"Sayang, jaga apa hari ini?" tanya suamiku saat aku memasangkan dasi.
"Malam mas," jawabku sambil menatapnya.
"Yaaahhhh.... Malam lagi? Nganggur lagi nih," seru suamiku sambil bercanda.
"Yaelah mas. Semalam dua ronde loh?" kataku.
"He....he.... Iyakah?" tukas suamiku seakan lupa, membuat wajahku berubah masam.
Rambutku aja belum kering, dianya amnesia.
"Mas, pulang sore?" tanyaku.
"Kenapa?" tanya balik.
"Nggak kok mas," aku tahu, saben akhir bulan begini mana bisa mas Teddy pulang sore. Pasti dia dikejar deadline yang namanya tutup buku. Apalagi mas Teddy adalah seorang kepala sebuah bank.
"Istriku merajuk?" dengan sabar dia mengelus puncak kepalaku.
"Sekali-kali ingin dianterin mas," rajukku.
"Hei...ada apa dengan istriku? Biasanya juga berangkat sendiri? Sering menolak jika aku anter. Merepotkan, itu kan yang selalu kamu bilang?" katanya.
Tapi tak mungkin aku cerita kalau aku sebal dengan rekan kerja ku.
"Kok melamun? Mas minta maaf sayang, hari ini mas belum bisa nganterin," sambung mas Teddy.
"Oke... Oke... Ntar aku berangkat sendiri deh," kataku.
"Nah gitu dong," Teddy mengecup bibir sang istri. Tak hanya kecupan, tapi berubah ciuman menuntut.
"Sarapan yuk, laper nih," ajakku yang tak ingin menggagalkan suamiku berangkat kerja karena kalau diteruskan bisa jadi ronde yang ketiga. Suamiku terkekeh.
Di meja makan sudah ada Cello dan Celly.
"Ayah sama bunda lama sekali... Lapal nih," kata Celly yang masih belum bisa bilang R.
.
Vira Pangesti, aku seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta dan juga ibu rumah tangga dengan dua orang balita. Selama kerja, anak-anak sering aku titipkan pada mertua. Rumah tangga yang aku bina selama ini fine-fine aja, hingga aku mendengar gosip tak jelas tentang suamiku.
Teddy Chandra adalah nama suami yang telah membersamaiku selama hampir lima tahun. Bersamanya aku telah mendapatkan dua orang putra yang lucu-lucu. Cello dan Celly namanya. Mereka bagai anak kembar, karena jarak lahir yang tak ada setahun.
Jonathan Alexander, dokter yang merupakan rekan kerja aku di rumah sakit. Entah ada kaitannya dengan rumah tanggaku atau tidak. Nyatanya dokter Joe sering mendekatiku meski sudah tau statusku bukanlah wanita lajang.
Kesetiaan yang aku bina bersama suami semoga saja tak goyah.
.
Jam delapan malam, aku berangkat kerja.
Cello dan Celly tak lupa aku titipkan ke mama mertua karena searah.
"Vir, duduk dulu. Nggak keburu kan?" panggil mama mertua saat aku datang.
"Nggak kok Mah. Setengah jam lagi," jawabku.
Sementara Cello dan Celly, selama ada Opa maka bunda nya ini akan jadi yang kedua.
Mereka sudah masuk kamar, untuk mendengarkan dongeng dari sang kakek.
"Ada apa Mah?" tanyaku saat sudah duduk di samping mama.
"Teddy belum pulang?" aku menggeleng untuk menjawab pertanyaan mama.
"Vira, apa kamu tak ada keinginan untuk berhenti saja?" tanya mama tiba-tiba.
Sejenak alisku berkerut.
"Sekarang Teddy sudah menjadi kepala cabang. Pasti dia akan sibuk sekali," lanjut mama.
Terus kenapa? Masalah? Batinku.
"Penghasilan Teddy pasti lebih dari cukup untuk keluarga kalian," seru mama dengan bijak. Tentu mama tak ingin melukai perasaanku.
Tapi, menjadi seorang perawat adalah passionku. Panggilan jiwa dan cita-citaku sejak kecil.
Aku diam karena bingung musti menjawab apa.
Namaku Vira. Aku seorang perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit swasta. Aku ditempatkan di ruang IGD dengan load pasien yang tinggi.
"Mama tuh tak tega kalau lihat kamu pulang jaga malam dengan mata panda. Pasti di rumah sakit kamu begadang semalaman. Terus pulangnya musti ngurusin rumah dan anak-anak. Kamu pasti capek" kata mama.
Tapi Vira senang ngelakuinnya Mah. Batin Vira bermonolog. Lagian di rumah ada bibi yang bantuin.
Vira tak ingin melukai hati mama mertua yang begitu baik dan selalu direpotkan olehnya.
"Sebaiknya kamu pikirkan Vira," lanjut mama. Dan aku hanya bisa mengangguk paksa.
Aku dan mas Teddy dari awal sudah berkomitmen untuk saling setia dan dan tak akan menghalangi karier masing-masing.
.
Dengan tergesa aku masuk ke ruangan IGD. Karena memang aku dinas di ruangan itu.
"Vir, tolong pasien di zona kuning belum terpasang infus," belum juga menaruh tas dalam loker, suara Vano teriak minta tolong.
"Iissshhh kebiasaan deh. Belum operan shift juga," kataku.
"Plissss Vira cantikkkkk. Sesore ini pasiennya rame banget, udah kaya mall pas mau lebaran deh," cerocos Vano.
"Oke deh.... Pasien yang mana?" tak tega aku melihat wajah capek Vano.
"Tuh," arah mata Vano menunjuk ke pasien yang sedang diperiksa oleh Jonathan.
"Issshhh, kenapa pula aku yang musti bantu? Lo aja sendiri," kataku sebal.
Sekarang aku tahu alasan Vano minta tolong padaku. Karena ada dokter Jonathan di sana.
"Come on Vira, Gue masih mau hecting pasien yang ada luka robek sebelah sana," seru Vano.
Resiko menjadi perawat IGD. Kalau pas rame, mau meletakkan pantat di kursi aja mana sempat.
"Hhhmmm," gumamku.
"Ikhlas nggak nih? Kalau nggak ikhlas, ntar pahalanya dipending loh," kata Vano.
"Ha...ha... Mana ada pahala dipending? Yang ada jasa kita tuh yang diundur-undur," tukas Vira menahan tawa.
"Kalian ini kok malah ngobrol sih? Vano, pasien itu guyur satu botol infus. Jangan lupa kasih penurun panas," Jonathan menghampiri sekaligus memberi perintah.
"Lapan enam dok," jawab Vano.
"Vir, udah dengar sendiri kan advisnya? Laksanakan sana!" kata Vano.
"Sialan lo," balas Vira.
Keduanya berjalan menjauh, sambil membawa alatnya masing-masing meninggalkan dokter Jonathan sendirian di ruang jaga.
Vano sudah pulang, karena teman-teman Vira kaga malam sudah datang.
"Dokter nggak pulang?" tanya Vira saat Jonathan duduk di sampingnya.
"Ngusir gue?" sambutnya.
"Enggak juga," kata Vira menunjukkan senyum paksa.
"Gue nerus jaga. Putra dokter Sabrina sakit, aku musti gantiin," jelas Jonathan.
"Ooohhhhh," tanggap Vira.
"Oh doang?" tukas dokter Jo.
"He...he... nggak capek dok?" tanyaku.
"Tumben, perhatian?" kata dokter Jo terkekeh. Aku memutar bola mata malas.
"Cantik," gumam dokter Jo masih terdengar di telingaku.
"Siapa yang cantik? Gue?" kataku.
"Iisssshhh kepedean. Pasien sono tuh yang cantik," dokter Jo menunjuk pasien yang ada di pojok.
"Hah? Pasien itu?" Vira menunjuk pasien yang berumur tujuh puluhan itu.
"Yapppp," dokter Jo tertawa karena berhasil ngerjain Vira.
Sementara wajah Vira sudah menunjukkan kekesalan hakiki.
"Vira, bantuin!" teriakan Rena yang kini terdengar.
Vira beranjak meninggalkan Jonathan yang masih meneruskan tawa.
"Pasien apa Rena?" Vira menghampiri Rena, teman satu shift.
"Pasca kecelakaan. Biasa berkendara sambil mabuk," jelas Rena.
"Issshhhh....mulutnya bau alkohol pula," ucap Rena.
"Namanya orang mabuk Vir. Mana ada bau mulut jeruk," tukas Rena.
Pasien itu sukar dikendalikan, karena pengaruh alkohol. Vira dibuat repot karena harus beberapa kali menghindari pasien yang hendak mencium pipinya.
Dokter Jo datang dan menampar pasien itu, hingga pasien itu terhuyung dan terjerembab ke ranjang rumah sakit.
"Itu akibatnya kalau suka nyosor istri orang," gerutu Jonathan.
"Yang punya istri siapa, yang marah siapa," olok Rena.
"Suaminya lembur kerja, makanya aku ikutan jagain," tukas Jonathan.
"Mana ada begitu dok?" bela Rena.
Sudah jadi rahasia umum jikalau dokter Jonathan ada rasa dengan Vira Pangesti. Meskipun dokter Jo tahu jika Vira telah menikah dan sudah punya anak dua pula.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
VIRA PANGESTI
TEDDY CHANDRA
DOKTER JONATHAN
Sudah lebih dari sepuluh judul novel author tulis, jarang-jarang loh buat visual.
Related gambar hanyalah imajinasi author belaka, jangan dihujat andai tak suka.
Author mah bebasin para readers untuk berimajinasi sesuka hati.
Karya terbaru di tahun 2024. Tak berharap muluk-muluk, semoga cerita ini sukses dan banyak yang suka
Sudah dua hari Vira tak bertemu dengan Teddy suaminya.
Saat Vira pulang jaga malam, Teddy sudah berangkat kerja.
Sedang saat Vira berangkat, Teddy belum pulang karena ini akhir bulan.
Celly dan Cello tak mau diajak pulang saat Vira jemput tadi.
Dan disinilah Vira sekarang.
Menikmati istirahat dan rebahan di kamar, karena dihajar pasien semalaman yang datang silih berganti.
Dua hari Vira jaga malam, maka dua hari pula Jonathan jaga malam.
Terdengar nada dering setia, lagu remake by Dikta Wicaksono. Penyanyi yang diidolakan oleh Vira.
Dengan mata terpejam, Vira meraih ponsel yang dia taruh di atas nakas sebelumnya.
"Halo,"
"Siang sayang. Siang ini aku pulang bentar ya?" terdengar suara Teddy di ujung telpon.
"Beres kerjaannya?" tukas Vira dengan suara serak.
"Idih, suara serak kamu itu seksi sayang. Jadi ingin lewat pintu doraemon aja deh, atau menembus batas," canda Teddy.
"Itu mah judul buku nya Greysia Polli atlet idola aku yank," balas Vira.
Suara tawa Teddy terdengar.
"Aku pulang sayang, kangen nih," kata Teddy mengulangi niatnya.
"Hari ini aku libur sayang, pulangnya ditunda ntar sore aja. Biar kamunya nggak bolak balik," tolak Vira secara halus.
Teddy memanyunkan bibirnya.
Vira mengulum senyum.
Suaminya adalah sosok yang sempurna bagi Vira. Menyayangi diri dan juga anak-anaknya sepenuh hati. Bahkan semua penghasilan pun dipercayakan ke Vira.
Vira teringat momen pertemuan nya dengan Teddy.
Saat melamun, ponselnya kembali berbunyi tanda ada notif pesan masuk.
Vira menautkan alis saat melihat, "Nomor ini lagi," gumam Vira.
Sejak tiga hari lalu, ada beberapa pesan masuk dari nomor tak dikenal ke ponsel Vira.
Meski dibaca, tapi Vira tak pernah berniat untuk membalasnya.
Vira membuka matanya lebar-lebar untuk melihat pesan gambar yang barusan masuk.
"Apa ini Mas Teddy?"
Vira melihat sang suami sedang merangkul mesra Daniel. Daniel membalas dengan tatapan yang sulit diartikan oleh Vira.
Daniel sahabat Teddy mulai jaman SMA. Mereka kuliah dan teman sekantor.
Bahkan sampe sekarang Daniel sering main ke rumah dan tak jarang Daniel nginap di rumah mereka.
Vira mencoba mengusir pikiran jelek.
"Tak mungkin mereka punya something relation," batin Vira denial.
"Apa maksud orang nih? Kasih gambar beginian?" gumam Vira.
Vira meletakkan ponsel, tak mau pusing mikirin.
"Ntar aja kutanya mas Teddy," Vira kembali meneruskan tidur yang tertunda.
.
Vira terbangun karena dering panggilan ponsel yang nyaring.
"Siapa lagi nih? Gangguin orang mimpi aja," gerutu Vira.
Vira meraih ponsel.
"Hei, dasar orang sirik. Gangguin orang tidur aja," umpat Vira saat tahu kalau yang nelpon adalah Vano.
"Oppps sorry. Gue mau minta tolong nih. Pacar gue sakit, ntar malam lo gantiin gue jaga ya vir," kata Vano.
"Iissshhh, ogah. Gue libur nih," tolak Vira.
"Plissss Vira, sekaliiiiii ini aja," mohon Vano.
Entah permohonan atau pemaksaan tapi Vira tetep kekeuh menolak, karena dia sudah janji sama suami kalau mau menunggunya di rumah.
"Vira jelek," tukas Vano.
"Biarin," balas Vira.
Panggilan dimatiin oleh Vira.
"Menyebalkan," gerutu Vira.
Ponsel kembali berdering.
"Apa lagi sih?" sambut Vira dengan ketus.
"Kenapa sayang? Ketus amat suaranya," ternyata Teddy yang menelpon.
"Eh mas Teddy. Kirain si Vano gaje," tukas Vira.
Teman seruangan Vira, Teddy pun kenal.
"Kenapa Vano?"
"Biasa, minta tolong suruh jagain. Tapi itu loh, alesannya nggak jelas banget. Katanya pacarnya sakit," jelas Vira.
"Kali aja beneran sakit yank. Nggak papa kan bantuin teman," balas Teddy.
Tumben banget mas Teddy bilang begitu. Batin Vira.
"Oh ya mas mau ngabarin. Kalau malam ini mas lembur lagi," sambung Teddy.
"Hah?" tanggap Vira tak percaya.
"Ada kunjungan dari pusat yank. Mana mungkin aku ninggalin kantor," jelas Teddy.
"Hhhmmm, baiklah. Kalau gitu aku ke mama aja, tidur sana. Rumah sepi kalau tak ada Cello dan Celly," kataku.
"Oke, hati-hati setir mobilnya," balas Teddy.
"Mobil atau aku nih yang disuruh hati-hati?" tanya Vira.
Teddy adalah salah satu orang yang sangat merawat apa yang dimilikinya. Bodi mobil kegores sedikit aja, Teddy bisa tahu.
"Kamu to yank," Teddy terkekeh.
'Mas, ntar malam kamu jemput aku kan?" tanya Vira.
"Apa nggak kemalaman? Kasihan anak-anak yank," jawab Teddy.
"Apa aku bantuin Vano aja ya? Kasihan dia, pasti nangis bombay sekarang," Vira ingat, kalau dia pun sering nyusahin Vano. Misal saat Celly atay Cello sakit, maka Vano adalah sasaran pertama Vira untuk menggantikan dirinya jaga.
"Asal kamu nggak kecapekan aja yank," kata Teddy.
"Hhmmm baiklah. Kalau gitu aku prepare sekarang aja ke mama. Ntar langsung berangkat dari sana," ijin Vira.
"Bye sayang, hati-hati. Love you," ucap Teddy.
"Love you too. Muaaachhh," balas Vira.
Sore itu Vira pergi ke tempat mertua untuk bertemu dengan kedua bocil menggemaskan.
"Vir, libur hari ini?" sambut mama saat Vira keluar dari mobil.
"Harusnya begitu sih Mah. Tapi temenku berhalangan, jadi aku gantiin," jawab Vira.
"Jangan capek-capek. Celly dan Cello masih butuh banyak perhatian," nasehat mama.
"Iya Mah," tukas Vira.
"Jangan iya-iya saja," lanjut mama.
Vira tersenyum.menanggapi ucapan mama mertua nya.
Vira mencari kedua anaknya.
"Sepi Mah?" Vira belum mendengar celoteh Celly.
"Celly habis merajuk karena digodain mulu sama Cello. Sekarang mereka pergi ke mall sama Opa," kata mama.
"Papa pasti capek. Maaf ya Mah, selalu merepotkan," ujar Vira.
"Vir, Teddy kemana aja? Lama lho dia tak mampir ke sini," kata mama.
"Biasa lah Mah, akhir bulan. Dia akan selalu lembur," jawab Vira terkekeh.
"Kalau Teddy sering lembur, terus kalian ketemunya kapan? Jadwal kerja kamu juga tak menentu Vir," ucap mama mengikuti Vira yang berjalan menuju meja makan.
"Sudah biasa kali Mah. Mama tenang aja, kita baik-baik aja," menurut Vira memang hubungannya dengan Teddy tak ada yang perlu dikuatirkan. Vira masih percaya penuh dengan sang suami. Ucap janji setia saat menikah masih dipegang erat oleh Vira.
"Masak apa nih Mah? Laper nih" Vira duduk di meja makan.
"Kamu tuh kebiasaan Vira. Suka nunda-nunda makan," omel mama.
"He...he... Habis ngantuk Mah. Semalam nggak tidur sama sekali," bukannya marah, Vira senang dengan perhatian mama yang sudah dianggap layaknya ibu kandung.
.
Vira memutuskan balik ke rumah sebelum berangkat jaga malam karena ada sesuatu yang ketinggalan.
Vira memarkirkan mobil di depan gerbang.
Toh tak akan lama, Vira mau berangkat lagi. Makanya Vira memutuskan tak parkir dalam garasi.
Vira buru-buru buka kunci pintu utama. Karena gelap Vira menyalakan lampu ruang tamu.
Vira membelalakkan matanya lebar.
"Maassssss....," Vira berlari keluar. Syok dengan apa yang dilihatnya.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Vira memutuskan balik ke rumah sebelum berangkat jaga malam karena ada sesuatu yang ketinggalan.
Vira memarkirkan mobil di depan gerbang.
Toh tak akan lama, Vira mau berangkat lagi. Makanya Vira memutuskan tak parkir dalam garasi.
Vira buru-buru buka kunci pintu utama. Karena gelap Vira menyalakan lampu ruang tamu.
Vira membelalakkan matanya lebar.
"Maassssss....," Vira berlari keluar. Syok dengan apa yang dilihatnya.
Teddy mengejar Vira.
"Sayang, ini tak seperti yang kamu lihat," Teddy meraih tangan Vira.
"Apa yang mau kamu jelaskan Mas? Mas jahat," Vira tergugu.
"Aku sama Daniel tak melakukan apapun," ucap Teddy.
"Mas, semakin kamu menjelaskan. Semakin aku tak percaya," kata Vira. Dalam gelap-gelapan meniup debu? Bullshit.
Vira melihat Teddy sedang mencium bibir Daniel.
"Sayang, aku tuh meniup debu yang masuk ke mata Daniel," Teddy mesih berusaha menjelaskan.
"Aku kecewa sama kamu mas," Vira masuk mobil. Dan mesin mobil sudah dinyalakan. Tapi Teddy masuk dan duduk di samping Vira.
"Keluar mas. Aku mau kerja," kata Vira.
"Aku anterin," timpal Teddy.
"Tidak usah," tolak Vira dengan rasa marah membuncah.
"No, akan bahaya jika kamu bawa mobil dengan emosi begini," larang Teddy.
"Mas, keluar!" teriak Vira.
Teddy mengalah.
Vira menginjak pedal gas dalam untuk meluapkan emosi.
Bisa-bisanya Teddy berduaan dengan Daniel di rumah, gelap-gelapan pula. Terus pakai alasan lembur pula.
"Kamu jahat mas. Jahaaatttt....," teriak Vira dengan derai air mata.
Vira memukul keras kemudi mobil hingga membunyikan klakson mobil cukup lama.
"Heiiii.... Kira-kira dong," umpat pengendara sepeda motor di samping mobil Vira.
"Kita nggak tuli kali," omel yang lain.
"Ma... Maaf," hanya itu yang bisa diucapkan Vira.
Jam masih menunjukkan dua puluh tiga puluh. Masih ada tiga puluh menit lagi jam kerja Vira.
Vira menepikan laju mobil. Di sana Vira meluapkan emosi dengan menangis sepuasnya. Kedua matanya sembab.
Kesetiaan selama lima tahun menikah dan dua tahun pacaran, tak dianggap sedikitpun oleh Teddy.
"Kenapa harus dia mas? Kenapa?" Vira tak habis pikir jika suaminya berhubungan dengan sahabatnya itu.
Vira teringat akan nomor ponsel yang mengiriminya pesan tadi siang.
"Siapa dia? Apa dia tahu semua?" gumam Vira bermonolog.
Ponsel Vira berdering.
Ada nama 'my husband' calling.
Vira mereject panggilan dan mematikan ponselnya.
Ingin rasanya menolak kenyataan saat ini. Vira berharap dirinya keliru.
.
Vira masuk ke ruang IGD dengan mata sembab dan merah.
"Kenapa mata lo? Sakit atau karena menangis seharian?" sambut Jonathan.
Vira diam tak menjawab.
Suasana hatinya masih belum balik sepenuhnya.
Vira menaruh tas dalam loker.
"Bukannya lo libur?" kata Rena menghampiri. Rena juga baru datang.
"Operan yuk," ajak Vira dan bukannya menjawab pertanyaan Rena.
"Siapa saja yang jaga malam nih?" seru dokter Jo.
Semua yang jaga malam mengangkat tangan.
"Bersiaplah! Habis ini kita akan kedatangan pasien post kecelakaan," kata dokter Jo.
"Bukannya kita sudah sering terima pasien dengan kasus itu dok?" tukas Rena.
"Betul. Tapi kali ini berbeda. Karena korbannya puluhan orang," lanjut dokter Jo menjelaskan.
"Alamat begadang sepanjang malam nih," tanggap Rena.
"Demi kemanusiaan cin," timpal Vira.
"Semoga saja hasilnya berbanding lurus dengan kerja kita ya," harap Rena.
"Aamiin," balas Vira.
"Lo tau nggak, waktunya bayar ujian akhir nih," bisik Rena yang saat ini sedang ambil kuliah lagi.
"Kalian ini mau nggosip atau kerja?" tegur dokter Jo.
"Dua-duanya dok," ucap Rena.
"Vir, ikut gue," ajak Jonathan.
"Ngapain?" tanya Vira.
"Bentar doang," Jonathan melangkah menuju ruang jaga dokter yang disediakan pihak rumah sakit.
"Hati-hati Vir. Takutnya dimangsa loh sama dokter Jo," canda Rena.
"Emang gue singa," balas dokter Jo.
"Kali aja lihat wajah segar begini dokter berubah jadi hewan buas" olok Rena sambil terkekeh. Vira ikutan tersenyum.
Bercanda dengan teman kantor sedikit banyak membuat Vira melupakan masalahnya.
Vira mengikuti langkah Jonathan.
"Kamu ada masalah?" pertanyaan Jonathan membuat Vira terkesiap.
"Nggak ada," jawab Vira sesaat setelah blank.
"Vira, gue akan selalu ada waktu buat denger keluh kesah kamu," kata Jonathan.
"Dok, selama ini aku masih menghormati dokter sebagai rekan kerja. Kalau untuk pribadi, aku rasa bukan kapasitas dokter," jawab Vira.
Vira balik kanan hendak keluar ruangan tapi keburu dihalangi oleh Jonathan.
"Vira, aku care sama kamu," ulas Jonathan.
"Dok, perlu berapa kali saya bilang. Aku ini wanita bersuami," ucap Vira.
"I know. Tapi aku cinta kamu Vira," lanjut Jonathan.
"Anda salah dok," Vira menepis genggaman tangan Jonathan.
"Tak ada yang salah dengan cinta. Cuman gue telat aja, keduluan sama Teddy. Suami kamu," entah berapa kali dokter Jonathan mengatakan itu. Vira sampai lupa menghitungnya.
"Jujur Vira. Lo ada problem kan sekarang?" telisik Jonathan dengan menatap wajah Vira lekat.
Vira tak berani membalas tatapan Jonathan.
"Vira," panggil Jonathan.
"Tak ada dok," Vira keluar ruangan Jonathan tergesa. Vira tak ingin ketahuan kalau dirinya memang sedang ada masalah.
"Kenapa lo? Muka ditekuk aja," sambut Rena yang duduk di nurse station.
Vira diam.
"Diapain lo sama dokter Jo? Wah, ada yang nggak beres nih," Rena beranjak hendak ke ruangan Jonathan tapi ditahan oleh Vira.
"Nggak ada Ren, masalah kerjaan aja," alibi Vira.
"Issshhhh, kita semua di ruangan ini tahu kali Vir. Kalau dokter Jonathan itu suka sama kamu," ucap Rena.
"Siapa yang suka sama istriku?" Teddy datang menghampiri.
"Wah... Wah... Suami kamu tuh," kata Rena.
"Tumben Om Ted nyusul?" sambut Rena.
"Kangen sama istri nih, ditinggalin jaga malam mulu," balas Teddy terkekeh. Vira tak ada ekspresi.
"Jadi meleleh gue. Udah tampan, sayang istri... Apalagi ya? Setia, perhatian," puji Rena untuk Teddy.
"Terus kapan giliran gue dapat beginian ya Vir?" kata Rena yang masih single itu.
"Sayang, bisa ganggu waktunya sebentar?" tatap seirus Teddy ke arah sang istri.
"Aku sibuk," jawab Vira ketus.
"Belum sibuk Om Ted. Pasien kecelakaan belum datang kok," sela Rena sambil nyengir kuda dan pelototan Vira pun Rena dapatkan.
Sebagai seorang dewasa, Rena tahu jika pasangan di depannya itu sedang ada masalah. Tapi dia tak ingin ikut campur.
"Bentar aja sayang," Teddy menggandeng tangan sang istri untuk diajak bicara.
Di ujung lorong, Jonathan menatap sinis kedua orang itu.
"Kenapa lo bisa jatuh cinta sama orang macam dia Vira?" gumam Jonathan bermonolog.
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!