bangun, mengambil gelas kopi yang masih mengepulkan asapnya. Bagus menyesap kopi itu dan tak lama matanya pun sedikit terang. Hangat, manis, panas dan pahit memenuhi lidah Bagus.
Bagus berjalan ke arah kamar mandi, bukan untuk mandi. Bagus jarang mandi pagi, asal gosok gigi dan cuci muka sudah cukup. Toh setelah itu dia akan bergulat dengan pasir dan semen. Siapa juga yang peduli mau mandi atau tidak.
Setelah menyelesaikan hajatnya di kamar mandi, Bagus pun segera berjalan ke arah warung makan yang berada tak jauh dari bedeng. Warung makan yang hampir buka 24 jam.
"Mak lauk mak" Ucap Bagus saat sampai di warung yang hanya ada dua pengunjung itu.
"Lauk ap......eh Bagus, apa kabar? " Pekik Mak Karti senang saat melihat pelanggan lamanya datang kembali.
"Iya mak ini saya, kembali lagi ke sini dengan profesi yang sama " Kelakar Bagus membuat mak Karti ikut terkikik.
"Bangun kos depan ya? "
"Iya mak, kemarin selesai di Malang pulang dulu, nyinom, baru ke sini" Ucap Bagus sambil mencomot bakwan jagung.
"Ikut nyinom kamu gus?"
"Yo Iyo to, ngko nek aku nikah ben ganti ndi disinomi (ya iya to, biar pas aku nikah ganti di bantu)"
"La kapan itu? "
"Yo sok lah mak. Sok nek ketemu maksudnya" Bagus terkekeh sendiri. Masih meneruskan makan bakwan yang kini sudah habis dua bakwan.
Mak Karti pun ikut terkekeh mendengarnya.
"Mak nasi pecel satu mak " Suara seorang perempuan menjeda tawa mak Karti dan Bagus.
"Mau lauk apa mbak Nia? " Tanya mak Karti ramah.
"Nasi pecel pakai bakwan jagung aja mak" Jawab perempuan yang memiliki aroma vanila yang lembut dan menyegarkan. Sungguh aromanya sangat menenangkan. Bagus menikmati aroma itu. Aroma yang manis.
Karena penasaran Bagus pun menoleh ingin melihat si pemilik aroma vanila itu. Awalnya hanya lirikan tapi karena kurang puas Bagus pun menoleh dan ingin melihat seperti apa pemilik aroma manis ini.
Mata Bagus langsung terang benderang seketika saat melihat perempuan berambut panjang di bawah bahu dengan warna coklat terang. Kesan pertama yang bagus tangkap adalah wanita itu sangat cantik. Kulitnya bersih, putih dan wajahnya mulus dan pasti cantik. Bukan hanya cantik tapi sangat cantik. Matanya bulat dengan bulu mata lentik, hidungnya mbangir dengan pipi yang sedikit berisi. Tapi tidak terlihat tembem.
Dan saat Bagus perhatikan lagi, body wanita itu juga sangat bagus. Tubuhnya tinggi semampai dengan lekukan pas, bahkan bagian depan memberi poin lebih karena ukurannya yang lumayan bagi Bagus. Seragam kerjanya membalut tubuh wanita itu dengan sangat cantik. Sungguh Bagus terpesona baru pertama melihat saja.
"Masuk pagi mbak? " Suara mak Karti membuyarkan lamunan pemindaian Bagus.
"Iya mak" Jawabnya pendek.
"Ini mbak" Mak Karti menyerahkan pesanan Nia dan wanita biru pun segera berlalu dari warung mak Karti.
"Mingkem gus, lihat mbak Nia sampai mau ngiler" Ledek mak Karti yang sejak tadi melirik Bagus menatap Nia kagum.
"Hehehe....kelihatan to mak? "
"Banget.....tapi yo wajar nek kamu ngiler wong mbak Nia bening gitu, kalau suka kejar gus, masih sendiri kayaknya, sejak ngekos disitu gak ada dia keluar sama laki-laki. Pulang kerja gak pernah kemana-mana lagi"
"Duh mak gak yakin aku, masak kayak gitu mau sama tukang bangunan kayak aku" Bagus insecure sendiri.
"Coba dulu gus"
"Gajiku apa cukup to mak buat beli bedak e itu, lihat to mak bening kayak gitu, mana wangi lagi, orangnya lo sudah hilang, wanginya masih di sini"
"Halah usaha dulu yang penting, hasil pikir belakang" Putus mak Karti dan diangguki Bagus yang ragu-ragu. .
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!