Siapa sangka seorang badgirl bisa berubah menjadi seorang mommy idaman? Sangat berbanding terbalik bukan? Teman-temannya pun tidak percaya semua itu.
Veyra Esyley, namanya. Cewek yang kerap dipanggil Vee itu, merupakan ketua geng ciwi-ciwi super eksis dan tentunya populer di sosial media, maupun di kalangan SMA Citra Bangsa yang di huni oleh para kaum hawa. Ia pun selalu menjadi Icon di SMA nya itu karena memiliki aura labrak yang sangat kuat.
Geovano Risky, lebih dikenal dengan Risky. Salah satu most wanted di SMA Putra Bangsa yang bertepatan di sebelah gedung SMA Citra Bangsa. Kebalikan dari SMA Citra Bangsa, SMA Putra Bangsa hanya di huni oleh para kaum adam.
Sekolah mereka masih satu yayasan, hanya saja nama dan siswa nya yang terpisah.
2022 in Jakarta
Lima orang gadis dengan pakaian super minim berjalan dengan eloknya melewati koridor sekolah. Tak lupa dengan kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya masing-masing, itu membuat kesan angkuh pada diri mereka. Seolah-olah ada angin yang cukup kencang menerpa rambut badai mereka yang terurai panjang. Berjalan dengan dagu terangkat dan dada yang sedikit di busungkan, itu sudah menjadi gaya mereka sehari-hari.
Alin, Wanda, Shyiren, Chika dan tentunya ketua geng mereka Veyra. Selain populer di sekolah, banyak orang yang menyebut mereka biangnya onar. Mereka pun tidak pernah mempermasalahkan itu semua. Prinsip yang mereka pegang teguh hingga sekarang yaitu “jangan pernah usik kehidupan kita, kalo lo gak mau kita usik.”
Kelima gadis itu segera menuju kelasnya untuk mengikuti proses pembelajaran. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk sekolah setelah cuti kenaikan kelas. Mereka telah menduduki bangku kelas XII yang berarti kelas paling senior. Gawatnya, itu akan menambah kesan bossy pada diri Veyra.
Keadaan di kelas masih gaduh dan belum teratur, dikarenakan guru yang mengajar mereka pagi ini belum datang ke kelas.
“Vee bikin tiktok yuk?” ajak Alin yang sudah mulai bosan menunggu jam pelajaran dimulai.
"Duh Lin, mager banget gue sumpah. Lain kali ya?” Tolak Vee karena ia merasa dirinya masih ngantuk dan moodnya masih buruk.
“Ya udah deh. Ren tiktokan yuk?” kini Alin beralih pada Shyiren yang sibuk memoleskan bedak pada wajahnya. Anak itu memang selalu on point dengan makeup cetarnya.
“Bentar elah, lo gak liat ni bedak gue kaya badut gini?” jawab Shyiren dengan menunjuk wajahnya yang sedang di poles dengan bedak itu. Alin hanya melotot memperhatikan Shyiren.
“Stttt diem, Pak Firman dateng tuh” ucap Chika sebagai ciri khas siswi ketika ada guru yang memasuki kelas. Ia segera memperingati Alin dan Shyiren yang masih berdebat.
“Tu kan keburu dateng” kesal Alin pada Shyiren. Lalu ia menaruh ponselnya diatas meja karena pembelajaran akan segera dimulai.
“SELAMAT PAGI!!” Pak Firman menyapa dengan penuh semangat. Tak lupa dengan kedipan mata yang di tujukan untuk Veyra, mebuat Veyra bergidik ngeri dengan pak gurunya itu. Pak Firman tidak pernah berubah, selalu menggoda Veyra dari awal Veyra masuk ke SMA itu. Siapa juga yang mau sama pak tua ber-anak 2 itu?
“Iyuw, geli banget gue liatnya” seru Chika menatap ke arah Veyra.
Lo kok bisa biasa aja sih Vee?” Wanda sangat heran dengan Veyra yang sama sekali tidak ilfeel dengan pak tua itu. Temannya saja yang melihat bisa geli, apalagi sang empunya yang dituju.
Veyra hanya mengangkat bahunya acuh sebagai jawaban atas pertanyaan teman-temannya. “I dont care sih, selama itu nggak ngerugiin, gue terserah.” jawabnya enteng.
Tiga jam berlalu, pelajaran pak tua itu akhirnya selesai. Terlalu membosankan bagi kelima most wanted itu mengikuti pelajarannya.
"Istirahat cabut aja yuk?" ajak Chika kepada kelima temannya.
"Kemana?" tanya Veyra mulai tertarik.
"Tempat biasa aja" sahut Wanda.
"Cus!" Alin menimpali.
Mereka memang biasa bolos jam sekolah ketika mereka merasa bosan. Mereka sama sekali tidak mempedulikan aturan sekolah yang tentu saja berlaku.
Kringg…kringgg….
Bel istirahat berbunyi, "dah yuk cabut" Veyra sudah mengambil langkah kemudian keempat temannya mengekor di belakangnya. Mereka segera menuju Warung Mang Bejo yang terletak di belakang gedung sekolah. Lebih tepatnya di tengah-tengah gedung A dan B atau gedung Putra dan Putri.
Mereka segera mencari meja yang berisi enam kursi. Keadaan WMB (warung mang bejo) ini tidak ramai. Hanya ada lima orang kelompok Veyra dan tiga orang pria duduk tak jauh dari meja mereka.
"Vee!" panggil Wanda antusias.
"Hm?" Veyra tidak menatap Wanda sama sekali. Ia masih fokus terhadap instagramnya yang masih di banjiri followers.
"Tiga cowok itu dari tadi merhatiin lo terus"
"Biarin lah, gue tau gue cantik" ucap Veyra penuh percaya diri.
"Kira-kira siapa sih tu cowok?" Tambah Wanda lagi.
"Lo gak kenal siapa mereka?" Alin menyambar pertanyaan Wanda, seolah-olah ia kenal dekat dengan mereka.
"Siapa emang?" tanya Wanda polos.
"Mereka itu most wanted di gedung A, kudet lo ah" jawab Alin sebal.
"Masa?" Wanda masih tidak percaya dengan ucapan Alin.
"Gue ceritain gini aja lo gak percaya, apalagi gue ceritain real nya"
Chika yang merasa kepo langsung bertanya kepada Alin. "Real nya? Tentang apa?" Ternyata dari tadi ia memperhatikan juga.
"Dia abang gue" jawab Alin lirih.
"APA?!!" teriak mereka kompak kecuali Veyra. Ia hanya tersedak karena hendak minum malah Alin berkata demikian.
"Eh Vee, lo gakpapa kan?" panik Alin menepuk pundak Veyra pelan.
Veyra menggeleng memberikan jawaban. "Tapi lo yakin lo punya abang? Dan cowok itu beneran abang lo?" Veyra ternyata juga kepo tentang dia.
"Iya beiby, namanya Risky"
"Gue gak yakin" Chika tetap pada pendiriannya.
"Gue juga" sahut Wanda.
Alin menghela napas, merasa malas karena temannya tidak percaya kepadanya. "Oke-oke gue buktiin sama kalian" Alin bangkit kemudian berjalan mendekati meja ketiga pria itu. Tanpa berbasa-basi dia duduk di satu kursi yang masih kosong.
"Kenapa?" Rizky bukan tipe Cool boy, justru ia malah tipe orang yang Receh. Ia juga tidak pernah bersikap dingin pada orang kecuali sedang marah ataupun badmood.
"Bang, ikut gue bentar yuk?"
"Kemana?"
"Kesitu" tunjuk Alin pada meja yang sudah ada beberapa pasang mata memperhatikan nya.
"Buat apa sih dek?" Sebenarnya Risky malas menuruti kemauan adik satu-satunya ini.
"Mereka tu gak percaya bang kalo lo itu abang gue"
"Makanya jadi cewek jangan dekil-dekil amat" ejek Rizky membuat Alin memanyunkan bibirnya. "Ayo" Rizky sudah berdiri kemudian berjalan ke arah meja Veyra dkk.
"Bang, kenalin ini temen-temen gue"
"Chik, Wan, Ren, dan Vee ini abang gue"
"Geovano Risky" Risky menjabat tangan teman-teman Alin dan saat tiba di depan Vee, gadis itu tidak menggubrisnya.
"Vee!" tegur Alin.
Veyra dengan tampang watadosnya menatap Alin di balik kacamata hitamnya. Terlihat Alin sudah melotot kepadanya. Kemudian Veyra berdiri hadap-hadapan dengan Risky. Veyra membuka kacamata hitamnya dan menatap Risky. Risky menatapnya tanpa berkedip. "Iya gue tau, gue cantik" ucap Veyra lagi-lagi.
Risky mengulurkan tangan nya pada Veyra "Geovano Risky"
Veyra menjabat tangan Risky "Veyra Ainsley. Lo bisa panggil gue Vee" setelah mengucapkan kalimat itu, Veyra melepaskan tangannya dan kembali duduk.
"Udah bang, makasih ya udah mau kesini buat temen-teman gue yang gak guna ini" sindir Alin pada Chika dan Wanda.
"Sans elah" kemudian Risky berjalan kembali ke tempat duduknya.
Tidak sampai disitu, teman-temannya masih kepo tentang Alin dan Risky. Kecuali Veyra, ya lagi-lagi Veyra hanya mengabaikan ke-kepoan teman-temannya itu. Alin menceritakan mengapa dia bisa setara dengan Risky padahal umurnya lebih tua dari Alin. Selisih umur mereka dua tahun. Ternyata Rizky telat sekolah satu tahun karena malas, dan satu tahun lagi ia pernah mengalami kecelakaan hingga koma berbulan-bulan dan pernah amnesia. Syukurlah jika sekarang dia sudah tidak amnesia.
Cukup lama mereka disini, jam menunjukkan pukul dua belas, itu tandanya istirahat kedua sudah tiba. Ini saatnya mereka kembali ke habitatnya. Setelah selesai membayar, mereka langsung kembali ke gedung B. Dimana koridor sudah dipenuhi dengan kaum hawa yang asik menggibah.
"Dari mana lo?" Tegur Diana sang ketua osis SMA Citra Bangsa yang terkenal tegas dengan siapapun, menghadang jalan mereka.
Veyra maju satu langkah dari tempatnya berdiri kemudian menatap Diana tajam. "Bukan urusan lo"
"Ya jelas urusan gue lah. Gue ketos disini, semua harus turut perintah gue"
"Hah? Ga salah lo? Wkwk" Veyra tertawa mengejek di hadapan Diana membuat sang empunya geram.
"Liat aja lo ya, ketawa lo ini bakal gue bales" Diana memilih berbalik daripada harus ribut disekolah. Ia masih menjaga jabatannya sebagai ketua osis. Saat hendak berbalik sebuah kaki menjegalnya alhasil ia jatuh di hadapan Veyra. Siapa lagi pelakunya kalo bukan Veyra.
"Ups sorry, gue gak sengaja. Cabut guys" Veyra kembali berjalan meninggalkan Diana yang sudah mengepalkan tangannya erat. Ia sudah di permalukan di depan banyak orang.
"Tunggu pembalasan gue Vee"
...----------------...
To be continued…
Nah itu tadi untuk prolog nya gais, jadi gimana? Seru apa bingung nih?
Ni author kasih bonus untuk visual Veyra, semoga sesuai sama ekspektasi kalian✨
Veyra Esyley
Veyra POV’
Hari ini gue super duper kesel banget, secara supir gue gak bisa jemput gue. Jadi gue pulangnya gimana dong?
Gue duduk di depan gerbang entah menunggu siapa, gue berharap ada orang baik yang mau ngajak gue pulang bareng. Belum sampai lima menit gue doa, mobil sport merah berhenti tepar di depan gue. Gue amati banget tuh mobil, siapa tau dia mau culik gue ya kan? Secara gue cantik, seksi lagi.
Kaca penumpang terbuka, muncul wajah Alin dengan senyum Pepsodent disana ternyata dia bersama dengan Risky.
"Gue anter yuk Vee?" tawar Alin sama gue. Gue yang di tanya malah bengong lihatin dia. Merasa tidak ada jawaban, Alin turun dari mobil dan menyeret tangan gue masuk ke dalam mobilnya. Kini gue udah duduk manis di jog belakang mobilnya.
"Gapapa nih gue bareng kalian?" tanya gue canggung. Secara gue gak enak banget sama mereka.
"Yaelah Vee, kaya sama siapa aja" jawab Risky tiba-tiba.
Mulut gue yang terlalu bar-bar menanggapi jawaban Risky. "Emang nya lo siapa gue?" sekarang gue bisa di cap sebagai orang yang tidak tau terimakasih.
Namun Risky tidak marah sedikit pun, ia malah menjawab dengan bercandaan garing. "Lo gak tau ya? Gue kan pangeran yang dikirim tuhan buat lo Vee" ucapnya dengan sangat percaya diri.
Gue mendengus kesal. Memang sih tadi gue minta tuhan biar ada orang yang mau ngajak gue pulang bareng. Tapi kenapa harus cowok tengil itu sih? Tapi gak papa lah daripada gue harus naik angkot, bisa rusak reputasi gue.
"Supir lo gak jemput Vee?" tanya Alin sama gue.
"Enggak, dia lagi anter om Dion sama tante Dian ke Bogor" jawab gue se-enteng mungkin.
Jangan pernah tanya sama gue kemana orang tua gue. Kata tante Dian mereka pisah saat gue masih umur tiga bulan. Lebih teganya lagi, gue di titipin sama tante Dian yang tak lain adalah adik kandung mama gue, katanya. Bahkan sampek sekarang gue gak pernah ketemu orang tua gue, dan gue pun gak peduli itu, gue juga gak pernah cari tau keberadaan mereka dimana.
Itu lah faktor kenapa gue suka keluyuran gak jelas, keluarga yang hancur. Tapi gue tetep bersyukur punya tante sama om yang baik banget sama gue. Mereka gak nuntut apa-apa dari gue. Dan gue juga akan bersikap sebaik mungkin sama mereka.
Tante Dian sekarang tengah hamil tua, dengan usia kandungannya yang sudah sembilan bulan. Tinggal tunggu waktu saja. Entah karena apa mereka harus pergi ke Bogor hari ini juga. Kabarnya sih langsung pulang, mungkin nanti malam sudah sampai.
"Dah sampai Vee" ucap Alin membuyarkan lamunan gue.
"Oh iya, makasih ya Lin, Ris" ucap gue seraya turun dari mobil.
Mereka segera melajukan mobilnya, meninggalkan pekarangan rumah gue. Gue pun masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai.
"Eh non, sudah pulang" gue tersenyum ke arah Bi Yati dengan manis. Bagaimana pun juga Bi Yati selalu berjasa supaya gue gak ngerasa kesepian.
"Udah Bi. Vee langsung ke kamar ya?" tanpa berbasa-basi lagi gue langsung melangkah kan kaki menuju tempat kesayangan gue yaitu kamar.
Gue lempar tas gue sembarangan lalu gue duduk di sofa dekat jendela. Hari ini gue bete banget, pertama gue harus ketemu nenek lampir Diana lah, terus gue yang gak di jemput lah, campur aduk pokoknya. Gue mulai menyalakan AC dan mengganti seragam lusuh gue.
Gue capek banget hari ini. Jam sudah menunjukkan pukul 16.25. Gue memutuskan untuk tidur bentar deh. Akhirnya gue terbawa di alam mimpi.
Dengan setengah sadar, ada seseorang yang menepuk-nepuk pipi gue pelan.
"Non, bangun non" ucap Bi Yati panik di hadapan gue. Ternyata gue enggak mimpi. Gue langsung bangkit dan bertanya pada Bi Yati "ada apa?"
Bi Yati menjawab pertanyaan ku dengan sedikit gugup. "Itu non, nyonya sama tuan"
Gue sedikit bingung dengan arah percakapan ini, tapi gue yakin ini menyangkut Om sama Tante gue. "Kenapa Bi?"
"Mereka kecelakaan non, sekarang nyonya lagi proses melahirkan di rumah sakit xxx" jelas Bi Yati yang membuat jantung gue hampir copot.
“APA?!!!” Gue langsung beranjak dari tempat tidur, tak peduli dengan pakaian yang gue pakai. Asli sekarang gue panik banget. Gue langsung menyambar kunci mobil di gantungan dan segera bergegas menuju rumah sakit. Sebelum itu gue berteriak pada Bi Yati. "Vee berangkat Bi"
Tanpa berlama-lama gue ngelaju mobil gue dengan kecepatan diatas rata-rata. Tidak henti-hentinya gue berdoa untuk keselamatan mereka dan juga calon bayi nya.
Setelah mobil terparkir rapi di rumah sakit, gue setengah berlari menuju ruang persalinan Tante Dian. Gue khawatir banget disitu, takut terjadi apa-apa.
Banyak banget orang yang ngeliatin gue, ya gue tau penampilan gue kurang baik tapi gue gak punya waktu untuk sekedar berganti baju.
Saat gue kelihatan galau banget nungguin Tante Dian, suara tangis bayi masuk ke gendang telinga gue. Gue super duper seneng banget. Kalo ini enggak di rumah sakit gue pasti bakal jingkrak-jingkrak saking senengnya.
"Mbak Veyra ya?" seorang suster muncul dengan menggendong bayi yang masih berlumuran darah.
"Iya saya, kenapa sus?"
"Pasien ingin bertemu anda" tanpa menunggu lama gue langsung nyelonong masuk untuk nemuin Tante Dian. Gue lihat dia lemes banget di atas bed rumah sakit. Itulah perjuangan seorang ibu yang berusaha keras melahirkan seorang bayi di dunia ini. Tapi sayang, gue benci banget sama Mama gue.
"Te, tante gakpapa kan?"
Tante Dian tersenyum tipis, tipis banget. Dia mengelus lengan gue. "Tante tau ini terlalu cepat buat kamu Vee" gue deg-deg an banget waktu tante Diana ngomong itu sama gue. "Tapi tante mohon, rawat anak tante dengan baik ya? Tante mau kamu angkat dia sebagai anak kamu. Kamu harus bilang bahwa kamu adalah ibu kandung dia" mendadak gue cengo. Wajah gue pasti konyol banget saat itu.
"Maksud tante apa?" dengan polosnya gue nanya, padahal udah jelas Tante Dian nyuruh gue buat jadi ibu.
"Tante tau kamu pasti kaget Vee. Tapi tante udah gak kuat, Tante titip anak tante sama kamu ya? Jaga dia baik-baik. Pokoknya kamu harus bilang sama dia kalo kamu ibu kandung nya. Tante gak mau dia sedih kalau tau Mamanya sudah nggak ada"
"Tapi Vee gak punya pacar Tan, apalagi suami" gue masih tetep ngelak disini.
"Lambat laun kamu pasti punya Vee. Tante serahkan nama anak tante sama kamu. Selamat tinggal Vee" mesin pendeteksi jantung berbunyi panjang di sertai dengan mata Tante Dian yang sukses tertutup. Gue panik dan gue langsung panggil dokter.
Ternyata tuhan berkata lain. Tante Dian sudah meninggal dunia. Apa sekarang gue resmi jadi seorang ibu? Tunggu, Om Dion kan masih ada.
"Dok bisa saya bicara dengan suami pasien?"
"Maaf, suami pasien sudah meninggal dalam perjalanan menuju kesini"
Pertahanan gue runtuh seketika. Penjelasan dokter membuat gue down dan bersimpuh di lantai ruang persalinan. Gue nangis sejadi-jadinya. Untuk pertama kalinya gue kehilangan orang yang bener-bener sayang sama gue. Gue gak tau harus berbuat apa lagi. Gue yakin beban gue setelah ini pasti akan tambah banyak. Tapi gue gak boleh ngecewain Tante sama Om. Gue harus rawat anak mereka dan anggap dia sebagai anak gue sendiri.
Gue berdiri dengan air mata yang berlinang. Gue ambil bayi yang ada di gendongan salah satu suster. Ternyata kelaminnya laki-laki. Lucu banget, mirip sama Papanya. Gue membisikan sesuatu sama dia. "Sayang, ini bunda ponakan mama kamu. Kamu sekarang anak bunda, bunda akan rawat kamu sepenuh hati bunda" gue cium kening bayi itu kemudian menatap Tante Dian yang sudah terbujur kaku.
"Vee janji sama Tante bakal jaga malaikat kecil tante bahkan jika nyawa sekalipun taruhannya" setelah mengucapkan itu gue pergi dari ruangan itu.
Gue segera melunasi administrasi di rumah sakit ini, dan jenazah Om Dion dan Tante Dian akan di bawa kerumah besok. Gue memutuskan untuk pulang, tak baik larut dalam kesedihan lama-lama. Yang terpenting sekarang, gue harus tepati janji gue sama Tante Dian. Gue pulang bersama bayi lucu di gendongan gue. Setelah ini gue akan pikirkan nama yang cocok buat dia.
...----------------...
To be continued….
Bonus cast nya✨
Geovano Risky
Risky POV’
Gue masih bingung aja, kenapa perkenalan gue sama Vee bawa dampak buruk buat jantung gue. Setiap kali berhadapan sama dia jantung gue mempompa darah 5× lebih cepat, gilak! Untung aja gue gak sampek pingsan.
Langit sore cukup indah sekarang, gue duduk di teras rumah sambil sesekali menyeruput kopi susu yang udah gue buat. Gue lebih sering bersantai di rumah ketimbang nongkrong sama temen-temen gue.
"Bang temenin gue dong" tiba-tiba kepala Alin muncul dari belakang pintu. Gue cukup terkejut hingga menetralkan wajah ganteng gue seperti semula. Memang anak itu selalu menganggu waktu santai gue.
"Kemana?"
"Nongky aja di cafe Mall" baru aja gue bilang gue jarang nongkrong eh mendadak adek gue yang bawel ini ngajakin gue. Sebagai abang yang ganteng, baik hati dan tidak sombong ini gue mau tidak mau harus menuruti permintaan dia.
"Oke deh" jawab gue santai.
"Gue siap-siap dulu ya bang" Alin langsung berlari masuk kedalam rumah, sepertinya berganti baju. Gue juga harus ganti baju, gak mungkin kan gue dekil banget kaya gini berkeliaran di Mall. Bisa rusak reputasi bokap gue.
Bokap gue adalah seorang captain pilot di maskapai non domestik. Sedangkan nyokap gue pramugari di maskapai domestik. Sampai sekarang mereka masih menjalankan tugasnya. Mereka masih bekerja di penerbangannya masing-masing. Keseharian gue ya gini-gini aja. Ketemunya ya itu-itu aja. Bahkan pacar gak punya, bosen sebenernya tapi apa boleh buat?
"Gue udah siap nih bang" ucap Alin dan gue langsung bergegas menuju mobil dengan Alin yang mengekor di belakang gue. Seperti biasa gue selalu menggunakan mobil sport merah kesayangan gue. Tanpa menunggu lama gue langsung tancap gas menuju pada salah satu Mall terbesar di kota ini.
Sesampainya di parkiran gue tanya dulu ke Alin. "Yakin di Mall ini?" gue bertanya pada Alin supaya tidak salah memilih Mall.
"Iya, ayo turun" gue menuruti perintah Alin dan mulai mengikutinya.
Alin berhenti pada kedai es krim, langkah gue pun ikut berhenti. Dia masuk ke dalam kedai tersebut dan memesan es krim yang ia mau. Dia juga memesan satu es krim buat gue. Karena dia baik, diem-diem gue foto terus gue post di instagram gue.
@Bngtv_
@alinzzr_ thanks for time💛
12.357 likes and 1456 comment..
Gue gak sempet baca komen-komen netijen gue. Rata-rata sih komennya "itu pacar kakak?" “Wah cantik banget ya, cocok”. Baru adek aja udah di sangka pacar apalagi pacar beneran? Bisa disangka istri kali ya.
"Hallo?"
"..."
"Innalillahi, gue kesana sekarang!"
Gue denger ponsel Alin bunyi. Gue suruh aja dia angkat, siapa tau penting. Bahkan gue gak tau siapa yang telepon dia. Saat gue perhatiin, dia langsung panik, entah karena apa. Gue cukup nunggu dia sampek kelar telepon baru gue tanya.
"Siapa?"
"Vee bang" mendengar nama itu jantung gue kembali berdetak hebat.
"Kenapa?" gue berusaha menutup kegugupan gue.
"Tante sama Om yang ngerawat dia dari kecil meninggal dunia"
"Innalillahi" gue syok juga ketika Alin memberitahu hal ini ke gue. "Kita kesana sekarang?" tanya gue antusias.
"Ayo" Alin segera berdiri dan menuju pintu keluar Mall. Dengan cepat gue ambil mobil gue, dan langsung melajukannya ke rumah Vee.
Tak butuh waktu lama mobil sport gue tiba di rumah Vee. Rumahnya masih sepi, berhubung ini sudah malam mungkin jenazahnya akan di bawa pulang besok. Tanpa basa-basi gue dan Alin sontak memencet bel yang tersedia di samping pintu utama rumah. Perlahan pintu terbuka menampakan sosok ibu paruh baya yang gue sama sekali gak kenal. Kelihatannya Alin sangat akrab dengan ibu itu sampai pada akhirnya kita di suruh nunggu Vee di ruang tamu.
Terlihat Vee berjalan mendekat dengan menggendong bayi di tangannya. Gue sempet kagum sama dia. Gue gak nyangka aja dia bisa ngurus bayi mungil itu dengan lembut padahal ia terkenal angkuh.
"Vee, gue turut berduka cita ya. Maaf gue gak bisa bantu apa-apa" Alin menunjukkan rasa iba nya pada Vee. Tapi yang gue lihat Vee tegar-tegar aja walaupun matanya terlihat sembab serta kantung mata yang jelas.
"Makasih ya Lin, Ris, udah nyempetin buat dateng kesini. Gue gak papa kok. Semua ciptaan tuhan pasti kembali kepadanya kan?" Ucap Veyra dan bersamaan dengan helaan napas. Gue sama sekali gak percaya, bahkan ketika di tinggal sendiri untuk selamanya Vee masih bisa setegar itu. Belum tentu gue setegar itu juga.
Gue lihat Alin mengangguk. "Duh bayi nya lucu banget, anak siapa sih ini?" Alin menoel pipi bayi mungil itu.
"Anak gue"
Uhuk uhuk! Gue yang sedang minum sirup buatan Bi Yati pun tersedak dengan ucapan Vee.
"Kenapa? Kaget ya" Vee hanya menunjukkan cengirannya.
"Sumpah Vee? lo kapan bikin nya anjir?" gue yang mendengar pertanyaan konyol adik gue spontan menjitak kepalanya.
Vee terkekeh dengan pertanyaan yang di lontarkan Alin. "Gue angkat bayi ini sebagai anak gue, dia anak Tante gue. Tapi plis jangan bilang siapa-siapa kalo gue udah jadi ibu. Bisa di tuduh yang enggak-enggak gue"
Gue sama Alin spontan mengangguk dan menyetujui kesepakatan ini. Gue sama Alin juga bersedia membantu kapan pun, dan apapun yang di butuhkan oleh Vee.
"Siapa namanya Vee?" gue mencoba lebih akrab dengannya.
"Rencana sih bakal gue kasih nama Reno Diovangga"
"Bagus namanya" tanggap gue membuat Vee tersenyum manis ke arah gue. Sumpah, gue langsung klepek-klepek di buatnya.
Setelah cukup lama gue bertamu di tempat Vee, gue sama Alin memutuskan untuk kembali ke rumah. Tidak baik juga jika bertamu lama-lama di malam hari. Gue pamit sama dia dan langsung menancap gas menuju rumah. Di perjalanan gue masih kagum dengan sosok Veyra. Ia sangat baik walau pada dasarnya ia seorang badgirl.
"Bang, Vee tegar banget ya?" Alin melontarkan pertanyaan ke gue. Gue mengangguk menyutujuinya. "Lo naksir gak bang?" gue tertohok dengan ucapan Alin, lebih tepatnya pertanyaan.
"Kalo sekarang sih belom, ga tau kalo besok" ucap gue seadanya.
"Gue bantuin deh bang kalo lo mau, gue lihat lo suka gitu sama dia" goda Alin sama gue.
"Lo ngomong apa sih dek" mendadak gue canggung buat jawab dia.
"Gimana? Mau gak bang?"
"Turun gih, udah sampek" gue nyuruh dia turun dari mobil untuk menutup rasa gugup gue. Untungnya memang sudah sampai rumah.
"Iya gue turun" gue bernapas lega melihat Alin berjalan memasukin rumah. Gue kunci mobil lalu pergi ke kamar untuk beristirahat.
Suasana malam yang cukup dingin dengan suhu AC sedang, lumayan nusuk di tulang gue. Gue kepikiran Vee terus. Gimana ya, kehidupan Vee setelah ini? gimana caranya dia mencukupi kebutuhannya dan anaknya nanti? Gue kayaknya mulai menaruh perasaan sama Vee.
...----------------...
Gimana gais? Kira-kira seruu gak nii ceritanyaa. Udah bisa ditebak belum alurnya? Xixixi…
Lanjut terus ya✨
To be continued…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!